You are on page 1of 27

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

PENGOLAHAN GAS BUMI


TEKNOLOGI SULPHUR RECOVERY UNIT

Faris Razanah Z.

(1106005225)

Iman Faisal M.

(1106068421)

Muhammad Shohibi

(1106013252)

Departemen Teknik Kimia


Universitas Indonesia
Depok 2014

Page 1

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... i


DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ ii
BAB I PERMASALAHAN ............................................................................................. 1
BAB II JENIS SULPHUR RECOVERY UNIT ............................................................... 2
2.1

Teknologi Claus ............................................................................................... 2

2.2

Biological Sulphur Recovery Unit .................................................................... 8

2.3

AMOCO - Direct Oxidation Process for Sulfur Recovery .............................. 10

2.4

LO-CAT ........................................................................................................ 14

BAB III PENERAPAN TEKNOLOGI LO-CAT DI PT. PERTAMINA .................... 19


BAB IV KESIMPULAN ................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 24

Page i

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Diagram Proses Teknologi Claus .................................................3


Gambar 1.2 Pemilihan Teknologi Sulphur Recovery Unit ...............................4
Gambar 1.3 Teknologi Claus dengan Split Flow...............................................5
Gambar 1.4 Peningkatan Kapasitas Dengan Oxygen Enrichment ....................7
Gambar 1.5 Skema Proses BSRU ....................................................................9
Gambar 1.6 Skema Proses Sulfur Recovery dengan Metode Direct Oxidation 13
Gambar 1.7 Contoh Proses LO-CAT ............................................................. 15
Gambar 1.8 Proses Aerobik LO-CAT ........................................................... 16
Gambar 1.9 Grafik Pemilihan Absorber ........................................................ 17
Gambar 2.1 Teknologi LO-CAT ................................................................... 20

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Teknologi Sulphur Recovery ................................... 21

Page ii

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]


BAB I
PERMASALAHAN

Pada Bulan November 1999, PT Pertamina memasang teknologi LO-CAT II Hydrogen


Sulfide Oxidation Process untuk Mudi Field di Jawa Timur, Indonesia. Teknologi LO-CAT II
yang digunakan Pertamina dirancang untuk membuang sulfur sebanyak 15 long ton per hari.
Buatlah analisis mengenai Sulfur Recovery Unit yang ada dan alasan mengapa Pertamina
memilih teknologi LO-CAT II.

Page 1

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]


BAB II
JENIS SULPHUR RECOVERY UNIT

2.1

Teknologi Claus
Teknologi Claus adalah salah satu teknologi Sulfur Recovery Unit, dimana akan

terjadi proses kimia katalitik yang akan mengubah H2S menjadi S (padatan). Teknologi Claus
sangat cocok untuk feed acid gas dengan kandungan H2S > 45%. Keberadaan H2S akan
mempengaruhi temperatur dan reaksi kimia yang berlangsung selama proses. Semakin
banyak H2S yang ada, temperatur reaksi dapat dijaga tinggi sehingga konversi H2S menjadi S
menjadi semakin banyak.
Ada dua reaksi kimia yang berlangsung secara seri yaitu :
2 H2S + 3 O2 2 SO2 + 2 H2O

H = -4147.2 kJ/mol

2 H2S + SO2 3 S + 2 H2O

H = -1165.6 kJ/mol

Reaksi kimia yang disebutkan pertama di atas adalah reaksi pembakaran H 2S menjadi
SO2. Reaksi pembakaran ini berlangsung pada temperatur tinggi, di atas 1000 oC. Reaksi
pembakaran ini juga bersifat eksotermis sehingga menghasilkan panas cukup besar. Senyawa
SO2 yang terbentuk selanjutnya akan bereaksi dengan 2 molekul H2S membentuk sulfur.
Reaksi ini juga bersifat eksotermis. Penting untuk mengkondisikan reaktor sehingga kondisi
operasinya sesuai untuk terjadinya reaksi pembakaran (reaksi pertama) lalu diikuti oleh reaksi
Claus pembentukan sulfur.
Proses Claus merupakan teknologi sulfur recovery unit yang paling umum dan banyak
digunakan di dunia. Proses Claus sudah ada sejak tahun 1957 dan saat ini telah digunakan
oleh lebih dari 200 perusahaan dengan kapasitas masing-masing 3-700 ton/hari. Sejarahnya,
teknologi ini ditemukan oleh ilmuan Inggris yaitu Carl Friedrich Claus pada tahun 1883.
Gas feed unit Claus memiliki berbagai komposisi. Sebagian besar gas feed berasal
dari proses absorbsi menggunakan pelarut untuk mengekstrak H 2S dari gas produk
pengilangan gas bumi, atau gasifikasi batubara, smelter, coke oven, dan industri lainnya.
Selain H2S yang diambil dari gas sampingan proses absorbsi, pada pengilangan juga biasanya
dihasilkan H2S dari air limbah proses atau biasa disebut sour water.

Page 2

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Reaksi pembakaran dan reaksi Claus merupakan reaksi kesetimbangan sehingga


konversinya tidak berlangsung 100%. Dalam teknologi Claus ini ada dua tahap yang
berlangsung sehingga konversi H2S menjadi S bisa tinggi. Tahap pertama adalah Thermal
Step dan tahap kedua adalah Catalytic Step. Tahap Thermal Step berlangsung pada burner
dan furnace. Feed gas asam akan dipertemukan dengan udara terkompresi sehingga reaksi
pembakaran terjadi. Reaksi berlangsung pada suhu 1000oC dan tekanan 1.5 barg. Pada tahap
Thermal Step ini konversi H2S menjadi S dapat mencapai 70%. Seperti sudah terlihat dari
nilai entalpinya, reaksi ini bersifat eksotermis. Gas panas dari produk reaksi, digunakan untuk
menghasilkan uap dalam boiler yang menghasilkan proses pendinginan gas. Gas tersebut
kemudian didinginkan lebih lanjut dan terkondensasi dalam heat exchanger sambil
menghasilkan uap tambahan. Sulfur cair terkondensasi dipisahkan dari gas yang tidak
bereaksi dan tersisa di bagian keluar kondenser.

Gambar 1.1. Diagram Proses Teknologi Claus

Tahap kedua adalah Catalytic Step. Sesuai namanya, H2S yang masih belum bereaksi
akan dibantu dengan katalis sehingga akan bereaksi membentuk S. Katalis yang biasa
digunakan adalah Titanium (IV) Oksida. Ada tiga substep yang berlangsung pada Catalytic
Step ini yaitu pemanasan (heating), reaksi katalitik, dan kondensasi. Proses pemanasan
dibutuhkan untuk mencegah pembentukan sulfur yang berpotensi mengendap di katalis.
Reaksi katalitik akan mengubah H2S menjadi S melalui dua reaksi yang sudah disebutkan di
atas. Sulfur yang dihasilkan, masih dalam wujud gas, akan dikondensasi dengan
menggunakan air. Sulfur yang sudah cair tersebut akan dikumpulkan dalam Sulphur Pit.

Page 3

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Biasanya terdapat 3 reaktor yang dipasang seri agar meningkatkan konversi. Konversi reaktor
1 sekitar 20% dari feed awal yang masuk, reaktor kedua 5%, dan reaktor ketiga 3%, sehingga
diperoleh konversi keseluruhan melalui Thermal Step dan Catalytic Step sebesar 98%.
Temperatur pada reaktor pertama sekitar 305oC, temperatur reaktor kedua 225oC, dan
temperatur reaktor ketiga 200oC. Karena reaksinya eksotermis, maka kita harus menjaga agar
temperaturnya rendah sehingga kesetimbangan akan condong bergeser ke arah produk.
Namun kita tetap perlu mempertahakan temperatur di atas temperatur kondensasi sulfur.
Temperatur kondensasi sulfur antara 120-150oC. Gas yang tersisa dipisahkan dari kondensor
terakhir disebut sebagai tail gas dan sebaiknya dibakar dalam incinerator atau masuk ke tail
gas treatment unit (TGTU).
Untuk mengakomodasi feed yang mempunyai kandungan gas H2S < 45%, perlu ada
modifikasi dari segi splitting aliran dan jumlah oksigen yang ada. Teknologi Claus
mempunyai kekurangan membutuhkan energi yang cukup besar untuk pembakaran. Selain
itu, dibutuhkan banyak reaktor katalitik untuk meningkatkan konversi

Gambar 1.2. Pemilihan Teknologi Sulphur Recovery Unit

Page 4

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Teknologi Claus memiliki banyak modifikasi
untuk mengakomodasi variasi komposisi feed yang masuk. Proses Claus yang sudah
dijelaskan di atas adalah Teknologi Claus Straight Through, dimana semua feed akan masuk
ke setiap tahapan proses sehingga H2S yang ada dapat terkonversi menjadi sulfur.
Sebenarnya, ada beberapa variasi lain dari teknologi Claus diantaranya yaitu Split Flow dan
Oxygen Enrichment.

Teknologi Claus Dengan Split Flow


Teknologi Claus dengan Split Flow ini digunakan untuk feed yang mempunyai
kandungan H2S antara 25-45%. 1/3 aliran akan masuk ke dalam burner dan furnace
sehingga reaksi pembakaran diikuti reaksi Claus dapat berlangsung. Sedangkan 2/3
aliran akan dibypass dan langsung masuk ke reaktor katalitik. H 2S akan dibakar untuk
memberikan rasio yang cukup 2:1 antara H2S dengan SO2 pada bed katalis.
Temperatur api akan dijaga di atas temperatur minimum. Hal ini dilakukan karena
jumlah panas konstan yang disuplai akan diabsorbsi oleh gas-gas yang mempunyai
massa lebih kecil. Hal ini akan menyebabkan sulfur recovery sedikit berkurang.
Teknologi Claus dengan Split Flow ini sering digunakan pada kilang minyak
yang membutuhkan SRU untuk memproses sour water stripper dari off-gas dan
menghilangkan kandungan amonia di dalamnya. Penghilangan amonia sangat penting
untuk SRU pada kilang minyak. Hal ini disebabkan karena amonia dapat bereaksi
dengan sulfur pada gas yang diproses dan membentuk garam yang dapat menguap
pada temperatur yang lebih kecil. Akumulasi dari garam amonium yang terbentuk
dapat menyebabkan proses berlangsung tidak efektif dan biaya maintenance besar.
Berikut adalah gambar teknologi Claus dengan Split Flow.

Gambar 1.3. Teknologi Claus dengan Split Flow

Page 5

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Teknologi Claus dengan Oxygen Enrichment


Udara mengandung sekitar 79% nitrogen dan 21% oksigen. Dengan
penggunaan udara sebagai pasokan oksigen untuk pembakaran H2S menjadi SO2
sebenarnya berdampak pula pada penggunaan nitrogen dalam jumlah besar. Ketika
udara digunakan sebagai sumber oksigen, sekitar 5,6 mol nitrogen juga dimasukkan
ke dalam aliran gas untuk setiap mol H2S yang dibakar. Nitrogen tidak bereaksi dan
massa tambahan nitrogen menurunkan temperatur nyala adiabatik dalam burner.
Nitrogen juga harus dipanaskan, didinginkan, dan dipanaskan kembali melalui
pembakaran.
Oleh sebab itu, terdapat variasi teknologi Claus berupa penggunaan oksigen
murni sebagai pengganti udara. Teknologi Claus dengan penambahan oksigen ini
sesuai untuk feed gas asam dengan kandungan H2S antara 15-25%. Temperatur nyala
yang lebih tinggi dapat dicapai meskipun dengan konsentrasi H 2S yang rendah. Selain
itu, ukuran unit-unit peralatan dapat dikurangi sesuai dengan jumlah nitrogen yang
tidak digunakan bersamaan dengan oksigen pada saat pembakaran.
Beberapa pengolahan menggunakan teknologi Oxygen Enrichment untuk
meningkatkan kapasitas pengolahan SRU dibagi menjadi tiga kategori : low-level,
mid-level,dan high level oxygen enrichment. Low-level oxygen enrichment melibatkan
injeksi oksigen melalui difuser ke udara pembakaran tungku. Konsentrasi oksigen
dapat dinaikkan menjadi maksimum dari 30% volume sehingga terjadi peningkatan
dalam kapasitas SRU sekitar 20-30%. Konsentrasi oksigen yang lebih besar dari 30%
volume membutuhkan bahan khusus. Mid-level teknologi teknologi Oxygen
enrichment mengalirkan oksigen murni ke dalam burner yang dirancang khusus.
Teknologi ini umumnya memanfaatkan konsentrasi oksigen secara keseluruhan
hingga 4% volume untuk meningkatkan kapasitas hingga 75%. High-level oxygen
enrichment mengharuskan modifikasi tertentu untuk mempertahankan suhu tungku
reaksi pada level yang masih dapat diterima. Untuk menghindari suhu yang
berlebihan, gas asam tidak dibakar langsung dengan aliran udara. Proses ini dapat
beroperasi pada konsentrasi oksigen 45-100% volume dan dapat meningkatkan
kapasitas SRU hingga 150%.

Page 6

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Gambar 1.4. Peningkatan Kapasitas Dengan Oxygen Enrichment

Kelebihan Teknologi Claus Oxygen Enrichment :


-

Pemasangan unit untuk operasi Oxygen Enrichment membutuhkan biaya 5-25% lebih
hemat dibandingkan membangun unit baru dan membutuhkan waktu yang juga lebih
singkat

Api yang dihasilkan lebih panas sehingga menghilangkan kebutuhan sebagian dari gas
asam yang digunakan untuk menaikkan suhu

Fleksibilitas operasi, enriched oxygen tidak harus berjalan pada kapasitas penuh

Suhu tungku yang tinggi dapat mendekomposisi amonia, yang dapat membentuk
garam sehingga terjadi plugging

Emisi lebih rendah karena membaiknya kinerja absorber

Konversi H2S dalam proses Claus lebih tinggi

Kekurangan Teknologi Claus Oxygen Enrichment :


-

Temperatur tinggi dan pencampuran yang tidak sempurna dalam burner dapat
menyebabkan kerusakan refraktori

Jika oksigen tidak dialirkan ke SRU dengan cara yang tepat, dapat menyebabkan
breakthrough yang mengakibatkan kerusakan pada waste heat boiler

Semakin tinggi suhu sulfur dapat menyebabkan pembakaran.

Page 7

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

2.2 Biological Sulphur Recovery Unit (BSRU)


BSRU adalah teknologi memproduksi sulfur dengan bantuan mikroorganisme. BSRU
sangat cocok diterapkan untuk feed gas asam yang laju alirnya tidak terlalu besar. Proses
pada BSRU melibatkan mikroorganisme dalam proses penghilangan hidrogen sulfida dari gas
kering yang dihasilkan. Salah satu BSRU yang sering digunakan yaitu Shell-Paques
(THIOPAQ). Kelebihan dari BSRU tersebut yaitu :
2.1 Konsumsi bahan kimia sedikit
2.2 Sulfur Recovery Baik
2.3 Pengurangan H2S hingga 4 ppm
2.4 Konversi bisa mencapai 100% sulfida dalam reaktor dengan 95-98% selektivitas ke S
2.5 Tidak ada penggantian biokatalis. Dapat digunakan jika konsentrasi H 2S mencapai
100 ppm dengan tekanan 1-75 barg

Berikut adalah reaksi dan skema proses pada BSRU.

Page 8

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Gambar 1.5. Skema Proses BSRU

Perbedaan utama antara BSRU dengan Teknologi Claus yaitu :


1. Tidak adanya kandungan H2S di downstream scrubber inlet sehingga unit ini sangat
mudah dan aman digunakan
2. Sistem perpipaannya sangat sederhena sehingga mudah dikontrol
3. Tidak ada control loop yang kompleks
4. Penggunaan volume yang besar pada solvent, dengan perubahan komposisi dan
volume dalam unit sangat lambat dan dimungkinkan terjadinya robust
Penerapan BSRU salah satunya digunakan untuk Field Gas Donggi di Sulawesi
Tengah. Field Gas Donggi akan memproduksi gas alam yang akan dicairkan menjadi LNG.
Kapasitas Field Gas Donggi adalah 60 MMSCFD. Nilai kapasitas ini tergolong sediki untuk
sebuah sumur gas. Dengan berbagai pertimbangan yang ada, utamanya dari segi kapasitas,
BSRU lah yang dipilih sebagai teknologi Sulfur Recovery Unit.

Page 9

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

2.3 AMOCO - Direct Oxidation Process for Sulfur Recovery


Seperti yang kita ketahui, pada umumnya senyawa sulfur sering kali ditemukan
sebagai senyawa yang bersifat tidak diinginkan terkait dengan proses pengolahan gas bumi.
Senyawa sulfur yang ditemukan di dalam unit pengolahan gas bumi mayoritas berada dalam
fasa gas H2S. Senyawa sulfur di dalam gas bumi harus dihilangkan karena melalui hadirnya
senyawa sulfur ini dapat menyebabkan korosi pada unit unit pengolahan gas bumi apabila
senyawa sulfur ini tidak dihilangkan. Proses penghilangan senyawa sulfur pada umpan gas
bumi pada umumnya dilakukan dengan menggunakan prinsip absorbsi dengan menggunakan
absorben amine. Absorben amine yang digunakan ini tidak hanya berguna untuk mengabsorb
senyawa H2S saja, melainkan sekaligus mengabsorb senyawa CO2 yang ada di dalam umpan
gas bumi. Nantinya senyawa senyawa H2S dan CO2 akan ditemukan dalam fasa gas setelah
mengalami proses desorpsi dari absorben amine di dalam kolom regenerator. Gas hasil proses
regenerasi absorben amine ini yang kaya akan kandungan H2S dan CO2 tidak boleh begitu
saja dibuang ke lingkungan mengingat senyawa H 2S yang bersifat toksik. Untuk itulah maka
diperlukan unit SRU (sulfur recovery unit) yang berguna untuk memperoleh senyawa sulfur
dari fasa gas H2S, yang nantinya senyawa sulfur ini dapat dimanfaatkan di dalam industri
kosmetik, obat obatan, dan juga sebagai bahan utama dalam pembuatan pupuk.
Terdapat banyak sekali metode sulfur recovery yang telah ada, dimana metode yang
paling umum digunakan adalah metode Clauss. Prinsip kerja sulfur recovery dengan
menggunakan metode Clauss adalah dengan melibatkan 2 unit alat untuk mengkonversi
senyawa H2S menjadi senyawa S, yaitu furnace dan reaktor. Pada metode Clauss, umpan gas
asam akan dimasukan ke dalam furnace bersamaan dengan agen pengoksidasi (dalam hal ini
oksigen yang berasal dari udara bertekanan). Gas asam bersamaan dengan udara akan dibakar
di dalam furnace hingga mencapai suhu 2000 2200 F, dimana pada suhu tersebutlah gas
H2S dapat teroksidasi menjadi gas SO2. Sedangkan untuk senyawa H2S yang belum bereaksi,
senyawa ini selanjutnya akan beraksi dengan SO2 (yang berasal dari reaksi oksidasi di dalam
furnace) di dalam reaktor untuk menghasilkan S. Reaksi antara senyawa H2S dengan SO2
yang kemudian menghasilkan senyawa S dan H2O inilah yang dikenal sebagai reaksi Clauss.

Mengingat reaksi oksidasi H2S menjadi SO2 tergolong sebagai reaksi eksotermis,
maka semakin banyak kandungan H2S di dalam gas umpan (berkisar > 60%), akan semakin
memungkinkan proses sulfur recovery dengan menggunakan metode Clauss ini. Hal ini
terjadi sebab dengan semakin banyaknya kandungan H2S di dalam gas asam, maka panas

Page 10

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

hasil reaksi oksidasi ini dapat digunakan untuk menjaga stabilitas suhu furnace agar tetap
berada pada kisaran 2000 2200 F. Sedangkan untuk kasus dimana kandungan H2S di dalam
gas asam berada di bawah 50% (volum), maka harus dilakukan modifikasi pada metode
Clauss ini. Hal ini terjadi sebab untuk kasus dimana kadar H 2S di dalam gas asam berada di
bawah 50% (volum), maka panas hasil reaksi yang dihasilkan dari reaksi oksidasi tidak cukup
untuk menjaga stabilitas suhu furnace agar tetap berada pada kisaran 2000 2200 F.
Rendahnya kadar H2S di dalam gas asam ini dapat menyebabkan suhu furnace mengalami
penurunan suhu menuju suhu kritis yang berkisar pada angka 1800 F. Adanya penurunan
suhu lebih lanjut dapat menyebabkan reaksi oksidasi H2S menjadi SO2 di dalam furnace
menjadi terganggu. Agar tetap dapat menggunakan metode Clauss dalam proses sulfur
recovery dari gas asam dengan kandungan H2S yang rendah (< 50% volum), maka dapat
digunakan preheater sebelum gas asam memasuki furnace. Namun demikian untuk kadar
H2S di bawah 20%, metode Clauss tidak efisien untuk digunakan.
Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan, maka untuk merecover sulfur dari gas
asam dengan kandungan H2S yang rendah, dapat digunakan metode oksidasi langsung (direct
oxidation). Metode direct oxidation ini cocok untuk merecover sulfur dari gas asam dengan
kandungan H2S dengan kadar di bawah 15% (volum). Pada dasarnya metode direct oxidation
ini serupa dengan metode Clauss, hanya saja pada metode direct oxidation ini tidak
digunakan furnace, sehingga gas asam bersamaan dengan agen pengoksidasi (okigen yang
berasal dari udara) langsung masuk ke dalam reaktor yang berisi katalis berupa alumina.
Melalui hadirnya katalis alumina inilah, maka akan terjadi reaksi oksidasi katalitik yang
mereaksikan gas H2S dengan O2 untuk menghasilkan S dan SO2. Dengan terbentuknya
senyawa SO2, maka nantinya senyawa ini akan beraksi dengan H2S yang belum terkonversi
untuk menghasilkan senyawa S melalui reaksi Clauss. Metode direct oxidation ini pada
umumnya melibatkan satu atau lebih reaktor Clauss untuk dapat merecover sulfur yang lebih
banyak. Namun demikian, metode direct oxidation ini sangat sensitive terhadap deaktivasi
katalis yang disebabkan oleh beberapa impurities seperti senyawa hidrokarbon (olefin dan
aromatik). Oleh sebab itu metode ini lebih jarang digunakan jika dibandingkan dengan
metode Clauss, sebab untuk dapat menggunakan metode ini, harus dipastikan bahwa
kandungan gas hidrokarbon yang ada di dalam umpan gas asam tidak boleh memiliki
kandungan yang tinggi.

Page 11

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Deskripsi Proses Direct Oxidation


Pada dasarnya proses sulfur recovery dengan menggunakan metode direct oxidation
adalah serupa dengan proses sulfur recovery dengan menggunakan metode Clauss, hanya saja
pada metode direct oxidation tidak digunakan furnace untuk mengoksidasi H2S menjadi SO2
terlbih dahulu, melainkan pada metode ini gas H 2S langsung dikonversi menjadi S dengan
okidator udara di dalam reaktor dengan katalis alumina. Kondisi operasi dari reaktor yang
digunakan ini adalah bertekanan atmosferik dengan suhu operasi yang berkisar antara 800
1000 F. Proses ini cocok untuk merecover sulfur dari gas asam dengan kandungan H 2S yang
berada di bawah 15 % (volum).
Pada metode direct oxidation ini, pertama tama gas asam akan melalui separator
terlebih dahulu untuk memisahkan fasa gas dan fasa cair dari umpan gas asam. Tujuan
dilaluinya gas asam ke dalam separator terlebih dahulu adalah untuk menghilangkan kadar air
beserta hidrokarbon berat yang terkondensasi yang mungkin terbawa bersamaan dengan gas
asam hasil proses amine unit. Setelah itu gas asam masuk ke dalam preheater untuk
meningkatkan suhunya terlebih dahulu sebelum memasuki reaktor. Selain gas asam, sebagian
udara yang telah melalui blower juga memasuki unit preheater guna meningkatkan suhunya
terlebih
dahulu. Setelah itu barulah udara bersamaan dengan gas asam yang telah melalui preheater
dimasukan ke dalam reaktor yang berisi katalis alumina. Di dalam reaktor terjadi proses
katalitik berfasa heterogen, dimana pada reaktor ini terjadi reaksi antara gas H2S yang berasal
dari gas asam dengan agen pengoksidasi O2 yang berasal dari udara. Berikut adalah reaksi
yang terjadi di dalam reaktor:

Dapat kita lihat pada reaksi diatas bahwa di dalam reaktor, senyawa H 2S bereaksi
dengan O2 menghasilkan dua macam produk yaitu S dan SO2. Diantara kedua reaksi yang
terjadi, reaksi H2S dengan O2 menghasilkan S mendominasi reaksi H2S dengan O2
menghasilkan SO2. Seiring dengan terbentuknya senyawa SO2, selanjutnya senyawa ini akan
bereaksi dengan senyawa H2S yang belum terkonversi untuk menghasilkan senyawa S
berdasarkan reaksi Clauss. Berikut adalah reaksi Clauss yang terjadi:

Page 12

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Disamping ketiga reaksi diatas yang telah disebutkan, di dalam reaktor terebut juga terjadi
beberapa reaksi sampingan, diantaranya:

Setelah reaksi konversi H2S menjadi S di dalam reaktor dengan katalis alumina
selesai, selanjutnya produk hasil reaksi didinginkan di dalam kondensor, dimana melalui
pendinginan ini maka akan dihasilkan produk berupa liquid sulfur. Produk liquid sulfur ini
selanjutnya akan memasuki sulfur separator storage tank yang berfungsi sebagai tempat
pemisahan dan juga penyimpanan dari produk liquid sulfur yang telah dihasilkan. Berikut
adalah skema proses sulfur recovery dengan metode direct oxidation:

Gambar 1.6 Skema Proses Sulfur Recovery dengan Metode Direct Oxidation

Page 13

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan:
o Cocok digunakan untuk merecover sulfur dari umpan gas asam dengan kandungan H 2S
yang berada di bawah 15% (volum).
o Energi yang digunakan dalam proses sulfur recovery dengan metode direct oxidation
lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode Clauss dikarenakan tidak
digunakannya furnace.

Kekurangan:
o Hanya dapat digunakan untuk merecover sulfur dari umpan gas asam dengan kandungan
hidrokarbon yang rendah, sebab hadirnya senyawa hidrokarbon dapat menyebabkan
deaktivasi katalis alumina yang ada.
o Hanya dapat merecover sulfur hingga 90%, untuk dapat meningkatkannya dapat
digunakan satu atau lebih reaktor Clauss sebagai tambahan.

2.4 LO-CAT
Proses LO-CAT merupakan salah satu SRU yang ekonomis dan dapat menangani bau
yang dihasilkan dari proses penghilangan gas asam dari gas alam dengan cepat dan efektif.
Efisiensi dari proses ini mencapai 98%. Sistem ini memiliki kelebihan dimana biaya untuk
bahan kimia digunakan lebih sedikit untuk penanganan bau akibat H2S dan pengurangan
konsentrasi H2S dalam gas alam. Katalis yang digunakan pada proses ini yaitu besi. Proses
LO-CAT sudah digunakan untuk beberapa aplikasi seperti proses manufacture, pabrik
limbah, proses air buangan, regenerasi amine, gas alam, dan pabrik shale oil.
Kondisi operasi pada LO-CAT yaitu proses absorpsi dan regenerasi berada pada
temperatur ambien. Tekanan gas umpan berada diantara atmospherik hingga 1300 psig.
Kadar H2S pada gas umpan sekitar 100grains/100SCF hingga 30%. Aliran gas aerobik dan
nonaerobik keduanya dapat diproses. Treated gas mengandung kadar H2S kurang dari 5 ppm.
Berikut ini contoh design LO-CAT Process.

Page 14

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Gambar 1.7 Contoh Proses LO-CAT

Proses LO-CAT memanfaatkan proses reduksi-oksidasi dimana nantinya H2S akan


diubah menjadi elemen sulfur dalam larutan alkali yang mengandung oksigen. Efisiensi
pemindahan H2S dalam LO-CAT sangat tinggi tanpa adanya penggunaan bahan kimia mahal.
Reaksi yang terjadi dalam proses LO-CAT yaitu sebagai berikut
2 + 2 3+ 0 + 2 2+ + 2 +
1
2 2+ + 2 + 2 2 + 2 3+
2
1
2 + 2 2 + 0
2
Pada reaksi diatas, oksigen sebagai reaktan diperoleh dari stream udara yang
ditreatment sehingga diperoleh oksigen untuk proses oksidasi asam sulfida. Sehingga dalam
proses dapat dikatakan bahan kimia yang digunakan hanya katalis besi dan larutan basa untuk
absorbsi pH.
Kelebihan oksigen terlarut dibatasi oleh kehadiran dari ion Fe 2+ pada larutan
regenerasi. Tekanan parsial CO2 yang tinggi akan mengakibatkan reduksi pH pada larutan
LO-CAT. Sehingga larutan buffer seperti amonia, sodium dan potassium carbonate di
tambahkan. Karena absorbsi H2S berlangsung sangat cepat, selektivitas H 2S dapat tercapai.
Pada akhir proses, untuk mengontrol bau yang dihasilkan dari reaksi ini digunakan
reverse osmosis (RO) yang berperan untuk mensweetening gas dari udara di stripper sehingga
filtrasi sulfur dihasilkan dapat diterima lingkungan.

Page 15

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Proses LO-CAT ini dapat berjalan secara optimum jika kandungan H 2S kecil dan
digunakan pada plant yang kecil pula (sekitar 1-20 liter/hari kandungan sulfur dihasilkan).
Untuk plant yang besar, biaya yang dibutuhkan akan semakin besar karena terbatasnya
ukuran alat dan kompleksnya pembangunan plant.

Proses LO-CAT mempunyai dua sistem yaitu sistem aerobik dan anaerobik
- Sistem aerobik
Gas yang ingin dimurnikan akan dikontakkan dengan katalis pada absorber
disesuaikan dengan tipe gas dan konsentrasi maksimum H 2S pada umpan. H2S akan terabsorb
dan terionisasi pada larutan. Ion S2- dan HS2- beraksi secara instan untuk menghasilkan
elemental sulfur. Sulfur meninggalkan absorber dengan larutan katalis. Oksigen pada aliran
gas aerobik di absorbsi pada larutan dan larutan akan dioksidasi kembali ketika melalui
absorber.
Diagram alir dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 1.8 Proses Aerobik LO-CAT

- Sistem anaerob
Pada unit anaerob, H2S removal dan konversi ke sulfur berlangsung pada absorber.
Larutan disirkulasi ke oksidiser dimana larutan tersebut diregenerasi dengan kontak udara.
Sulfur yang terbentuk di absorber dibawa ke oksidiser dimana larutan tersebut akan
didiamkan dan dibuang sebagai slurry, Dalam skala kecil, slurry tersebut akan dibuang
sebagai limbah tidak berbahaya tanpa perawatan lebih lanjut. Pada unit yang lebih besar,
belerang direcover dengan sentrifugasi atau melters terus menerus. Larutan katalis dapat

Page 16

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

didaur ulang. Dari aplikasinya, tipe absorbsi yang digunakan dapat dikelompokkan sebagai
berikut:

High pressure autocircullation scheme


Kolom liquid digunakan sebagai oksidiser dan absorber.

CO2 treating cheme.


Sistem ini menggunakan packed tower absorber dan seperate oxidizer. Sistem ini
cocok ketika aliran CO2 produk dibutuhkan.

Atmospheric Autocirculation scheme


Sistem ini cocok untuk kadar rendah CO2, H2S dengan kadar tinggi.
Tipe absorber yang dipilih tergantung dari volume gas yang akan diproses, kadar H2S

dan pressure drop. Berikut gambar pengelompokkan dari tipe absorber

Gambar 1. 9 Grafik Pemilihan Absorber

Kelebihan
- Zat kimia tidak berbahaya digunakan pada katalis reagent
- Katalis tersedia dengan harga yang murah
- Katalis stabil pada pH berapapun, sehingga konsumsi dari katalis rendah.
- Kapasitas turndownbesar.
- Memproduksi elemental sulfur tanpa floatation
- Katalis bisa digunakan jika ada Co2, NH3 dan kontaminan gas lainnya.

Page 17

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

- Proses ini cocok untuk aliran gas aerobik dan anaerobik.


- Menghilangan kadar H2S secara menyeluruh dari aliran gas dengan kadar H2S yang rendah

Kekurangan
- Katalis cukup korosif sehingga peralatan tidak dapat difabrikasi dari carbon steel
- Prosess hanya bisa menghilangkan H2S, jadi rektor hidrogenasi dibutuhkan untuk
mengkonversi semua sulfur menjadi H2S.

Page 18

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]


BAB III

PENERAPAN TEKNOLOGI LO-CAT DI PT. PERTAMINA

Pada Bulan November 1999, PT Pertamina memasang teknologi LO-CAT II


Hydrogen Sulfide Oxidation Process untuk Mudi Field di Jawa Timur, Indonesia.
Produksi sour associated gas pada Mudi Field mencapai 11 MMSCFD. Associated gas ini
digunakan untuk mengurangi H2 S tambahan dari sour crude dan untuk membangkitkan daya
kepada tiga gas fired turbine.
Pertamina meneliti beberapa pilihan untuk melakukan sulfur recovery dengan
menggunakan beberapa kriteria berikut:
1. Gas capacity turndown requirement = 3:1
2. H2S concentration t u r nd o w n requirement = 3:1
3. H2S dalam effluent gas sebesar 10 ppmv (removal efficiency = 99.9%)
4. Tidak begitu banyak memerlukan operator
5. Dapat m e m p r o d u k s i produk sulfur sesuai untuk kebutuhan pertanian
6. Proses yang handal
B e r d a s a r k a n kriteria tersebut, Pertamina memilih proses LO-CAT II Hydrogen
Sulfide Oxidation Process yang dirancang dan dibuat oleh Merichem yang berlokasi di
Schaumburg, Illinois, Amerika Serikat.
Teknologi LO-CAT II yang digunakan Pertamina dirancang untuk membuang sulfur
sebanyak 15 long ton per hari dengan cara mengolah sour associated gas sebanyak 11
MMSCFD pada tekanan 60 psig dengan kandungan H2S sebesar 3.62% volume. Sour
associated gas yang didapatkan dialirkan langsung melalui coalescing filter yang akan
membuang hidrokarbon cair dan aerosol. Proses ini dilakukan sebelum gas memasuki liquid
full absorber dari LO-CAT II unit. Di dalam liquid full absorber, gas akan mengalir
ke atas vessel dan akan melakukan kontak dengan larutan LO-CAT II yang mengalir secara
counter-current. Ketika gas mengalir melalui liquid full absorber, H2S akan terabsorbsi
menjadi ke dalam larutan LO-CAT II dan terkonversi menjadi sulfur elemental. Sweet gas
akan keluar pada bagian atas liquid full absorber dan akan melewati mist eliminator dan
outlet knockout pot untuk memisahkan liquid droplet dan kemudian akan masuk ek dalam
sistem refinery.

Page 19

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Larutan katalis kemudian dipisahkan pada bagian bawah dari kolon liquid full
absorber dan dialirkan langsung ke dalam oxidizer untuk regenerasi. Di dalam oxidizer,
udara disemprot secara uniform melewati larutan dan akan mengubah besi menjadi
bentuk Fe3+. Oxidizer terdiri dari sebuah kolom berisi penyemprot udara dan rangkaian baffle
dan weir. Proses air lift yang dikombinasikan dengan injeksi udara, baffle, dan weir akan
menciptakan sebuah air-lift yang menyebabkan adanya sirkulasi katalis di dalam kolom
oxidizer. Larutan yang sudah diregenerasi kemudian dipompa kembali ke dalam liquid full
absorber.

Gambar 2.1 Teknologi LO-CAT

Sulfur kemudian dipisahkan dari unit dengan memompakan slipstream kecil dari
larutan katalis ke dalam settling vessel. Di dalam settler, partikel sulfur akan
terkonsentrasi dengan gravitsi dari 0,2% berat menjadi 10% berat di bagian bawah dari
settler. Slurry dari sulfur yang terkonsentrasi kemudian dipompakan ke dalam vacuum
belt filter yang akan memproduksi filter cake yang mengandung sulfur 60% berat. Filtrat
kemudian dikembalikan ke dalam unit. Sulfur kemudian dibuang ke dalam landfill.
Teknologi LO-CAT II dari Pertamina sudah memproduksi gas yang terolah
dengan kandungan H2S di bawah 10 ppmv. Gas yang sudah diolah kemudian digunakan
untuk mengurangi H2S tambahan dari sour crude dan untuk membangkitkan daya pada tiga
gas fired turbines. Operator hanya perlu memerhatikan unit ini kurang dari 2 jam per hari.

Page 20

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Tabel 1. Perbandingan Teknologi Sulphur Recovery

Parameter
Prinsip Kerja

Teknologi Claus
Direct Oxidation
LOCAT
Reaksi
kimia
katalitik Reaksi
kimia
katalitik Reaksi
redoks
dengan
mengkonversi H2S menjadi S pada mengkonversi H2S menjadi S pada menggunakan
solvent
yang
burner dan reaktor
reaktor saja
mengandung ion Fe dan larutan
alkali yang mengandung oksigen

Kandungan H2S Dalam Feed (%)


Kapasitas Sulfur Yang Diproduksi
Per Hari (ton)

>45%
7.5-200

5-25%
1-75

0-30%
0.2-20

Kelebihan Utama

Teknologinya paling mature dan


mempunyai banyak modifikasi
sehingga bisa digunakan untuk
berbagai kondisi

Sangat cocok untuk feed yang


mempunyai kandungan H2S
menengah yaitu antara 5-25%

Mampu menghilangkan kadar H2S


secara menyeluruh dari aliran gas
yang mempunyai kadar H2S rendah
kurang dari 5%

Kekurangan Utama

Jika kadar H2S rendah, temperatur


proses tidak bisa tinggi sehingga
konversi rendah

Hanya dapat digunakan untuk


merecover sulfur dari umpan gas
asam dengan kandungan
hidrokarbon yang rendah, sebab
hadirnya senyawa hidrokarbon
dapat menyebabkan deaktivasi
katalis alumina yang ada.

Proses hanya bisa menghilangkan


H2S, jadi rektor hidrogenasi
dibutuhkan untuk mengkonversi
semua sulfur menjadi H2S.

Page 21

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]

Jika kita menganalisis kondisi Mudi Field yang dimiliki Pertamina dari berbagai
aspek, nantinya akan terlihat mengapa Pertamina memilih teknologi LOCAT. Pertama kita
melihat dari segi jenis feed gas asam yang masuk. Gas asam yang masuk adalah sour
associated gas, yaitu gas yang terproduksi dari sumur minyak. Gas ini tentu mempunyai
jumlah yang sedikit dibandingkan gas yang diproduksi dari gas alam, sehingga dari sisi feed
gas asam teknologi LOCAT memang layak dipilih.
Kedua adalah dari segi komposisi gas asam yang masuk. Kandungan H2S dalam gas
asam yang masuk proses adalah 3.62%. Kadar H 2S ini cukup kecil. Jika kita menggunakan
teknologi Claus tentulah tidak cocok karena temperatur proses akan sangat rendah jika kadar
H2S kecil, yang mengakibatkan konversi H2S menjadi S sedikit. Jika kita menggunakan
teknologi Direct Oxidation, temperatur proses yang digunakan juga terkategori menengah
sehingga tidak cocok untuk kadar H2S yang terlalu kecil. Jika kita menggunakan teknologi
LOCAT, maka kondisinya cocok karena proses absorbsi dan oksidasi yang berlangsung
memang cocok untuk kandungan H2S sangat rendah (<5%).
Ketiga adalah dari segi kapasitas sulfur yang diproduksi per hari. Jumlah sulfur yang
diproduksi per hari mencapai 15 ton. Kapasitas 15 ton ini tergolong kecil. Teknologi Direct
Oxidation dan LOCAT cocok untuk kapasitas yang kecil ini, namun jika melihat dari kedua
aspek yang sudah dijelaskan sebelumnya maka teknologi LOCAT memang cocok.
Selain ketiga aspek di atas, ada beberapa pertimbangan tambahan lain yang
memperkuat alasan Pertamina menggunakan teknologi LOCAT. Pertamina ingin agar
effluent gas memiliki kadar H2S yang sangat rendah yaitu 10 ppmv sehingga teknologi
LOCAT cocok dipakai. Selain itu, karena gas masukan adalah gas sampingan keluaran sumur
minyak maka pertamina tidak begitu banyak memerlukan operator, cocok dengan teknologi
LOCAT. Juga dilihat dari turndown requirement (perbandingan kondisi aktual proses dengan
kondisi minimum yang diperbolehkan) 3:1, cocok dengan LOCAT yang prinsipnya adalah
absorbsi dengan jumlah solvent yang memadai.

Page 22

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]


BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas mengenai teknologi Sulphur Recovery, dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut:
1. Teknologi yang digunakan untuk me-recover sulfur dipengaruhi dari kadar sulfur
yang terkandung dalam aliran
2. Teknologi yang cocok untuk PT. Pertamina adalah teknologi LO-CAT karena kadar
sulfur pada aliran PT.Pertamina sangatlah kecil yaitu sebesar 3.62% H2S.
Pertimbangan selanjutnya, teknologi LO-CAT dapat menghasilkan effluent gas
dengan kadar H2S yang sangat rendah yaitu 10 ppmv dan hal itu dapat dicapai dengan
menggunakan teknologi LO-CAT.

Page 23

PENGOLAHAN GAS BUMI

[SULPHUR RECOVERY UNIT]


DAFTAR PUSTAKA

Clinn, Cameron., et al. 2003. Biological Process for H2S Removal From Gas Streams The ShellPaques/Thipaq Gas Desulfurization Process. Oklahoma. Paper for the LRGCC : 23-36
February 2003.
Korens, Nick., et al. 2002. Process Screening Analysis of Alternative Gas Treating and Sulfur
Removal for Gasification. California: SFA Pacific Inc.
Merichem Company. 2012. LO-CAT II Process : Hydrogen Sulfide Removal from Sour
Associated

Gas.

(http://www.merichem.com/resources/case_studies/LO-

CAT/Associated_Gas.pdf, diakses tanggal 17 Oktober 2013)


Meyer, Hardy. 2011. H2S management Project at Norsea Gas Terminal, Emden, Germany.
ConocoPhillips Skandinavia A/S

Page 24

You might also like