You are on page 1of 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
a. Plasenta
Setelah nidasi, trofoblas terdiri atas 2 lapisan , yaitu bagian dalam disebut
sitotrofoblas dan bagian luar disebut sinsisiotrofoblas. Endometrium atau sel desidua di mana
terjadi nidasi menjadi pucat dan besar disebut reaksi desidua. Sebagian lapisan desidua
mengalami fagositosis oleh sel trofoblas. Reaksi desidua agaknya merupakan proses untuk
menghambat invasi, tetapi berfungsi sebagai sumber pasokan makanan.
Sebagian sel trofoblas terus menembus bagian dalam lapisan endometrium mendekati
lapisan basal endometrium dimana terdapat pembuluh spiralis, kemudian terbentuk lakuna
yang berisi plasma ibu. Proses pelebaran darah arteri spiralis sangat penting sebagai bentuk
fisiologik yaitu model mangkuk. Hal ini dimungkinkan karena penipisan lapisan endotel
arteri akibat invasi trofoblas yang menumpuk lapisan fibrin disana.
Proses invasi trofoblas tahap kedua mencapai bagian miometrium arteri spiralis terjadi
pada kehamilan 14-15 minggu dan saat ini perkembangan plasenta telah lengkap. Apabila
model mangkuk tersebut kurang sempurna, akan timbul kekurangan pasokan darah ibu yang
berakibat iskemia plasenta dan terjadi preeklampsia. Lakuna yang terbentuk akan menjadi
ruang intervilli.
Pada minggu ke 14 kehamilan struktur plasenta berkembang penuh dan plasenta
tersebut menempati kira kira sepertiga dinding uterus. Dari akhir minggu ke 8 kehamilan,
plasenta primitif telah mensekresikan estrogen, progesteron dan relaksin. Dari kehamilan
minggu ke 9 pada saat vili chorion tertanam di dalam dinding uterus , maka dihasilkan
hormon disebut chorionic gonadotrophin (hCG). Fungsi hormon hCG adalah merangsang
pertumbuhan korpus luteum dan sekresi hormon korpus luteum dan dengan demikian
memelihara kehamilan sampai plasenta dapat berfungsi sempurna.
hCG disekresikan dalam jumlah yang makin meningkat sampai akhir kehamilan
trimester pertama dan setelah itu sekresinya menurun. Karena hormon ini hanya diproduksi
oleh trofoblast dan diekresikan di dalam urin, maka adanya hormon ini di dalam analisis urin
merupakan petunjuk positif adanya kehamilan. Dari minggu ke 16 dan seterusnya maka
jumlah dan ukuran pembuluh darah fetal meningkat, sedangkan dindaing vilinya menjadi
lebih tipis, sehingga selama trimester tengah (midtrimester) permeabilitas plasenta pada
kenyataanya meningkat. Walaupun demikian selama 4 minggu terakhir kehamilan, vasa
tersebut berkurang lagi karena terdapat deposit fibrin di dalam jaringan jaringan ini.

Setelah minggu ke 20 , plasenta terus bertambah luas, tetapi tidak bertambah tebal
sampai pada kehamilan cukup umur (aterm) diameternya sekitar 23 cm , merupakan organ
yang bulat, datar, dengan ketebalan 2 cm di bagian tengahnya tetapi lebih tipis di tepi tepinya
dan memiliki berat 500 g.
-

Struktur plasenta
Villi akan berkembang seperti akar pohon dimana di bagian tengah akan mengandung

pembuluh darah janin. Pokok villi akan berjumlah lebih kurang 200, tetapi sebagian besar
yang di perifer akan menjadi atrofik, sehingga tinggal 40-50 berkelompok sebagai kotiledon.
Luas kotiledon pada plasenta aterm diperkirakan 11 m2. Bagian tengah villi adalah
stoma yang terdiri atas fibroblas, beberapa sel besar dan cabang kapilar janin. Bagian luar
villi ada 2 lapis, yaitu sinsisiotrofoblas dan sitotrofoblas yang pada kehamilan akhir lapisan
sitotrofoblas akan menipis. Ada beberapa bagian sinsisiotrofoblas yang menebal dan melipat
yang disebut simpul. Bila sitotrofoblas mengalami hipertrofi, maka itu pertanda hipoksia.
- Permukaan Maternal
Didalam uterus permukaan maternal plasenta terletak setelah uterus, terkubur dalam
di dalm desidua. Pada pengamatan setelah lahir, villi korion tersusun dalam lobi atau
kotiledon. Alur alur yang memisahkan kotiledon disebut sulci. Permukaan sulci ini berwarna
merah gelap, karena adanya darah maternal di dalam ruangan antar vili dan karena adanya
darah fetal di dalam pembuluh darahyang terdapat pada setiap villus. Spatia intervillosa berisi
kira kira 150 ml darah yang diganti paling sedikit tiga kali setiap menit. Pada cukup umur
(aterm) permukaan ini teraba agak kasar karena setelah mencapai perkembangan penuh 28
minggu kehamilan, permukaan tersebut perlahan mulai mengalami degenerasi. Fibrin
dideposisikan diatas villli, dan deposit kalsium terlihat dengan mata telanjang pada saat
aterm. Apabila satu daerah yang luas pada jaringan plasenta mengalami fibrosis dan menjadi
putih, maka keadaan tersebut disebut infark. Daerah tersebut menjadi tidak efisien dan
berhenti berfungsi.
-

Permukaan Fetal
Permukaan ini menghadap ke bayi didalam kandungan dan dapat dibedakan pada

inspeksi setelah kelahiran. Dengan warnanya yang abu abu kebiruan dan permukaan yang
halus dan mengkilat. Funiculus umbilicalis berinsersi pada permukaan ini biasanya dibagian
tengah, dan pembuluh darah dapat dilihat menyebar dari funiculuc umbilicalis kemudian
menghilang karena terkubur didalam plasenta sebelum mencapai tepi plasenta. Membran
amnion menutup permukaan fetal dan dapat dilacak ke belakang dari korion sejauh insersi

funikulus umbilikalis. Korion yang berasal dari lapisan trofoblast yang sama dengan plasenta,
berlanjut dengan tepi plasenta dan tidak dapat dipisahkan dari tepi plasenta ini.
- Arus Darah Utero-Plasenta
Janin dan plasenta dihubungkan dengan tali pusat yang berisi 2 arteri dan satu vena
berisi darah penuh oksigen, sedangkan arteri yang kembali dari janin berisi darah kotor. Bila
terdapat hanya satu arteri ada resiko kelainan kardiovaskulat ini dapat pada 1 : 200
kehamilan.
Tali pusat berisi massa mukopolisakarida yang disebut jeli wharton dan bagian luar
adalah epitel amnion. Panjang tali pusat bervariasi yaitu 30-90 cm. Pembuluh darah terbentuk
seperti helix, maksudnya agar terhindar dari torsi. Tekanan darah arteri pada akhir kehamilan
diperkirakan 70/60 mmHg, sedangkan tekanan vena diperkirakan 25 mmHg. Tekanan darah
yang relatif tinggi pada kapiler, termasuk pada vili maksudnya ialah seandainya terjadi
kebocoran, darah ibu tidak masuk ke janin.
Pada kehamilan aterm arus darah pada tali pusat berkisar 350 ml/menit. Pada bagian
ibu dimana arteri spiralis menyemburkan darah, tekanan relatif rendah yaitu 10 mmHg. Arus
darah uteroplasenta pada kehamilan aterm diperkirakan 500-750 ml/menit
Patologi pada berkurangnya aliran darah uteroplasenta, misalnya pada preeklamsia
mengakibatkan perkembangan janin terhambat. Konsep yang diterima saat ini ialah
implantasi plasenta yang memang tidak normal sejak awal menyebabkan model arteri spiralis
tidak sempurna (relatif kaku). Hal ini menyebabkan sirkulasi uteroplasenta abnormal dan
berakibat reriko preeklampsia.
Ada beberapa kondisi akut yang juga mempengaruhi fungsi plasenta yaitu solusio
plasenta , plasenta previa, kontraksi hipertonik dan obat epinefrin. Angiotensin II pada kadar
faali merupakan zat yang mempertahankan arusdarah uteroplasenta karena pengaruh pada
produksi prostasiklin. Namun bila kadar tinggi dapat terjadi vasokonstriksi. Obat penghambat
angiotensin, misalnya ACE inhibitor merupakan kontra indikasi pada kehamilan. Posisi ibu
tidur terlentang pada kehamilan aterm dapat mengurangi arus darah aortokaval yang
disebabkan himpitan uterus sehingga arus darah ke uterus berkurang.
- Amnion
Merupakan membran transparan yang kuat dan sangat sulit robek . membran ini
membatasi cavitas amniotica dan mensekresikan cairan amnion. Selaput amnion merupakan
jaringan avaskular. Bagian dalam selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan
jaringan sel kuboid yang asalnya ektoderm. Jaringan ini berhubungan dengan lapisan
intersisial mengandung kolagen I, II, III dan IV. Bagian luar dari selaput ialah jaringan
mesenkim yang berasal dari mesoderm. Lapisan amnion ini berhubungan dengan korion
leave.

Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan
metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase. Sel mesenkim
berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat. Di simpang itu,
jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (monocit cheoattractant protein-1).
Zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan zat
vasoaktif, endotelin-1 (vasokonstriktor) dan PHRP (parathyroid hormone related protein)
suatu releksan. Dengan demikian selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus
pembuluh lokal.
Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian cairan akan berasal pula dari difusi
pada tali pusat. Pada kehamialn kembar dikorionik diamniotik terdapat selaput amnion dari
masing masing yang bersatu. Namun ada jaringan korion leave ditengahnya (pada USG
yampak seperti huruf Y, pada awal kehamilan). Sedangkan pada kehamilan kembar
dikorionik monoamniotik (kembar satu telur) tidak akan ada jaringan korion diantara kedua
amnion (pada USG tampak gambaran hutuf T).
Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan selaput. Pada
perokok dan infeksi terjadi pelemahan pada ketahanan selaput hingga pecah. Pada kehamilan
normal hanya ada sedikit makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan masuk ke dalam cairan
amnion sebagai reaksi terhadap peradangan. pada kehamilan normal tidak ada IL-1 B, tetapi
pada persalinan preterm IL- 1 B akan ditemukan. Hal ini berkaitan dengan terjadinya infeksi.
Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan amnion merupakan
pelindungan dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas,
kadar natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar di
cairan amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion mengandung banyak sel
janin (lanugo, vernik kaseosa). Fungsi cairan amnion juga penting yaitu menghambat bakteri
karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.
- Pembentukan Cairan
Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi dari
pembuluh darah korion di permukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan aterm rata rata
ialah 800ml., dengan pH 7.2 dan massa jenis 1.0085. setelah 20 minggu produksi cairan
berasal dari urin janin. Sebelumnya cairan amnion juga banyak berasal dari rembesan kulit,
selaput amnion dan plasenta. Janin juga meminum cairan amnion diperkirakan 500ml/ hari.
Selain itu ada cairan yang masuk ke paru sehingga penting untuk perkembangannya.
Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi dinikelainan
kromosam dan kelainan DNA dari minggu 12 20 minggu.cairan amnion yang terlalu
banyak disebut polihydramnion > 2 liter yang mungkin berkaitan dengan diabetes atau
trisomi 18. Sebaliknya cairan yang kurang disebut oligohydramnion yang berkaitan dengan

ginjal janin, trisomi 21 atau 13atau hipoksia janin. Oligohydramnion dapat dicurigai bila
terdapat kantong amnion yang kurang dari 2x2 cm, atau indeks cairan pada 4 kuadran kurang
dari 5 cm. Setelah 38 minggu volume akan berkurang, tetapi pada postterm oligohydramnion
merupakan penanda serius apalagi bila bercampur mekonium.
- Korion
Adalah membran opak yang lebih tipis dan rapuh. Walaupun kelihatannya lebih tebal
dari pada amnion. Karena korion ini mudah robek, maka kadang kadang potongan potongan
kecil akan terlepas pada saat persalinan dan tertinggal di dalam uterus.
- Fungsi Plasenta
1. Nutrien, plasenta mempunyai banyak enzim yang dapat mensintesis:
Karbohidrat, glukosa melewati membran plasenta dengan sangat mudah, tetapi karbohidrat
yang kompleks perlu dipecah dahulu. Sebagian disimpan sebagai glikogen untuk kebutuhan
fetus.
Protein, dipecah menjadi asam asam amino sehingga dapat digunakan oleh fetus.
Lemak lebih sulit disederhanakan, dan untuk vitamin yang larut dalam lemak hanya dapat
masuk ke dalam fetus secara lambat. Sedangkan vitamin B dan c yang larut dalam air dapat
dengan mudah dipindahkan ke tubuh fetus.
Garam-garam mineral.
2.

Produksi limbah dikembalikan ke peredaran darah maternal lewat villi korion, dapat berupa
produk yang mengandung nitrogen dan nutrien dan bilirubin, hasil pemecahan sel darah
merah.
3. Gas, oksihemoglobin maternal dipecah menjadi penyusunnya, yaitu oksidgen dan
hemoglobin.
Oksigen, difusikan melewati sawar plasenta untuk membentuk oksihemoglobin fetus. 20-35
ml oksigen per menit dialirkan ke fetus. Jumlah sebenarnya bergantung pada keadaan
pembuluh darah maternal dan struktur yang ikut terlihat dalam pertukaran plasenta.
Karbon dioksida dikembalikan kme dalam plasenta untuk diekskresikan ke dalam peredaran
darah maternal.
Pasokan untuk fetus dilaksanakan di dalam vena umbilikalis dan produk limbah
dikembalikan lewat arteri umbillicale.
-

Sistem Perlindungan
Melindungi jaringan fetus dari penolakan maternal. Jaringan fetus yang berbeda

secara genetik dengan ibu dapat dipandang sebagai benda asing dan dapat ditolak oleh ibu
apabila tidak terdapat plasenta. Banyak penelitian telah dipusatkan pada kenyataan ini.

Telah diperagakan di dalam laboratorium bahwa aktivitas limfosit dapat ditekan oleh
beberapa hormon seperti estrogen, progesteron, prolaktin dan hCG. Dengan demikian
hormon hormon plasenta melawan setiap kemungkinan penolakan jaringn fetus.
Perlindungan parsial terhadap infeksi. Plasenta meneruskan antibodi dari ibu yang
memberikan imunitas pasif bagi fetus terhadap penyakit yang telah menimbulkan imunitas di
dapat pada ibu. Perlindungan ini dapat terjadi sampai beberapa bukan awal kehidupan.
Walaupun demikian, fetus tidak dapat terlindung terhadap virus seperti virus rubella dan virus
varicella atau terhadap spirochaeta sifilis. Pada keadaan bila virus rubella yang ditularkan
pada awal perkembangan fetus, maka sangat mungkin terdapat efek pada jantung, mata dan
telinga. Apabila sifilis yang ditularkan dan tidak diobati maka bayi akan menderita sifilis.
Apabila ibu sudah mengalami sensitisasi, maka ibu dengan rhesus negatif akan membentuk
antibodi terhadap antigen rhesus di dalam tubuhnya apabila fetus mempunyai rhesus positif.
Plasenta tidak mampu menghalangi antibodi, dan dengan demikian antibodi antibodi tersebut
akan mengalami difusi ke dalam sistem fetal, antibodi tersebut akan mengalami difusi ke
sistem fetal , merusak eritrosit sehingga menyebabkan berbagai derajat anemia dari yang
sangat ringan sampai hidrops fetalis apabila kelainan tersebut tidak terdiagnosis dan diobati.
Organisme penyebab sifilis dan tuberkulosis juga rhesus antibodi, semuanya dapat
memengaruhi fungsi plasenta dan dapat menyebabkan penampakkan plasenta yang abnormal.
- Sistem sekresi
hCG diproduksi pada awal hari ke 9 setelah konsepsi, dan hormon ini mencapai
puncaknya pada hari ke 60. Kadar hormon ini kemudian turun dan tetap rendah sampai pada
akhir kehamilan. Fungsi hormon ini adalah untuk memelihara corpus luteum sampai plasenta
dapat menggantikannya memproduksi estrogen dan progesteron. hCG dieksresikan ke dalam
urin dan menjadi dasar untuk uji diagnostik kehamilan secara imunologis.
Estrogen meningkat selama kehamilan dan membantu mempengaruhi endometrium
dalam minggu minggu awal kehamilan. Estrogen juga mengembangkan fungsi sekresi
payudara. Pada akhir kehamilan, kenaikan estrogen maternal dominan dan bersama dengan
steroid fetus akan meransang produksi prostaglandin. Keadaan ini pada gilirannya meransang
produksi oksitosin dari glandula pituitaria anterior. Estrogen juga meningkatkan kepekaan
otot otot uterus terhadap oksitosin yang memulai kontraksi uterus dan mulainya persalinan.
Progesteron sejumlah besar disintesis dari kolesterol maternal, tetapi plasenta tidak
mempunyai enzim yang dibutuhkan untuk mengubah sejumlah kolesterol ini menjadi
estrogen (estrol, estron dan estradiol). Sintesis ini sebenarnya dilakukan oleh glandula
adrenalis fetus imatur. Kelihatannya aneh bahwa walaupun fetus tidak dapat membuat
estrogen sendiri, tetapi fetus dapat mengubah dan menggunakan estrogen ibu.
b. Fisiologi Janin

Sejak konsepsi perkembangan konsepsus terjadi sangat cepat yaitu zigot mengalami
pembelahan menjadi morula, kemudian menjadi blastokis yang mencapai uterus dan
kemudian sel sel mengelompok, berkembang menjadi embrio sampai minggu ke 7. Setelah
minggu ke 10 hasil konsepsi disebut janin. Konseptus ialah semua jaringan konsepsi yang
membagi diri menjadi berbagi jaringan embrio, korion, amnion dan plasenta.
-

Embrio dan Janin


Embrio akan berkembang sejak usia 3 minggu hasil kosepsi. Secara klinik pada usia

gestasi 4 minggu dengan usg akan tampak sebagai kantong gestasi berdiameter 1 cm, tetapi
embrio belum tampak, pada minggu ke 6 dari haid terakhir usia konsepsi 4 minggu usia
embrio berukuran 5 mm, kantong gestasi berukuran 2-3 cm. Pada saat itu akan tampak denyut
jantung secara USG. Pada akhir minggu ke 8 usia gestasi 6 minggu usia embrio berukuran 22
24 mm. Dimana akan tampak kepala yang relatif besar dan tonjolan jari. Gangguan atau
teratogen akan mempunyai dampak berat apabila terjadi pada gestasi kurang dari 12 minggu,
terlebih pada minggu ke 3.
- Sistem Kardiovaskuler
Tali pusat berisi satu vena dan 2 arteri. Vena ini menyalurkan oksigen dan makanan
dari plasenta ke janin. Sebaliknya kedua arteri menjadi pembuluh balik yang menyalurkan
darah ke arah plasenta untuk dibersihkan dari sisa metabolisme. Perjalanan darah dari
plasenta melalui vena umbilikalis adalah sebagai berikut. Setelah melewati dinding abdomen,
pembuluh vena umbilikal mengarah ke ata menuju hati, membagi menjadi 2. Darah yang
masuk ke jantung kanan ini mempunyai kadar oksigen seperti arteri meski bercampur sedikit
dengan darah vena kava.
Darah ini akan langsung menyemprot melalui foramen ovale pada septum, masuk ke
atrium kiri dan selanjutnya melalui ventrikel liri akan menuju aorta dan seluruh tubuh. Darah
berisi banyak oksigen itu terutama akan memperdarahi organ vital jantung dan otak.
Setelah bayi lahir , semua pembuluh umbilikal, duktud venosus dan duktus arterio
venosus akan mengerut. Pada saat lahir akan terjadi perubahan sirkulasi, dimana terjadi
perkembangan paru dan penyempitan tali pusat. Akibat peningkatan kadar oksigen pada
sirkulasi paru dan vena pulmonalis, duktus arteriosus akan menutup akan menutup dalam 3
hari dan total pada minggu ke 2. Pada situasi dimana kadar oksigen kurang yaitu pada gagal
nafas, duktus akan relatif membuka.
- Darah Janin
Darah janin mengalami proses pembentukan yang unik yaitu bermula diproduksi di
yolksac, kemudian di hati dan akhirnya di sumsum tulang. Eritrosit janin relatif besar dan
berinti. Hemoglobin mengalami peningkatan dari 12 g/dl pada pertengahan kehamilan

menjadi 18 g/dl pada aterm. Volume darah diperkirakan 78 ml.kg berat, sedangkan isi darah
plasenta segera setelah pemotongan tali pusat ialah 45 ml/kg.
- Sistem Respirasi
Gerakan napas janin telah dapat dilihat sejak kehamilan 12 minggu dan pada 34
minggu secaraa regular gerak napas ialah 40 60/menit dan diantara jeda adalah periode
apnea. Cairan ketuban akan masuk sampai bronkioli, sementara di dalam alveolus terdapat
cairan alveoli. Gerak napas janin diransang oleh kondisi hiperkapnia dan peningkatan kadar
glukosa. Sebaliknya kondisi hipoksia akan menurunkan frekuensi napas. Pada aterm normal,
gerak mapas akan berkurang dan dapat apnea selama 2 jam.
Alveoli terdiri atas dua lapis sel epitel yang mengandung sel tipe I dan II. Sel tipe II
membuat sekresi fosfolipid suatu surfaktan yang penting untuk fungsi pengembangan napas.
Surfaktan

yang utama ialah sfingomieling dan lesitin serta fosfatidil gliserol. Produksi

sfingomielin dan fosfatidil gliserol akan memuncak pada 32 minggu, sekalipun sudah
dihasilkan sejak 24 minggu. Pada kondisi tertentu misalnya, diabetes produksi surfaktan ini
kurang , juga pada preterm ternyata dapat diransang untuk menigkat dengan cara pemberian
kortikosteroid pada ibunya. Steroid dan faktor pertumbuhan terbukti meransang pematangan
paru melalui suatu penekanan protein yang sama. Pemeriksaan kadar L/S rasio pada air
ketuban merupakan cara untuk mengukur tingkat kematangan paru, dimana rasio L/S > 2
menandakan paru matang.
- Sistem Gastrointestinal
Perkembangan dapat dilihat diatas 12 minggu dimana akan nyata pada pemeriksaan
USG. Janin meminakan terdengar peristaltik usus. Protein dan cairan amnion yang ditelan
akan menghasilkan mekonium didalam usus. Mekonium ini akan tetap tersimpan sampai
partus, kecuali pada keadaan hipoksia atau fetal distres akan tampak cairan bercampur
mekonium.
- Sistem Ginjal
Pada 22 minggu

akan

tampak

pembentukan

korpuskel

ginjal

di

zona

jukstaglomerularis yang berfungsi filtrasi. Ginjal terbentuk sempurna pada minggu ke 36.
Pada janin hanya 2% dari curah jantung mengalir ke ginjal, mengingat sebagian besar sisa
metabolisme dialirkan ke plasenta. Sementara itu, tubuli juga mampu filtrasi sebelum
glomerulus berfungsi penuh. Urin janin menyumbang cukup banyak pada volum cairan
amnion. Bila terdapat kondisi oligohidramnion itu merupakan petanda penurunan fungsi
ginjal atau sirkulasi.

2.1 PREEKLAMPSIA

2.1.1 Definisi
Preeklampsia merupakan suatu sindroma dari proses implantasi yang menyebabkan
terjadinya hipertensi pada ibu hamil. Preeklampsia dapat timbul pada kehamilan yang akut
dan dapat terjadi ante, intra dan post partum. Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi
yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. Hipertensi umumnya
timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan darah sistolik dan
diastolik 140/90 mmHg dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan
tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 4 jam pada keadaan istirahat.12,13
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya
melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter
atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal
2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus
dianggap sebagai tanda yang serius.10,11 Dari gejala klinik, preeklampsia dapat dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
2.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia eklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari
kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal dari kejadian
eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi lebih tinggi di negara
berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di negara Amerika
Utara dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Disisi
lain kejadian eklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus
per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian preeklampsiaeklampsia di negara berkembang seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir,
Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya
berkisar antara 2% sampai 16,7% Dan juga preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh ibu
nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari pada ibu multipara .
4,7,15

Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini merupakan


bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia bagi ibu
hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia adalah akibat perdarahan.5
2.1.3 Faktor Resiko

Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan yang
dapat dikelompokkan dalam faktor resiko sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Primigravida, primipaternitas.
Hiperplasentosis
Umur yang ekstrim
Riwayat keluarga yang pernah preeklampsia/eklampsia
Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
Obesitas

2.1.3 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahiu dengan jelas.
Banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi
tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang banyak dianut
adalah:
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi proses remodeling arteri
spiralis. Pada proses ini, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi
trovoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Hal ini
memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan
aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.
Pada hipertensi dalam kehamilan proses remodeling arteri spiralis ini tidak terjadi.
Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan menglami distensi dan vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero plasenta
menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas dan Disfungsi Endotel
Terjadinya iskemia plasenta akibat kegagalan remodeling arteri spiralis meyebabkan
plasenta menghasilkan radikal bebas (oksidan).
Radikal bebas merupan senyawa yang menerima elektron atau atom yang mempunyai
elektron elektron tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang sangat toxik dihasilkan
adalah radikal hidroksil, bersifat toksis terutama terhadap membran pembuluh darah. Radikal
hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel juga akan merusak

nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi antioksidan.
Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel yang
kerusaknnya dimulai dari membran sel endotel. Rusaknya sel endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel bahkan rusaknya seluruh struktur endotel. Keadaan ini disebut
disfungsi endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi
endotel maka akan terjadi:
a. Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel adalah
memproduksi prostaglandin yaitu menurunkan produksi prostasiklin (PGE2): suatu
vasodilator kuat.
b. Agregasi sel sel trombiosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
tromboasit ini memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriksi kuat. Dalam
keadaan normal kadar prostasiklin lebih tinggi dari kadar tromboksan. Sedangkan
pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi sehingga terjadi vasokonstriksi
dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
c. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
d. Peningkatan permeabilitas kapilar
e. Peningkatan produksi bahan bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilator menurun).
f. Peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte antigen protein G (HLA-G)
yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi. HLA-G pada plasenta berfungsi melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural killer ibu.
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan , terjadi penurunan ekspresi HLA-G yang
menyebabkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. HLA-G juga merangsang
produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya inflamasi. Kemungkinan terjadi ImuneMaladaptation pada preeklampsia.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskular
Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter
berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor. Pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kehilangan daya refrakter dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan bahan vasopresor. Banyak penelitian menyatakan bahwa kepekaan terhadap bahan
vasopresor sudah terjadi pada trimester satu.

5. Teori Genetik dan Defisiensi Gizi


Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotip ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan
genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Dari penelitian menyatakan minyak ikan mengandung asam
lemak tak jenuh yang dapat menghambat produksi troboksan, menghambat aktivasi trombosit
dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil
mengakibatkan resiko terjadinya peeklampsia/eklampsia.
6. Teori Stimulus Inflamasi
Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat reaksi stres oksidatif. Bahan bahan ini yang
kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris
trofoblas masih dalam batas wajar sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal.
Berbeda pada proses apoptosis pada preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi
peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga
meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah jauh lebih besar.
Respon inflamasi ini akan mengaktivaasi sel endotel dan sel makrofag yang lebih banyak
pula. Redman menyatakan, disfungsi endotel semacam ini mengakiibatkan aktivitas leukosit
sangat tinggi pada sirkulasi ibu.
2.1.4 Klasifikasi
1. Preeklampsia Ringan
a. Definisi
Merupakan suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ
yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
b. Diagnosis
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
-

Hipertensi sistolik / diastolik 140/90 mmHg


Proteinuria 300 mg / 24 jam atau 1+ dipstik
Edema lengan, muka, perut, edema generalisata

c. Managemen Umum Preeklampsia Ringan


Penanganan utama pada preeklampsia bertujuan untuk mencegah kejang, mencegah
perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital dan melahirkan bayi sehat.
-

Rawat jalan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat jalan. Dianjurkan ibu hamil

untuk banyak beristirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak mutlak selalu tirah baring.
Pada umur kehamilan diatas 20 minggu, tidur dalam posisi miring dapat menghilangkan
tekanan rahim pada vena kava inferior, sehingga menigkatkan aliran darah balik dan akan
menambah curah jantung serta menigkatkan aliran darah ke organ vital.
Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomerulus dan
meningkatkan diuresis. Hal ini dengan sendirinya mengkatkan ekskresi natrium, menurunkan
reaktivitas kardiovaskuler sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan
meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta dan memperbaiki
kondisi janin dalam rahim.
Tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih normal. Diet
mengandung 2g natrium atau 4-6 gr NaCl adalah cukup. Kehamilan sendiri banyak
membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak
garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi , hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan
yang banyak.
Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan
reboransia pranatal. Tidak diberikan diuretik, anti hipertensi, dan sedatif. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium Hb, Ht, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal.
- Rawat Inap
Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan peeklampsia ringan perlu dirawat dirumah
sakit. Kriterianya adalah;
1. Bila tidak ada perbaikan tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu
2. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda preeklampsia berat.
Dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan janin dan evaluasi
pertumbuhan janin dan cairan amnion.
- Perawatan obstetri
Menurut williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu sampai 37
minggu. Pada kehamilan preterm, bila tekanan darah mencapai normotensif selama
perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm.
Bila kehamilan aterm , persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau
dipertimbangkan untuk induksi persalinan.
2. Peeklampsia Berat
a. Definisi

Merupakan peeklampsia yang disertai dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg
dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5g/24jam.
b. Diagnosis
Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala
sebagai berikut:
-

Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun walaupun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit

dan sudah menjalani tirah baring.


Proteinuria lebih 5g / 24jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria , produksi urin < 500 cc/ 24 jam.
Kenaikan kadara kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan

pandangan kabur.
Nyeri epigastrium
Edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
Gangguan fungsi hepar, peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase
Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
Sindrom HELLP

c. Pembagian Preeklampsia Berat


Preeklampsia berat dibagi menjadi,
1. Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
2. Preeklampsia berat dengan impending eclampsia
Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala gejala subjective
berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan
progresif tekanan darah.
d. Perawatan Preeklampsia Berat
pengelolaan

preeklampsia

dan

eklampsia

mencangkup

pencegahan

kejang,

pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang
terlihat dan saat yang tepat untuk persalinan.
2.1.5 Tatalaksana
1. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip, kasuskasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan
fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita
adalah sebagai berikut :7

1. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.


2. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
3. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan
infus dextrose/ringer laktat.
4. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
5. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam
perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance drops. Selain
itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue spatel.
2. Penanganan di Rumah Sakit
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat
selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:10,11,19
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medisinal.
Perawatan Aktif
Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :10,11,16
a. Indikasi
-

Keadaan Ibu:

Kehamilan aterm ( > 37 minggu)


Adanya gejala-gejala impending eklampsia
Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD, 24
jam setelah pengobatan medisinal gejala tidak berubah)
Adanya Sindrom Hellp
-

Keadaan Janin

Adanya tanda-tanda gawat janin

Adanya pertmbuhan janin terhambat dalam rahim

b. Pengobatan Medisinal
-

Segera MRS.

Tirah baring miring ke satu sisi.

Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)

Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

Antasida.

Obat-obatan :

Anti kejang:
i.

Sulfas Magnesikus (MgSO4)


Syarat-syarat pemberian MgSO4
a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%
dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.
b) Refleks patella positif kuat
c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan (-)
d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
Cara Pemberian:
a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika tidak
ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 %
dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc
larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan
4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang
3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang
tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis ulangan
4 gram MgSO4 40% diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran
pada bokong kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Penghentian MgSO4 :
1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan
dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah
4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter.
Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15
mEq/liter terjadi kematian jantung.
2. Setelah 24 jam pasca persalinan
3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal 3x30-60
mg
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
a) Hentikan pemberian magnesium sulfat

b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV


dalam waktu 3 menit.
c) Berikan oksigen.
d) Lakukan pernapasan buatan.
ii.

Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak
dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.
Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.

iii.

Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan fungsi ginjal. Diberikan
furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).

iv.

Anti hipertensi
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg diastolik > 110
mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan
kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. Dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
-

Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat


antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres (clonidine) injeksi 1
ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml NaCl flash/ aquades masukkan 5 ml IV
pelan 5 mnt, 5 mnt kemudian TD diukur, tak turun berikan sisanya (5ml
pelan IV 5 mnt). Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai TD
normotensif.

Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet


antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin
yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-100 mmHg

v.

Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi
cepat dengan cedilanid.

vi.

Lain-lain :
-

Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata

Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu
dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.

Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.

Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.


Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2
jam sebelum janin lahir.

Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari.


Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)

c. Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
i.

Induksi persalinan :
-

amniotomi

tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart
monitoring.

ii.

Seksio sesaria bila :


-

Fetal assesment jelek

Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya
kontraindikasi tetesan oksitosin.

12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.

Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio


sesaria.

Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :


Kala I
i.

Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

ii.

Fase aktif :
-

Amniotomi saja

Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan
seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).

Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan
vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurangkurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37
minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi
paru janin dengan memberikan kortikosteroid.
Perawatan Konservatif
a. Indikasi perawatan konservatif
-

bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu

tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia

keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal :
-

Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri dilanjutkan dengan 4


g IM setiap 6 jam

Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam

Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan diteruskan


sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o

Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.

c. Pengobatan obstetri :
-

Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan


aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam 24 jam.

Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan konservatif
gagal dan harus diterminasi.

Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4
20% 2 gram intravenous.

d. Penderita dipulangkan bila :


-

Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah


dirawat selama 3 hari.

Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita
dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu).

2.1.6 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :13,18
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.

5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada


retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya
apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi
anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai
tahap eklampsia.
2.1.7 Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan , maka gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir
perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam
kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik karena
dalam hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam
beberapa jam kemudian. Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur
gestasi janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses bersalin
dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi
42.2% -48.9%.9
2.1.8

Pencegahan

Yang dimaksud pencegahan ialah, mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan


hamil yang mempunyai resiko terjadinya preeklampsia. Pencegahan dapat diklakukan
dengan,
1. Pencegahan Non medikal
Adalah pencegahn dengan tidak memberikan obat. Cara paling sederhana adalah tirah
baring. Di indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai resiko
tinggi terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya
preeklampsia dan mencegah oersalinan preterm. Restriksi garam tidak terbukti dapat
mencegah preeklampsia. Hendaknya diet ditambahkan suplemen yang mengandung, minyak

ikan misalnya, omega-3 PUFA, antioksidan, vitamin C, vitamin E, karoten, CoQ 10, NAsetilsistein, asam lipoikdan elemen logam berat, zinc , magnesium, kalsium.
2. Pencegahan Medikal
Dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum ada bukti yang kuat dan sahih.
Pemberian diuretik tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia bahkan memperberat
hipovolemia. Antihipertensi tidak juga terbukti mencegah preeklampsia. Pemberian kalsium,
1.500-2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada resiko tinggi terjadinya
preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200mg/hari, magnesium 365mg/hari. Obat
antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsia ialah aspirin dosis rendah 100
mg/hari atau dipiridamole.

You might also like