Professional Documents
Culture Documents
Diposting oleh Arif N Rohmanto pada 15:50, 27-Peb-14 Di: Artikel Umum , Makalah
AMDAL
AMDAL diatur dalam UU No 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup
banyak dibandingkan instrumen lingkungan lainnya, dari 127 pasal yang ada, 23 pasal
diantaranya mengatur tentang AMDAL. Tetapi pengertian AMDAL pada UU No. 32
Tahun 2009 berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya dampak besar.
Jika dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa AMDAL adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup ......, pada UU No. 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa
AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan ......
Dari ke 23 pasal tersebut, ada pasal-pasal penting yang sebelumnya tidak termuat
dalam UU No. 23 Tahun 1997 maupun PP No.27 Tahun 1999 dan memberikan implikasi
yang besar bagi para pelaku AMDAL, termasuk pejabat pemberi ijin. Hal-hal penting
baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009, antara
lain:
a.
b.
c.
Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi
AMDAL;
d.
e.
diterbitkan
oleh
Menteri,
gubernur, bupati/walikota
sesuai
Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
b.
Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat
kompetensi;
c.
Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi
dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.
Kaitan UU No. 32 Tahun 209 dengan Peraturan Menteri LH No. 11 Tahun 2008:
Sebelum disahkannya UU No. 32 Tahun 2009, KLH sudah
menerbitkan peraturan menteri yang mengatur tentang Persyaratan Kompetensi Penyusun
Dokumen AMDAL (Permen. LH No. 11 Tahun 2008). Pada Pasal 4 Permen. LH No. 11
Tahun 2008 disebutkan bahwa persyaratan minimal untuk menyusun suatu dokumen
AMDAL adalah 3 (tiga) orang dengan kualifikasi 1 orang Ketua Tim dan 2 orang
Anggota Tim yang kesemuanya sudah memiliki sertifikat kompetensi. Sementara amanat
dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang tertuang dalam Pasal 28 adalah Penyusun
dokumen sebagaimana ... wajib memiliki sertifikat penyusun dokumen AMDAL". Jika
yang dimaksud "penyusun dokumen AMDAL" pada undang-undang lingkungan yang
baru adalah seluruh tim yang ada dalam suatu proses penyusunan dokumen AMDAL,
maka dengan demikian Permen. LH No. 11 Tahun 2008 Pasal 4 sudah tidak berlaku lagi.
Implikasinya selanjutnya adalah masa berlakunya persyaratan tersebut harus mundur
sampai ada peraturan menteri yang secara rinci mengatur tentang hal itu sesuai amanat
dalam Pasal 28 Ayat (4) yang memberikan kewenangan kepada KLH untuk membuat
peraturan yang mengatur lebih rinci hal tersebut.
Kaitan dengan Peraturan Menteri No. 06 Tahun 2008:
Sama seperti Permen. LH No. 11 Tahun 2008, ada perbedaan
pengaturan yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009 dengan Permen. LH No. 06
Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL yang berlaku efektif
pada tanggal 16 Juli 2009. Dalam peraturan ini persyaratan lisensi komisi penilai
diberikan kepada komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota dan yang menerbitkan
lisensi tersebut adalah instansi lingkungan hidup propinsi. Sementara dalam UU No. 32
Tahun 2009, komisi penilai AMDAL yang harus dilisensi selain komisi penilai AMDAL
kabupaten atau kota, tetapi juga terhadap komisi penilai AMDAL pusat dan propinsi yang
bukti lisensinya diberikan oleh masing-masing pejabatnya (Menteri, gubernur, bupati dan
walikota). Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk pengawasan terhadap
pemberian lisensi tersebut jika masing-masing pejabat berhak mengeluarkan bukti lisensi
terhadap komisi penilainya. Maka dalam perubahan Permen No. 06 Tahun 2008, KLH
harus mengetatkan persyaratan penerbitan lisensi untuk komisi penilai masing-masing
daerah termasuk untuk komisi penilai penilai pusat.
b)
adalah memberi dasar hukum yang jelas atas penerapan instrument izin lingkungan dan
memberikan beberapa perbaikan atas penerapan instrument amdal dan UKL-UPL (kajian
lingkungan hidup) di Indonesia.
Kewajiban pemegang izin lingkungan juga adalah menaati persyaratan dan
kewajiban yang akan tercantum dalam izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup (Izin PPLH). Izin PPLH diterbitkan pada tahap operasional sedangkan Izin
Lingkungan adalah pada tahap perencanaan. IZIN PPLH antara lain adalah: izin
pembuangan limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, izin dalam
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) dan izin pembuangan air
limbah ke laut (Penjelasan Pasal 48 ayat (2) PP 27/2012).
PP 27/2012 merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 Tentang Amdal dengan
penambahan berbagai pengaturan dan ketentuan perihal izin lingkungan. Ada dua prinsip
dalam upaya penyusunan PP Izin Lingkungan ini, yaitu lebih sederhana yang tidak
menciptakan proses birokrasi baru dan implementatif. Balthasar Kambuaya
menambahkan, PP 27/2012 ini juga mengamanatkan proses penilaian amdal yang lebih
cepat, yaitu 125 hari dari 180 hari. Dengan begitu akan terjadi efisiensi sumber daya, baik
waktu, biaya dan tenaga, yang tentunya tanpa mengurangi kualitasnya. Langkah maju
ini adalah pengaturan
bahwa total jangka waktu penilaian amdal sejak diterimanya dokumen amdal
dalam status telah lengkap secara administrasi adalah sekitar 125 hari kerja, tidak
termasuk lama waktu perbaikan dokumen. Jangka waktu 125 hari kerja tersebut adalah
langkah maju karena di PP 27 Tahun 1999, total jangka waktu penilaian amdal adalah
sekitar 180 hari kerja.Salah satu hal yang juga penting dalam PP ini adalah semakin
besarnya ruang bagi keterlibatan masyarakat khususnya masyarakat terkena dampak
dalam hal penentuan keputusan mengenai layak tidaknya rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut. Permohonan izin lingkungan dan penerbitan izin lingkungan harus diumumkan
3 kali dalam tahap perencanaan (sebelumnya dalam PP 27/1999hanya mewajibkan satu
kali pengumuman saja yaitu pada tahap sebelum menyusun kerangka acuan (KA) Andal).
Dengan begitu, masyarakat akan mampu berpartisipasi aktif dan memberikan saran atas
setiap rencana usaha dan/atau kegiatan di daerahnya.
Hal positif lainnya dalam PP 27 Tahun 2012 ini adalah dengan diberikannya
pengaturan yang tegas, bahwa PNS di instansi lingkungan hidup, dilarang menyusun
amdal maupun UKL-UPL. Ketentuan ini dirancang sebagai upaya untuk menjaga
akuntabilitas amdal maupun UKL-UPL sebagai kajian ilmiah yang harus bersih dari
segala bentuk intervensi kepentingan kelompok atau golongan. Pada akhir pernyataannya,
Menteri Negara Lingkungan Hidup mengatakan,PP ini akan mengubah secara dramatis
tatanan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Akan terjadi perubahan mindset
dari seluruh pemangku kepentingan. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
Tentang Izin Lingkungan, Lebih Cepat, Lebih Tegas dan Aspiratif melibatkan banyak
pihak.
PERATURAN PEMERINTAH PELAKSANAAN PP IZIN LINGKUNGAN
Pasal
No
Bunyi Pasal
Pasal 6
Pasal 9
Pasal 16
Pasal 26
Pasal 35
10
11
2.
disiplin
ataupun
sanksi
pidana.
Prosedur
penyusunan
AMDAL
Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
1.Mengidentifikasi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
2.Menguraikan rona lingkungan awal
3.Memprediksi dampak penting
4.Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.
Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara
berurutan , yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pendekatan Studi AMDAL
Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL,
penyusunan AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui
pendekatan studi AMDAL sebagai berikut:
1.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Dalam Kawasan
Penyusunan AMDAL
Untuk menyusun studi AMDAL pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk
menyusun AMDAL. Anggota penyusun ( minimal koordinator pelaksana) harus
bersertifikat penyusun AMDAL (AMDAL B). Sedangkan anggota penyusun lainnya
adalah para ahli di bidangnya yang sesuai dengan bidang kegiatan yang di studi.
Peran serta masyarakat
Semua kegiatan dan /atau usaha yang wajib AMDAL, maka pemrakarsa wajib
mengumumkan terlebih dulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun
AMDAL. Yaitu pelaksanaan Kep.Kepala BAPEDAL No.08 tahun 2000 tentang
Keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL. Dalam
jangka waktu 30 hari sejak diumumkan , masyarakat berhak memberikan saran, pendapat
dan tanggapan. Dalam proses pembuatan AMDAL peran masyarakat tetap diperlukan .
Dengan dipertimbangkannya dan dikajinya saran, pendapat dan tanggapan masyarakat
dalam studi AMDAL. Pada proses penilaian AMDAL dalam KOMISI PENILAI
AMDAL maka saran, pendapat dan tanggapan masyarakat akan menjadi dasar
pertimbangan penetapan kelayakan lingkungan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
PENILAIAN DOKUMEN AMDAL
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan oleh Komisi Penilaian AMDAL Pusat yang
berkedudukan di BAPEDAL untuk menilai dokumen AMDAL dari usaha dan/atau
kegiatan yang bersifat trategis, lokasinya melebihi satu propinsi, berada di wilayah
sengketa, berada di ruang lautan, dan/ atau lokasinya dilintas batas negara RI dengan
negara lain.
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan untuk beberapa dokumen dan meliputi penilaian
terhadap kelengkapan administrasi dan isi dokumen. Dokumen yang di nilai adalah
meliputi:
1.Penilaian dokumen Kerangka Acuan (KA)
2.Penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Penilaian Kerangka Acuan (KA), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, yang terdiri dari: a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Pelaksanaan studi
e.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, meliputi:
a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Rencana usaha dan /atau kegiatan
e.Rona lingkungan awal
f.Prakiraan dampak penting
g.Evaluasi dampak penting
h.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), meliputi:
1.Lingkup RKL
2.Pendekatan RKL
3.Kedalaman RKL
4.Rencana pelaksanaan RKL
5.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), meliputi:
1.Lingkup RPL
2.Pendekatan RPL
3.Rencana pelaksanaan RPL
Anggota komisi penilai yang telah memiliki sertifikat kursus AMDAL A, B, dan C cukup
baik secara teknis dan obyektif, lebih profesional serta anggota penilai yang pernah
melakukan penyusunan AMDAL walaupun jumlahnya relatif tidak banyak. Anggota
komisi penilai yang berasal dari institusi sektoral atau dari pemerintah daerah (bukan dari
tim penilai tetap) sering belum banyak menguasai mengenai AMDAL. Penilaian oleh
LSM dan wakil dari masyarakat kadang-kadang kurang obyektif. Tim teknis yang ikut
duduk di dalam komisi penilai perlu lebih memahami peran bidangnya dalam AMDAL.
Evaluasi keterlibatan masyarakat.
Usaha melibatkan masyarakat dalam penilaian AMDAL cukup memadai dengan
dilibatkannya LSM lokal dan Pemerintah daerah (Bappeda), dan tokoh masyarakat.
AMDAL DAN EKONOMI KERAKYATAN
Dengan dilaksanakannya AMDAL yang sesuai dengan aturan, maka akan didapatkan
hasil yang optimal dan akan berpengaruh terhadap kebangkitan ekonomi. Kenapa
demikian? Dalam masa otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah menganut
paradigma baru , antara lain:
1. Sumber daya yang ada di daerah merupakan bagian dari sistem penyangga kehidupan
masyarakat, seterusnya masyarakat merupakan sumber daya pembangunan bagi daerah.
2. Kesejahteraan masyarakat merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari kelestarian sumber daya yang ada di daerah.
Dengan demikian maka dalam rangka otonomi daerah, fungsi dan tugas pemerintah
daerah seyogyanya berpegang pada hal-hal tersebut dibawah ini:
1. Pemda menerima de-sentralisasi kewenangan dan kewajiban
2. Pemda meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
3. Pemda melaksanakan program ekonomi kerakyatan
4. Pemda menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya di daerah secara konsisten.
5. Pemda memberikan jaminan kepastian usaha
6. Pemda menetapkan sumberdaya di daerah sebagai sumberdaya kehidupan dan bukan
sumberdaya pendapatan
KEBERHASILAN IMPLEMENTASI AMDAL DI DAERAH.
Sebagai syarat keberhasilan implementasi AMDAL di daerah adalah:
1.Melaksanakan peraturan/ perundang-undangan yang ada
Contoh:
Sebelum pembuatan dokumen AMDAL pemrakarsa harus melaksanakan Keputusan
Kepala Bapedal 8 tahun/ 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses AMDAL yaitu harus melaksanakan konsultasi masyarakat
sebelum pembuatan KA. Apabila konsultasi masyarakat berjalan dengan baik dan lancar,
maka pelaksanaan AMDAL serta implementasi RKL dan RPL akan berjalan dengan baik
dan lancar pula. Hal tersebut akan berimbas pada kondisi lingkungan baik lingkungan
fisik/ kimia, sosial-ekonomi-budaya yang kondusif sehingga masyarakat terbebas dari
dampak negatip dari kegiatan dan masyarakat akan sehat serta perekonomian akan
bangkit.
2.Implementasi AMDAL secara profesional, transparan dan terpadu.
Apabila implementasi memang demikian maka implementasi RKL dan RKL akan baik
pula. Implementai AMDAL, RKL dan RPL yang optimal akan meminimalkan dampak
negatip dari kegiatan yang ada. Dengan demikian akan meningkatkan status kesehatan,
penghasilan masyarakat meningkat dan masyarakat akan sejahtera. Selain itu pihak
industri dan/atau kegiatan dan pihak pemrakarsa akan mendapatkan keuntungan yaitu
terbebas dari tuntutan hukum ( karena tidak mencemari lingkungan ) dan terbebas pula
dari tuntutan masyarakat ( karena masyarakat merasa tidak dirugikan ). Hal tersebut akan
lebih mudah untuk melakukan pendekatan sosial-ekonomi-budaya dengan masyarakat di
sekitar pabrik/ industri/ kegiatan berlangsung.
1.
Analisis hasil survei terhadap dampak lingkungan
Pengamatan: lingkungan sekitar Central Park dan Apartement Mediterania
Berdasarkan survey yang kami lakukan terhadap warga setempat ternyata sebelum adanya
central park dan apartement, lingkungan mereka tidak mengalami banjir. Banjir disebabkan
posisi central park dan apartement jauh lebih tinggi dibandingan dengan lingkungan warga
sehingga lingkungan warga lebih rendah. Ketika hujan aliran air justru mengarah ke rumah
warga yang berada di samping atau di belakang bangunan tersebut. Banyak warga setempat
yang mengutarakan kekeluhannya akibat dampak lingkungan tersebut diantaranya banjir dan
berkurangnya jumlah pasokan air. Sebelum adanya bangunan tersebut lingkungan sekitar
dipenuhi dengan kesejukan tanaman pohon-pohonan sehingga adanya resapan air yg dapat
menampung banjir.setelah bangunan tersebut didirikan resapan air justru berkurang karena
pohon-pohon disekitarnya di potong habis untuk menjadi lahan bangunan.
Solusi terhadap
permasalahan menurut
kelompok kami adalah:
harus
dibuatkan
resapan air yang lebih
banyak lagi agar tidak
banjir dan lahan-lahan yang masih kosong untuk tidak didirikan bangunan. Merubah letak
bangunan tidak mungkin terjadi, tetapi harus di lakukan sosialisasi terhadap warga setempat.
Letak permasalahanya sebenarnya ketika bangunan itu belum didirikan, pihak pengembang
harus betul-betul mengetahui kontur tanah seperti apa dan warga setempat harus diajak
dialog mengenai hal ini ternyata tidak ada.
Kesimpulannya adalah akibat dampak didirikan central park dan apartement warga
sekitar mengalami banjir yg disebabkan kontur tanah warga menjadi rendah sedangkan
kontur tanah bangunan tersebut lebih tinggi dan aliran air ketika hujan justru mengarah ke
lingkungan warga padahal drainase disekitarnya kecil yang tidak dapat menampung air banjir
dan dapat meluap seketika.
2.
Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32
Tahun 2009, antara lain:
AMDAL dan
lingkungan;
Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki
sertifikat kompetensi;
Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa
dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.
Kaitan UU No. 32 Tahun 209 dengan Peraturan Menteri LH No. 11 Tahun 2008:
Sebelum disahkannya UU No. 32 Tahun 2009, KLH sudah menerbitkan peraturan
menteri yang mengatur tentang Persyaratan Kompetensi Penyusun Dokumen
AMDAL (Permen. LH No. 11 Tahun 2008). Pada Pasal 4 Permen. LH No. 11 Tahun
2008 disebutkan bahwa persyaratan minimal untuk menyusun suatu dokumen
AMDAL adalah 3 (tiga) orang dengan kualifikasi 1 orang Ketua Tim dan 2 orang
Anggota Tim yang kesemuanya sudah memiliki sertifikat kompetensi. Sementara
amanat dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang tertuang dalam Pasal 28 adalah
Penyusun dokumen sebagaimana ... wajib memiliki sertifikat penyusun dokumen
AMDAL". Jika yang dimaksud "penyusun dokumen AMDAL" pada undangundang lingkungan yang baru adalah seluruh tim yang ada dalam suatu proses
penyusunan dokumen AMDAL, maka dengan demikian Permen. LH No. 11 Tahun
2008 Pasal 4 sudah tidak berlaku lagi. Implikasinya selanjutnya adalah masa
berlakunya persyaratan tersebut harus mundur sampai ada peraturan menteri
yang secara rinci mengatur tentang hal itu sesuai amanat dalam Pasal 28 Ayat (4)
yang memberikan kewenangan kepada KLH untuk membuat peraturan yang
mengatur lebih rinci hal tersebut.
Tata Cara Perizinan Serta Pedoman kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau
Sumber Air.
18. KepMen LH Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan Kegiatan Domestik
19. KepMen LH Nomor 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara
20. KepMen LH Nomor 114 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pengkajian Untuk
Menetapkan Kelas Air
21. KepMen LH Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu
Air
22. KepMen LH Nomor 142 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas KepMen LH
Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan
Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air Atau Sumber Air
23. KepMen LH Nomor 03 Tahun 1998 Tentang Baku Mutu Limbah Bagi Kawasan
Industri
24. KepMen LH Nomor 09 Tahun 1997 Tentang Perubahan KepMen LH
Nomor42/MENLH/10/1996 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Minyak dan Gas serta Panas Bumi
25. KepMen LH Nomor 42 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
26. KepMen LH Nomor 35 Tahun 1995 Tentang Program Kali Bersih (Prokasih)
27. KepMen LH Nomor 51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri
28. KepMen LH Nomor 52 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Hotel
29. KepMen LH Nomor 58 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Rumah Sakit
30. PerMen LH Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Rumah
Pemotongan Hewan
31. PerMen LH Nomor 04 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah
Penambangan Timah
32. PerMen LH Nomor 09 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah
Penambangan Nikel
33. PerMen LH Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Usaha Poly
Vinyl Chloride
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DAN GANGGUAN
1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran
Udara
2. KepMen LH Nomor 133 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Emisi Bagi Kegiatan
Industri Pupuk
3. KepMen LH Nomor 129 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan Atau
Kegiatan Minyak Bumi dan Gas Bumi
4. KepMen LH Nomor 141 Tahun 2003 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang
Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi
(Current Production)
5. KepMen LH Nomor 45 Tahun 1997 Tentang Indeks Standar Pencemar Udara
Buatan (Ex-Situ)
22. Kep Bersama Menteri Pertanian, Kehutanan, Kesehatan, Pangan Nomor 998.1
Tahun 1999 Tentang Keamanan Hayati & Keamanan Pangan Produk Pertanian
Hasil Rekayasa Genetika
23. Kep DIRJEND Perlindungan & Konservasi Alam Nomor 66 Tahun 2000
Tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan & Penangkapan Satwa Liar Yang Tidak
Dilindungi UU
24. Kep DIRJEND Perlindungan & Konservasi Alam Nomor 200 Tahun 1999
Tentang Penetapan Jatah & Pengambilan Tumbuhan Alam & Satwa Liar yang
Tidak Dilindungi UU utk Periode Thn 2000
PENATAAN RUANG
1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tetang Benda Cagar Alam
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang penataan ruang
4. Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah
6. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan
Kawasan Hutan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota
8. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Tingkat Ketelitian Peta
Untuk Penataan Ruang Wilayah
9. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan
Ruang
11. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1993 Tentang Koordinasi Pengelolaan
Tata Ruang Nasional
12. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung
13. Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1989 Tim Koordinasi Pengelolaan Tata
Ruang Nasional
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
15. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 09 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Ekspor Produk Industri Kehutanan.
LABORATORIUM LINGKUNGAN
1. KepKa BAPEDAL Nomor 113 Tahun 2000 Tentang pedoman Umum dan
pedoman Teknis Laboratorium Lingkungan
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa
Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
2. KepMen LH Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan
Kasus Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan Hidup
3. KepMen LH Nomor 197 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Lingkungan Hidup di Daerah Kabupaten & Daerah Kota
4. KepMen LH Nomor 77 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Lembaga Penyedia
Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa LH di Luar Pengadilan (LPJP2SLH)
5. KepMen LH Nomor 78 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Pengelolaan Permohonan
Penyelesaian Sengketa LH di Luar Pengadilan Pada Kementrian LH
6. KepMen LH Nomor 56 Tahun 2002 Tentang Pedoman Umum Pengawasan
Penataan Lingkungan Hidup Bagi Pejabat Pengawas
7. KepMen LH Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 2002 Tentang Tata Cara
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di Propinsi/Kabupaten Kota
8. KepMen LH Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pejabat Pengawasan Lingkungan
Hidup dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
9. Keputusan Bersama Kementerian LH, Kejaksaan, Kepolisian Nomor KEP04/MENLH/04/2004, KEP-208/A/J.A/04/2004, KEP-19/IV/2004 Tentang Penegakan
Hukum Lingkungan Hidup Terpadu (SATU ATAP), Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia
10. KepKa BAPEDAL Nomor 27 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Satuan Tugas
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Lingkungan Hidup Di BAPEDAL
11. Surat Jaksa Agung Muda Tidak Pidana Umum Nomor B-60/E/Ejp/01/2002
Tentang Perihal Pedoman teknis Yustisial Penanganan Perkara Tindak Pidana
Lingkungan Hidup
PROPER
1. KepMen LH Nomor 127 Tahun 2002 Tentang Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
INTERNATIONAL ENVIRONMENTALS CONVENTIONS AND TREATIES
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations
Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Mengenai Keanekaragaman Hayati)
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations
Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim)
3. KepPres Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Protokol 9 Dangerous Good
(Protokol Pengesahan 9 Barang-barang Berbahaya)
4. KepPres Nomor 92 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Montreal Protocol Tentang
Zat-zat yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen 1992
5. KepPres Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Pengesahan Vienna Convention for the
Ozone Layer dan Montreal Protocol on Substances That Deplete the Ozone Layer as
Adjusted and Amanded by The Second Meeting of The Parties
6. KepPres Nomor 1 Tahun 1987 Tentang Pengesahan Amandemen 1979 atas
Convention on Internasional Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora,
1973
7. Protocol to the Comprehensive Nuclear Test-Ban Treaty 1996
8. International Tropical Timber Agreement 1994
9. Comprehensive Nuclear TEST-Ban Treaty 1994
10. Convention on Biological Diversity 1992
40. Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources pf the High
Seas 1958
41. International Convention for The Protection of Pollution of the Sea by Oil 1954
42. International Convention for the Protection of Birds 1950
43. Rotterdam Convention On The Prior Informed Consent Procedure for Certain
Hazardous Chemicals and Pesticides in International Trade
source of :
Arie Pujiwati. PT. BENEFITA. http://www.benefita.com/view.php?
item=artikel&id=5
21 Agustus 2003