You are on page 1of 14

BAB 1

ANATOMI DAN FISIOLOGI


1.1 Anatomi
Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
komputer dan semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam
rongga tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Bagian bagian otak :
1. Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diensefalon yang terletak
dibawah sulkus hipotalamik dan di depan nucleus interpundenkuler
hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan daerah inti. Terletak pada
anterior dan inferior talamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem
saraf autonom dan juga bekerja dengan hipofisis untuk mempertahankan
keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui
peningkatan vasokontriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi
hormonal dengan kelenjarhipofisis, juga sebagai pusat lapar dan
mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilau
agresif, seksual dan pusat respon emosional.
2. Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas
primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua
implus memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini
3. Traktus spinotalamus (serabut-serabut segera menyilang kesisi yang
berlawanan dan masuk medula spinalis). Bagian ini bertugas mengirim
implus nyeri dan tempratur ke talamus dan korteks serebri.
4. Kelenjar hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena sejumlah
hormon hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis

merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada
orang dewasa.
5. Hipofisis termostatik : memberikan sinyal bahwa suhu tubuh diatas titik
tersebut akan menghambat nafsu makan
6. Mekanisme aferen : empat hipofisis utama tentang mekanisme aferen yang
terlibat dalam pengaturan masukan makanan telah diajukan dan keempat
hipotesis itu tidak ada hubungannya satu dengan yang lain.
1.2 Fisiologi
Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh dan untuk
mempertahanlam keseimbangan cairan tubuh.
a. Pirogen endogen
Demam yang ditimbulkan oleh sitokin mungkin disebabkan oleh
pelepasan prostaglandin lokal di hipotalamu. Penyuntikan prostaglandin
kedalam hipotalamus menyebabkan demam. Selain itu efek antipiretik
aspirin bekerja langsung pada hipotalamus, dan aspirin menghambat
sintesis prostaglandin.
b. Pengaturan Suhu
Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi makanan
dan oleh semua proses vital yang berperan dalam metabolisme basal.
Panas dikeluarkan dari tubuh melalui radiasi, konduksi dan penguapan
air disaluran nafas dan kulit. Keseimbangan pembentukan pengeluaran
panas menentukan suhu tubuh, karena kecepatan reaksi - reaksi kimia
bervariasi sesuai dengan suhu dan arena didtem enzim dalam tubuh
memiliki rentang suhu normal yang sempit, agar berfungsi optimal,
fungsi suhu tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan
(Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih
dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut
pada nak berusia diatas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya. (IDAI, 2009)
2.2 Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernapasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis dan infeksi saluran kemih
(Soetomengolo,2000)
2.3 Faktor resiko
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah : riwayat kejang demam
dalam keluarga, usia kurang dari 18 bulan, tempratur tubuh saat kejang, makin
rendah tempratur tubuh saat kejang makin sering berulang dan lamanya demam .
adapun faktor terjadinya epilepsi dikemudian hari adalah adanya gangguan
perkembangan neurologis, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam
keluarga, dan lamanya demam. (IDAI,2009)
2.4 Klasifikasi kejang demam
Penggolongan kejang demam menurut kriteria Nationall Collaborative
Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama kejangnya kurang dari
15 menit, umum dan tidakberulang pada satu episode demam. Kejang demam
kompleks adalah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit baik bersifat fokal

atau multipel. Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada
lebih dari satu episode demam. (Sari Pediatri Vol. 4, 2002)
2.5 Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakann abnormal atau perubahan tonus badan
dan tungkai dapat di klasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang klonik, kejang
tonik, dan kejang mioklonik.
a. Kejang tonik
Bentuk klinis kejang ini berupa pergerakan tonik satu ekstremitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
deserebrasi atau ekstensi tugkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk
dekortikasi. Bentuk kejang tonik menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan
sikap epistotonus yang disebabka oleh rangsang meningkat karena infeksi selapur
otak atau kernikterus
b. Kejang klonik
Dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral, dengan permulaan fokal dan
multifokal yang berpindah- pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung
1 3 detik , terlokalisasi dengan baik tidak disertai ganguan kesadaran dan
biasanya tidak diikuti oleh pasien tonik.
c. Kejang Mioklonik.gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan
lengan
2.6 Epidemiologi
Pendapat para ahli tentang usia penderita saat terjadi bangkitan kejang
demam tidak sama. Pendapat para ahli terbanyak kejang demam terjadi pada

waktu anak berusia antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun. Menurut The American
Academy of Pediatrics (AAP) usia termuda bangkitan kejang demam 6 bulan.
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak. Berkisar
2%-5% anak di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih
dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun.
Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan
sampai dengan 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada
usia 18 bulan. Di berbagai negara insiden dan prevalensi kejang demam berbeda.
Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2-5%. Di Asia
prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan
di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9% Bahkan di
kepulauan Mariana (Guam), telah dilaporkan insidensi kejang demam yang lebih
besar, mencapai 14%Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat
benigna. Angka kernatian hanya 0,64 % - 0,75 %. Sebagian besar penderita kejang
demam sembuh sempurna, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi sebanyak
2-7% Empat persen penderita kejang demam secara bermakna mengalami
gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi. (Sari Pediatri Vol. 4,
2002)

2.7 Patofisiologi
Proses Perjalanan Penyakit infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial
seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyaknya adalah
bakteri yang bersifat toksik. Toksis yang di hasilkan oleh mikro organisme dapat

menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran


toksis ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan
pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh dalam bahaya secara
sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan
suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan
kontraksi otot. Naiknya suhu dihipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang
lain akan di sertai pengeluaran mediator kimia sepeti epinefrin dan prostagladin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada
neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium,
ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. peristiwa inilah yang
diduga dapat menaikan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul
kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami
penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasme sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan
nafas oleh penutupan lidah dan spasme bronkus. (Riyadi dan sujono, 2009).

2.8 Manifestasi klinik


Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 30oC atau lebih. Kejang khas
menyeluruh, tonik-tonik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan
periode mengantuk singkat pascakejang. Kejang demam yang menetap lebih

lama 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau


toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Jika mengarah kemungkinan
meningitis, pungsi lumbal dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis (CSS)
terindikasi. Infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola dan otitis media akut
adalah penyebab kejang demam yang paling sering. Umumnya kejang
berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak memberikan
reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun
dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.
2.9 Diagnosis
Penggolongan tidak lagi menurut kejang demam sederhana dan epilepsi
yang diprovokasi demam tetapi dibagi menjadi pasien yang memerlukan dan tidak
memerlukan pengobatan rumat pada lebih dari satu episode demam. Umumnya
kejang demam pada anak berlangsung pada permulaan demam akut, berupa
serangan kejang klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda
neurologi. Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan
gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadangkadang unilateral. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks
atau anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi. Pemeriksaan pungsi
lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk
menyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial, perdarahan subaraknoid atau
gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun yang
menderita kejang demam. (Sari Pediatri Vol. 4, 2002)
2.10 Mencari dan Mengobati Penyebab

Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain,
seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan
serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2
tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok
umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal harus
diperhatikan pula kontra indikasinya. Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan
atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula
darah dan elektrolit. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak dengan kejang
yang tidak diprovokasi oleh demam dan pertama kali terjadi, terutama jika kejang
atau pemeriksaan post iktal menunjukkan abnormalitas fokal.
2.11 Komplikasi
Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada
orangtua, sebagian kejang demam yang mempengaruhi keehatan jangka panjang,
kejang demam tiak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau
keulitan belajar atau pun epiksi.
Epilepsi pada anak diartikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam
kecil kemungkinan epilepsi timbulsetelah kejang demam . sekitar 2-4 anak kejang
demam dapat menimbulkan epilepsi, tetapi bukan karena kejang demam itu
sendiri kejang pertama kadang dialami oleh anak dengan epilepsi pada saat
mereka mengalami demam. Namun begitu antara 95-98% anak yang mengalami
kejang demam tidak menimbulkan epilepsi.

Komplikasi yang paling umum dari kejang demam adalah adanya kejang
demam berulang, sekitar 33% anak akan mengalami kejang demam berulang
semua, jika mereka demam kembali.
2.12 Pemeriksaan penunjang
1. Elektroesenfalografi : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT

: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari

biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.


3. Magneti resonance imaging : menghasilkan bayangan

dengan

menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk


memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak jelas terlihatnya bila
menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography : untuk mengevaluasi kejang
dan membantu menetapkan lokasi lesi , perubahan metabolik atau aliran
darah dalam plasma.
Uji laboraturium
a. fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrospinal
b. hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. panel elektrolit
d. skrining toksik dari serum dan urin
e. GDA
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kada manesium darah.
2.13 Tata Laksana
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk :
Mencegah kejang demam berulang
Mencegah status epilepsi
Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi

Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

2.14 Pengobatan Fase Akut


Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar
jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk
mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejangberhenti sendiri, tetapi

dapat

juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen
harus dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan
cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan
dengan kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik (asetaminofen oral
10 mg/ kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB,4 kali sehari).
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase
akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat
diberikan secara intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya
lambat. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara
intravena pada kejang demam fase akut, tetapipemberian tersebut sering gagal
pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat
diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg pada berat badan lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal aman
dan efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam
tidak tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal
30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan 1 tahun, dan 75 mg untuk usia
lebih dari 1 tahun.( Sari Pediatri Vol. 4, 2002)

2.15 Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang


Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan
keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang
menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu (Sari Pediatri Vol. 4, 2002) :
2.15.1 Profilaksis intermittent pada waktu demam
Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti konvulsan segera diberikan
pada waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38C). Pilihan obat harus dapat
cepat masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah
timbulnya kejang berulang.
Diazepam oral efektif untuk mencegah kejang demam berulang dan bila
diberikan intermittent hasilnya lebih baik karena penyerapannya lebih cepat.
Diazepam diberikan melalui oral atau rektal. Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5
mg untuk pasien dengan berat
badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10
kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan
bila pasien menunjukkan suhu 38,5 C atau lebih. Efek samping diazepam adalah
ataksia, mengantuk dan hipotoni.
2.15.2Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.
Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini adalah:
Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan
perkembangan neurologis.
Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau
saudara kandung.

Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap.
Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multipel dalam satu episode demam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 2 tahun
setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 2 bulan.
Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya
kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian
hari Pemberian fenobarbital 4 5 mg/kg BB perhari dengan kadar sebesar 16
mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah
berulangnya kejang demam.

2.16 Mencegah dan menghadapi kejang demam.


Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai
penanganan demam dan kejang.
Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis 0,5 mg/kg
BB perhari, per oral pada saat anak menderita demam. Sebagai alternatif dapat
diberikan profilaksis terus menerus dengan fenobarbital.
Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi, pemberian sebaiknya
dibatasi sampai 6 12 bulan kejang tidak berulang lagi dan kadar fenoborbital

dalam darah dipantau tiap 6

minggu 3 bulan, juga dipantau keadaan tingkah

laku dan psikologis anak.

DAFTAR PUSTAKA
Deliana, Melda. 2002. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri Vol.
4, No. 02. 59-62
Sylvia A.prince, dkk, Anatomi dan fisiologi otak Edisi 4, EGC, jakarta
Pedoman pelayanan medis, IDAI 2010
Konsesus penatalaksanaan kejang demam UKK, Neurologi IDAI 2006.

You might also like