Professional Documents
Culture Documents
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1 2 jam dan
makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar antara 3 4 jam
bagi rosiglitazone dan 3 7 jam bagi pioglitazone.
Penggunaan dalam klinik. Rosiglitazone dan pioglitazone saat ini dapat digunakan sebagai
monoterapi dan juga sebagai kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin. Secara
klinik rosiglitazone dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis terbagi dua kali
sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa puasa sampai 55 mg/dl dan AIC sampai 1,5%
dibandingkan dengan placebo. Sedang pioglitazone juga mempunyai kemampuan
menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi kombinasi
dengan dosis sampai 45mg/dl dosis tunggal.
C. Penghambat Glukoneogenesis (metformin)
1. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis)
disamping juga memperbaiki ambilan gukosa perifer. Terutama dipakai pada diabetisi
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin
serum > 1,5) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebrovaskuler, sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan.
Penggunaan dalam klinik. Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai
kombinasi dengan SU, repaglinid, nateglinid, penghambat alpha glikosidase dan glitazone.
Penelitian klinik memberikan hasil monoterapi yang bermakna dalam penurunan glucose
darah puasa (60-70mg/dl) dan AIC (1-2%) dibandingkan dengan placebo pada pasien yang
tidak dapat terkendali hanya dengan diet. Efektifitas metformin menurunkan glukosa darah
pada orang gemuk sebanding dengan kekuatan SU. Karena kemampuannya mengurangi
resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid maka
metformin sebagai monoterapi pada awal pengelolaan dibetes pada orang gemuk dengan
disipledimia dan resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama. Bila dengan monoterapi
tidak berhasil maka dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetic lain.
D. Penghambat Glukoksidase alfa
Obat ini bekerja mengurangi absorbsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah keluhan kembung dan
flatulen. Penggunaan dalam klinik. Acarbose dapat digunakan sebagi monoterapi atau
sebagai kombinasi dengan insulin, metformin, glitazone atau sulfonylurea. Untuk mendapat
efek maksimal, obat ini harus diberikan segera pada saat makanan utama. Hal ini perlu
karena merupakan penghambat kompetitif dan sudah harus ada pada saat kerja ensimatik
pada saat yang sama karbohidrat berada di usus halus. Dengan memberikannya 15 menit
sebelum atau sesudah makan akan mengurangi dampak pengobatan terhadap glukosa
postprandial. Monoterapi dengan acarbose dapat menurunkan rata-rata glukosa postprandial
sebesar 40-60 mg/dl dan glukosa puasa rata-rata 10-20 mg/dL dan AIC 0,5-1%. Dengan
terapi kombinasi bersama sulfonylurea metformin dan insulin maka acarbose dapat
menurunkan lebih banyak terhadap AIC sebesar 0,3-0,5% dan rata-rata glukosa postprandial
sebesar 20-30 mg/dL dari keadaan sebelumnya.
Obat-obat Antihipertensi
Telah disepakati bahwa hipertensi perlu mendapat pengobatan yang serius.
Apalagi
jika penderita hipertensi juga mengalami komplikasi dengan diabetes, payah
jantung, atau
penyakit ginjal. Sekarang telah tersedia berbagai obat antihipertensi yang
dipercaya dapat
menurunkan tekanan darah. Setiap jenis obat antihipertensi mempunyai cara
kerja yang
berbeda.
1. Golongan Diuretik
Obat antihipertensi golongan diuretik bekerja dengan cara membuang kelebihan
air dan
natrium melalui pengeluaran urine. Berkurangnya air dalam darah
mengakibatkan
volume darah menurun sehingga pekerjaan jantung menjadi ringan. Pemakai
obat jenis
ini mengalami banyak buang air (kencing). Golongan obat ini merupakan pilihan
2. Golongan Beta-Blocker
Golongan Beta-blocker bekerja dengan cara memperlambat kerja jantung
melalui
pengurangan kontraksi otot-otot jantung dan menurunkan tekanan darah.
Secara kimiawi
komponen obat golongan Beta-blocker menghambat kerja noradrenalin dan
adrenalin.
Kerjasama kedua senyawa kimia ini berguna mempersiapkan tubuh saat
menghadapi
bahaya sehingga tubuh siap lari atau lawan. Penghambatan terhadap kerja
noradrenalin
dan adrenalin mengakibatkan menurunnya kontraksi otot, memperlambat kerja
jantung,
dan menurunkan tekanan darah.
Beberapa contoh obat antihipertensi golongan Beta-blocker sebagai berikut.
a. Atenolol (Tenormin)
b. Betazolol (Kerlone)
c. Bisoprorol
d. Acebutolol
e. Pindolol
f. Propanolol.
Beta-blocker mulai diperkenalkan sejak tahun 1960-an. Pada dasarnya obat ini
sangat
disukai untuk pengobatan hipertensi karena hampir tidak menimbulkan efek
samping
(dalam jangka pendek). Akan tetapi, penggunaan dalam jangka panjang
mengakibatkan
menurunkan kemampuan berolahraga. Menurunnya kemampuan ini berkaitan
melemahnya kerja jantung sehingga jantung menjadi lamban. Akibatnya tubuh
tidak
mampu menyediakan energi dengan segera pada saat berolahraga. Ingat, suplai
energi
berkaitan dengan suplai oksigen dan darah dalam sel-sel tubuh. Selain itu, obat
ini juga dapat mengakibatkan tangan dan kaki dingin karena kurangnya aliran
darah ke daerah
tersebut dan menyebabkan gangguan tidur (insomnia). (Widharto, 2007)
Telah dijelaskan di depan bahwa senyawa dalam obat ini mampu menghambat
kerja noradrenalin dan adrenalin. Namun demikian ternyata obat ini dapat
mempersempit
saluran udara dalam paru-paru. Oleh karena itu, obat ini tidak dianjurkan untuk
penderita
asma karena dapat memperparah penyakitnya. Obat itu juga tidak boleh
diberikan pada
penderita payah jantung karena bersifat mengurangi kontraksi jantung. Seperti
diketahui
bahwa pada penderita payah jantung, jantungnya tidak mampu memompa
darah ke
seluruh tubuh. Dengan berkurangnya kontraksi jantung akibat penggunaan obat
Betablocker,
justru memperparah kondisi penderita. (Widharto, 2007)
3. Penghambat Saluran Kalsium (Calcium Channel Blocker/CCB)
Penghambat saluran kalsium bekerja dengan menghambat kerja kalsium dalam
otot halus pada dinding arteriol. Kalsium dapat menyebabkan penyempitan otot
halus
arteriol sehingga tekanan darah meningkat (terjadi hipertensi). Dengan
terhambatnya
kalsium mengakibatkan membukanya pembuluh darah dan menurunkan
tekanan darah.
Ada dua jenis penghambat saluran kalsium, yaitu penghambat saluran kalsium
tanpa
dihidropiridin dan dengan dihidropiridin.
a. Penghambat saluran kalsium tanpa dihidropiridin antara lain: Diatizem dan
Verapamil.
b. Penghambat saluran kalsium dengan dihidropiridin antara lain: Amlodipine,
Felodipine, Isradipine, Nicardipine, Nifedipine, dan Nisoldipine.
Penggunaan obat ini berakibat melebarnya (membukanya) semua pembuluh
arteriol,
termasuk arteriol di otak. Pelebaran arteriol mengakibatkan sakit kepala, kulit
wajah
memerah, dan pergelangan kaki membesar. Namun, saat ini efek samping itu
dapat
dikurangi. Efek lain penggunaan obat golongan penghambat saluran kalsium
yaitu dapat mencegah serangan jantung dan stroke. (Widharto, 2007)
4. Penghambat ACE
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim angiotensin II
(Angiotensin-converting system = ACE). Angiotensi merupakan suatu hormone
yang
berperan dalam menyempitkan pembuluh darah. Dengan memberian obat ini,
angiotensi
II tidak bekerja secara aktif sehingga pembuluh darah dapat melebar dan
menurunkan tekanan darah.
Beberapa obat antihipertensi golongan penghambat ACE sebagai berikut
a. Benazepril
b. Captopril
c. Enalapril
d. Fasinopril
e. Lisinopril
f. Meoxipril
g. Perindopril
h. Quinapril
i. Ramipril
j. Trandolapril
Penghambat ACE ternyata sangat disukai karena efektif menurunkan hipertensi,
tetapi
juga melindungi kerusakan ginjal bagi penderita hipertensi dan diabetes. Obat
ini juga
dapat memperlambat terjadinya kerusakan retina yang dapat mengakibatkan
kebutaan
pada penderita diabetes.
Sebenarnya penghambat ACE mempunyai angka keamanan cukup tinggi, asal
pemakaiannya diawasi. Pemakaian penghambat ACE dalam dosis tinggi dapat
mengakibatkan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba yang justru dapat
mengakibatkan kematian, terutama pada penderita yang telah menggunakan
obat golongan diuretik.
Keunggulan lain dari penghambat ACE yaitu tidak menyebabkan penurunan
mental.
Mengingat obat ini tidak sampai masuk ke otak, berbeda dengan Beta-blocker.
(Widharto, 2007)
5. Alpha-Blocker
Golongan Alpha-blocker bekerja dengan cara menghambat kerja adrenalin pada