Professional Documents
Culture Documents
Faris Razanah Z.
(1106005225)
Iman Faisal M.
(1106068421)
Muhammad Shohibi
(1106013252)
Page 1
2.2
2.3
2.4
LO-CAT ........................................................................................................ 14
Page i
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Page ii
Page 1
2.1
Teknologi Claus
Teknologi Claus adalah salah satu teknologi Sulfur Recovery Unit, dimana akan
terjadi proses kimia katalitik yang akan mengubah H2S menjadi S (padatan). Teknologi Claus
sangat cocok untuk feed acid gas dengan kandungan H2S > 45%. Keberadaan H2S akan
mempengaruhi temperatur dan reaksi kimia yang berlangsung selama proses. Semakin
banyak H2S yang ada, temperatur reaksi dapat dijaga tinggi sehingga konversi H2S menjadi S
menjadi semakin banyak.
Ada dua reaksi kimia yang berlangsung secara seri yaitu :
2 H2S + 3 O2 2 SO2 + 2 H2O
H = -4147.2 kJ/mol
H = -1165.6 kJ/mol
Reaksi kimia yang disebutkan pertama di atas adalah reaksi pembakaran H 2S menjadi
SO2. Reaksi pembakaran ini berlangsung pada temperatur tinggi, di atas 1000 oC. Reaksi
pembakaran ini juga bersifat eksotermis sehingga menghasilkan panas cukup besar. Senyawa
SO2 yang terbentuk selanjutnya akan bereaksi dengan 2 molekul H2S membentuk sulfur.
Reaksi ini juga bersifat eksotermis. Penting untuk mengkondisikan reaktor sehingga kondisi
operasinya sesuai untuk terjadinya reaksi pembakaran (reaksi pertama) lalu diikuti oleh reaksi
Claus pembentukan sulfur.
Proses Claus merupakan teknologi sulfur recovery unit yang paling umum dan banyak
digunakan di dunia. Proses Claus sudah ada sejak tahun 1957 dan saat ini telah digunakan
oleh lebih dari 200 perusahaan dengan kapasitas masing-masing 3-700 ton/hari. Sejarahnya,
teknologi ini ditemukan oleh ilmuan Inggris yaitu Carl Friedrich Claus pada tahun 1883.
Gas feed unit Claus memiliki berbagai komposisi. Sebagian besar gas feed berasal
dari proses absorbsi menggunakan pelarut untuk mengekstrak H 2S dari gas produk
pengilangan gas bumi, atau gasifikasi batubara, smelter, coke oven, dan industri lainnya.
Selain H2S yang diambil dari gas sampingan proses absorbsi, pada pengilangan juga biasanya
dihasilkan H2S dari air limbah proses atau biasa disebut sour water.
Page 2
Tahap kedua adalah Catalytic Step. Sesuai namanya, H2S yang masih belum bereaksi
akan dibantu dengan katalis sehingga akan bereaksi membentuk S. Katalis yang biasa
digunakan adalah Titanium (IV) Oksida. Ada tiga substep yang berlangsung pada Catalytic
Step ini yaitu pemanasan (heating), reaksi katalitik, dan kondensasi. Proses pemanasan
dibutuhkan untuk mencegah pembentukan sulfur yang berpotensi mengendap di katalis.
Reaksi katalitik akan mengubah H2S menjadi S melalui dua reaksi yang sudah disebutkan di
atas. Sulfur yang dihasilkan, masih dalam wujud gas, akan dikondensasi dengan
menggunakan air. Sulfur yang sudah cair tersebut akan dikumpulkan dalam Sulphur Pit.
Page 3
Biasanya terdapat 3 reaktor yang dipasang seri agar meningkatkan konversi. Konversi reaktor
1 sekitar 20% dari feed awal yang masuk, reaktor kedua 5%, dan reaktor ketiga 3%, sehingga
diperoleh konversi keseluruhan melalui Thermal Step dan Catalytic Step sebesar 98%.
Temperatur pada reaktor pertama sekitar 305oC, temperatur reaktor kedua 225oC, dan
temperatur reaktor ketiga 200oC. Karena reaksinya eksotermis, maka kita harus menjaga agar
temperaturnya rendah sehingga kesetimbangan akan condong bergeser ke arah produk.
Namun kita tetap perlu mempertahakan temperatur di atas temperatur kondensasi sulfur.
Temperatur kondensasi sulfur antara 120-150oC. Gas yang tersisa dipisahkan dari kondensor
terakhir disebut sebagai tail gas dan sebaiknya dibakar dalam incinerator atau masuk ke tail
gas treatment unit (TGTU).
Untuk mengakomodasi feed yang mempunyai kandungan gas H2S < 45%, perlu ada
modifikasi dari segi splitting aliran dan jumlah oksigen yang ada. Teknologi Claus
mempunyai kekurangan membutuhkan energi yang cukup besar untuk pembakaran. Selain
itu, dibutuhkan banyak reaktor katalitik untuk meningkatkan konversi
Page 4
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Teknologi Claus memiliki banyak modifikasi
untuk mengakomodasi variasi komposisi feed yang masuk. Proses Claus yang sudah
dijelaskan di atas adalah Teknologi Claus Straight Through, dimana semua feed akan masuk
ke setiap tahapan proses sehingga H2S yang ada dapat terkonversi menjadi sulfur.
Sebenarnya, ada beberapa variasi lain dari teknologi Claus diantaranya yaitu Split Flow dan
Oxygen Enrichment.
Page 5
Page 6
Pemasangan unit untuk operasi Oxygen Enrichment membutuhkan biaya 5-25% lebih
hemat dibandingkan membangun unit baru dan membutuhkan waktu yang juga lebih
singkat
Api yang dihasilkan lebih panas sehingga menghilangkan kebutuhan sebagian dari gas
asam yang digunakan untuk menaikkan suhu
Fleksibilitas operasi, enriched oxygen tidak harus berjalan pada kapasitas penuh
Suhu tungku yang tinggi dapat mendekomposisi amonia, yang dapat membentuk
garam sehingga terjadi plugging
Temperatur tinggi dan pencampuran yang tidak sempurna dalam burner dapat
menyebabkan kerusakan refraktori
Jika oksigen tidak dialirkan ke SRU dengan cara yang tepat, dapat menyebabkan
breakthrough yang mengakibatkan kerusakan pada waste heat boiler
Page 7
Page 8
Page 9
Mengingat reaksi oksidasi H2S menjadi SO2 tergolong sebagai reaksi eksotermis,
maka semakin banyak kandungan H2S di dalam gas umpan (berkisar > 60%), akan semakin
memungkinkan proses sulfur recovery dengan menggunakan metode Clauss ini. Hal ini
terjadi sebab dengan semakin banyaknya kandungan H2S di dalam gas asam, maka panas
Page 10
hasil reaksi oksidasi ini dapat digunakan untuk menjaga stabilitas suhu furnace agar tetap
berada pada kisaran 2000 2200 F. Sedangkan untuk kasus dimana kandungan H2S di dalam
gas asam berada di bawah 50% (volum), maka harus dilakukan modifikasi pada metode
Clauss ini. Hal ini terjadi sebab untuk kasus dimana kadar H 2S di dalam gas asam berada di
bawah 50% (volum), maka panas hasil reaksi yang dihasilkan dari reaksi oksidasi tidak cukup
untuk menjaga stabilitas suhu furnace agar tetap berada pada kisaran 2000 2200 F.
Rendahnya kadar H2S di dalam gas asam ini dapat menyebabkan suhu furnace mengalami
penurunan suhu menuju suhu kritis yang berkisar pada angka 1800 F. Adanya penurunan
suhu lebih lanjut dapat menyebabkan reaksi oksidasi H2S menjadi SO2 di dalam furnace
menjadi terganggu. Agar tetap dapat menggunakan metode Clauss dalam proses sulfur
recovery dari gas asam dengan kandungan H2S yang rendah (< 50% volum), maka dapat
digunakan preheater sebelum gas asam memasuki furnace. Namun demikian untuk kadar
H2S di bawah 20%, metode Clauss tidak efisien untuk digunakan.
Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan, maka untuk merecover sulfur dari gas
asam dengan kandungan H2S yang rendah, dapat digunakan metode oksidasi langsung (direct
oxidation). Metode direct oxidation ini cocok untuk merecover sulfur dari gas asam dengan
kandungan H2S dengan kadar di bawah 15% (volum). Pada dasarnya metode direct oxidation
ini serupa dengan metode Clauss, hanya saja pada metode direct oxidation ini tidak
digunakan furnace, sehingga gas asam bersamaan dengan agen pengoksidasi (okigen yang
berasal dari udara) langsung masuk ke dalam reaktor yang berisi katalis berupa alumina.
Melalui hadirnya katalis alumina inilah, maka akan terjadi reaksi oksidasi katalitik yang
mereaksikan gas H2S dengan O2 untuk menghasilkan S dan SO2. Dengan terbentuknya
senyawa SO2, maka nantinya senyawa ini akan beraksi dengan H2S yang belum terkonversi
untuk menghasilkan senyawa S melalui reaksi Clauss. Metode direct oxidation ini pada
umumnya melibatkan satu atau lebih reaktor Clauss untuk dapat merecover sulfur yang lebih
banyak. Namun demikian, metode direct oxidation ini sangat sensitive terhadap deaktivasi
katalis yang disebabkan oleh beberapa impurities seperti senyawa hidrokarbon (olefin dan
aromatik). Oleh sebab itu metode ini lebih jarang digunakan jika dibandingkan dengan
metode Clauss, sebab untuk dapat menggunakan metode ini, harus dipastikan bahwa
kandungan gas hidrokarbon yang ada di dalam umpan gas asam tidak boleh memiliki
kandungan yang tinggi.
Page 11
Dapat kita lihat pada reaksi diatas bahwa di dalam reaktor, senyawa H 2S bereaksi
dengan O2 menghasilkan dua macam produk yaitu S dan SO2. Diantara kedua reaksi yang
terjadi, reaksi H2S dengan O2 menghasilkan S mendominasi reaksi H2S dengan O2
menghasilkan SO2. Seiring dengan terbentuknya senyawa SO2, selanjutnya senyawa ini akan
bereaksi dengan senyawa H2S yang belum terkonversi untuk menghasilkan senyawa S
berdasarkan reaksi Clauss. Berikut adalah reaksi Clauss yang terjadi:
Page 12
Disamping ketiga reaksi diatas yang telah disebutkan, di dalam reaktor terebut juga terjadi
beberapa reaksi sampingan, diantaranya:
Setelah reaksi konversi H2S menjadi S di dalam reaktor dengan katalis alumina
selesai, selanjutnya produk hasil reaksi didinginkan di dalam kondensor, dimana melalui
pendinginan ini maka akan dihasilkan produk berupa liquid sulfur. Produk liquid sulfur ini
selanjutnya akan memasuki sulfur separator storage tank yang berfungsi sebagai tempat
pemisahan dan juga penyimpanan dari produk liquid sulfur yang telah dihasilkan. Berikut
adalah skema proses sulfur recovery dengan metode direct oxidation:
Gambar 1.6 Skema Proses Sulfur Recovery dengan Metode Direct Oxidation
Page 13
Kekurangan:
o Hanya dapat digunakan untuk merecover sulfur dari umpan gas asam dengan kandungan
hidrokarbon yang rendah, sebab hadirnya senyawa hidrokarbon dapat menyebabkan
deaktivasi katalis alumina yang ada.
o Hanya dapat merecover sulfur hingga 90%, untuk dapat meningkatkannya dapat
digunakan satu atau lebih reaktor Clauss sebagai tambahan.
2.4 LO-CAT
Proses LO-CAT merupakan salah satu SRU yang ekonomis dan dapat menangani bau
yang dihasilkan dari proses penghilangan gas asam dari gas alam dengan cepat dan efektif.
Efisiensi dari proses ini mencapai 98%. Sistem ini memiliki kelebihan dimana biaya untuk
bahan kimia digunakan lebih sedikit untuk penanganan bau akibat H2S dan pengurangan
konsentrasi H2S dalam gas alam. Katalis yang digunakan pada proses ini yaitu besi. Proses
LO-CAT sudah digunakan untuk beberapa aplikasi seperti proses manufacture, pabrik
limbah, proses air buangan, regenerasi amine, gas alam, dan pabrik shale oil.
Kondisi operasi pada LO-CAT yaitu proses absorpsi dan regenerasi berada pada
temperatur ambien. Tekanan gas umpan berada diantara atmospherik hingga 1300 psig.
Kadar H2S pada gas umpan sekitar 100grains/100SCF hingga 30%. Aliran gas aerobik dan
nonaerobik keduanya dapat diproses. Treated gas mengandung kadar H2S kurang dari 5 ppm.
Berikut ini contoh design LO-CAT Process.
Page 14
Page 15
Proses LO-CAT ini dapat berjalan secara optimum jika kandungan H 2S kecil dan
digunakan pada plant yang kecil pula (sekitar 1-20 liter/hari kandungan sulfur dihasilkan).
Untuk plant yang besar, biaya yang dibutuhkan akan semakin besar karena terbatasnya
ukuran alat dan kompleksnya pembangunan plant.
Proses LO-CAT mempunyai dua sistem yaitu sistem aerobik dan anaerobik
- Sistem aerobik
Gas yang ingin dimurnikan akan dikontakkan dengan katalis pada absorber
disesuaikan dengan tipe gas dan konsentrasi maksimum H 2S pada umpan. H2S akan terabsorb
dan terionisasi pada larutan. Ion S2- dan HS2- beraksi secara instan untuk menghasilkan
elemental sulfur. Sulfur meninggalkan absorber dengan larutan katalis. Oksigen pada aliran
gas aerobik di absorbsi pada larutan dan larutan akan dioksidasi kembali ketika melalui
absorber.
Diagram alir dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
- Sistem anaerob
Pada unit anaerob, H2S removal dan konversi ke sulfur berlangsung pada absorber.
Larutan disirkulasi ke oksidiser dimana larutan tersebut diregenerasi dengan kontak udara.
Sulfur yang terbentuk di absorber dibawa ke oksidiser dimana larutan tersebut akan
didiamkan dan dibuang sebagai slurry, Dalam skala kecil, slurry tersebut akan dibuang
sebagai limbah tidak berbahaya tanpa perawatan lebih lanjut. Pada unit yang lebih besar,
belerang direcover dengan sentrifugasi atau melters terus menerus. Larutan katalis dapat
Page 16
didaur ulang. Dari aplikasinya, tipe absorbsi yang digunakan dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
Kelebihan
- Zat kimia tidak berbahaya digunakan pada katalis reagent
- Katalis tersedia dengan harga yang murah
- Katalis stabil pada pH berapapun, sehingga konsumsi dari katalis rendah.
- Kapasitas turndownbesar.
- Memproduksi elemental sulfur tanpa floatation
- Katalis bisa digunakan jika ada Co2, NH3 dan kontaminan gas lainnya.
Page 17
Kekurangan
- Katalis cukup korosif sehingga peralatan tidak dapat difabrikasi dari carbon steel
- Prosess hanya bisa menghilangkan H2S, jadi rektor hidrogenasi dibutuhkan untuk
mengkonversi semua sulfur menjadi H2S.
Page 18
Page 19
Larutan katalis kemudian dipisahkan pada bagian bawah dari kolon liquid full
absorber dan dialirkan langsung ke dalam oxidizer untuk regenerasi. Di dalam oxidizer,
udara disemprot secara uniform melewati larutan dan akan mengubah besi menjadi
bentuk Fe3+. Oxidizer terdiri dari sebuah kolom berisi penyemprot udara dan rangkaian baffle
dan weir. Proses air lift yang dikombinasikan dengan injeksi udara, baffle, dan weir akan
menciptakan sebuah air-lift yang menyebabkan adanya sirkulasi katalis di dalam kolom
oxidizer. Larutan yang sudah diregenerasi kemudian dipompa kembali ke dalam liquid full
absorber.
Sulfur kemudian dipisahkan dari unit dengan memompakan slipstream kecil dari
larutan katalis ke dalam settling vessel. Di dalam settler, partikel sulfur akan
terkonsentrasi dengan gravitsi dari 0,2% berat menjadi 10% berat di bagian bawah dari
settler. Slurry dari sulfur yang terkonsentrasi kemudian dipompakan ke dalam vacuum
belt filter yang akan memproduksi filter cake yang mengandung sulfur 60% berat. Filtrat
kemudian dikembalikan ke dalam unit. Sulfur kemudian dibuang ke dalam landfill.
Teknologi LO-CAT II dari Pertamina sudah memproduksi gas yang terolah
dengan kandungan H2S di bawah 10 ppmv. Gas yang sudah diolah kemudian digunakan
untuk mengurangi H2S tambahan dari sour crude dan untuk membangkitkan daya pada tiga
gas fired turbines. Operator hanya perlu memerhatikan unit ini kurang dari 2 jam per hari.
Page 20
Parameter
Prinsip Kerja
Teknologi Claus
Direct Oxidation
LOCAT
Reaksi
kimia
katalitik Reaksi
kimia
katalitik Reaksi
redoks
dengan
mengkonversi H2S menjadi S pada mengkonversi H2S menjadi S pada menggunakan
solvent
yang
burner dan reaktor
reaktor saja
mengandung ion Fe dan larutan
alkali yang mengandung oksigen
>45%
7.5-200
5-25%
1-75
0-30%
0.2-20
Kelebihan Utama
Kekurangan Utama
Page 21
Jika kita menganalisis kondisi Mudi Field yang dimiliki Pertamina dari berbagai
aspek, nantinya akan terlihat mengapa Pertamina memilih teknologi LOCAT. Pertama kita
melihat dari segi jenis feed gas asam yang masuk. Gas asam yang masuk adalah sour
associated gas, yaitu gas yang terproduksi dari sumur minyak. Gas ini tentu mempunyai
jumlah yang sedikit dibandingkan gas yang diproduksi dari gas alam, sehingga dari sisi feed
gas asam teknologi LOCAT memang layak dipilih.
Kedua adalah dari segi komposisi gas asam yang masuk. Kandungan H2S dalam gas
asam yang masuk proses adalah 3.62%. Kadar H 2S ini cukup kecil. Jika kita menggunakan
teknologi Claus tentulah tidak cocok karena temperatur proses akan sangat rendah jika kadar
H2S kecil, yang mengakibatkan konversi H2S menjadi S sedikit. Jika kita menggunakan
teknologi Direct Oxidation, temperatur proses yang digunakan juga terkategori menengah
sehingga tidak cocok untuk kadar H2S yang terlalu kecil. Jika kita menggunakan teknologi
LOCAT, maka kondisinya cocok karena proses absorbsi dan oksidasi yang berlangsung
memang cocok untuk kandungan H2S sangat rendah (<5%).
Ketiga adalah dari segi kapasitas sulfur yang diproduksi per hari. Jumlah sulfur yang
diproduksi per hari mencapai 15 ton. Kapasitas 15 ton ini tergolong kecil. Teknologi Direct
Oxidation dan LOCAT cocok untuk kapasitas yang kecil ini, namun jika melihat dari kedua
aspek yang sudah dijelaskan sebelumnya maka teknologi LOCAT memang cocok.
Selain ketiga aspek di atas, ada beberapa pertimbangan tambahan lain yang
memperkuat alasan Pertamina menggunakan teknologi LOCAT. Pertamina ingin agar
effluent gas memiliki kadar H2S yang sangat rendah yaitu 10 ppmv sehingga teknologi
LOCAT cocok dipakai. Selain itu, karena gas masukan adalah gas sampingan keluaran sumur
minyak maka pertamina tidak begitu banyak memerlukan operator, cocok dengan teknologi
LOCAT. Juga dilihat dari turndown requirement (perbandingan kondisi aktual proses dengan
kondisi minimum yang diperbolehkan) 3:1, cocok dengan LOCAT yang prinsipnya adalah
absorbsi dengan jumlah solvent yang memadai.
Page 22
Page 23
Clinn, Cameron., et al. 2003. Biological Process for H2S Removal From Gas Streams The ShellPaques/Thipaq Gas Desulfurization Process. Oklahoma. Paper for the LRGCC : 23-36
February 2003.
Korens, Nick., et al. 2002. Process Screening Analysis of Alternative Gas Treating and Sulfur
Removal for Gasification. California: SFA Pacific Inc.
Merichem Company. 2012. LO-CAT II Process : Hydrogen Sulfide Removal from Sour
Associated
Gas.
(http://www.merichem.com/resources/case_studies/LO-
Page 24