Professional Documents
Culture Documents
Bank syariah juga mengadakan pembiayaan dalam bentuk jual beli, berbeda dengan bank
konvensional yang tidak ada transaksi jual beli, didalam bank syariah ada 3 macam, yaitu bai almurabahah, bai al-istisna dan bai as-salam. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang bai almurabahah saja.
AKAD MUDHARABAH
A.
Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ) yang berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerja (mudharib)
biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan perjalanan dalam
bahasa rab disebut juga dharb fil rdhi (
).
Dalam bahasa Iraq (penduduk Iraq) menamakannya mudharabah, sedangkan penduduk Hijaz
menyebutnya qiradh. Qiradh berasal dari kata al-qardhu, yang berarti al-qathu (potongan)
karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungannya.
Mudharabah atau qiradh termasuk dalam kategori syirkah. Di dalam Al-Quran, kata mudharabah
tidak disebutkan secara jelas dengan istilah mudharabah. Al-Quran hanya menyebutkannya
secara musytaq dari kata dharaba yang terdapat sebanyak 58 kali.
Beberapa ulama memberikan pengertian mudharabah atau qiradh sebagai berikut:
Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah
satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang
telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan.
Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah kad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta dan
pihak lain pemilik jasa.
Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah adalah: kad perwakilan, di mana pemilik harta
mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang
ditentukan (mas dan perak).
Imam Hanabilah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: Ibarat pemilik harta menyerahakan
hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan
yang diketahui.
Ulama Syafiiyah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: kad yang menentukan seseorang
menyerahakan hartanya kepada orang lain untuk ditijarahkan.
Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa mudharabah ialah:
Seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarhakan dan keuntungan bersamasama.
Al-Bakri Ibn al-Arif Billah al-Sayyid Muhammad Syata berpendapat bahwa Mudharabah ialah:
Seseorang memberikan masalahnya kepada yang lain dan di dalmnya diterima penggantian.
Sayyid Sabiq berpendapat, Mudharabah ialah akad antara dua belah pihak untuk salah satu
pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua
sesuai dengan perjanjian.
Menurut Imam Taqiyuddin, mudharabah ialah kad keuangan untuk dikelola dikerjakan
dengan perdagangan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mudharabah adalah akad
kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama adalah pemilik modal (shahibul maal),
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola modal (mudharib), dengan syarat bahwa hasil
keuntungan yang diperoleh akan dibagi untuk kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan
bersama (nisbah yang telah disepakati), namun bila terjadi kerugian akan ditanggung shahibul
maal.
Secara etimologi, kata mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan
kakinya dalam menjalankan usaha.
Dalam literatur lain (fiqh sunnah), mudharabah bisa disebut juga dengan qiradh yang berasal dari
kata qardh yang berarti qathu (potongan) karena pemilik modal memotong sebagian hartanya
untuk diperdagangkan dalam rangka memperoleh keuntungan (laba).
Secara terminologi, merujuk Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh), mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (malik, shahibul al maal, bank) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua
(amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara
mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Dalam literatur lain, Mudharabah
adalah Akad antara dua pihak dimana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang (sebagai
modal) kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan/diusahakan. Laba dibagi dua sesuai dengan
kesepakatan.
Dalam literatur lain, (Fiqh Muamalah : Nasroen Haroen) akad mudharabah adalah pemilik modal
menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan
keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama
Skema Mudharabah
Modal 100%
B.
Dilihat dari transaksi (akad) yang dilakukan oleh shahibul mal dan mudharib, mudharabah
terbagi menjadi :
Mudharabah Muqayyadah ( Restricted Investment Account ), yaitu bentuk kerja sama antara
dengan syarat-syarat dan batasan tertentu. Dimana shahibul mal membatasi jenis usaha, waktu
atau tempat usaha. Dalam istilah ekonomi Islam modern, jenis mudharabah ini disebut Restricted
Investment Account. Batasan-batasan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan modalnya
dari resiko kerugian. Syarat-syarat itu harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila mudharib
melanggar batasan-batasan ini, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul.
Pembatasan pada jenis mudharabah ini diperselisihkan para ulama mengenai keabsahannya.
Namun yang rajih, pembatasan tersebut berguna dan sama sekali tidak menyelisihi dalil syari,
karena hanya sekedar ijtihad dan dilakukan berdasarkan kesepakatan dan keridhaan kedua belah
pihak, sehingga wajib ditunaikan. Cara pencatatan mudharabah muqayyadah ada dua macam,
yakni:
1.
2.
Mudharabah Muthlaqah ( Unrestricted Investment account ), yaitu bentuk kerja sama antara
shahibul mal dan mudharib tanpa syarat atau tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu,
dan daerah bisnis. Dalam bahasa Inggris, para ahli ekonomi Islam sering menyebut mudharabah
muthlaqah sebagai Unrestricted Investment Account (URIA). Maka apabila terjadi kerugian
dalam bisnis tersebut, mudharib tidak menanggung resiko atas kerugian. Kerugian sepenuhnya
ditanggulangi shahibul mal.
modal atau dananya dalam kerjasama investasi. Diawal kerjasama, akad yang disepakati adalah
akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah bejalannya operasi usaha
dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola dana ikut
menanamkan modalnya dalam usaha tersebut, jenis mudharabah ini disebut mudharabah
musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah.
C.
DASAR SYARIAH
Dalil Quran
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua
pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah
mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka
Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran.
Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi
berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan
kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di
sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah
ampunan kepada llah; Sesungguhnya llah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( lMuzzammil [73]: 20)
Kata yang menjadi wajhud-dilalah atau argument dari ayat di atas adalah yadhribun yang sama
dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka
apabila kamu telah bertolak dari rafat (selesai wuquf), berdzikirlah kepada llah di Masyaril
Haram dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya
kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.
[Al-Baqarah (2): 198]
Dalil Hadist
.(
dalah bbas bin bdul Muththalib, apabila ia menyerahkan sejumlah harta dalam investasi
mudharabah, maka ia membuat syarat kepada mudharib, agar harta itu tidak dibawa melewati
lautan, tidak menuruni lembah dan tidak dibelikan kepada binatang, Jika mudharib melanggar
syarat2 tersebut, maka ia bertanggung jawab menanggung risiko. Syarat-syarat yang diajukan
Abbas tersebut sampai kepada Rasulullah Saw, lalu Rasul membenarkannya.(HR
ath_Thabrani). Hadist ini menjelaskan praktek mudharabah muqayyadah.
(
Tiga macam mendapat barakah: muqaradhah/ mudharabah, jual beli secara tangguh,
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual. (HR.Ibnu
Majah).
Dari bdullah dan Ubaidullah, keduanya anak Umar, bahwa keduanya bertemu dengan Abu
Musa Al- syary di Basrah, setelah pulang dari perang Nahawand. Keduanya menerima harta
dari Abu Musa untuk dibawa ke Madinah (ibu kota). Di perjalanan keduanya membeli harta
benda perhiasan, lalu menjualnya di Madinah, sehingga keduanya mendapat keuntungan. Umar
memutuskan untuk mengambil modal dan keuntungan semuanya. Tetapi kedua anaknya
berkata,Jika harta itu binasa, bukankah kami yang bertanggung jawab menggantinya.
Bagaimana mungkin tak ada keuntungan untuk kami?. Maka berkata seseorang kepada
Umar,Wahai mirul Mukminin, alangkah baiknya jika engkau jadikan harta itu sebagai
qiradh. Umar pun menerima usulan itu. Umar berkata, ku menjadikannya qiradh. Umar
mengambil separoh dari keuntungan (50 % untuk Baitul Mal dan 50% untuk kedua anaknya).
Mudharabah menurut Ibn Hajar telah ada sejak zaman Rasulullah, beliau mengetahui dan
mengakuinya. Bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad telah melakukan Qiradh/
mudharabah. Muhammad mengadakan perjalanan ke Syam untuk menjual barang-barang milik
Khadijah r.a yang kemudian menjadi istri beliau.
Di samping dalil Quran dan dalil Hadist di atas, para ulama juga berlandaskan pada praktik
mudharabah yang dilakukan sebagian sahabat, sedangkan sahabat lain tidak membantahnya.
Bahkan harta yang dilakukan secara mudharabah itu di zaman mereka kebanyakan adalah harta
anak yatim. Oleh sebab itu berdasarkan dalil Quran, Hadist, dan praktik para sahabat, para
ulama fiqih menetapkan bahwa akad mudharabah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya
maka hukumnya adalah boleh.
Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim
sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang
sebagai ijma (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi
pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit
hadits yang dikutip Abu Ubaid.
Di antara dalil kuat yang menunjukkan akan disyariatkannya mudharabah ialah kesepakatan
ulama Islam sejak zaman dahulu hingga sekarang akan hal tersebut.
Ibnu Munzir asy-Syafii berkata, Kita tidak mendapatkan dalil tentang al-Qiradh (mudharabah)
dalam Kitab llah zza wa Jalla, tidak juga dalam sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam. Akan tetapi, kita dapatkan bahwa para ulama telah menyepakati akan kehalalan alQiraadh dengan modal berupa uang dinar dan dirham. ( l-Isyaraf oleh Ibnul Munzir asySyafii, 2/38).
Ibnu Hazm berkata, l-Qiraadh (al-Mudharabah) telah dikenal sejak zaman Jahiliyyah, dan
dahulu kaum Quraish adalah para pedagang. Mereka tidak memiliki mata pencaharian selain
darinya, padahal di tengah-tengah mereka terdapat orang tua yang tidak lagi kuasa untuk
bepergian, wanita, anak kecil, anak yatim. Oleh karena itu, orang-orang yang sedang sibuk atau
sakit menyerahkan modalnya kepada orang lain yang mengelolanya dengan imbalan
mendapatkan bagian dari hasil keuntungannya. Dan tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam telah diutus, beliaupun membenarkan akad tersebut, dan kaum muslimin kala itu juga
menjalankannya. Kalaupun sekarang ada yang menyelisihi tentang hal ini, maka pendapatnya itu
tidak perlu diperhatikan, sebab ia telah terlebih dahulu menyelisihi praktik nyata seluruh umat
dari zaman kita hingga zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. ( l-Muhalla oleh Ibnu
Hazm, 8/247).
Di antara bukti nyata bahwa kesepakatan akan disyariatkannya mudharabah ialah praktik dari
para al-Khulafa ar-Rasyidiin, tanpa ada seorangpun dari sahabat Nabi shallallahu alaihi wa
sallam yang mengingkarinya (Riwayat-riwayat dari para al-khulafa ar-Rasyidin dapat dibaca di
kitab Irwaaul Ghalil oleh al-Albany, 5/290-294).
Qiyas
Kaidah fiqh
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.
b) Rukun dan Syarat Akad Mudharabah
Rukun dan syarat-syarat sah mudharabah adalah sebagai berikut:
1.
Adanya dua pelaku atau lebih, yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).
Kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf atau cakap
hukum, maka dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang-orang yang
berada di bawah pengampuan.
2.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa modal harus berupa uang dan tidak boleh barang.
Mudharabah dengan barang dapat menimbulkan kesamaran, karena barang pada umumnya
bersifat fluktuatif. Apabila barang itu bersifat tidak fluktuatif seperti berbentuk emas atau perak
batangan (tabar), para ulama berbeda pendapat. Imam malik dalam hal ini tidak tegas melarang
atau membolehkan. Namun para ulama mazhab Hanafi membolehkannya dan nilai barang yang
dijadikan setoran modal harus disepakati pada saat akad oleh mudharib dan shahibul mal.
Contohnya, seorang memiliki sebuah mobil yang akan diserahkan kepada mudharib (pengelola
modal). Ketika akad kerja sama tersebut disepakati, maka mobal tersebut wajib ditentukan nilai
mata uang saat itu, misalnya Rp90.000.000, maka modal mudharabah tersebut adalah
Rp90.000.000.
Jumlah modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang
diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang akan dibagikan
kepada dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Tunai
Hutang tidak dapat dijadikan modal mudharabah. Tanpa adanya setoran modal, berarti shahibul
mal tidak memberikan kontribusi apapun padahal mudharib telah bekerja. Para ulama syafii dan
Maliki melarang hal itu karena merusak sahnya akad. Selain itu hal ini bisa membuka pintu
perbuatan riba, yaitu memberi tangguh kepada si berhutang yang belum mampu membayar
hutangnya dengan kompensasi si berpiutang mendapatkan imbalan tertentu. Dalam hal ini para
ulama fiqih tidak berbeda pendapat.
Apabila tidak diserahkan kepada mudharib secara langsung dan tidak diserahkan sepenuhnya
(berangsur-angsur) dikhawatirkan akan terjadi kerusakan pada modal, yaitu penundaan yang
dapat mengganggu waktu mulai bekerja dan akibat yang lebih jauh mengurangi kerjanya secara
maksimal. Apabila modal itu tetap dipegang sebagiannya oleh pemilik modal, dalam artian tidak
diserahkan sepenuhnya, maka menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafiiyah, akad
mudharabah tidak sah. Sedangkan ulama Hanabilah menyatakan boleh saja sebagian modal itu
berada di tangan pemilik modal, asal tidak mengganggu kelancaran usahanya.
3) Nisbah Keuntungan
Nisbah adalah besaran yg digunakan untuk pembagan keuntungan, mencerminkan imbalan yang
berhak dterima oleh kedua pihak yang mudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Pengelola
dana mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapat imbalan atas
penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kkedua pihak, inilah
yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian
keuntungan. Jika memang dalam akad tersebut tidak dijelaskan masing-mmasing porsi, maka
pembagiannya menjadi 50% dan 50%. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai
nominal tertentu karena dpt menimbulkan riba.
syarat-syaratnya yakni:
Proporsi jelas. Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas
persentasenya, seperti 60% : 40%, 50% : 50% dan sebagainya menurut kesepakatan bersama.
Keuntungan harus dibagi untuk kedua belah pihak, yaitu investor (pemilik modal) dan
pengelola (mudharib).
Break Even Point (BEP) harus jelas, karena BEP menggunakan sistem revenue sharing
dengan profit sharing berbeda. Revenue sharing adalah pembagian keuntungan yang dilakukan
sebelum dipotong biaya operasional, sehingga bagi hasil dihitung dari keuntungan kotor/
pendapatan. Sedangkan profit sharing adalah pembagian keuntungan dilakukan setelah dipotong
biaya operasional, sehingga bagi hasil dihitung dari keuntungan bersih.
4)
Melafazkan ijab dari pemilik modal, misalnya aku serahkan uang ini kepadamu untuk dagang
jika ada keuntungan akan dibagi dua dan kabul dari pengelola.
Sedangkan, menurut Ulama Hanafiyah, rukun mudharabah itu hanya satu, yaitu ijab (dari
shahibul maal) dan kabul persetujuan (dari mudharib). Ulama hanafiyah menyatakan jika
shahibul maal dan mudharib telah melafalkan ijab dan qabul maka akad mudharabah itu telah
memenuhi rukunnya dan sah. Adapun rukun lainnya sebagaimana dinyatakan Jumhur Ulama,
bagi Ulama Hanafiyah ke semua itu masuk sebagai syarat mudharabah
c) Berakhirnya Akad Mudharabah
Mudharabah termasuk akad kerjasama yang diperbolehkan. Usaha ini berakhir dengan
pembatalan dari salah satu pihak. Karena tidak ada syarat keberlangsungan terus menerus dalam
transaksi usaha semacam ini. Masing-masing pihak bisa membatalkan transaksi kapan saja dia
menghendaki. Transaksi Mudharabah ini juga bisa berakhir dengan meninggalnya salah satu
pihak transaktor, atau karena ia gila atau idiot.
Imam Ibnu Qudamah (wafat tahun 620 H) menyatakan: l Mudharabah termasuk jenis akad
yang diperbolehkan. Ia berakhir dengan pembatalan salah seorang dari kedua belah pihak -siapa
saja-, dengan kematian, gila atau dibatasi karena idiot; hal itu karena ia beraktivitas pada harta
orang lain dengan sezinnya, maka ia seperti wakiel dan tidak ada bedanya antara sebelum
beraktivitas dan sesudahnya. Sedangkan Imam Al Nawawi menyatakan: Penghentian qiraadh
boleh, karena ia diawalnya adalah perwakilan dan setelah itu menjadi syarikat. Apabila terdapat
keuntungan maka setiap dari kedua belah pihak boleh memberhentikannya kapan suka dan tidak
butuh kehadiran dan keridoan mitranya. Apabila meninggal atau gila atau hilang akal maka
berakhir usaha terbut.
Imam Syafii menyatakan: Kapan pemilik modal ingin mengambil modalnya sebelum
diusahakan dan sesudahnya dan kapan pengelola ingin keluar dari qiraadh maka ia keluar
darinya.
Apabila telah dihentikan dan harta (modal) utuh, namun tidak memiliki keuntungan maka harta
tersebut diambil pemilik modal. Apabila terdapat keuntungan maka keduanya membagi
keuntungan tersebut sesuai dengan kesepakatan. Apabila berhenti dan harta berbentuk barang,
lalu keduanya sepakat menjualnya atau membaginya maka diperbolehkan, karena hak milik
kedua belah pihak. Apabila pengelola minta menjualnya sedang pemilik modal menolak dan
tampak dalam usaha tersebut ada keuntungan, maka pemilik modal dipaksa menjualnya; karena
hak pengelola ada pada keuntungan dan tidak tampak kecuali dengan dijual. Namun bila tidak
tampak keuntungannya maka pemilik modal tidak dipaksa.
Tampak sekali dari sini keadilan syariat islam yang sangat memperhatikan keadaan dua belah
pihak yang bertransaksi mudharabah. Sehingga seharusnya kembali memotivasi diri kita untuk
belajar dan mengetahu tata aturan syariat dalam muamalah sehari-hari.
Para ulama menyatakan bahwa akad mudharabah akan berakhir apabila :
Masing-masing pihak menyatakan akad batal, atau mudharib (Pengeola dana) dilarang untuk
bertindak hukum terhadap modal yang diberikan, atau shahibul maal (Pemilik dana) menarik
modalnya.
Salah seorang yang berakad meninggal dunia. Jika shahibul maal yang wafat maka menurut
Jumhur Ulama akad mudharabah itu batal, karena akad mudharabah sama dengan akad wakalah
yang gugur disebabkan wafatnya orang yang mewakilkan. Selain itu, Jumhur Ulama berpendapat
bahwa akad mudharabah tidak bisa diwariskan. Akan tetapi, Ulama Malikiyah berpendapat
bahwa jika salah seorang yang berakad meninggal dunia, akadnya tidak batal, tetap dilanjutkan
oleh ahli warisnya, karena menurut mereka akad mudharabah boleh diwariskan.
Salah seorang yang berakad kehilangan kecakapan bertindak hukum, misalnya gila.
Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk mencapai
tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai pihak yag mengemban amanah ia harus
beritikad baik dan hati-hati.
D.
Dalam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan karena yang dibagi
hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugiannya (loss). Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila
rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam mudharabah yang
dibagihasilkan adalah pendapatan.
Pendapatan terkecil adalah nol. Maka dimaksudkan kerugian dalam mudharabah adalah ketidak
mampuan nasabah dalam membayar cicilan pokok senilai pembiayaan yang telah diterimanya,
atau jumlah seluruh cicilan lebih kecil dari pembiayaan yang telah diterimanya. Bila terjadi
demikian, kerugian ditanggung oleh bank syariah, kecuali akibat: (1) nasabah melanggar syarat
yang telah disepakati. (2) nasabah lalai dalam menjalankan modalnya.
Contoh 1 :
Contoh perhitungan bagi hasil bagi dana pihak ketiga (tabungan/deposito masyarakat). Bapak
ahmad memiliki deposito Rp 10.000.000,00 jangka waktu satu bulan (1 Desember 2000 s/d 1
januari 2001), dan nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank 57%:43%. Jika keuntungan bank
yang diperoleh untuk deposito satu bulan per 31 desember 2000 adalah Rp 20.000.000,00 dan
rata-rata deposito jangka waktu satu bulan adalah Rp 950.000.000,00. Berapa keuntungan yang
diperoleh Bapak Ahmad ?
Jawab:
Keuntungan diperoleh bapak Ahmad adalah :
(Rp 10.000.000,00/Rp 950.000.000,00) x 57 % x Rp 20.000.000,00 = Rp 120.000,00
Jadi, keuntungan yang diperoleh bapak Ahmad sebesar Rp 120.000,00
Mudharabah ternak qurban sebesar Rp 10.000.000, dan nisbah bagi hasil 60:40 (bank : nasabah).
Rencana pengembalian modal sekaligus tanggal 1 Maret. Ternyata aktualisasi hasil yang ada
diperhitungkan sebesar Rp 1.000.000,00 maka perhitungannya:
Nisbah 60 : 40 aktualisasi hasil
Profit bank 60/100 x Rp 1.000.000
Keuntungan nasabah
Rp 1.000.000,00
= Rp
600.000,00
Rp 400.000,00
Contoh 2 :
Bank Jayen Syariah (BJS) melakukan kerjasama bisnis dengan Bapak Irfa, seorang pedagang
buku di Pasar Shoping Yogyakarta menggunakan akad mudharabah (BJS sebagai pemilik dana
dan Irfa sebagai pengelola dana). BJS memberikan modal kepada Irfa sebesar Rp 10.000.000
sebagai modal usaha pada Tanggal 1 Januari 2009 dengan nisbah bagi hasil BJS : Irfa = 30% :
70%. Pada tanggal 31 pebruari 2009, Irfa memberikan Laporan Laba Rugi penjualan buku
sebagai berikut:
Penjualan
Rp. 1.000.000
(Rp. 700.000)
Rp.
300.000
Biaya-biaya
(Rp
100.000)
Laba bersih
Rp
200.000
Hitunglah pendapatan yang diperoleh BJS dan Irfa dari kerjasama bisnis tersebut pada tanggal 31
Pebruari 2009 bila kesepakan pembagian bagi hasil tersebut menggunakan metode :
a. Profit sharing
b. Revenue sharing
Jawab:
a. Profit sharing
Bank Syariah
Irfa
= 70% x Rp 200.000
= Rp 60.000
= Rp 140.000
b. Revenue sharing
Bank Syariah
Irfa
E.
= Rp 90.000
= Rp 210.000
BAGI HASIL UNTUK AKAD MUDHARABAH MUSYTARAKAH (PSAK 105 PAR 34)
Ketentuan bagi hasil untuk akad jenis ini dapat dilakukan dengan 2 pendekatan, yaitu :
1.
Hasil investasi dibagi antara pengelola dan dan pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati,
selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut dibagi antara
pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masingmasing, dan atau
2.
Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai
dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk
pengelola dana tersebut dibagi antara pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah
yg disepakati. Contoh : jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan
porsi modal para musytarik.
Contoh :
Bapak Andry menginvestasikan uang sebesar Rp. 2.000.000,00 untuk usaha siomay yang
dimiliki oleh bapak Budi dengan akad mudharabah. Nisbah yang disepakati oleh Bapak Andry
dan bapak Budi adalah 1 : 3. Setelah usaha berjalan, ternyata dibutuhkan tambahan dana, maka
atas persetujuan bapak Andry, bapak Budi ikut menginvestasikan uangnya sebesar Rp,
500.000,00. Dengan demikian bentuk akadnya adalah akad mudharabah musytarakah. Laba yang
diperoleh untuk bulan Januari 2008 adalah sebesar Rp. 1.000.000,00.
Berdasarkan PSAK 105 Par 34 maka bagi hasil jika terdapat keuntungan dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut ;
Cara 1 :
Hasil investasi dibagi antara pengelola dana dan pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati :
Bagian Andry : x Rp. 1.000.000,00 = Rp 250.000,00
Bagian Budi
Kemudian bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut (Rp.
1.000.000,00 Rp. 750.000,00) dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan
pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing ;
Bagian Andry : Rp. 2.000.000,00/Rp. 2.500.000,00 x Rp 250.000,00 = Rp. 200.000,00
Bagian Budi
Sehingga Budi sebagai pengelola dana akan memperoleh Rp. 750.000,00 + Rp. 50.000,00 = Rp
800.000,00, dan Andry sebagai pemilik dana akan memperoleh Rp. 200.000,00
Cara 2 :
Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai dengan
porsi modal masing.masing.
Bagian Andry : Rp. 2.000.000,00/Rp. 2.500.000,00 x Rp 1.000.000,00 = Rp 800.000,00
Bagian Budi
Kemudian bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik)
sebesar Rp. 800.000,00 (Rp.1.000.000,00 Rp. 200.000,00) tersebut dibagi antara pengelola
dana dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Bagian Andry : x Rp. 800.000,00 = Rp 200.000,00
Bagian Budi
Sehingga Budi sebagai pengelola dana akan memperoleh Rp. 200.000,00 + Rp 600.000,00 = Rp.
800.000,00, dan Andry sebagai pemilik dana akan memperoleh Rp. 200.000,00.
Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para
musytarik. Misalnya terjadi kerugian sebesar Rp. 1.000.000, maka Andry akan menanggung rugi
sebesar :
Rp. 2.000.000,00/Rp 2.500.000,00 x Rp. 1.000.000,00 = Rp. 800.000,00
Budi akan menanggung sebsasr :
Rp 500.000,00/Rp. 2.500.00,00 x Rp. 1.000.000,00 = Rp 200.000,00
F.
Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakaui sebagai investasi mudharabah
pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
2.
a.
Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan.
b.
Investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas diukur sebagai nilai wajar asset non-kas
Ada 2 alasan tidak digunakannya dasar historical cost untuk mengukur asset nonkas, (Siswanto,
2003)
a.
Penggunaan nilai yang disetujui oleh pihak yang melakukan kontrak untuk mencapai satu
Penggunaan nilai yang disetujui (agreed value) oleh pihak yang melakukan kontrak untuk
nilai asset nonkas menuju aplikasi konsep representational faithfulness dalam pelaporan.
Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebagai jumlah yang dibayarkan.
Jurnal pada saat penyerahan kas :
Dr. Investasi Mudharabah
xxxxxxxxxxxxx
Kr. Kas
xxxxxxxxxxxxx
Investasi Mudharabah dalam bentuk asset nonkas diukur sebesar nilai wajar asset nonkas pada
saat penyerahan kemungkinannya ada 2, yaitu :
a.
Jika nilai wajar lebih tinggi daraipada nilai tercatattnya, maka selisihnya diakui sebagai
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
3.
a.
Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau
factor lai yang bukan karena kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan
nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
Jurnal :
Dr. Kerugian investasi mudharabah
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxx
Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimualinya usaha tanpa adanya kelalaian atau
kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi
mudharabah namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil.
Jurnal :
Dr. Kerugian Investasi Mudharabah
Kr. Penyisihan Investasi Mudharabah
Dr. Kas
Dr. Penyisihan Investasi Mudharabah
Kr. Pendapatan
4.
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
Kerugian
Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir, pencatatan
kerugian yagan terjadi dalam suatu periode sebelum akad meudharabah berakhir diakui sebagai
kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi.
Jurnal :
Dr. Kerugian investasi mudharabah
Kr. Penyisihan kerugian investasi mudharabah
xxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxx
Catatan :
Tujuan dicatat sebagai penyisihan agar jelas nilai investasi awal mudharabah.
5.
Hasil Usaha
Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.
Jurnal :
Dr. Piutang Pendapatan Bagi Hasil
Kr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
xxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxx
Pada saat akad mudharabah berakir, selisih antara investasi mudharabah setelah dikurangi
penyisihan kerugian investasi ; dan pengembalian investasi mudharabah ; diakui sebagai
keuntungan atau kerugian.
Jurnal :
Dr. Kas/Piutang/Aset Nonkas
Dr. Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah
Kr. Investasi Mudharabah
Kr. Keuntungan investasi mudharabah
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxx
ATAU
Dr. Kas/Piutang/Aset Nonkas
Dr. Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah
Dr. Kerugian invevstasi mudharabah
Kr. Investasi mudharabah
7.
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
Penyajian
Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat
yaitu nilai investasi mudharabah dikurangi penyisihan kerugian (jika ada)
8.
Pengungkapan
Pemilik dana mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi mudharabah, tetapi tidak
terbatas pada :
a.
Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha,
c.
d.
Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
Akuntasi Untuk Pengelola Dana
1.
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset nonkas yang diterima.
2.
Dana Syirkah temporerdiukur sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset nonkas yang diterima.
Jurnal :
Dr. Kas/Aset Nonkas
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
Jika pengella dana menyalurkan kembali dana syirkah temporer yang diterima maka pengelola
dana mengakui sebagai asset (investasi mudharabah). Sama seperti akuntansi untuk pemilik
dana. Dan ia akan mengakui pendapatan secara bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak
pemilik dana.
Jurnal pencatatan ketika menerima pendapatan bagi hasil dari penyaluran kembali dana syirkah
temporer :
Dr. Kas/Piutang
Kr. Pendapatan yang belum dibagiakan
xxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
Hak pihak ketiga atas bagian dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum
dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi
hak pemilik dana.
Jurnal :
xxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
Sedangkan apabila pengelola dana mengelola sendiri dana mudharabah berarti ada
pendapatan dan beban yang diakui dan pencatatannya sama dengan akuntansi konvensional,
yaitu :
Saat mencatatat pendapatan :
Dr. Kas/Pituang
xxxxxxxxxxxxx
Kr. Pendapatan
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
Kr. Kas/utang
xxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
Jurnal Penutup :
Dr. Pendapatan yang belum dibagikan
Kr. Beban bagi hasil mudharabah-pemilik dana
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
Catatan : Penyisihan kerugian disajikan sebagai akun kontrak dari dana Syirkah Temporer.
5.
Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai
xxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
Di akhir akad
Jurnal :
Dr. dana Syirkah temporer
Kr. Kas/Aset Nonkas
xxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
Penyajian
Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap
jenis mudharabah : yaitu sebesar dana syirkah temporer dikurangi dengan penyisihan kerugian
(jika ada).
b.
Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah ada diperhitungkan tetapi belum diserahkan
kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan sebagai kewajiban.
8.
Pengungkapan
Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha,
c.
Imam Malik berpendapat bahwa jika dalam akad mudharabah (pekerjaan) kegiatan perdagangan
telah mulai dilakukan oleh mudharib, maka akad tersebut mengikat kedua belah pihak dan akad
tersebut tidak dapat dibatalkan sepihak oleh masing-masing pihak yang berakad. Beliau
berpendapat bahwa jika akad (dalam konteks) tersebut dibatalkan oleh salah satu pihak, maka
pembatalan tersebut akan membawa mudharat kepada salah satu pihak lain, sedangkan
memudharatkan orang lain tidak dibolehkan dalam syara.
Sedangkan menurut Imam bu Hanifah, Imam Syafii dan Imam hmad Ibnu Hanbal
menyatakan bahwa akad mudharabah tidak bersifat mengikat sekalipun pekerjaan telah dimulai.
Alasannya adalah bahwa mudharib (dalam konteks tersebut) telah melakukan tindakan hukum
terhadap modal orang lain (shahibul maal) dengan se-izinnya. Oleh sebab itu, masing-masing
pihak boleh saja membatalkan akad itu, seperti halnya akad titipan. Namun, jika akad itu
dibatalkan secara sepihak maka pihak lain harus terlebih dahulu diberitahukan bahwa ia
berencana untuk membatalkan akad mudharabah pada saat pekerjaan telah dimulai.
H.
Sebagaimana yang kita rasakan dalam kehidupan kita sehari-hari, kita dapatkan ada sebagian
orang yang diberi kelebihan dalam hal harta kekayaan, akan tetapi ia tidak mampu untuk
mengelolanya. Di sisi lain, didapatkan sebagian orang yang diberi kelebihan dalam hal
pengelolaan harta kekayaan dan pengembangannya, akan tetapi ia tidak memiliki harta kekayaan
yang dapat ia kelola, sehingga mendatangkan keuntungan yang diharapkan.
Dengan demikian, merupakan suatu hal yang sangat tepat dan bijak bila kedua jenis anggota
masyarakat ini menyatukan potensi masing-masing, sehingga dapat mewujudkan keuntungan dan
kekuatan ekonomi yang produktif. Sebagaimana akad mudharabah merupakan implementasi
nyata dari asas taaawun atau bahu-membahu dalam hal yang bermanfaat secara umum dan
dalam pengembangan ekonomi umat secara khusus. Bila asas taaawun yang diwujudkan dalam
akad mudharabah ini berjalan sebagaimana mestinya, niscaya umat Islam dapat mempertahankan
kejayaan dan kemuliaan martabatnya, sehingga dapat hidup mandiri tanpa bergantung kepada
umat lain.
Imam al-Marghinani al-Hanafy berkata, kad mudharabah dihalalkan, karena benar-benar
diperlukan oleh umat manusia. Karena di antara manusia ada orang-orang yang kaya akan harta
benda, akan tetapi ia tidak pandai untuk mengelolanya. Sebagaimana di antara mereka ada
orang-orang yang lihai dalam mengelola kekayaan, akan tetapi mereka miskin tidak memiliki
modal usaha. Dengan demikian, sangat urgen untuk disyariatkan transaksi semacam ini, agar
kemaslahatan kedua belah pihak, yaitu orang yang kaya (tapi tidak berpengalaman) dan orang
yang cerdik (tapi tidak memiliki modal), orang yang miskin (tapi lihai) dan orang yang dungu
(tapi kaya) dapat terwujud. ( l-Hidayah Syarah al-Bidaayah oleh al-Marghinaani al-Hanafi,
3/202).
Umat Islam pada saat ini sedang merasakan betapa pahit dan kejamnya sistem perekonomian
yang berasaskan riba. Umat Islam di belahan bumi manapun sedang merasakan betapa kejamnya
penjajahan bangsa-bangsa lain melalui belenggu riba yang dari hari ke hari terus dililitkan
kepada tubuh umat Islam. Saya optimis, bila kita mengembangkan ekonomi umat dengan asas
syariat, di antaranya dengan menerapkan akad mudharabah secara luas, insya Allah dalam waktu
singkat, harkat dan martabat umat Islam akan terangkat.
Di antara hikmah mulia dari akad mudharabah ialah masing-masing pihak yang menjalin
hubungan kerjasama mudharabah mendapatkan keuntungan dalam bentuk materi, pengalaman
dan lainnya. Sehingga pada suatu saatnya nati, pemilik moda dapat mengelola kekayaannya
dengan sendiri. Sebagaimana pelaku usaha dapat merintis usaha dengan bermodalkan
keahliannya dan modal yang berhasil ia kumpulkan dari hasil bagi hasil dengan pemodal
pertama. Dan bila proses peningkatan potensi dan kemampuan, baik materi ataupun keahlian ini
terus dijalankan secara berkesinambungan, niscaya pada saatnya nati, umat Islam akan terhindar
dari penderitaan ekonomi dan sosial yang sekarang sedang menghimpit kita.
Pada akad mudharabah, asas keadilan benar-benar akan dapat diwujudkan dalam dunia nyata,
yang demikian itu dikarenakan kedua belah pihak yang terkait, sama-sama merasakan
keuntungan yang diperoleh. Sebagaimana mereka semua menanggung kerugian bila terjadi
secara bersama-sama, pemodal menanggung kerugian materi (modal), sedangkan pelaku usaha
menanggung kerugian non-materi (tenaga dan pikiran). Sehingga pada akad mudharabah tidak
ada seorangpun yang dibenarkan untuk mengeruk keuntungan tanpa harus menanggung resiko
usaha.
I.
PEMBIAYAAN MUDHARABAH
a.
menyediakan sumber pendanaan dari pihak lainnya menyediakan tenaganya, dan dengan
mengikutsertakan bank, unit trust, reksadana atau institusi dan orang lainnya.
b.
Seorang mudharib yang menjalankan bisnis dapat diartikan sebagai orang pribadi,
Rabbul mal harus menyediakan investasinya dalam bentuk uang atau yang sejenisnya, selain
dari pada piutang, dengan nilai valuasi yang disepakati bersama yang dilimpahkan pengelolaan
sepenuhnya pada mudharib.
d.
Pengelolaan usaha mudharabah harus dilakukan secara khusus oleh mudharib dengan
Keuntungan harus dibagi dalam suatu proporsi yang disepakati dalam awal kontrak dan tidak
boleh ada pihak yang berhak untuk memperoleh nilai imbalan atau renumerasi yang ditetapkan
dimuka.
f.
Kerugian financial dari kegiatan usaha mudharabah harus ditanggung oleh rabbul mal
kecuali mudharib melakukan kecurangan, kelalaian atau kesalahan dalam mengelola secara
sengaja atau bertindak tidak sesuai dengan mandat yang telah ditetapkan dalam peerjanjian
mudharabah.
g.
Kewajiban rabbul mal terbatas sebesar nilai investasinya kecuali dinyatalkan lain dalam
kontrak mudharabah.
h.
Mudharabh dapat bervariasi tipenya yang da[pat dengan satu atau banyak tujuan, bergulir
2.
tabungan berjangka ; yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus seperti
tabungan qurban, tabungan pendidikan anak, dan sebagainya. Sistem atau teknisnya adalah
nasabah penabung memiliki ketentuan-ketentuan umum yang ada pada bank seperti syarat-syarat
pembukaan, penutupan rekening, mengisi formulir, menyertakan fotokopi KTP, specimen tanda
tangan, dan lain sebagainya.Lalu menyebutkan tujuan dia menabung, misal untuk pendidikan
anaknya, lalu disepakati nominal yang disetor setiap bulannya dan tempo pencairan dana. Pada
praktiknya, dana akan cair pada saat jatuh tempo plus bagi hasil dari usaha mudharabah. Secara
kenyataan di lapangan, pihak bank bisa langsung memberikan hasil mudharabah secara kredit
tiap akhir bulan.
b.
Deposito biasa ; Ketentuan teknisnya sama seperti ketentuan umum yang berlaku di semua
bank. Pada produk ini, pihak penabung bertindak sebagai shahibul maal (pemodal) dan pihak
bank sebagai mudharib (amil). Pada praktiknya harus ada kesepakatan tenggang waktu antara
penyetoran dan penarikan agar modal (dana) dapat diputarkan. Sehingga ada istilah deposito 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
Juga dibicarakan nisbah (persentase) bagi hasilnya dan biasanya dana akan cair saat jatuh tempo.
Secara kenyataan, semua akad pada tabungan berjangka dan deposito tertuang pada formulir
yang disediakan pihak bank di setiap Customer Service (CS)nya.
c.
Deposito khusus (special investment) ; Di mana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk
a.
Pada umumnya banyak bank syariah yang tidak mengalokasikan dana pembiayaan ke
Side streaming, nasabah menggunakan dana itu tidak seperti yang disebut dalam akad
c.
d.
dana (shahibul mal) dan untuk pengelola dana (mudharib).nisbah bagi hasil ini berlaku sampai
berakhirnya perjanjian.
d) Pelaksanaan akad mudharabah terjadi apabila ada calon nasabah yang akan menabung atau
meminjam modal dari bank syariah.
e) Nasabah yang meminjam uang kemudian terlambat membayar bank tidak memberi denda ,
tetapi memberi peringatan.
f) Sistem amanah (kepercayaan). Seseorang memperoleh kredit karena pihak bank mempunyai
kepercayaan kepada peminjam.karena itu, pemberian krdit kepada seseorang karena ada
kepercayaan dari pihak bank.kredit tnpa kepercayaan tidak mungkin terjadi, karena
dikhawatirkan dana yang diserahkan kepada pihak disalahgunakan oleh pihak nasabah dan/atau
tidak dibayar/dikembalikan kepada pihak bank pinjaman yang dimaksud.
Selain menggunakan sistem yang digunakan diatas , phak perbankan syariah berpedoman pada
undang-undang no 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang no 7 tahun 1992
tentang perbankan.undang-undang dimaksud, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pembiayaan berdaarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihah n yang
dapat dipersamakan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentudengan imbalan atau
bagi hasil.oleh karena itu , sebelum pihak bank mengeluarkan kredit terlebih dahulu calon
peminjam memenuhi persyaratan sebagai prosedur yang diatur oleh per undang-undangan agar
terjadi ketertiban dan mendapat kredit .
Untuk mendapatkan pinjaman dari pihak bank yang dikemukakan diatas, mengenai prosedur
permohonan pembiayaan, yaitu mulai dari prosedur permohonan pembiayaan, yaitu mulai dari
prosedur permohonan , pengisian formulir, dan smapai mendapatkan kredit dari pihak bank ,
maka dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :
a) Calon nasab mengajukan permohonan pembiayaan secara tertulis kebank pelaksanaan
terdekat, yang alamat/tempat tinggalnya (calon nasabah) termasuk wilayah kerja (daerah hukum)
bank yang setuju dan sesuai dengan bidang atau sekor konomi yang ditentukan.
b) Calon nasabah mengisi daftar isian /formulir/blanko yang telah isediakan oleh pihak bank.
c) Bank melakukan penelitian/menganalisis terhadap dana yamg tersedia (plafond pembiayaan)
dan pribadi calon nasabah.
d) Setelah bank selesai mengadakan analisisdan semua persyaratan terpenuhi maka dilakukan
penandatanganan perjanjian pembiayaan dan pengikatan perjanjian.
e) Penarikan pembiayaanatau pencairan pembiayaan /relisasi pembiayaan.hal ini berarti calon
nasabah memperoleh kredit dengan sendirinya calon nasabah menjadi nasabah.
Berdasarkan hal diatas, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pihak bank
dalam menilai si pemohon pembiayaan mengenai kelayakan untuk memperoleh pinjaman adalah
sebagai berikut :
1.
Karakter (charakter), yaitu sifat pribadi termasuk perilaku permohonan pembiayaan perlu
Kemampuan(capability), yaitu penilaian atas besrnya modal nasabah yang akan diserahkan
dalam perusahaan.
3.
dalamperusahaan.
4.
Jaminan (collateral).istilah ini berarti jaminan tambahan karena jamnan utama adalah pribadi
TABUNGAN MUDHARABAH
Tabungan Mudharabah (TABAH) adalah simpanan pihak ketiga di Bank islam yang
penarikanya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kalli sesuai dengan perjanjian. Dalam hal
ini bank islam sebagai Mudharib dan deposan sebagai shohibul mal
Bank sebagai mudharib akan membagi keuntungan kepada shohibul mal sesuai dengan nis yang
telah disetujui bersaama. Pembagian keuntungan dapat di lakukan setiap bulan berdasarkan
Saldo minimal yang mengendap selama periode tersebut
Contoh perhitunganya adalah, Saldo rata-rata Tabungan Mudharabah Tuan B di bank Islam
sebesar Rp 500.000. nisbah bagi hasil 50%:50%.dan diasumsikan total saldo dana tabungan
mudharabah di bank Islam Rp 100 juta.dan keuntungan yang diperoleh untuk dana tabungan
sebesar Rp 3 juta.maka pada akhir bulan nasabah akan memperoleh dana bagi hasil
Deposito mudharabah.
Deposito mudharabah merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga ( perseroan atau
badan Usaha) yang penarikanya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu jatuh tempo,
dengan mendapatkan imbalan bagi hasil.
Imbalan dibagi dalam bentuk berbagai pendaptan atas penggunaan dan tersebut secara syariah
dengan proporsi pembagian katakanlah 70: 30, 70% untuk deposan dan 30% untuk bank.
Sedangkan jangka waktu deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12
Bulan.
Contoh Prnghitunganya, Tuan A menempatkan dana Deposito Investasi mudharabah di bank
sebesar Rp 1 juta.jangka waktu 1 bulan,nisbah bagi hasil 70%:30%(70 untuk nasabah dan 30
untuk bank).diasumsikan total dana deposito mudharabah di bank Rp 250 juta dan keuntungan
yang diperoleh untuk dana deposito sebesar Rp 6 juta. Maka saat jatuh tempo nasabah akan
memperoleh bagi hasil Rp1.000.000xRp6.000.00070%=Rp16.800
Rp 250.000.000 ( belum termasuk Pajak).
L.
1.
Dalam mudharabah bahwa modal yang ada di mudharib berstatus amanah, sehingga
Dalam mudharabah muthlaqah, sekali pun mudharib bebas mengelola modal untuk usaha
yang dianggap bisa mendatangkan keuntungan, namun mudharib tidak diperbolehkan mengutangkan modal tersebut kepada pihak lain (pihak ketiga). Mudharib juga tidak bolehkan memudharabah-kan kepada pihak lain, kecuali atas se-izin shahibul maal dan dalam konteks
tertentu misalnya di industri perbankan syariah; bank syariah dapat me-mudharabah-kan dana
dari nasabah simpanan (dengan akad mudharabah) kepada nasabah pembiayaan (atas
dasar/prinsip mudharabah) mengingat hal tersebut sudah diketahui kedua belah pihak pada saat
penandatanganan perjanjian pembukaan rekening simpanan.
3.
Dalam hal upah bagi mudharib apakah boleh diambil dari modal shahibul maal, maka
terdapat perbedaan di antara ulama fiqih. Menurut Imam Syafii bahwa pekerja tidak boleh
mengambil biaya hidupnya dari modal shahibul maal sekalipun dalam hal bepergian untuk
keperluan dagang, kecuali atas se-izin shahibul maal. Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik
dan Ulama Zaidiyah, jika pekerja memerlukan dana transport dan atau akomodasi dalam rangka
bepergian untuk perdagangan maka ia boleh mengambil biaya dimaksud dari modal. Menurut
Ulama Hanabilah, pekerja boleh saja mengambil biaya hidupnya dari modal itu selama ia
mengelola modal itu, apakah untuk biaya bepergian atau tidak.
4.
adalah akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah
bejalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan
dengan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha
tersebut, jenis mudharabah ini disebut mudharabah musytarakah merupakan
perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah.
Aplikasi dalam perbankan, Mudharabah biasanya di terapkan pada produk-produk pembiayaan
dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah di terapkan pada:
a) Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti
tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya; deposito berjangka.
b) Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk
bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah di terapkan untuk:
a) Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
b)
Investasi khusus, di sebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus
dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah di tetapkan oleh shahibul maal.