You are on page 1of 15

ALPHA FETOPROTEIN ( AFP )

Oleh : dr. I G A A Putri Sri R, SpPK.


Petanda tumor adalah substansi biologi yang diproduksi oleh sel sel tumor,masuk dalam
aliran darah,dan dapat dideteksi nilainya dengan pemerikasaan. Petanda-petanda tumor,
idealnya mempunyai potensi untuk membantu ahli klinik dengan cara memberi sinyal
aktivitas penyakit dalam keadaan tidak adanya manifestasi klinik, sehingga dengan demikian
memberikan suatu metode skrining untuk penyakit preklinik, memantau status tumor selama
pengobatan, dan mendeteksi kekambuhan dini.Karena kemajuan dalam teknologi antibodi
monoklonal, banyak petanda tumor sekarang dapat terdeteksi dalam sampel cairan tubuh
yang sedikit misalnya serum, urin, atau asites.
Untuk dapat dipakai secara klinik maka petanda tumor harus memiliki sensitifitas dan
spesifisitas tertentu, tetapi yang menjadi masalah pada pemakaian klinis suatu petanda tumor
adalah spesifisitas. Dalam teori, petanda tumor yang ideal harus mempunyai beberapa
kriteria :
1. Petanda tumor harus dibuat oleh tumor tersebut dan tidak terdapat pada individu sehat
atau pada individu yang mengalami kelainan non neoplastik.
2. Petanda tumor disekresikan kedalam sirkulasi dalam jumlah banyak sehingga kadar
dalam serum meningkat dalam keadaan adanya sejumlah relatif kecil sel-sel yang
bersifat kanker. Kadar petanda tumor akan sesuai dengan volume dan luasnya
neoplasia sehingga kadar serialnya secara akurat akan mencerminkan perkembangan
klinis penyakit dan regresi ke kadar normal akan terkait dengan kesembuhan.
Klasifikasi lain dari petanda tumor berdasarkan :
1. Produk yang dihasilkan oleh sel tumor itu sendiri (tumor derived product).
Berupa antigen onkofetal, yang terdiri dari senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh sel
embrio dan sel tumor. Senyawa ini juga dihasilkan oleh sel normal yang undifferentiated
tetapi dalam jumlah yang sangat kecil. Dan kadar senyawa ini akan meningkat secara
bermakna pada penderita kanker ( Misalnya : AFP )

2. Produk yang menyertai proses keganasan (tumor associated product).Produk ini


merupakan senyawa yang dibentuk secara sekunder sebagai akibat dari proses keganasan,
dan kadarnya juga akan meningkat secara bermakna pada penderita kanker.

PERANAN ALPHA FETOPROTEIN (AFP) .


Alpha Fetoprotein ( AFP ) merupakan yang pertama diantara protein-protein ini yang diteliti
secara luas. AFP diisolasi pada tahun 1956 dan dikaitkan dengan keganasan pada 1963.
AFP merupakan suatu plasma protein yang predominan pada fetus dan dibuat dalam kuning
telur, hati, dan traktus gastrointestinalis. AFP adalah suatu glikoprotein, mempunyai 30%
homolog dengan albumin, dan mempunyai berat molekul yang sama (69.000). Kadar AFP
yang beredar sangat rendah pada orang dewasa, kecuali pada kehamilan , dimana didapat
dari sirkulasi fetus yang menyebabkan peningkatan yang signifikan.
Selama 10minggu pertama kehidupan janin, protein serum utama adalah alfa
fetoprotein.Hati janin membentuk sejumlah besar AFP sampai sekitar usia gestasi 32
minggu, saat mana sintesis menurun tajam, walaupun konsentrasi AFP dalam darah tali pusat
adalah 20.000 kali konsentrasi pada darah orang dewasa . pada usia 1 tahun , individu
normal memiliki kadar AFP yang tidak lebih dari 20 ng / ml.
Selama kehamilan, kadar AFP dalam cairan amnion lebih tinggi dari normal apabila janin
yang dikandung mengalami defek neural tube. AFP cairan amnion dapat masuk sirkulasi ibu.
Dengan demikian kadar AFP dalam serum ibu secara rutin dapat digunakan sebagai
penyaring untuk mengetahui defek neural tube sebelum lahir.
Jumlah AFP dalam darah yang dapat membantu wanita hamil melihat apakah bayi memiliki
masalah seperti spina bifida dan anencephaly. AFP tes yang dapat juga dilakukan sebagai
bagian dari skrining tes lainnya untuk menemukan masalah kelainan kromosom seperti
Down syndrome (trisomy 21) atau sindrom Edwards (trisomy 18) dan omphalocele.
Pada orang dewasa, apabila terjadi multiplikasi hepatosit secara cepat pada kehidupan
( pemulihan pertumbuhan hati setelah kerusakan, reseksi lobulus, transplantasi hati dsb)

kadar AFP serum juga meningkat, walaupun tidak pernah mendekati kadar pada masa janin.
Apabila terjadi multiplikasi berlebihan, seperti pada karsinoma hepatoseluler, kadar AFP
dapat meningkat sampai beberapa ribu nanogram per mililiter. Aktivitas regenerasi yang lebih
rendah , seperti pada sirosis aktif, hepatitis aktif kronis , fase pemulihan pada hepatitis virus
atau toksik, menyebabkan peningkatan kadar AFP sampai sekitar 500 ng / ml.
30 % sampai 50 % pasien di Amerika dengan kanker hati tidak memperlihatkan kadar AFP
dalam sirkulasi mereka, ini kemungkinan karena variasi tumor yang tidak menghasilkan
AFP atau menghasilkan AFP yang secara antigenis tidak bereaksi dengan antibodi yang
digunakan untuk immunoassay.
Pengukuran kadar AFP memiliki manfaat besar sebagai indeks kekambuhan penyakit. Pada
pasien karsinoma hepatoselular yang diterapi, hilangnya AFP mengisyaratkan eliminasi selsel ganas, dan peningkatan kadar mencerminkan rekurensi kanker.
Setelah intervensi terapeutik, pengukuran AFP sebaiknya diulang setiap satu bulan untuk
memberikan waktu agar AFP yang sudah ada dapat dibersihkan dari sirkulasi.
Menetapnya AFP setelah interval tersebut mengisyaratkan sintesis yang berkelanjutan oleh
tumor , karena kadar AFP serum proporsional dengan massa tumor.
Penderita dengan sirosis atau hepatitis B kronis, sebaiknya dimonitor AFP nya secara reguler
karena mempunyai resiko menjadi kanker hati . Jika penderita sudah terdiagnosa sebagai
kanker hepato seluler AFP harus diperiksa secara periodik untuk membantu mengetahui
respon terapinya.
Disamping berperan sebagai suatu petanda yang bermanfaat untuk kanker hati, AFP juga
berperan sebagai petanda adanya kanker testikular, dan tumor-tumor sel germinal tertentu
pada ovarium. AFP juga meningkat pada penyakit hati jinak dan dalam persentase yang kecil
dari kanker paru dan gastrointestinal.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil tes :
Kontaminasi dari darah fetus, Yang dapat terjadi saat ammiocentesis.
Perokok.
Gestational diabetes.

Jika pernah melakukan tes medis yang menggunakan radio aktif dalam waktu 2 minggu
sebelumnya.
Keadaan abnormal yang sering dijumpai
Peningkatan kadar serum AFP maternal dijumpai pada :

Neural tube defects ( omphalocele )

Kehamilan multipel

Fetal distres

Fetal death

Kadar AFP maternal yang rendah

Trisomy 21 ( Down syndrome )

Peningkatan kadar AFP non maternal dijumpai pada

Kanker hepatoselular primer ( hepatoma )

Adanya metastase kanker di hati

Kanker sel germinal atau yolk sac dari ovarium

Tumor sel embrional atau sel germinal dari testis

Kanker lain seperti : stomach, colon, lung, breast dan lymphoma

Nekrosis sel hati ( sirhosis, hepatitis )

DAFTAR PUSTAKA :
1.

Alpha Fetoprotein ( AFP ) Blood Test. Diakses di


http://www.medicinenet.com/alpha-fetoprotein-blood-test/article.htm. tanggal 7Juli
2009.

2.

Cynthia C.Chernecky. Barbara J. Berger . Alpha Fetoprotein (AFP)-Blood. Dalam


Laboratory Tests and Diagnostic Procedures. Fifth Edition, Saunders Elsevier, 2008.
Hal : 124 125.

3.

Kathleen Deska Pagana, PhD, RN. Timothy J.Pagana, MD,FACS. Alphafetoprotein. Dalam Diagnostic and Laboratory Test Reference, Eighth Edition,
Mosbys Elsevier, 2007. Hal : 47 49.

4. Ronald A.Sacher,Richard A.Mc Pherson.Alfa- Fetoprotein, Uji Fungsi Hati. Dalam


Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium , edisi 11, Penerbit EGC, 2004. Hal:
376.
5. Sandy Jocoy, RN. Alpha Fetoprotein (AFP) dalam Darah. Diakses di http://
translste.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en/id&u= tanggal 7Juli 2009.
6.

Tumor marker. Diakses di http://en.wikipedia.org/wiki/Tumor marker. tanggal 7 Juli


2009.

HepatoCelularCarcinoma (HCC), Kanker Hati


INSIDENS
Di Eropa Utara, Inggris dan Amerika, tumor ganas ini relatif jarang ditemukan, berkisar 1-2
per 100.000 penduduk. Insidens tertinggi di benua Afrika, terutama diselatan gurun Sahara.
Insidensnya mencapai 98 kasus per 100.000 penduduk. Negara asia tenggara khususnya Cina,
Korea dan Jepang juga memiliki insidens cukup tinggi, mencapai lebih dari 20 kasus per
100.000 penduduk.
Rerata usia tersering dinegara barat pada usia 55-65 tahun, India 35-40 tahun dan di
Mozambique 25-30 tahun, lebih sering pada pria dibanding wanita dengan insidens 4:1 dan
mencapai 8:1 pada daerah insidens tinggi.
ETIOLOGI
Hepatoseluler karsinoma hampir selalu disertai dengan penyakit hati kronis, terutama infeksi
hepatitis B dan C. Ada hubungan kausal yang erat antara sirosis hati dan infeksi virus
hepatitis B maupun C dengan terjadinya karsinoma hepatoseluler. Infeksi akut virus hepatitis
B maupun C dapat menjadi kronik dan berkembang menjadi sirosis. Hepatitis kronik dan
sirosis merupakan faktor onkogenik bagi sel hati sehingga berubah menjadi ganas. Sirosis
oleh karena alkohol merupakan penyebab tersering di Amerika Serikat dan Eropa barat.
Dalam studi eksperimen disebutkan aflatoksin (Mycotoxin) merupakan bahan karsinogenik
yang poten. Makanan yang banyak mengandung aflatoksin adalah oncom yang diproduksi
oleh jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus fumigatus. Semua kacang-kacangan dan bijibijian berikut produknya seperti kacang kedele, beras, gandum, jagung dan jamu tradisional
mudah ditumbuhi jamur ini terutama bila lembab.
Karsinoma ini juga dilaporkan berhubungan dengan beberapa kelainan metabolik seperti
Hemokromatosis, Wilson`s disease, Tirosinemia herediter, Glikogen Storage Disease tipe 1,
Familial Polyposis kolon, Defisiensi alpha 1 antitrypsin dan Sindrom Bucc-Chiari. Bahan
kimia seperti nitrit, hidrokarbon dan polyklorin juga merupakan karsinogenik hepar.
PATOLOGI
90% keganasan pada hepar terdiri atas karsinoma hepatoseluler, 5% atas kolangiokarsinoma
dan sisanya terdiri atas karsinoma lain yakni gabungan hepatoseluler-kolangiokarsinoma dan
non diferensiasi. Gambaran makroskopis karsinoma hepatoseluler dibagi menjadi 3 macam,
yaitu bentuk massif unifokal, noduler multifokal dan bentukdifus dengan pertumbuhan
infiltratif.
Jenis noduler multifokal paling sering ditemukan. Bentuk ini menunjukkan gambaran
dungkul berwarna keruh kekuningan dan tersebar di hepar dan biasanya terdapat satu nodul

yang lebih besar dari yang lain. Bentuk massif unifokal berupa tumor berukuran besar
menempati salah satu lobus. Bentuk difus jarang ditemukan dan amat sulit dibedakan dengan
gambaran sirosis. Gambaran mikroskopik kebanyakan berbentuk trabekuler atau sinusoid.
Bentuk lain seperti pseudoglanduler atau asiner jarang ditemukan. Bentuk fibrolamelar
biasanya ditemukan pada penderita muda.
Tumor menyebar melalui 4 jalur, yakni:
1.

Pertumbuhan sentrifugal, yang mengindikasikan ekspansi nodul yang akan menekan


jaringan hepar sekitar tumor.
2.
Perluasan parasinusoidal, yang menunjukkan invasi tumor ke parenkim sekitar, baik
ke ruang parasinusoid atau ke sinusoid sendiri.
3.
Penyebaran melalui vena atau cabang kecil sistem portal secara retrograde ke cabang
yang lebih besar dan akhirnya ke vena porta. .
4.
Metastasis jauh, sebagai hasil invasi melalui saluran limfatik dan sistem vaskuler.
Predileksi metastasis tersering adalah pada pulmo, limfonodus, organ organ intraperitoneal,
peritoneum, kelenjar adrenal, tulang dan otak.
GEJALA KLINIK
Pasien hepatoseluler karsinoma stadium awal biasanya hanya mempunyai sedikit keluhan.
Dengan bertambah besarnya tumor maka kemudian timbul gejala lain. Umumnya penderita
datang dalam keadaan penyakit sudah lanjut. 6
Keluhan yang timbul dapat berupa:
Rasa tidak nyaman-nyeri yang sifatnya tumpul namun persisten sekitar perut atas,
tembus kebelakang bahkan dapat menjalar ke bahu. Nyeri meningkat bila penderita bernapas
dalam karena rangsangan peritoneum pada permukaan benjolan

Massa pada perut kanan atas


Rasa lelah

Anoreksia

Kehilangan berat badan secara cepat

Ascites (50-75% pasien)

Gejala hipertensi portal

Ikterus (20-58% pasien)

Pada pemeriksaan fisik umumnya ditemukan pembesaran hepar yang berbenjol, keras dan
kadang nyeri tekan. Karena karsinoma ini kebanyakan berhubungan dengan sirosis maka
sering pada penderita ini didapatkan pula tanda sirosis misal caput medusae, spider nevi,
splenomegali, eritema palmaris dan ginekomasti.
Auskultasi diatas benjolan kadang menemukan suara bising aliran darah (bruit) karena
hipervaskularisasi tumor. Gejala ini menunjukan fase tumor sudah lanjut.
Nyeri perut, kehilangan berat badan serta massa pada perut merupakan tanda yang paling
sering ditemukan. Pada lebih dari separuh pasien anak, tanda awal adalah tumor abdomen.
Adanya nyeri mendadak, hemoperitoneum dan/atau syok tanpa adanya riwayat trauma
mengindikasikan ruptur tumor. 3-5% pasien datang dengan tanda-tanda peritonitis oleh
karena tumor ruptur secara spontan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan gangguan tes fungsi hepar berupa peningkatan
bilirubin serum, alkali fosfatase dan gamma glutamyltranspeptidase. SGOT dan SGOT
bahkan meningkat 2-3 kali di atas normal. Rata-rata pasien datang dengan anemia. Jika
terdapat nekrosis tumor dan demam, leukosit akan mengalami peningkatan.
Alfa fetoprotein (AFP) dan Protein Induced by Absence of Vitamin K or by antagonist II
(PIVKA-II) merupakan tumor marker spesifik untuk hepatoseluler karsinoma.
AFP merupakan protein yang diproduksi hepar, memiliki berat molekul 65.000 dengan
susunan asam amino yang mirip dengan albumin. Protein ini dulunya berperan penting dalam
pengaturan tekanan koloid osmotik janin dan sebagai pengikat estrogen. Protein ini normal
ada pada fetus namun menghilang beberapa minggu setelah lahir. Pada orang dewasa normal,
kadar AFP normalnya kurang dari 10-20 ng/ml. Pasien dengan hepatoseluler karsinoma
berukuran kecil biasanya hanya mengalami sedikit ataupun tidak ada peningkatan kadar AFP.
Peningkatan kadar lebih 400 ng/ml biasanya ditemukan pada tumor-tumor yang besar atau
tumor yang pesat pertumbuhannya dan kadar yang besarnya lebih dari 3000 ng/ml hampir
selalu dapat memastikan diagnosis tumor ini. Kenaikan kadar AFP yang ringan ditemukan
pada penderita sirosis tanpa keganasan. Peningkatan sementara AFP juga ditemukan pada
pasien dengan penyakit hepar atau sirosis. Pengukuran kadar AFP digunakan dalam
memonitor rekurensi tumor sebab kadarnya seharusnya menurun setelah reseksi tumor. Studi
terakhir juga menunjukkan adanya korelasi antara peningkatan kadar AFP, stadium tumor dan
prognosis. Pada orang dewasa, kadar AFP yang tinggi (> 500 ng/ml) juga dapat ditemukan
pada keadaan:

Germ cell tumor (Ca testis dan ovarium)


Karsinoma yang metastasis pada hepar

neural

Wanita hamil terutama dengan janin yang memiliki kelainan defek saluran

Sensitifitas AFP untuk karsinoma hepatoseluler adalah berkisar 60%, kepustakaan lain
menyebut angka 65-75%. Sensitifitas PIVKA-II berkisar 55-62%. Pengukuran kadar AFP dan
PIVKA-II saling melengkapi satu sama lain dalam menegakkan diagnosis hepatoseluler
karsinoma.
Tumor marker lain yang sedang diselidiki kaitannya dengan tumor ini adalah des-gammacarboxyprothrombin (DCP) yang merupakan varian enzim gamma-glutamyltransferase dan
varian enzim lainnya, misal alpha-L-fucosidase.
RADIOLOGI
ULTRASONOGRAFI
USG merupakan pemeriksaan penunjang diagnosis yang tidak mahal, non invasif dan paling
sering digunakan. Lewat USG, tumor tampak hipoekoik dan kapsula fibrosa menghasilkan
acoustic shadow. Pada seorang yang ahli, USG sangat akurat, lesi yang berukuran kurang dari
1 cm dapat terdeteksi. USG juga sangat berguna dalam menentukan stadium tumor
khususnya dalam menentukan keterlibatan tumor dengan struktur vaskuler. Kemampuan USG
dalam menampakkan tumor dalam berbagai arah sesuai penempatan transducer membuat alat
ini mampu melokalisir tumor dengan akurat khususnya dalam hubungan tumor dengan
pembuluh darah. USG memiliki sensitifitas dan spesifitas sebanding dengan CT Scan dalam
mendeteksi lesi kecil namun lebih unggul dalam skrining pada daerah insidens tinggi.
CT SCAN
CT scan dapat menentukan ukuran tumor, perluasan tumor dan mampu mendeteksi tumor
berukuran kecil. Ia memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi, non-operator dependen
dan merupakan pemeriksaan penunjang pilihan dalam mendeteksi karsinoma hepatoseluler.
MRI
MRI memiliki sensitivitas tinggi dan juga dapat menampilkan hubungan tumor dan pembuluh
darah besar. MRI sangat berguna dalam membedakan karsinoma hepatoseluler dengan tumor
lain bahkan pada pasien dengan sirosis hepatis, misalnya haemangioma dan nodul
regenerative.

ANGIOGRAFI
Angiografi dulunya merupakan metode paling akurat dalam mendiagnosis hepatoseluler
karsinoma namun saat ini perannya sudah terganti oleh pemeriksaan penunjang non invasif.
Saat ini angiografi sering dikombinasi dengan CT Scan atau sebagai penunjang dalam
transcatheter arterial embolisation (TACE).
GRADING Ca. HCC American Joint Commite on Cancer (AJCC) 1998:
Tumor primer (T):
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti adanya tumor
T1 Tumor soliter 2 cm tanpa invasi vaskuler
T2 Tumor tunggal 2 cm dengan invasi vaskuler; atau tumor multiple 2 cm, terbatas pada
satu lobus tanpa invasi vaskuler; atau tumor tunggal >2 cm, tanpa invasi vaskuler
T3 Tumor tunggal >2 cm dengan invasi vaskuler; atau tumor multiple > 2 cm, terbatas pada
satu lobus dengan/tanpa invasi vaskuler
T4 Tumor multiple pada lebih dari satu lobus; atau tumor pada cabang besar vena
porta/hepatica
Limfonodus regional (N)
Nx

Limfonodus regional tidak dapat dinilai

N0

Tidak ada metastasis pada limfonodus regional

N1

Metastasis limfonodus regional

Metastasis jauh (M)


Mx Adanya metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1

Ditemukan metastasis jauh

Stadium I

T1 N0 M0Pengelompokan stadium:

Stadium II

T2 N0 M0

Stadium IIIa

T3 N0 M0

Stadium IIIb T1-3 N1 M0


Stadium IVa T4 any N M0
Stadium IVb T4 anyN M1
PENANGANAN
Penanganan Non Bedah
Transcatheter Arterial Chemoembolisation (Tae / Tace)
Teknik ini merupakan kombinasi kemoterapi intraarterial dan oklusi arteri hepatica dengan
materi embolisasi dengan tujuan memperpanjang waktu kontak antara tumor dengan agen
dan untuk menginduksi nekrosis massif dari tumor secara iskemik. Pertama kali
diperkenalkan oleh Goldstein dan dikembangkan oleh Yamada. Agen kemoterapi dapat
diinfus ke hepar sebelum atau sesudah hepar diembolisasi dengan bubuk busa gelatin.
Penggunaan CO2 microbubble-angiosonography dapat membantu melokalisir vaskuler tumor.
TACE tidak diindikasikan pada pasien dengan kadar total bilirubin melebihi 3 mg/dl. Jika
kadar bilirubin total melebihi 2 mg/dl, area hepar yang akan diembolisasi tidak boleh
melebihi 1-2 level Couinaud. Komplikasi post TACE atau yang lebih dikenal sebagai Post
Embolisation Syndrome dapat berupa nyeri perut (59%), demam (47%), ulkus gasterduodenum, pankreatitis dan kolesistitis. Hal ini dapat diatasi dengan dipyrone atau
hidrokortison.
Kemoembolisasi pada karsinoma hepatoseluler
PERCUTANEOUS ETHANOL INJECTION (PEI / PEIT)
Prinsip PEI adalah dengan efek degeneratif protein dan efek trombotik dapat menginduksi
nekrosis tumor. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Shinigawa pada tahun 1985.
Dengan anestesi lokal pada kulit dinding abdomen dan kapsul hepar, jarum Chiba ukuran 22
dimasukkan perkutaneus ke tumor dibawah bimbingan USG. Alkohol absolute (99,5%)
diinjeksi perlahan. Kontraindikasi penggunaannya adalah bila pasien tidak kooperatif dan
adanya kelainan pembekuan darah.
PENANGANAN BEDAH
Terapi definitive bagi HCC yang resektabel adalah operasi. Bila tumor resektabel, penentuan
seberapa besar hepar dapat direseksi bergantung lokasi, ukuran tumor, jumlah nodul,
kedekatan tumor dengan struktur pembuluh darah dan keparahan penyakit hepar penyerta.
Ahli bedah berpendapat batas 1 cm diluar tumor sudah cukup adekuat. Beberapa tipe reseksi

untuk tumor ini adalah reseksi baji, segmentektomi, lobektomi dan trisegmentektomi. Kriteria
tumor unresektabel adalah:

Adanya kelainan ekstrahepatik


Adanya disfungsi hepar

Ekstensi tumor hanya sedikit hepar yang dapat disisakan setelah reseksi

Terbukti adanya metastasis/ekstensi ekstrahepatik

Tumor melibatkan vena hepatica-vena porta.

Pada pasien dengan sirosis hepatis, reseksi akan mempengaruhi survival


karena:

regenerasi sisa hepar tidak adekuat pada pasien dengan sirosis hepatic

rekurensi tumor pada sisa hepar

kelainan pembekuan darah yang abnormal

reservasi hepar yang jelek

Komplikasi post reseksi adalah:

Komplikasi metabolik seperti hipoglikemia, hipoalbuminemia, koagulopati dan


hiperbilirubinemia

Perdarahan

Sepsis

Ulkus peptik

TRANSPLANTASI HEPAR
Penanganan HCC dengan cara transplantasi telah diperdebatkan oleh karena kemampuan
viabilitas organ donor dan rekurensinya setelah ransplantasi yang diduga akibat sel-sel tumor
yang bersirkulasi yang kemudian merusak donor. Pasien sebelum transplantasi harus
menjalani pemeriksaan lengkap khususnya CT Scan dan USG abdomen untuk mengeksklude
metastasis atau adanya limfonodus yang terkena. Gugenheim dkk melaporkan rerata
rekurensi post transplantasi hepar pada tumor ukuran diameter < 5cm dan jumlah tumor 3
nodul 11,1% namun ukuran diameter > 5cm dan jumlah tumor 3 nodul mencapai 100%.
KEMOTERAPI
Kemoterapi sistemik baik tunggal maupun kombinasi hanya memiliki sedikit efek terapi.
Kemoterapi sistemik yang pertama digunakan adalah fluorouracil yang berespon 0-10% dan
median survival 3-5 bln. Fluorouracil ini kemudian dikombinasi dengan asam folat dosis

tinggi namun tetap tidak mempengaruhi hasil terapi. Respon lebih baik dengan penggunaan
Epirubicin dan Cisplatin. Obat kemoterapi yang diyakini paling aktif adalah doxorubicin
dengan rerata respons 19%. (3-32%). Indikasi pemberian kemoterapi untuk tumor ini adalah:

Adanya kelainan ekstrahepatik


Tidak dapat dilakukan penanganan lain

Adanya trombosis vena porta

Status performans yang baik (Karnoffsky 70 ke atas)

Fungsi hepar yang baik

Saat ini beragam kemoterapi regional diuji terutama melalui infus intra arteri hepatika setelah
sebelumnya dilakukan laparotomy atau angiography. Agen dapat diberi sekali, infus kontinu
lewat syringe pump atau dengan kateter port untuk injeksi jangka panjang. Alasan pemberian
intraarteri adalah:

Suplai darah untuk karsinoma hepatoseluler melalui arteri hepatika sehingga


konsentrasi tinggi obat langsung ke tumor
Toksisitas sistemik yang lebih rendah

Obat-obat ini dimetabolisme di hepar

KRIOTERAPI
Terapi ini berupa pembekuan tumor pada batas 1 cm dari jaringan hepar yang sehat dengan
menggunakan nitrogen cair yang diinjeksi melalui cryopobe vakum dibawah bimbingan USG
atau selama laparoskopi atau laparotomi. Hanya ada data terbatas dalam penggunaannya.
Zhou dan Tang dkk melaporkan 37,9 % 5 year survival rate pada 191 pasien dan 53,1% pada
56 pasien dengan tumor lebih kecil dari 5 cm. Terapi lanjut dengan ablasi alkohol setelah
krioterapi dapat digunakan dalam penanganan sisa tumor dan mengontrol rekurensi.
Komplikasi lanjut adalah kerusakan struktur berdekatan, terutama vena porta dan vena
hepatica, paru serta dapat terjadi gagal hepar.
TERAPI IMUN
Agen imunologi secara teori berguna dalam penanganan tumor ini. Interferon yang diketahui
memegang peranan dalam reproduksi virus misal hepatitis B/C dan aktifitas sel-sel
lymphokine activated killer (LAK) berkurang pada pasien dengan tumor ini. Saat ini,
imunoterapi dilaporkan belum menunjukkan dampak signifikan pada survival dan beberapa
komplikasi berat telah dilaporkan. Agen yang telah dipelajari adalah interferon-(IFN- ) dan
dikombinasi dengan doxorubicin atau fluorouracil.

TERAPI HORMONAL
Terapi sistemik lain adalah dengan manipulasi endokrin. Penelitian dengan terapi hormonal
misal dengan antiestrogen dan antiandrogen dilaporkan terus menunjukkan hasil menjanjikan.
Saat ini terapi hormonal yang paling sering digunakan adalah tamoxifen. Terapi hormonal
dilakukan berdasarkan penyelidikan:
- Jaringan tumor mengandung reseptor estrogen dan androgen
- Predominansi tumor pada pria
- Kesuksesan dengan terapi hormonal pada tumor lain
RADIOTERAPI
Radioterapi eksternal memiliki keterbatasan dalam penanganan HCC. Dosis aman untuk
hepar mendekati 30 Gy. Radioterapi dapat berguna dari segi paliatif dan untuk
menghilangkan gejala. Sebagai alternatif lain, sejumlah radiasi lokal dapat diberi dengan
memberi infus Lipiodol intraarteri atau dengan antibodi antiferritin yang diperkuat dengan
yodium radioaktif.
TERAPI LAINNYA
Pilihan terapi lain adalah terapi gen, termoterapi, intra-arterial radiotherapy dan yttrium-90
Proton therapy. Retinoic acid, flavinoid quercitin, octreotide dan herbal medicine Inchin-koto juga dilaporkan memiliki efek pada tumor.
PROGNOSIS
Prognosis tumor ini adalah buruk karena sifat tumor yang sangat ganas dan kebanyakan
pasien datang dengan stadium lanjut sewaktu diagnosis ditetapkan. Prognosis yang lebih
disukai yakni jika pasien usia muda, jenis kelamin wanita, kadar AFP rendah, stadium awal,
tidak disertai sirosis, diameter tumor lebih kecil dari 5 cm, tindakan dan jika tumor soliter.
Mortalitas intraoperatif saat ini dilaporkan kurang dari 5% bahkan di Hongkong dilaporkan
0%. Pada pasien non sirosis, hepatektomi parsial dihubungkan dengan 5 year survival 30%
dan bahkan pernah dilaporkan mencapai 68%. Pada pasien sirosis, 5 year survival mendekati
25-30% bahkan ada peneliti yang melaporkan 0%. Rekurensi tumor post reseksi dilaporkan
bervariasi antara 20-70% dalam 2 tahun dan mendekati 83% dalam 5 tahun. Rekurensi tumor
amat ditentukan oleh ukuran, jumlah dan batas positif reseksi tumor. Resiko rekurensi tumor
besar (>5 cm) dilaporkan hampir dua kali dari tumor kecil.

You might also like