You are on page 1of 140

ANALISIS DATA RUNTUN WAKTU DENGAN METODE

ADAPTIVE NEURO-FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS)

SKRIPSI

Oleh:
Arsyil Hendra Saputra
NIM : J2E008009

JURUSAN STATISTIKA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012

ANALISIS DATA RUNTUN WAKTU DENGAN METODE


ADAPTIVE NEURO-FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS)

Oleh:
Arsyil Hendra Saputra
NIM : J2E008009

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Sains pada Jurusan Statistika

JURUSAN STATISTIKA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir ini terselesaikan.
Tugas akhir yang berjudul Analisis Data Runtun Waktu dengan Metode
Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Jurusan Statistika
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Oleh karena itu, rasa hormat dan terimakasih penulis sampaikan kepada :
1.

Dra. Dwi Ispriyanti, M.Si selaku Ketua Program Studi Statistika FSM
Universitas Diponegoro Semarang.

2.

Drs. Tarno, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Budi Warsito, S.Si,
M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu
memberikan masukan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

3.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku instansi yang


telah memberikan beasiswa kepada penulis melalui Program BUMN
Peduli Beasiswa.

3.

Bapak/Ibu Dosen dan teman-teman mahasiswa Statistika Undip yang telah


memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.
Semoga Tugas Akhir ini bisa membawa manfaat bagi penulis sendiri

khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.


Semarang, 27 Juli 2012
Penulis

iv

ABSTRAK

Salah satu metode analisis data runtun waktu yang populer adalah
ARIMA. Metode ARIMA mensyaratkan beberapa asumsi antara lain residual
model white noise, berdistribusi normal dan varian konstan. Model ARIMA
cenderung lebih baik untuk data runtun waktu yang linier. Sedangkan untuk data
runtun waktu nonlinier telah banyak dikaji dengan metode nonlinier, salah satunya
adalah Adaptive Neuro Fuzzy Inference System atau ANFIS. Metode ANFIS
adalah metode yang mengkombinasikan teknik Neural Network dan Fuzzy Logic.
Dalam Tugas Akhir ini dibahas secara khusus mengenai metode ANFIS untuk
analisis data runtun waktu yang mempunyai karakteristik antara lain stasioner,
stasioner dengan outlier, nonstasioner dan nonstasioner dengan outlier, dan
digunakan data harga minyak kelapa sawit Indonesia sebagai studi kasus. Hasil
ANFIS yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil metode ARIMA
berdasarkan nilai RMSE. Berdasarkan analisis dan pembahasan diperoleh bahwa
hasil metode ANFIS lebih baik daripada metode ARIMA.
Kata kunci : ANFIS, ARIMA, data runtun waktu, nonstasioner, outlier

ABSTRACT

One popular method of time series analysis is ARIMA. The ARIMA


method requires some assumptions; residual of model must be white noise,
normal distribution and constant variance. The ARIMA model tends to be better
for time series data which is linear. Whereas for the nonlinear time series data
have been widely studied by nonlinear methods, one of that is Adaptive Neuro
Fuzzy Inference System or ANFIS. The ANFIS method is a method that combines
techniques Neural Network and Fuzzy Logic. In this thesis discussed the ANFIS
method specifically for the analysis of time series data that have characteristics
such as stationary, stationary with outlier, non stationary and non stationary with
outlier, and the data of Indonesian palm oil prices is used as a case study. The
ANFIS results which were obtained are compared with the results of ARIMA
method by the value of RMSE. Based on the analysis and discussion, it is
obtained that the results of ANFIS method are better than the results of ARIMA
method.
Keywords : ANFIS, ARIMA, time series data, non stasionary, outlier

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..

HALAMAN PENGESAHAN I .

ii

HALAMAN PENGESAHAN II . iii


KATA PENGANTAR

iv

ABSTRAK .

ABSTRACT

vi

DAFTAR ISI .. vii


DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR .. xiv


DAFTAR LAMPIRAN .. xvi
BAB I PENDAHULUAN ...

1.1 Latar Belakang .

1.2 Tujuan ..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....

2.1 Pengertian Analisis Data Runtun Waktu ....

2.2 Model ARIMA ....

2.3 Istilah-Istilah dalam Analisis Runtun Waktu ...

2.3.1 Stasioner

2.3.2 Differencing ..

2.3.3 Autocorrelation Function (ACF) ..

2.3.4 Partial Autocorrelation Function (PACF) ...

2.4.Tahapan Pemodelan ARIMA .. 10


2.4.1 Identifikasi 11
2.4.2 Estimasi . 11

vii

2.4.3 Diagnosis ... 12


2.4.4 Pengujian Asumsi . 12
2.4.4.1 Uji Ljung-Box 12
2.4.4.2 Uji Normalitas .................................................... 13
2.4.4.3 Uji Linieritas .. 13
2.5 Jaringan Syaraf Tiruan (Neural Network) 14
2.6 Logika Fuzzy (Fuzzy logic) . 16
2.6.1 Teori Himpunan Fuzzy . 16
2.6.2 Fungsi Keanggotaan Fuzzy ... 17
2.6.3 Fuzzy C-Means (FCM) . 19
2.6.4 Sistem Inferensi Fuzzy .. 21
2.6.5 FIS Model Sugeno (TSK) . 22
2.7 ANFIS: Adaptive Neuro Fuzzy Inference System ... 23
2.7.1 Gambaran Umum ANFIS . 23
2.7.2 Arsitektur ANFIS . 24
2.7.3 Jaringan ANFIS 25
2.7.4 Algoritma Pembelajaran Hybrid ... 28
2.7.5 LSE Rekursif 29
2.7.6 Model Propagasi Eror 30
2.7.7 Root Mean Square Eror (RMSE) .. 35

BAB III METODOLOGI ... 36


4.1 Sumber Data 36
4.1.1 Data Simulasi 36
4.1.2 Data Studi Kasus .. 36
4.2 Metode Analisis ARIMA 37
4.3 Metode Analisis ANFIS .. 38

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN . 41


4.1 Analisis Data Runtun Waktu dengan ARIMA 41
4.1.1 Analisis ARIMA pada Data Stasioner . 41
4.1.2 Analisis ARIMA pada Data Stasioner dengan Outlier . 48
viii

4.1.3 Analisis ARIMA pada Data Nonstasioner 55


4.1.4 Analisis ARIMA pada Data Nonstasioner dengan Outlier 63
4.2 Analisis Data Runtun Waktu dengan ANFIS .. 71
4.2.1 Analisis ANFIS pada Data Stasioner 71
4.2.2 Analisis ANFIS pada Data Stasioner dengan Outlier 72
4.2.3 Analisis ANFIS pada Data Nonstasioner .. 75
4.2.4 Analisis ANFIS pada Data Nonstasioner dengan Outlier .. 77
4.3 Perbandingan Hasil ANFIS Terhadap Hasil ARIMA . 79
4.3.1 Analisis pada Data Stasioner 79
4.3.2 Analisis pada Data Stasioner dengan Outlier ... 80
4.3.3 Analisis pada Data Nonstasioner .. 81
4.3.4 Analisis pada Data Nonstasioner dengan Outlier . 82
4.4 Penerapan ANFIS pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit
Indonesia ... 84
4.4.1 Analisis ARIMA pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit
Indonesia . 84
4.4.2 Analisis ANFIS pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit
Indonesia . 91
4.4.3 Perbandingan Hasil ANFIS terhadap Hasil ARIMA 95

BAB V KESIMPULAN . 97
DAFTAR PUSTAKA 98
LAMPIRAN ... 101

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pola ACF dan PACF dari proses yang stasioner 11


Tabel 2. Prosedur pembelajaran Hybrid metode ANFIS... 29
Tabel 3. Statistik uji ADF pada data stasioner.. 42
Tabel 4. Estimasi model ARIMA pada data stasioner .. 43
Tabel 5. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data stasioner .... 45
Tabel 6. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data stasioner ... 46
Tabel 7. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data stasioner 47
Tabel 8. Nilai eror model ARIMA pada data stasioner. 48
Tabel 9. Statistik uji ADF pada data stasioner dengan outlier . 49
Tabel 10. Estimasi model ARIMA pada data stasioner dengan outlier.. 50
Tabel 11. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data stasioner dengan outlier 52
Tabel 12. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data stasioner dengan outlier ... 53
Tabel 13. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data stasioner dengan
outlier.. 54
Tabel 14. Nilai eror model ARIMA pada data stasioner dengan outlier .... 55
Tabel 15. Statistik uji ADF pada data nontasioner.. 56
Tabel 16. Statistik uji ADF pada data nontasioner differencing satu ......... 57
Tabel 17. Estimasi model ARIMA pada data nonstasioner. 58
Tabel 18. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data nonstasioner... 60
Tabel 19. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data nonstasioner.. 61
Tabel 20. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data nonstasioner.. 62
Tabel 21. Nilai eror model ARIMA pada data nonstasioner... 63

Tabel 22. Statistik uji ADF pada data nontasioner dengan outlier.. 64
Tabel 23. Statistik uji ADF pada data nonstasioner dengan outlier
differencing satu . 65
Tabel 24. Estimasi model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier.... 66
Tabel 25. Uji Ljung-Box pada data nonstasioner dengan outlier 68
Tabel 26. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data nonstasioner dengan
outlier.. 69
Tabel 27. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data nonstasioner dengan
outlier ..... 70
Tabel 28. Nilai eror model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier.. 71
Tabel 29. Pelatihan ANFIS pada data stasioner berdasarkan jumlah klaster ..... 71
Tabel 30. Pelatihan ANFIS

pada

data

stasioner

berdasarkan fungsi

keanggotaan 72
Tabel 31. Pelatihan ANFIS pada data stasioner dengan outlier berdasarkan
jumlah klaster ..... 73
Tabel 32. Pelatihan ANFIS pada data stasioner dengan outlier berdasarkan
fungsi keanggotaan . 74
Tabel 33. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner berdasarkan jumlah
klaster . 76
Tabel 34. Pelatihan ANFIS pada data nontasioner berdasarkan fungsi
keanggotaan .... 76
Tabel 35. Pelatihan

ANFIS

pada

data

nonstasioner

dengan

outlier

berdasarkan jumlah klaster ..... 78

xi

Tabel 36. Pelatihan

ANFIS

pada

data

nonstasioner

dengan

outlier

berdasarkan fungsi keanggotaan .... 79


Tabel 37. (a) Ringkasan analisis ARIMA pada data stasioner ... 80
Tabel 37. (b) Ringkasan analisis ANFIS pada data stasioner...... 80
Tabel 38. (a) Ringkasan analisis ARIMA pada data stasioner dengan outlier ... 81
Tabel 38. (b) Ringkasan analisis ANFIS pada data stasioner dengan outlier .... 81
Tabel 39. (a) Ringkasan analisis ARIMA pada data nonstasioner...... 82
Tabel 39. (b) Ringkasan analisis ANFIS pada data nonstasioner 82
Tabel 40. (a) Ringkasan analisis ARIMA pada data nonstasioner dengan
outlier ..... 83
Tabel 40. (b) Ringkasan analisis ANFIS pada data nontasioner dengan outlier. 83
Tabel 41. Statistik uji ADF pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia .... 85
Tabel 42. Model ARIMA yang diduga pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia .... 86
Tabel 43. Estimasi model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia . 87
Tabel 44. Nilai eror dari model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia .... 88
Tabel 45. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia ... 88
Tabel 46. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia .. 90
Tabel 47. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia ... 91

xii

Tabel 48. Nilai eror model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia . 91
Tabel 49. Input-input ANFIS yang dicobakan pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia 92
Tabel 50. Pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia
berdasarkan input dan jumlah klaster ..... 93
Tabel 51. Pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia
berdasarkan fungsi keanggotaan .... 94
Tabel 52. (a) Ringkasan analisis ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia 95
Tabel 52. (b) Ringkasan analisis ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia 96

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan tahap-tahap analisis runtun waktu ARIMA ...... 10


Gambar 2. Struktur jaringan syaraf tiruan dengan input Z1,t , Z2,t , , Zm,t dan
bobot koneksinya w1, w2, , wn ...... 15
Gambar 3. Kurva fungsi keanggotaan Triangular.. 17
Gambar 4. Kurva fungsi keanggotaan Trapezoidal. 18
Gambar 5. Kurva fungsi keanggotaan Gaussian.... 18
Gambar 6. Kurva fungsi keanggotaan Generalized Bell. 19
Gambar 7. Diagram blok sistem inferensi fuzzy.. 21
Gambar 8. ANFIS dengan model Sugeno... 25
Gambar 9. Arsitektur jaringan ANFIS 25
Gambar 10.Contoh model ANFIS untuk 2 input dengan 9 aturan .... 28
Gambar 11.Flow chart ANFIS .. 40
Gambar 12.Grafik runtun waktu data stasioner . 41
Gambar 13.(a) Plot ACF dari data stasioner .. 42
Gambar 13.(b) Plot PACF dari data stasioner 43
Gambar 14.Uji normalitas model ARIMA pada data stasioner . 46
Gambar 15.Grafik runtun waktu data stasioner dengan outlier . 48
Gambar 16.(a) Plot ACF dari data stasioner dengan outlier .. 49
Gambar 16.(b) Plot PACF dari data stasioner dengan outlier 50
Gambar 17.Uji normalitas model ARIMA pada data stasioner dengan outlier . 53
Gambar 18.Grafik runtun waktu data nonstasioner .... 55
Gambar 19.Grafik runtun waktu data nonstasioner differencing satu . 56

xiv

Gambar 20.(a) Plot ACF dari data nonstasioner differencing satu.. 57


Gambar 20.(b) Plot PACF dari data nonstasioner differencing satu .. 58
Gambar 21.Uji normalitas model ARIMA pada data nonstasioner .... 61
Gambar 22.Grafik runtun waktu data nonstasioner dengan outlier 63
Gambar 23.Grafik runtun waktu data nonstasioner dengan outlier differencing
satu 64
Gambar 24.(a) Plot ACF dari data nontasioner dengan outlier differencing satu 65
Gambar 24.(b) Plot PACF dari data nontasioner dengan outlier differencing
Satu 66
Gambar 25.Uji normalitas model ARIMA pada data nonstasioner dengan
outlier ... 69
Gambar 26.Grafik runtun waktu data harga minyak kelapa sawit Indonesia . 84
Gambar 27.Grafik runtun waktu data harga minyak kelapa sawit Indonesia
differencing satu .. 85
Gambar 28.(a) Plot ACF dari data harga minyak kelapa sawit Indonesia .. 86
Gambar 28.(b) Plot PACF dari data harga minyak kelapa sawit Indonesia .. 86
Gambar 29.Uji normalitas model ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia .... 89
Gambar 30.Perbandingan target dan output ANFIS pada data harga minyak
kelapa sawit Indonesia.. 94
Gambar 31.Hasil eror ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia.. 95

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data stasioner dibangkitkan dengan R 101


Lampiran 2. Data nonstasioner dibangkitkan dengan R . 103
Lampiran 3. Data harga minyak kelapa sawit Indonesia 105
Lampiran 4. Training dan Checking ANFIS menggunakan Matlab .. 111
Lampiran 5. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner berdasarkan jumlah
klaster.. 113
Lampiran 6. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner dengan outlier
berdasarkan jumlah klaster..114
Lampiran 7. Estimasi model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia. 115
Lampiran 8. Hasil pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia terhadap berbagai input.. 120
Lampiran 9. Perintah pada Software... 122

xvi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Analisis data runtun waktu (time series) merupakan salah satu bahasan
penting dalam ilmu statistika. Dengan menganalisis bentuk pola deret data, dapat
dilakukan peramalan untuk satu atau beberapa periode ke depan. Model runtun
waktu konvensional yang umum digunakan untuk peramalan data runtun waktu
seperti ARIMA (Box dan Jenkins, 1976), ARCH (Engle, 1982) dan GARCH
(Bollerslev, 1986). Namun, seiring waktu ternyata teknik ini memiliki
keterbatasan kemampuan dalam pemodelan data runtun waktu, terutama pada data
runtun waktu nonlinier (Wei, 2011).
Salah satu metode yang digunakan dalam peramalan data runtun waktu
nonlinier adalah Neural Network (McCulloch & Pitts, 1943) dan Fuzzy Logic
(Zadeh, 1965). Kemampuan pembelajaran pada neural network memungkinkan
lebih efektif menyelesaikan masalah nonlinier bahkan sistem yang kacau
sekalipun dan pada fuzzy logic dapat mengubah masalah kompleks menjadi
masalah sederhana menggunakan perkiraan penalaran. Kedua metode tersebut
mengestimasi fungsi tanpa menggunakan model matematis melainkan dilakukan
melalui proses pembelajaran data. Metode neural network melakukan komputasi
dengan mensimulasikan struktur dan fungsi seperti jaringan syaraf dalam otak.
Pada struktur jaringan neural network keseluruhan tingkah laku masukan-keluaran
ditentukan oleh sekumpulan parameter-parameter yang dimodifikasi. Sedangkan
pada fuzzy logic, dilakukan dengan cara melukiskan suatu sistem dengan

pengetahuan linguistik yang mudah dimengerti. Sistem fuzzy memiliki


keunggulan dalam memodelkan aspek kualitatif dari pengetahuan manusia dan
proses pengambilan keputusan.
Walaupun teknik neural network dan fuzzy logic dapat memecahkan
masalah kompleks, akan tetapi tetap pula memiliki keterbatasan (Khan, 1998).
Pada sistem yang semakin kompleks, fuzzy logic biasanya sulit dan membutuhkan
waktu lama untuk menentukan aturan dan fungsi keanggotaan yang tepat. Pada
neural network, tahapan proses sangat panjang dan rumit sehingga tidak efektif
pada jaringan yang cukup besar. Fuzzy logic tidak memiliki kemampuan untuk
belajar dan beradaptasi. Sebaliknya neural network memiliki kemampuan untuk
belajar dan beradaptasi namun tidak memiliki kemampuan penalaran seperti yang
dimiliki pada fuzzy logic. Oleh karena itu dikembangkan metode yang
mengkombinasikan kedua teknik itu yaitu biasa disebut sistem hybrid, salah
satunya adalah Adaptive Neuro Fuzzy Inference System atau ANFIS (Jang, 1993).
ANFIS merupakan metode yang menggunakan jaringan syaraf tiruan
(neural network) untuk mengimplementasikan sistem inferensi fuzzy (fuzzy
inference system). Dengan kata lain ANFIS adalah penggabungan mekanisme
sistem inferensi fuzzy yang digambarkan dalam arsitektur jaringan syaraf tiruan.
Pada pemodelan statistika, ANFIS diterapkan pada masalah klasifikasi, clustering,
regresi, dan peramalan pada data runtun waktu.
ANFIS telah banyak diterapkan pada masalah peramalan data runtun
waktu. Atsalakis, dkk (2007) menggunakan ANFIS untuk prediksi peluang tren
pada nilai tukar mata uang (kurs) diperoleh bahwa metode ini handal untuk
memprediksi naik turunnya fluktuasi nilai tukar. Wei (2011) menerapkan ANFIS

untuk peramalan saham TAIEX. Mordjaoi dan Boudjema (2011) melakukan


peramalan dan pemodelan permintaan listrik dengan ANFIS. Aldrian dan Djamil
(2008) mengaplikasikan ANFIS untuk prediksi curah hujan. Penelitian-penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa pendekatan metode ANFIS cukup handal
dan akurat dalam peramalan data runtun waktu.
Data runtun waktu nonstasioner banyak sekali dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Metode konvensional seperti ARIMA seringkali tidak efektif untuk
peramalan data runtun waktu nonstasioner, menghasilkan eror yang besar atau
varian tidak konstan. Analisis ARIMA merupakan metode linier yang
membutuhkan beberapa asumsi harus terpenuhi. Oleh karena itu diperlukan
metode nonlinier yang mampu menyelesaikan masalah nonlinier. ANFIS menjadi
salah satu pilihan yang efektif untuk peramalan data runtun waktu nonlinier.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini akan dilakukan analisis data runtun
waktu menggunakan metode Autoregressive Integrated Moving Average
(ARIMA) dan Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) pada empat
karakteristik data yaitu stasioner, stasioner dengan outlier, nonstasioner, dan
nonstasioner dengan outlier. Studi kasus yang dilakukan adalah penerapan metode
ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia. Hasil analisis metode
ANFIS yang dihasilkan dibandingkan dengan hasil metode ARIMA berdasarkan
nilai RMSE.
Analisis ANFIS dalam Tugas Akhir ini menggunakan model Sugeno orde
satu. Proses pengklasteran dilakukan dengan menggunakan metode Fuzzy CMeans (FCM). Algoritma pembelajaran yang digunakan adalah metode optimasi
Hybrid. Perangkat lunak yang digunakan adalah R, Eviews, Minitab, dan Matlab.

1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari Tugas Akhir ini adalah:
1. Mengimplementasikan metode ANFIS untuk analisis data runtun waktu
stasioner, stasioner dengan outlier, nonstasioner dan nonstasioner dengan
outlier kemudian dibandingkan dengan hasil analisis menggunakan
metode ARIMA.
2. Mengimplementasikan metode ANFIS pada data runtun waktu harga
minyak kelapa sawit indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Runtun Waktu dan Peramalan


Data runtun waktu (time series) adalah jenis data yang dikumpulkan
menurut urutan waktu dalam suatu rentang waktu tertentu. Jika waktu dipandang
bersifat diskrit (waktu dapat dimodelkan bersifat kontinu), frekuensi pengumpulan
selalu sama. Dalam kasus diskrit, frekuensi dapat berupa detik, menit, jam, hari,
minggu, bulan atau tahun.
Analisis runtun waktu merupakan salah satu prosedur statistika yang
diterapkan untuk meramalkan struktur probabilitas keadaan yang akan datang
dalam rangka pengambilan keputusan. Dasar pemikiran runtun waktu adalah
pengamatan sekarang (Zt) dipengaruhi oleh satu atau beberapa pengamatan
sebelumnya (Zt-k). Dengan kata lain, model runtun waktu dibuat karena secara
statistik ada korelasi antar deret pengamatan. Tujuan analisis runtun waktu antara
lain memahami dan menjelaskan mekanisme tertentu, meramalkan suatu nilai di
masa depan, dan mengoptimalkan sistem kendali (Makridakis, dkk, 1999).
Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa
yang akan datang dengan waktu yang relatif lama. Sedangkan ramalan adalah
situasi atau kondisi yang akan diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan
datang. Untuk memprediksikan hal tersebut diperlukan data yang akurat di masa
lalu, untuk dapat melihat situasi di masa yang akan datang.

2.2 Model ARIMA


Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan
salah satu model yang populer dalam peramalan data runtun waktu. Proses
ARIMA (p,d,q) merupakan model runtun waktu ARMA(p,q) yang memperoleh
differencing sebanyak d. Proses ARMA (p,q) adalah suatu model campuran antara
autoregressive orde p dan moving average orde q.
Autoregressive (AR) merupakan suatu observasi pada waktu t dinyatakan
sebagai fungsi linier terhadap p waktu sebelumnya ditambah dengan sebuah
residual acak at yang white noise yaitu independen dan berdistribusi normal
dengan rata-rata 0 dan varian konstan a2, ditulis at ~ N(0, a2). Bentuk umum
model autoregressive orde p atau lebih ringkas ditulis model AR(p) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Z t 1 Z t 1 2 Z t 2 ... p Z t p a t

Jika B adalah operator backshif yang dirumuskan sebagai:


BZt = Zt-1
maka model AR(p) dapat ditulis sebagai berikut:

B Z t at
dengan

B 1 1 B 2 B 2 ... p B p
Moving average (MA) digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena
bahwa suatu observasi pada waktu t dinyatakan sebagai kombinasi linier dari
sejumlah eror acak at . Bentuk umum model moving average orde q atau lebih
ringkas ditulis model MA(q) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Z t at t a t 1 ... q a t q

atau

Z t ( B) a t
dengan,

( B) (1 1 B ... q B q )

Bentuk umum dari model ARIMA adalah:

( B)(1 B) d Z t ( B)at
dengan

( B ) (1 1 B ... p B p ) merupakan operator AR

( B) (1 1 B ... q B q ) merupakan operator MA


(Soejoeti, 1987)
2.3 Istilah-Istilah dalam Analisis Runtun Waktu
2.3.1 Stasioner
Suatu deret pengamatan dikatakan stasioner apabila proses tidak berubah
seiring dengan adanya perubahan deret waktu. Jika suatu deret waktu Zt stasioner
maka nilai tengah (mean), varian dan kovarian deret tersebut tidak dipengaruhi
oleh berubahnya waktu pengamatan, sehingga proses berada dalam keseimbangan
statistik (Soejoeti, 1987).
Uji stasioner dengan Augmented Dickey Fuller (ADF) merupakan
pengujian stasioner dengan menentukan apakah data runtun waktu mengandung
akar unit (unit root). Untuk memperoleh gambaran mengenai uji akar-akar unit,
berikut ini ditaksir model runtun waktu dengan proses AR(1) :

Z t Z t 1 a t
dengan t = 1,...,n, Z0=0, dan at berdistribusi normal N(0,a2) proses white noise.

Hipotesis
H0 :

= 1 (Data tidak stasioner).

H1 :

< 1 (Data stasioner).

Statistik uji:
=

1
( )

Kriteria Penolakan
H0 ditolak jika

pada taraf signifikansi .

>

(Wei, 2006)
2.3.2 Differencing
Data runtun waktu yang tidak stasioner dapat distasionerkan dengan
melakukan differencing derajat d. Untuk mendapatkan kestasioneran dapat dibuat
deret baru yang terdiri dari differencing antara periode yang berurutan:

deret baru

akan mempunyai n-1 buah nilai. Apabila differencing pertama

tidak menunjukkan stasioner tercapai maka dapat dilakukan differencing kedua:

dinyatakan sebagai deret differencing orde kedua. Deret ini akan mempunyai

n-2 buah nilai.


(Soejoeti,1987)
2.3.3 Autocorrelation Function (ACF)
Suatu proses ( Z t ) yang stasioner terdapat nilai rata-rata E(Z t ) , varian

Var Z t E Z t 2 dan kovarian Cov( Z t , Z t k ) . Kovarian antara Z t dan


2

Z t k adalah sebagai berikut :

k Cov ( Z t , Z t k ) E ( Z t )( Z t k ),
dan autokorelasi antara Z t dan Z t k adalah :

Cov( Z t , Z t k )
Var ( Z t ) Var (Z t k )

k
0

dengan Var ( Z t ) Var ( Z t k ) . Fungsi k dinamakan autokovarian dan k


0

dinamakan fungsi autokorelasi (ACF).


(Wei, 2006)
2.3.4 Partial Autocorrelation Function (PACF)
Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) dapat dinyatakan sebagai:

kk Corr ( Z t , Z t k Z t 1 ,..., Z t k 1 )
atau dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

11 1

22

1 1
2
1
1 1
1 1

1
1
1
1
1
1

33 2
1
1
2
.
.
.

1
2
3
2
1
1

10

1
1

kk k 1
1
1

k 1

1
2
1
1

k 2 k 3
1
2
1
1

k 2 k 3

k 2 1
k 3 2

1
k
k 2 k 1
k 3 k 2

1
1
(Wei, 2006)

2.4 Tahapan Pemodelan ARIMA


Prosedur BoxJenkins adalah suatu prosedur standar yang banyak
digunakan dalam pembentukan model ARIMA. Prosedur ini terdiri dari empat
tahapan yang iteratif dalam pembentukan model ARIMA pada suatu data runtun
waktu, yaitu tahap identifikasi, estimasi, diagnosis, dan peramalan (Suhartono,
2008).
1. Tahap IDENTIFIKASI
(Identifikasi model dugaan sementara)

Tidak

2. Tahap ESTIMASI
(Estimasikan parameter model)

3. Tahap DIAGNOSIS
(Verifikasi apakah model sesuai?)
Ya
4. Tahap PERAMALAN
(Gunakan model untuk peramalan)
Gambar 1. Bagan tahap-tahap analisis runtun waktu ARIMA
(Suhartono, 2008)

11

2.4.1 Identifikasi
Penentuan orde p dan q dari model ARIMA pada suatu data runtun waktu
dilakukan dengan mengidentifikasi plot Autocorrelation Function (ACF) dan
Partial Autocorrelation Function (PACF) dari data yang sudah stasioner. Berikut
ini adalah petunjuk umum untuk penentuan orde p dan q pada suatu data runtun
waktu yang sudah stasioner.
Tabel 1. Pola ACF dan PACF dari proses yang stasioner
Proses

ACF
Turun cepat secara
eksponensial / sinusoidal

AR(p)

PACF
Terputus setelah lag p

MA(q)

Terputus setelah lag q

ARMA(p,q)

Turun cepat secara


eksponensial / sinusoidal

Turun cepat secara


eksponensial / sinusoidal
Turun cepat secara
eksponensial / sinusoidal

Terputus setelah lag q

Terputus setelah lag p

Tidak ada yang signifikan


(tidak ada yang keluar batas)

Tidak ada yang signifikan


(tidak ada yang keluar batas)
(Suhartono, 2008)

AR(p) atau
MA(q)
White noise
(Acak)

2.4.2 Estimasi
Setelah diperoleh model yang diperkirakan cocok, langkah selanjutnya
adalah mengestimasi parameter model dan pengujian signifikansi parameter.
Hipotesis :
H0 : parameter = 0 (parameter tidak signifikan terhadap model)
H1 : parameter 0 (parameter signifikan terhadap model)
Taraf signifikansi :
Statistik uji :
=

)
(

atau p-value

12

Kriteria uji :
Tolak H0 jika

>

atau p-value <

Dengan n = jumlah pengamatan


(Agung, 2009)
2.4.3 Diagnosis
Diagnosis dimaksudkan untuk memeriksa apakah model estimasi sudah
cocok dengan data yang dipunyai. Jika ditemui penyimpangan yang cukup serius,
harus dirumuskan kembali model baru, selanjutnya diestimasi dan verifikasi lagi
model baru tersebut.
Pada tahap ini dilakukan pembandingan dengan model lain yaitu dengan
menambah dan mengurangi parameter model yang telah diidentifikasi. Dalam
verifikasi ini berlaku prinsip parsimonious (melibatkan parameter sedikit
mungkin) dan MSE terkecil, sehingga dari langkah verifikasi ini diambil model
yang paling cocok dan melibatkan parameter sedikit mungkin.

2.4.4 Pengujian Asumsi


2.4.4.1 Uji Ljung-Box
Uji Ljung-Box digunakan untuk menguji independensi residual antar lag
pada model ARIMA (p,d,q).
Hipotesis :
H0 : k = 0 (tidak ada korelasi residual antar lag).
H1 : paling sedikit ada satu k 0 dengan k = 1,2,3,...l (ada korelasi
residual antar lag).
Taraf signifikansi :

13

Statistik uji :
m

LB T (T 2) (
k 1

2
k
)
nk

Kriteria uji :
H0 ditolak jika LB >

( ,l )

atau p-value <

dengan T = ukuran sampel dan l = panjang lag


(Agung, 2009)
2.4.4.2 Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan adalah uji Jarque-Bera, sebagai berikut :
Hipotesis :
H0 : residual berdistribusi normal
H1 : residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi :
Statistik uji :
=

( 3)
4

dengan T = ukuran sampel, S = nilai skewness, dan K = nilai kurtosis.


Kriteria uji :
H0 ditolak jika p-value <
(Agung, 2009)
2.4.4.3 Uji Linieritas
Uji linieritas yang digunakan adalah dengan uji RESET (Regression Error
Specification Test) versi Ramsey. Uji Ramsey RESET merupakan uji yang
diterapkan pada model aditif dan multiptikatif. Model diestimasi dengan metode

14

Least Squares. Uji ini dilakukan dengan memberi pangkat k ke nilai dugaan
variabel dependen ( ) kemudian ditambahkan ke model sebagai variabel
independen (Agung, 2009).
Hipotesis :
H0 : Model linier
H1 : Model nonlinier
Taraf signifikansi :
Statistik uji :
RESET =

e'e v'v / k 1
v 'v / n k

dengan e adalah nilai residual prediksi dari model linear (awal), adalah
residual dari model alternatif (baru) dan n adalah ukuran sampel.
Kriteria uji :
H0 ditolak jika p-value <
(Warsito dan Ispriyanti, 2004)
2.5 Jaringan Syaraf Tiruan (Neural Network)
Jaringan syaraf tiruan (JST) atau yang biasa disebut Artificial Neural
Network (ANN) atau Neural Network (NN) saja, merupakan sistem pemroses
informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf pada makhluk
hidup. Neural network berupa suatu model sederhana dari suatu syaraf nyata
dalam otak manusia seperti suatu unit threshold yang biner.
Neural network merupakan sebuah mesin pembelajaran yang dibangun
dari sejumlah elemen pemrosesan sederhana yang disebut neuron atau node.
Setiap neuron dihubungkan dengan neuron yang lain dengan hubungan
komunikasi langsung melalui pola hubungan yang disebut arsitektur jaringan.

15

Bobot-bobot pada koneksi mewakili besarnya informasi yang digunakan jaringan.


Metode yang digunakan untuk menentukan bobot koneksi tersebut dinamakan
dengan algoritma pembelajaran. Setiap neuron mempunyai tingkat aktivasi yang
merupakan fungsi dari input yang masuk padanya. Aktivasi yang dikirim suatu
neuron ke neuron lain berupa sinyal dan hanya dapat mengirim sekali dalam satu
waktu, meskipun sinyal tersebut disebarkan pada beberapa neuron yang lain.
Misalkan input Z1,t, Z2,t, , Zm,t yang bersesuaian dengan sinyal dan
masuk ke dalam saluran penghubung. Setiap sinyal yang masuk dikalikan dengan
bobot koneksinya yaitu w1, w2, , wm sebelum masuk ke blok penjumlahan yang
berlabel . Kemudian blok penjumlahan akan menjumlahkan semua input
terbobot dan menghasilkan sebuah nilai yaitu Zt_in.
Zt_in =

.wi = Zt,1.w1 + Zt,1.w2 + + Zm,1.wm

Aktivasi Zt ditentukan oleh fungsi input jaringannya, Zt=f(Zt_in) dengan f


merupakan fungsi aktivasi yang digunakan.

Z1,t

Z2,t
#

w1
w2

Zt

wm

Zm,t

Gambar 2. Struktur jaringan syaraf tiruan dengan input Z1,t, Z2,t, , Zm,t dan bobot
koneksinya w1, w2, , wm

16

Secara garis besar neural network mempunyai dua tahap pemrosesan


informasi, yaitu tahap pelatihan dan tahap pengujian.
1. Tahap Pelatihan
Tahap pelatihan dimulai dengan memasukkan pola-pola pelatihan (data
latih) ke dalam jaringan. Dengan menggunakan pola-pola ini jaringan akan
mengubah-ubah bobot yang menjadi penghubung antar node. Pada setiap
iterasi (epoch) dilakukan evaluasi terhadap output jaringan. Tahap ini
berlangsung pada beberapa iterasi dan berhenti setelah jaringan
menemukan bobot yang sesuai dan nilai eror yang diinginkan telah
tercapai atau jumlah iterasi telah mencapai nilai yang ditetapkan.
Selanjutnya bobot ini menjadi dasar pengetahuan pada tahap pengujian.
2. Tahap Pengujian
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap suatu pola masukan yang
belum pernah dilatihkan sebelumnya (data uji) menggunakan bobot-bobot
yang telah dihasilkan pada tahap pelatihan. Diharapkan bobot-bobot hasil
pelatihan yang sudah menghasilkan eror minimal juga akan memberikan
eror yang kecil pada tahap pengujian.
(Warsito, 2009)
2.6 Logika Fuzzy (Fuzzy Logic)
2.6.1 Teori Himpunan Fuzzy
Berbeda dengan teori himpunan klasik yang menyatakan suatu objek
adalah anggota (ditandai dengan angka 1) atau bukan anggota (ditandai dengan
angka 0) dari suatu himpunan dengan batas keanggotaan yang jelas/tegas (crips),
teori himpunan fuzzy memungkinkan derajat keanggotaan suatu objek dalam

17

himpunan untuk menyatakan peralihan keanggotaan secara bertahap dalam


rentang antara 0 sampai 1 atau ditulis [0,1].
Definisi himpunan fuzzy (fuzzy set) adalah sekumpulan obyek x dengan
masing-masing obyek memiliki nilai keanggotaan (membership function) atau
disebut juga dengan nilai kebenaran. Jika Zi,t adalah sekumpulan obyek, Zi,t={Z1,t ,
Z2,t , , Zm,t) dan anggotanya dinyatakan dengan Z maka himpunan fuzzy dari A
di dalam Z adalah himpunan dengan sepasang anggota atau dapat dinyatakan
dengan:
= ( ,

( ))|

Dengan F adalah notasi himpunan fuzzy,

( ) adalah derajat keanggotaan dari Z

(nilai antara 0 sampai 1).


(Kusumadewi, 2006)
2.6.2 Fungsi Keanggotaan Fuzzy
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu fungsi yang
menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya. Ada
beberapa fungsi yang dapat digunakan melalui pendekatan fungsi untuk
mendapatkan nilai keanggotaan, seperti Triangular, Trapezoidal, Gaussian, dan
Generalized Bell.
1. Fungsi Keanggotaan Triangular

Gambar 3. Kurva fungsi keanggotaan Triangular

18

Fungsi keanggotaan triangular terbentuk oleh tiga parameter: a,b,dan c,


sebagai berikut:
(

( )= (
(

)
)
)
)

2. Fungsi Keanggotaan Trapezoidal

Gambar 4. Kurva fungsi keanggotaan Trapezoidal


Fungsi keanggotaan trapezoidal terbentuk oleh empat parameter: a, b, c,
dan d, sebagai berikut:
0
( )

( )
( )=
1
( )
( )

3. Fungsi Keanggotaan Gaussian

Gambar 5. Kurva fungsi keanggotaan Gaussian

19

Fungsi keanggotaan gaussian terbentuk oleh dua parameter: dan c,


sebagai berikut:
( )=
4. Fungsi Keanggotaan Generalized Bell

Gambar 6. Kurva fungsi keanggotaan Generalized Bell


Fungsi keanggotaan generalized bell terbentuk oleh tiga parameter: a,
b,dan c, sebagai berikut:
1

( )=
1+

(Matlab, 1999)

2.6.3 Fuzzy C-Means (FCM)


Fuzzy C-Means (FCM) adalah suatu teknik pengklasteran data yang mana
keberadaan tiap data dalam suatu cluster ditentukan oleh nilai keanggotaan.
Konsep FCM pertama kali adalah menentukan pusat cluster yang akan menandai
lokasi rata-rata untuk tiap cluster. Pada kondisi awal pusat cluster ini masih belum
akurat. Tiap-tiap data memiliki derajat keanggotaan untuk tiap cluster. Dengan
cara memperbaiki pusat cluster dan nilai keanggotaan tiap-tiap data secara
berulang maka akan dapat dilihat bahwa pusat cluster akan bergerak menuju
lokasi yang tepat.

20

Algoritma Fuzzy C-Means diberikan sebagai berikut:


1. Tentukan:
a. Matriks Z berukuran n x m, dengan n = jumlah data yang akan
diklaster dan m = jumlah variabel (kriteria),
b. Jumlah cluster yang dibentuk = C (2),
c. Pangkat (pembobot) = w (>1),
d. Maksimum iterasi,
e. Kriteria penghentian = (nilai positif yang sangat kecil)
f. Iterasi awal, t=1 dan =1,
2. Bentuk matriks partisi awal U0 sebagai berikut:

(
(

)
)

(
(

)
)

(
(

, )

, )

(matriks partisi awal biasanya dipilih secara acak)


3. Hitung pusat cluster V untuk setiap cluster:
=

) .
( )

4. Perbaiki derajat keanggotaan setiap data pada setiap cluster (perbaiki


matriks partisi) sebagai berikut:
/(

dengan
/

= (

)=

21

5. Tentukan kriteria berhenti yaitu perubahan matriks partisi pada iterasi


sekarang dengan iterasi sebelumnya sebagai berikut:
=

Apabila maka iterasi dihentikan, namun apabila > maka naikkan


iterasi (t=t+1) dan kembalikan ke langkah 3.
(Kusumadewi, 2006)
2.6.4 Sistem Inferensi Fuzzy
Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System atau FIS) merupakan suatu
kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy
berbentuk if-then, dan penalaran fuzzy. Sistem inferensi fuzzy menerima input
crisp. Input ini kemudian dikirim ke basis pengetahuan yang berisi n aturan fuzzy
dalam bentuk if-then. Fire strength (bobot) akan dicari pada setiap aturan. Apabila
jumlah aturan lebih dari satu, maka akan dilakukan agregasi dari semua aturan.
Selanjutnya, pada hasil agregasi akan dilakukan defuzzy untuk mendapatkan nilai
crisp sebagai keluaran sistem.

aturan-1
If-then

fuzzy

crisp
Input

Agregasi
fuzzy
aturan-n
If-then

Defuzzy
fuzzy

crisp
Agregasi

Gambar 7. Diagram blok sistem inferensi fuzzy


(Kusumadewi, 2006)

22

Sistem inferensi fuzzy terdiri dari 5 (lima) bagian :


1.

Basis aturan (rule base), terdiri dari sejumlah aturan fuzzy if-then,

2.

Basis data (database) yang mendefinisikan fungsi keanggotaan dari


himpunan fuzzy yang digunakan dalam aturan fuzzy, biasanya basis aturan
dan basis data digabung dan disebut basis pengetahuan (knowledge base),

3.

Satuan pengambilan keputusan (decision-making unit) yang membentuk


operasi inferensi pada aturan (rule),

4.

Antarmuka fuzzifikasi (fuzzification interface) yang mengubah input ke


dalam derajat yang sesuai dengan nilai linguistik (linguistik value),

5.

Antarmuka defuzzifikasi (defuzzification interface) yang mengubah hasil


fuzzy inferensi ke bentuk output yang kompak.
(Jang, 1993)

2.6.5 FIS Model Sugeno (TSK)


Sistem

inferensi

fuzzy

menggunakan

metode

Sugeno

memiliki

karakteristik yaitu konsekuen tidak merupakan himpunan fuzzy, namun


merupakan suatu persamaan linier dengan variabel-variabel sesuai dengan
variabel inputnya. Metode ini diperkenalkan oleh Takagi Sugeno Kang (TSK)
pada 1985. Aturan fuzzy metode Sugeno adalah sebagai berikut:
If Z1,t is A1 and Z2,t is A2 then f=h(Z1,t , Z2,t)
Ada dua model untuk sistem inferensi fuzzy dengan menggunakan metode
Sugeno, yaitu model Sugeno orde 0 dan model Sugeno orde 1, sebagai berikut:
1. Model Fuzzy Sugeno Orde 0
Secara umum bentuk model fuzzy Sugeno orde 0 adalah:
If (Z1,t is A1) (Z2,t is A2) (Z3,t is A3) (Zm,t is Am) then f=k

23

dengan Am adalah himpunan fuzzy ke-m sebagai anteseden, adalah


operator fuzzy (seperti AND atau OR), dan k adalah suatu konstanta (tegas)
sebagai konsekuen.
2. Model fuzzy Segeno Orde 1
Secara umum bentuk fuzzy sugeno orde 1 adalah:
If (Z1,t is A1) (Z2,t is A2) (Zm,t is Am) then f=p 1 Z1,t + +pm Zm,t + q
dengan Am adalah himpunan fuzzy ke-m sebagai anteseden, adalah
operator fuzzy (seperti AND atau OR), pm adalah suatu konstanta (tegas)
ke-m dan q juga merupakan konstanta dalam konsekuen.
(Kusumadewi, 2006)
2.7 ANFIS: Adaptive Neuro Fuzzy Infererence System
2.7.1 Gambaran Umum ANFIS
Model Fuzzy dapat digunakan sebagai pengganti dari banyak lapisan.
Dalam hal ini sistem dapat dibagi menjadi dua grup, yaitu satu grup berupa
jaringan syaraf dengan bobot-bobot fuzzy dan fungsi aktivasi fuzzy, dan grup
kedua berupa jaringan syaraf dengan input yang di-fuzzy-kan pada lapisan pertama
atau kedua, namun bobot-bobot pada jaringan syaraf tersebut tidak di-fuzzy-kan.
Menurut Osowski (2004) dalam Kusumadewi (2009), Neuro Fuzzy termasuk
kelompok kedua .
ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System atau Adaptive Networkbased Fuzzy Inference System) adalah arsitektur yang secara fungsional sama
dengan fuzzy rule base model Sugeno. Arsitektur ANFIS juga sama dengan
jaringan syaraf dengan fungsi radial dengan sedikit batasan tertentu. Bisa
dikatakan bahwa ANFIS adalah suatu metode yang mana dalam melakukan

24

penyetelan aturan digunakan algoritma pembelajaran terhadap sekumpulan data.


Pada ANFIS juga memungkinkan aturan-aturan untuk beradaptasi.
Agar jaringan dengan fungsi basis radial ekuivalen dengan fuzzy berbasis
aturan model Sugeno orde 1 ini, diperlukan batasan:
a. Keduanya harus memiliki metode agregasi yang sama (rata-rata terbobot
atau penjumlahan terbobot) untuk menurunkan semua outputnya.
b. Jumlah fungsi aktivasi harus sama dengan jumlah aturan fuzzy (if-then).
c. Jika ada beberapa input pada basis aturannya, maka tiap fungsi aktivasi
harus sama dengan fungsi keanggotaan tiap-tiap inputnya.
d. Fungsi aktivasi dan aturan-aturan fuzzy harus memiliki fungsi yang sama
untuk neuron-neuron dan aturan-aturan yang ada di sisi outputnya.
(Kusumadewi, 2006)
2.7.2 Arsitektur ANFIS
Misalkan input terdiri atas Z1,t dan Z2,t dan sebuah output Zt dengan aturan
model Sugeno orde 1. Orde satu dipilih dengan pertimbangan kesederhanaan dan
kemudahan perhitungan. Model Sugeno orde satu dengan dua aturan fuzzy if-then
adalah sebagai berikut:
Aturan 1 : If Z1,t is A1 and Z2,t is B1 then f1 = p1. Z1,t + q1. Z2,t + r1

Premis

Konsekuen

Aturan 2 : If Z1,t is A2 and Z2,t is B2 then f2 = p2. Z1,t + q2. Z2,t + r2

Premis

Konsekuen

25

dengan Ai dan Bi adalah nilai-nilai keanggotaan merupakan label linguistik


(seperti kecil atau besar), pi, qi, dan ri adalah parameter konsekuen.

A1

B1

f1 = p 1 Z1,t + q1 Z2,t + r1
w1
f=

A2

B2

=
w2
f2 = p 2 Z1,t + q2 Z2,t + r2

Gambar 8. ANFIS dengan model Sugeno

Lapisan

4
Z1,t

A1
Z1,t

A2

w1

5
Z2,t

2
1f1

B1

Z2,t
B2

w2

Zt

2f2

N
2

Z1,t

Z2,t

Parameter

Parameter

premis

konsekuen

Gambar 9. Arsitektur jaringan ANFIS


(Jang, Sun, dan Mizutani, 1997)

26

2.7.3 Jaringan ANFIS


Jaringan ANFIS terdiri dari lapisan-lapisan sebagai berikut (Jang, Sun, dan
Mizutani, 1997):
Lapisan 1:
Lapisan ini merupakan lapisan fuzzifikasi. Pada lapisan ini tiap neuron
adaptif terhadap parameter suatu aktivasi. Output dari tiap neuron berupa derajat
keanggotaan yang diberikan oleh fungsi keanggotaan input. Misalkan fungsi
keanggotaan Generalized Bell diberikan sebagai:
( )=

Dengan Z adalah input, dalam hal ini Z ={Z1,t, Z2,t} dan {a, b, dan c} adalah
parameter-parameter, biasanya b=1. Jika nilai parameter-parameter ini berubah,
maka bentuk kurva yang terjadi akan ikut berubah. Parameter-parameter ini
biasanya disebut dengan nama parameter premis.

Lapisan 2:
Lapisan ini berupa neuron tetap (diberi simbol ) merupakan hasil kali
dari semua masukan, sebagai berikut:
=

Biasanya digunakan operator AND. Hasil perhitungan ini disebut firing strength
dari sebuah aturan. Tiap neuron merepresentasikan aturan ke-i.

27

Lapisan 3:
Tiap neuron pada lapisan ini berupa neuron tetap (diberi simbol N)
merupakan hasil perhitungan rasio dari firing strength ke-i (wi) terhadap jumlah
dari keseluruhan firing strength pada lapisan kedua, sebagai berikut:
=

, = , .

Hasil perhitungan ini disebut normalized firing strength.

Lapisan 4:
Lapisan ini berupa neuron yang merupakan neuron adaptif terhadap suatu
output, sebagai berikut:
=
dengan

adalah normalized firing strength pada lapisan ketiga dan pi, qi, dan ri

adalah parameter-parameter pada neuron tersebut. Parameter-parameter ini biasa


disebut parameter konsekuen.

Lapisan 5:
Lapisan ini berupa neuron tunggal (diberi simbol ) merupakan hasil
penjumlahan seluruh output dari lapisan keempat, sebagai berikut:
=

(Kusumadewi, 2006)

28
Z1,t

Z2,t

Z1,t
Zt

Z2,t

Gambar 10. Contoh model ANFIS untuk 2 input dengan 9 aturan


(Jang, Sun, dan Mizutani, 1997)
2.7.4 Algoritma Pembelajaran Hybrid
Pada saat parameter premis ditemukan keluaran keseluruhan akan
merupakan kombinasi linier dari konsekuen parameter, yaitu:
=
=
=(

+
(

,
,

+
+(

+
,

+
,

)+
)

+(

(
)

+(

,
,

)
+(

+(

adalah linier terhadap parameter p 1, q1, r1, p2, q2, dan r2.
Algoritma hibrida akan mengatur parameter-parameter konsekuen p i, q i,
dan ri secara maju (forward) dan akan mengatur parameter-parameter premis a, b,
dan c secara mundur (backward). Pada langkah maju, input jaringan akan
merambat maju sampai pada lapisan keempat. Parameter-parameter konsekuen
akan diidentifikasi dengan menggunakan least-square. Sedangkan pada langkah

29

mundur, eror sinyal akan merambat mundur dan parameter-parameter premis akan
diperbaiki dengan menggunakan metode gradient descent.
Tabel 2. Prosedur pembelajaran Hybrid metode ANFIS
Arah Maju

Arah Mundur

Parameter Premis

Tetap

Gradient descent

Parameter Konsekuen

Least-squares estimator

Tetap

Sinyal

Keluaran neuron

Sinyal eror
(Jang, Sun, dan Mizutani, 1997)

2.7.5 LSE Rekursif


Apabila dimiliki m elemen pada vektor Zt (Zt berukuran m x 1) dan n
parameter

berukuran n x 1), dengan baris ke-i pada matriks [A Zt]

dinotasikan sebagai [aiT Zt], Least-squares estimator ditulis sebagai berikut:


ATA =AT Zt
Jika ATA adalah nonsingular dan

bersifat unik maka dapat diberikan:


= (ATA)-1AT Zt

atau dengan membuang ^ dan diasumsikan jumlah baris dari pasangan A dan Zt
adalah k maka diperoleh:
= (ATA)-1AT Zt
Pada LSE rekursif ditambahkan suatu pasangan data [aiT Zt], sehingga
terdapat sebanyak m+1 pasangan data. Kemudian LSE
bantuan

dihitung dengan

. Karena jumlah parameter ada sebanyak n maka dengan metode

inversi, sebagai berikut:


Pn=(AnTAn)-1 dan

=PnAnT

( )

30

Selanjutnya iterasi dimulai dari data ke-(n+1), dengan P0 dan


persamaan Pn dan

, nilai Pk+1 dan

dapat dihitung sebagai berikut:

=
=

dihitung dengan

(
1+

)
(Kusumadewi, 2006)

2.7.6 Model Propagasi Eror


Model propagasi eror digunakan untuk melakukan perbaikan terhadap
parameter premis (a dan c). Konsep yang digunakan adalah gradient descent.
Apabila dimiliki jaringan adaptif seperti Gambar 9, dan

menyatakan eror pada

neuron ke-j pada lapisan ke-i maka perhitungan eror pada tiap neuron pada tiap
lapisan dirumuskan sebagai berikut:
a. Eror pada Lapisan 5
Pada lapisan 5 terdapat satu buah neuron. Propagasi eror yang menuju
lapisan ini dirumuskan sebagai berikut:
= 2(

=
dengan

adalah output target, f adalah output jaringan, dan

jumlah kuadrat eror (SSE) pada lapisan kelima

= (

adalah

) .

b. Eror pada Lapisan 4


Pada lapisan 4 terdapat sebanyak dua buah neuron. Propagasi eror yang
menuju lapisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
=

31

dengan

adalah eror pada neuron ke-j (j=1,2),

lapisan 4 ke-j. Karena f=


=

=1 ;

adalah output neuron

, maka:
=

=1

sehingga
=

(1) =

( 1) =

c. Eror pada Lapisan 3


Pada lapisan 3 terdapat sebanyak dua buah neuron. Propagasi eror yang
menuju lapisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
=
dengan

adalah eror pada neuron ke-j (j=1,2),


=

lapisan 3 ke-j. Karena


=

(
(

)
)

dan
=

adalah output neuron

maka:
=

)
(

sehingga
=

d. Eror pada Lapisan 2


Pada lapisan 2 terdapat sebanyak dua buah neuron. Propagasi eror yang
menuju lapisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

32

dengan

adalah output neuron ke-1 dan


=

pada lapisan 2. Karena

(
=

maka:

dan

adalah output neuron ke-2

sehingga
=
=

=
=

e. Eror pada Lapisan 1


Pada lapisan 1 terdapat sebanyak empat buah neuron. Propagasi eror yang
menuju lapisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
=
Karena
= A2,

;
=

= B1, dan

( ).

( ),

= B2, maka:

=
=

;
=

( ).

=
( ),

= A1,

33

( ).

( )

( )
( ).

( ).

( )

( )

( )

( )

( )

( )
( ).

( )

( )

( )

( )

Eror tersebut digunakan untuk mencari informasi eror terhadap


parameter a (a11 dan a 12 untuk A1 dan A2, b11 dan b 12 untuk B1 dan B2) dan
c (c11 dan c12 untuk A1 dan A2, c11 dan c12 untuk B1 dan B2) sebagai berikut:
=

Karena fungsi keanggotaan yang digunakan adalah generalized bell :


1

( )=
1+

maka
1
1+

2( )
1+

dan

34

1
1+

2( )

1+
serta
=0 ;

=0

=0 ;

2(

=0

sehingga

1+

2(
1+

2(
1+

2(
1+

dan

2(
1+

35

2(
1+

1+

2(
1+

2(

Kemudian ditentukan perubahan nilai parameter aij dan cij (aij dan cij),
i,j=1,2, dihitung sebagai berikut:
a11 =

c11 =

Z ;

dengan

; a12 =
c12 =

Z ; a21 =

; a22 =

c21 =

; c22 =

Z ;

adalah laju pembelajaran yang terletak pada interval [0,1]. Sehingga

nilai aij dan cij yang baru adalah:


aij = a ij (lama) + aij dan cij = cij (lama) + cij
(Kusumadewi, 2006)
2.7.7 Root Mean Square Eror (RMSE)
Hasil pelatihan dari metode ANFIS dapat diperiksa dengan ukuran root
mean square eror (RMSE) sebagai berikut:
=

dengan n adalah banyak data,


runtun waktu asli (data aktual).

adalah data hasil prediksi, dan

adalah data

BAB III
METODOLOGI

4.1 Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data simulasi dan data
studi kasus. Data dibagi menjadi dua yaitu data in-sample dan out-sample. Data
in-sample digunakan untuk pemodelan sedangkan data out-sample digunakan
untuk menghitung nilai eror yang dihasilkan dari nilai ramalan model. Sehingga
diperoleh RMSE model (in-sample) dan RMSE data peramalan (out-sample).

4.1.1 Data Simulasi


Data simulasi berasal dari komputer yang dibangkitkan menggunakan
program R sejumlah 200 buah. Sebanyak empat karakteristik data yang
dibangkitkan yaitu stasioner, stasioner dengan outlier, nonstasioner, dan
nonstasioner dengan outlier. Data sebanyak 200 buah dibagi menjadi dua bagian
yaitu data in-sample dan data out-sample. Data in-sample sebanyak 151 buah dan
data out-sample sebanyak 49 buah.

4.1.2 Data Studi Kasus


Data studi kasus adalah berupa data harga minyak kelapa sawit Indonesia.
Data berjumlah 1000 data, merupakan data harian dari tanggal 18 Juli 2005
sampai 31 Agustus 2009. Data sebanyak 1000 buah dibagi menjadi dua bagian
yaitu data in-sample dan data out-sample. Data in-sample sebanyak 609 buah dan
data out-sample sebanyak 391 buah.

36

37

4.2 Metode Analisis ARIMA


Analisis data dengan ARIMA dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
1. Tahap Identifikasi
Pada tahap ini dilakukan pengujian stasioner denan visual dan formal
menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Jika tidak stasioner
maka data dilakukan proses differencing. Setelah data hasil differencing
telah stasioner selanjutnya adalah menganalisis plot ACF dan PACF.
Dengan melihat plot ACF dan PACF ditentukan model yang diduga.
2. Tahap Estimasi
Pada tahap ini dilakukan estimasi parameter berdasarkan model yang telah
diduga pada tahap sebelumnya. Kemudian parameter tersebut dilakukan
pengujian apakah signifikan atau tidak. Model yang digunakan adalah
model yang semua parameternya signifikan. Nilai RMSE dihitung dari
nilai SSE, yaitu RMSE =

3. Tahap Diagnosis
Pada tahap ini model ARIMA yang telah diperoleh dilakukan pengujian
asumsi-asumsi:
a. Uji Ljung-Box, terpenuhi jika tidak ada korelasi residual antar lag,
b. Uji Normalitas, terpenuhi jika residual berdistribusi normal,
c. Uji ARCH-LM, tepenuhi jika tidak ada efek ARCH,
d. Uji Ramsey RESET, terpenuhi jika model linier.
4. Tahap Peramalan
Pada tahap ini dihitung nilai RMSE berdasarkan data out-sample terhadap
data hasil peramalan dari model yang telah dibentuk.

38

4.3 Metode Analisis ANFIS


ANFIS merupakan penggabungan mekanisme sistem inferensi fuzzy yang
digambarkan dalam arsitektur jaringan saraf (neural network). Sistem inferensi
fuzzy yang digunakan adalah sistem inferensi fuzzy model Tagaki-Sugeno Kang
(TSK) orde satu karena pertimbangan kesederhanaan dan kemudahan komputasi.
Dalam proses pembelajaran, ANFIS menggunakan neural network, sedangkan
penyelesaian menggunakan logika fuzzy. Parameter ANFIS dapat dipisahkan
menjadi dua, yaitu parameter premis dan konsekuen yang dapat diadaptasikan
dengan pelatihan hybrid.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengimplementasikan ANFIS
adalah sebagai berikut:
1. Memasukkan Data
Pada tahap ini ditentukan jumlah input dari struktur jaringan ANFIS. Input
yang digunakan ditentukan berdasarkan hasil analisis ARIMA. Model
ARIMA yang terbentuk menjadi dasar apa saja inputnya (seperti Zt-1, Zt-2,
dan lainnya). Sedangkan output yang digunakan adalah Zt. Kemudian data
dibagi menjadi dua, yaitu data pelatihan (training data) dan data
pengecekan (checking data).
2. Membangun Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System)
Pada tahap ini ditentukan model yang digunakan adalah Sugeno orde satu.
Kemudian ditentukan jumlah klaster dan jenis fungsi keanggotaan yang
digunakan yaitu trimf (Triangular), trapmf (Trapezoidal), gbellmf
(Generalized

Bell),

gaussmf

(Gaussian),

gauss2mf

(Gaussian

39

Combination), pimf (Phi), dsigmf (Difference Sigmoidal), atau psigmf


(Product Sigmoidal).
3. Menentukan Parameter Pelatihan
Pada tahap ini ditentukan metode optimasi yang digunakan adalah hybrid
dan besar toleransi eror adalah sebesar 0. Kemudian ditentukan jumlah
iterasi (epoch) maksimum yang diinginkan.
4. Proses Pelatihan
ANFIS dalam kerjanya mempergunakan algoritma belajar hybrid terdiri
atas dua bagian yaitu arah maju (forward pass) dan arah mundur
(backward pass), menggabungkan metode Least-squares estimator dan
Gradient Descent. Dalam struktur ANFIS metode Least-squares estimator
dilakukan di lapisan 4 dan Gradient Descent dilakukan di lapisan 1. Baik
tidaknya kinerja dari pelatihan ANFIS dapat diperiksa berdasarkan nilai
RMSE.
5. Analisis Hasil
Pada tahap ini dapat dilakukan evaluasi dari hasil pelatihan, apa pelatihan
terbaik ANFIS berdasarkan jumlah input, jumlah klaster, dan fungsi
keanggotaan, yaitu yang menghasilkan nilai RMSE terkecil.

40

Mulai

Masukkan data
training dan checking

Membentuk struktur jaringan ANFIS


dengan model Sugeno

Menentukan jenis fungsi keanggotaan


dan jumlah klaster

Membangkitkan
fuzzy inference system

Menentukan metode optimasi, toleransi eror,


dan maksimum epoch/iterasi
Menjalankan
pelatihan ANFIS

Dihasilkan eror kecil?


Ya
Membandingkan data
dengan hasil prediksi

Peroleh model
terbaik ANFIS

Selesai

Gambar 11. Flow chart ANFIS

Tidak

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data Runtun Waktu dengan ARIMA


4.1.1 Analisis ARIMA pada Data Stasioner
Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,0,0) dengan

=0.5

sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 1), grafik runtun

0
-3

-2

-1

data1

waktu data tersebut sebagai berikut:

50

100

150

200

Time

Gambar 12. Grafik runtun waktu data stasioner


1. Tahap Identifikasi
Uji stasioner secara visual dengan melihat grafik runtun waktu data
tersebut dapat diduga data adalah stasioner karena runtun data berada di sekitar
nilai tengah. Sedangkan uji secara formal dilakukan dengan uji Augmented
Dickey-Fuller (ADF) sebagai berikut:
Hipotesis
H0 : Data tidak stasioner
H1 : Data stasioner

41

42

Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh:
Tabel 3. Statistik uji ADF pada data stasioner

Augmented Dickey-Fuller test statistic


Test critical values:
1% level
5% level
10% level

t-Statistic

Prob.*

-8.424989
-3.463235
-2.875898
-2.574501

0.0000

Kriteria uji : H0 ditolak jika | t-hitung | > t-tabel atau Prob < 0.05
Keputusan : Karena Prob = 0.0000 < 0.05 maka H0 ditolak
Kesimpulan: Data stasioner
Karena data telah stasioner maka tidak perlu dilakukan differencing.
Selanjutnya adalah pendugaan orde AR dan MA untuk pemodelan ARIMA
dengan melihat plot ACF dan PACF, sebagai berikut:

-0 .2

0 .0

0 .2

ACF
0 .4

0 .6

0 .8

1 .0

Series data1newin

10

15

20

Lag

Gambar 13. (a) Plot ACF dari data stasioner

43

- 0 .1

0 .0

P a r tia l A C F
0 .1
0 .2
0 .3

0 .4

0 .5

Series data1newin

10

15

20

Lag

Gambar 13. (b) Plot PACF dari data stasioner


Koefisien parameter positif pada plot ACF adalah dies down (turun cepat
secara eksponensial) dengan nilai ACF yang selalu positif. Sedangkan PACF
menunjukkan pola yang terputus setelah lag 1. Dari gambar 13, dapat disimpulkan
bahwa plot ACF dan PACF menunjukkan model AR(1).
2. Tahap Estimasi
Estimasi parameter model ARIMA (1,0,0) pada data tersebut digunakan
program Eviews sebagai berikut:
Tabel 4. Estimasi model ARIMA pada data stasioner
Variable

Coefficient

Std. Eror

t-Statistic

Prob.

C
AR(1)

-0.104233
0.497589

0.156448
0.072070

-0.666251
6.904273

0.5063
0.0000

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

Model :

0.243621
0.238510
0.962543
137.1204
-206.1076
2.043301

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

-0.112719
1.103032
2.774768
2.814909
47.66898
0.000000

44

Uji Signifikansi Parameter:


Hipotesis
H0 :

= 0 (parameter AR(1) tidak signifikan)

H1 :

0 (parameter AR(1) signifikan)

Taraf signifikan
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari tabel 4 diperoleh nilai Prob = 0.0000
Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob <
Keputusan
Karena Prob=0.0000 < 0.05 maka H0 ditolak
Kesimpulan
Parameter AR(1) signifikan
Dari tabel 4 diperoleh SSE =
.

adalah

= 0.9561

3. Tahap Diagnosis
a. Uji Ljung-Box
Hipotesis
H0 : Tidak ada korelasi residual antar lag
H1 : Ada korelasi residual antar lag
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05

maka dapat dihitung nilai RMSE

45

Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 5. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data stasioner
Autocorrelation
.|.
.|*
*|.
.|.
.|.
.|.
.|.
*|.
*|.
*|.
.|.
.|.

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

Partial Correlation
.|.
.|*
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
*|.
.|.
*|.
.|.
.|.

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

AC

PAC

Q-Stat

Prob

-0.027
0.073
-0.060
0.047
0.005
0.029
-0.053
-0.092
-0.061
-0.087
0.021
0.020

-0.027
0.073
-0.057
0.040
0.015
0.020
-0.049
-0.100
-0.057
-0.087
0.018
0.036

0.1078
0.9364
1.4948
1.8456
1.8494
1.9848
2.4272
3.7922
4.3914
5.6369
5.7085
5.7769

0.333
0.474
0.605
0.763
0.851
0.877
0.803
0.820
0.776
0.839
0.888

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob < 0.05
Keputusan:
Karena Prob dari uji LjungBox yang semuanya lebih besar dari 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat white
noise.
b. Uji Normalitas
Hipotesis
H0 : Residual berdistribusi normal
H1 : Residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:

46

20
Series: Residuals
Sample 2 151
Observations 150

16

12

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

2.20e-14
0.049447
2.511833
-2.351343
0.959308
0.044291
2.873198

Jarque-Bera
Probability

0.149536
0.927959

0
-2

-1

Gambar 14. Uji normalitas model ARIMA pada data stasioner


Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob < 0.05
Keputusan
Karena Prob = 0.927959 > 0.05 maka H0 diterima, jadi dapat disimpulkan
bahwa residual berdistribusi normal.
c. Uji ARCH-LM
Hipotesis
H0 : Tidak ada efek ARCH
H1 : Ada efek ARCH
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 6. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data stasioner
F-statistic
Obs*R-squared

1.376919
1.382702

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob F < 0.05

Prob. F(1,147)
Prob. Chi-Square(1)

0.242524
0.239642

47

Keputusan
Karena Prob F = 0.242524 >

0.05 maka H0 diterima, jadi dapat

disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat varian konstan (tidak
ada efek ARCH).
d) Uji Linieritas
Hipotesis
H0 : Model linier
H1 : Model tidak linier
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 7. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data stasioner
F-statistic
Log likelihood ratio

2.731129
2.761294

Prob. F(1,147)
Prob. Chi-Square(1)

0.100544
0.096570

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob F < 0.05
Keputusan
Karena nilai Prob F =0.100544 > 0.05

maka H0 diterima dapat

disimpulkan bahwa model linier.


4. Tahap Peramalan
Dari model yang telah diperoleh dilakukan peramalan sebanyak 49 data ke
depan, lalu dibandingkan dengan data out-sample sehingga diperoleh nilai eror
yang digunakan untuk menghitung nilai RMSE out-sample.

48

Tabel 8. Nilai eror model ARIMA pada data stasioner


In-Sample
Out-Sample
Jumlah Data
150
49
MSE
0.914136
1.37808
RMSE
0.956105
1.173916

4.1.2 Analisis ARIMA pada Data Stasioner dengan Outlier


Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,0,0) dengan

=0.5

sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 1), lalu ditentukan
sebuah outlier yaitu data ke 101 sebesar n[101]=10, grafik runtun waktu data

4
-2

data2

10

tersebut sebagai berikut:

50

100

150

200

Time

Gambar 15. Grafik runtun waktu data stasioner dengan outlier


1. Tahap Identifikasi
Uji stasioner secara visual dengan melihat dari grafik runtun waktu data
tersebut, dapat diduga data adalah stasioner karena runtun data berada di sekitar
nilai tengah. Sedangkan uji secara formal dilakukan dengan uji Augmented
Dickey-Fuller (ADF) sebagai berikut:
Hipotesis
H0 : Data tidak stasioner
H1 : Data stasioner

49

Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 9. Statistik uji ADF pada data stasioner dengan outlier

Augmented Dickey-Fuller test statistic


Test critical values:
1% level
5% level
10% level

t-Statistic

Prob.*

-9.729525
-3.463235
-2.875898
-2.574501

0.0000

Kriteria uji : H0 ditolak jika | t-hitung | > t-tabel atau Prob < 0.05
Keputusan : Karena Prob = 0.0000 < 0.05 maka H0 ditolak
Kesimpulan: Data stasioner
Karena data telah stasioner maka tidak perlu dilakukan differencing.
Selanjutnya adalah pendugaan orde AR dan MA untuk pemodelan ARIMA
dengan melihat plot ACF dan PACF, sebagai berikut:

ACF

0 .0

0 .2

0 .4

0 .6

0 .8

1 .0

Series data2newin

10

15

20

Lag

Gambar 16. (a) Plot ACF dari data stasioner dengan outlier

50

0 .1
- 0 .1

0 .0

P a r ti a l A C F

0 .2

0 .3

Series data2newin

10

15

20

Lag

Gambar 16. (b) Plot PACF dari data stasioner dengan outlier
Koefisien parameter positif pada plot ACF adalah dies down (turun cepat
secara eksponensial) dengan nilai ACF yang selalu positif. Sedangkan PACF
menunjukkan pola yang terputus setelah lag 1. Dari gambar 16, dapat disimpulkan
bahwa plot ACF dan PACF menunjukkan model AR(1).
2. Tahap Estimasi
Estimasi parameter model ARIMA (1,0,0) pada data tersebut digunakan
program Eviews sebagai berikut:
Tabel 10. Estimasi model ARIMA pada data stasioner dengan outlier
Variable

Coefficient

Std. Eror

t-Statistic

Prob.

C
AR(1)

-0.031604
0.333585

0.159164
0.077915

-0.198561
4.281369

0.8429
0.0000

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

Model :

0.110203
0.104191
1.299022
249.7439
-251.0758
2.060037

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

-0.035893
1.372489
3.374345
3.414486
18.33012
0.000033

51

Uji Signifikansi Parameter:


Hipotesis
H0 :

= 0 (parameter AR(1) tidak signifikan)

H1 :

0 (parameter AR(1) signifikan)

Taraf signifikan
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari tabel 10 diperoleh nilai Prob = 0.0000
Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob <
Keputusan
Karena Prob=0.0000 < 0.05 maka H0 ditolak
Kesimpulan
Parameter AR(1) signifikan
Dari tabel 10 diperoleh SSE =
RMSE adalah

= 1.2903

3. Tahap Diagnosis
a. Uji Ljung-Box
Hipotesis
H0 : Tidak ada korelasi residual antar lag
H1 : Ada korelasi residual antar lag
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji

maka dapat dihitung nilai

52

Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:


Tabel 11. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data stasioner dengan outlier
Autocorrelation
.|.
.|*
.|.
.|.
*|.
.|*
.|.
*|.
*|.
.|.
.|.
*|.

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

Partial Correlation
.|.
.|*
.|.
.|.
*|.
.|*
.|.
*|.
*|.
.|.
.|.
*|.

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

AC

PAC

Q-Stat

Prob

-0.034
0.093
0.016
0.038
-0.062
0.091
0.027
-0.095
-0.085
-0.055
-0.030
-0.083

-0.034
0.092
0.022
0.031
-0.064
0.081
0.043
-0.109
-0.101
-0.053
-0.002
-0.071

0.1720
1.5179
1.5569
1.7800
2.3757
3.6784
3.7983
5.2464
6.4264
6.9130
7.0594
8.2090

0.218
0.459
0.619
0.667
0.597
0.704
0.630
0.600
0.646
0.720
0.694

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob < 0.05
Keputusan:
Karena Prob dari uji LjungBox yang semuanya lebih besar dari 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat white
noise.
b. Uji Normalitas
Hipotesis
H0 : Residual berdistribusi normal
H1 : Residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:

53

30
Series: Residuals
Sample 2 151
Observations 150

25
20
15
10
5
0
-5.0

-2.5

0.0

2.5

5.0

7.5

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

-1.51e-09
-0.006210
9.509432
-4.661496
1.294656
2.341188
21.65864

Jarque-Bera
Probability

2312.934
0.000000

10.0

Gambar 17. Uji normalitas model ARIMA pada data stasioner dengan outlier
Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob < 0.05
Keputusan
Karena Prob = 0.000000 > 0.05 maka H0 ditolak, jadi dapat disimpulkan
bahwa residual tidak berdistribusi normal.
c. Uji ARCH-LM
Hipotesis
H0 : Tidak ada efek ARCH
H1 : Ada efek ARCH
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 12. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data stasioner dengan outlier
F-statistic
Obs*R-squared

6.533835
6.340892

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob F < 0.05

Prob. F(1,147)
Prob. Chi-Square(1)

0.011599
0.011799

54

Keputusan
Karena Prob F = 0.011599 <

0.05 maka H0 ditolak, jadi dapat

disimpulkan bahwa residual model tidak memenuhi syarat varian konstan (ada
efek ARCH).
d. Uji Linieritas
Hipotesis
H0 : Model linier
H1 : Model tidak linier
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 13. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data stasioner dengan outlier
F-statistic
Log likelihood ratio

15.37964
14.92567

Prob. F(1,147)
Prob. Chi-Square(1)

0.000134
0.000112

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob F < 0.05
Keputusan
Dari tabel 13 dapat diperoleh bahwa nilai Prob F=0.000134 < 0.05 maka
dapat disimpulkan bahwa model cenderung nonlinier.
4. Tahap Peramalan
Dari model yang telah diperoleh dilakukan peramalan sebanyak 49 data ke
depan, lalu dibandingkan dengan data out-sample sehingga diperoleh nilai eror
yang digunakan untuk menghitung nilai RMSE out-sample.

55

Tabel 14. Nilai eror model ARIMA pada data stasioner dengan outlier
In-Sample
Out-Sample
Jumlah Data
150
49
MSE
1.664959
1.433859
RMSE
1.290333
1.197439
4.1.3 Analisis ARIMA pada Data Nonstasioner
Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,1,0) dengan

=0.5

sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 2), grafik runtun

0
-5
-15

-10

data3new2

10

15

waktu data tersebut sebagai berikut:

50

100

150

200

Time

Gambar 18. Grafik runtun waktu data nonstasioner


1. Tahap Identifikasi
Uji stasioner secara visual dengan melihat dari grafik runtun waktu data
tersebut dapat diduga data adalah tidak stasioner karena runtun data tidak berada
di sekitar nilai tengah. Sedangkan uji secara formal dilakukan dengan uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF) sebagai berikut:
Hipotesis
H0 : Data tidak stasioner
H1 : Data stasioner
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05

56

Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 15. Statistik uji ADF pada data nontasioner

Augmented Dickey-Fuller test statistic


Test critical values:
1% level
5% level
10% level

t-Statistic

Prob.*

-1.408734
-3.463405
-2.875972
-2.574541

0.5774

Kriteria uji : H0 ditolak jika | t-hitung | > t-tabel atau Prob < 0.05
Keputusan : Karena Prob = 0.5774 > 0.05 maka H0 diterima
Kesimpulan: Data tidak stasioner
Karena data belum stasioner maka perlu dilakukan differencing. Hasil

1
0
-2

-1

data3new2diff

differencing sebanyak 1 kali adalah sebagai berikut:

50

100

150

200

Time

Gambar 19. Grafik runtun waktu data nonstasioner differencing satu


Dari gambar 19, terlihat secara visual menunjukkan bahwa data telah
stasioner. Untuk meyakinkan stasioner dilakukan uji formal dengan menggunakan
uji ADF sebagai berikut:
Hipotesis
H0 : Data tidak stasioner
H1 : Data stasioner

57

Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 16. Statistik uji ADF pada data nontasioner differencing satu

Augmented Dickey-Fuller test statistic


Test critical values:
1% level
5% level
10% level

t-Statistic

Prob.*

-8.236997
-3.463405
-2.875972
-2.574541

0.0000

Kriteria uji : H0 ditolak jika | t-hitung | > t-tabel atau Prob < 0.05
Keputusan : Karena Prob = 0.0000 < 0.05 maka H0 ditolak
Kesimpulan: Data stasioner
Selanjutnya adalah pendugaan orde AR dan MA untuk pemodelan
ARIMA dengan melihat plot ACF dan PACF, sebagai berikut:

0 .4
-0 .2

0 .0

0 .2

AC F

0 .6

0 .8

1 .0

Series data3new2diffin

10

15

20

Lag

Gambar 20. (a) Plot ACF dari data nonstasioner differencing satu

58

0 .2
0 .1
- 0 .1

0 .0

P a r ti a l A C F

0 .3

0 .4

0 .5

Series data3new2diffin

10

15

20

Lag

Gambar 20. (b) Plot PACF dari data nonstasioner differencing satu
Koefisien parameter positif pada plot ACF adalah dies down (turun cepat
secara eksponensial) dengan nilai ACF yang selalu positif. Sedangkan PACF
menunjukkan pola yang terputus setelah lag 1. Dari gambar 20, dapat disimpulkan
bahwa plot ACF dan PACF menunjukkan model AR(1).
2. Tahap Estimasi
Estimasi parameter model ARIMA (1,1,0) pada data tersebut digunakan
program Eviews sebagai berikut:
Tabel 17. Estimasi model ARIMA pada data nonstasioner
Variable

Coefficient

Std. Eror

t-Statistic

Prob.

C
AR(1)

0.015533
0.505960

0.157574
0.070056

0.098574
7.222237

0.9216
0.0000

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

Model :

0.260594
0.255598
0.953371
134.5195
-204.6713
1.956715

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.008777
1.104989
2.755618
2.795760
52.16071
0.000000

59

Uji Signifikansi Parameter:


Hipotesis
H0 :

= 0 (parameter AR(1) tidak signifikan)

H1 :

0 (parameter AR(1) signifikan)

Taraf signifikan : = 5% = 0.05


Statistik uji
Dari tabel 17 diperoleh nilai Prob = 0.0000
Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob <
Keputusan
Karena Prob=0.0000 < 0.05 maka H0 ditolak
Kesimpulan
Parameter AR(1) signifikan
Dari tabel 17 diperoleh SSE =
RMSE adalah

maka dapat dihitung nilai

= 0.9470

3. Tahap Diagnosis
a. Uji Ljung-Box
Hipotesis
H0 : Tidak ada korelasi residual antar lag
H1 : Ada korelasi residual antar lag
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:

60

Tabel 18. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data nonstasioner


Autocorrelation
.|.
.|.
.|.
*|.
*|.
.|*
*|.
.|*
.|*
.|*
.|*
.|.

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

Partial Correlation
.|.
.|.
.|.
*|.
*|.
.|*
*|.
.|*
.|.
.|*
.|*
.|.

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

AC

PAC

Q-Stat

Prob

0.017
-0.030
0.022
-0.127
-0.102
0.085
-0.061
0.086
0.088
0.068
0.144
-0.023

0.017
-0.030
0.023
-0.129
-0.098
0.081
-0.066
0.084
0.055
0.087
0.153
-0.026

0.0421
0.1781
0.2527
2.7718
4.4135
5.5460
6.1366
7.3146
8.5710
9.3295
12.745
12.835

0.673
0.881
0.428
0.353
0.353
0.408
0.397
0.380
0.407
0.238
0.304

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob < 0.05
Keputusan:
Karena Prob dari uji LjungBox yang semuanya lebih besar dari 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat white
noise.
b. Uji Normalitas
Hipotesis
H0 : Residual berdistribusi normal
H1 : Residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:

61

24
Series: Residuals
Sample 2 151
Observations 150

20
16
12
8
4
0
-2

-1

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

-4.44e-09
-0.068379
2.675150
-2.452955
0.950166
0.346338
2.820379

Jarque-Bera
Probability

3.200402
0.201856

Gambar 21. Uji normalitas model ARIMA pada data nonstasioner


Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob < 0.05
Keputusan
Karena Prob = 0.201856 > 0.05 maka H0 diterima, jadi dapat disimpulkan
bahwa residual berdistribusi normal.
c. Uji ARCH-LM
Hipotesis
H0 : Tidak ada efek ARCH
H1 : Ada efek ARCH
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 19. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data nonstasioner
F-statistic
Obs*R-squared

0.921868
0.928587

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob F < 0.05

Prob. F(1,147)
Prob. Chi-Square(1)

0.338562
0.335230

62

Keputusan
Karena Prob F = 0.338562 >

0.05 maka H0 diterima, jadi dapat

disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat varian konstan (tidak
ada efek ARCH).
d. Uji Linieritas
Hipotesis
H0 : model linier
H1 : model tidak linier
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 20. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data nonstasioner
F-statistic
Log likelihood ratio

1.274937
1.295346

Prob. F(1,147)
Prob. Chi-Square(1)

0.260682
0.255065

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob F < 0.05
Keputusan
Karena nilai Prob F = 0.260682 > 0.05

maka H0 diterima dapat

disimpulkan bahwa model linier.


4. Tahap Peramalan
Dari model yang telah diperoleh dilakukan peramalan sebanyak 49 data ke
depan, lalu dibandingkan dengan data out-sample sehingga diperoleh nilai eror
yang digunakan untuk menghitung nilai RMSE out-sample.

63

Tabel 21. Nilai eror model ARIMA pada data nonstasioner


In-Sample
Out-Sample
Jumlah Data
149
49
MSE
0.896797
0.940404
RMSE
0.946993
0.969744

4.1.4 Analisis ARIMA pada Data Nonstasioner dengan Outlier


Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,1,0) dengan

=0.5

sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 2), lalu ditentukan
sebuah outlier yaitu data ke 101 sebesar n[101]=35, grafik runtun waktu data

10
-10

data4new2

20

30

tersebut sebagai berikut:

50

100

150

200

Time

Gambar 22. Grafik runtun waktu data nonstasioner dengan outlier


1. Tahap Identifikasi
Uji stasioner secara visual dengan melihat dari grafik runtun waktu data
tersebut dapat diduga data adalah tidak stasioner karena runtun data tidak berada
di sekitar nilai tengah. Sedangkan uji secara formal dilakukan dengan uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF) sebagai berikut:
Hipotesis
H0 : Data tidak stasioner
H1 : Data stasioner

64

Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 22. Statistik uji ADF pada data nontasioner dengan outlier

Augmented Dickey-Fuller test statistic


Test critical values:
1% level
5% level
10% level

t-Statistic

Prob.*

-1.238587
-3.463405
-2.875972
-2.574541

0.6576

Kriteria uji : H0 ditolak jika | t-hitung | > t-tabel atau Prob < 0.05
Keputusan : Karena Prob = 0.6576 > 0.05 maka H0 diterima
Kesimpulan: Data tidak stasioner
Karena data belum stasioner maka perlu dilakukan differencing. Hasil

0
-10
-20

data4new2diff

10

20

differencing satu adalah sebagai berikut:

50

100

150

200

Time

Gambar 23. Grafik runtun waktu data nonstasioner dengan outlier differencing
satu
Dari gambar 23 terlihat telah stasioner secara visual. Untuk meyakinkan
stasioner dilakukan uji formal dengan menggunakan uji ADF sebagai berikut:

65

Hipotesis
H0 : Data tidak stasioner
H1 : Data stasioner
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 23. Statistik uji ADF pada data nonstasioner dengan outlier differencing
satu

Augmented Dickey-Fuller test statistic


Test critical values:
1% level
5% level
10% level

t-Statistic

Prob.*

-19.74594
-3.463235
-2.875898
-2.574501

0.0000

Kriteria uji : H0 ditolak jika | t-hitung | > t-tabel atau Prob < 0.05
Keputusan : Karena Prob = 0.0000 < 0.05 maka H0 ditolak
Kesimpulan: Data stasioner
Selanjutnya adalah pendugaan orde AR dan MA untuk pemodelan
ARIMA dengan melihat plot ACF dan PACF, sebagai berikut:

0 .4
0 .2
-0 .4

-0 .2

0 .0

ACF

0 .6

0 .8

1 .0

Series data4new2diffin

10

15

20

Lag

Gambar 24. (a) Plot ACF dari data nontasioner dengan outlier differencing satu

66

-0 .1
-0 .3

-0 .2

P a rti a l A C F

0 .0

0 .1

Series data4new2diffin

10

15

20

Lag

Gambar 24. (b) Plot PACF dari data nontasioner dengan outlier differencing satu
Koefisien parameter positif plot ACF adalah dies down (turun cepat secara
sinusoidal). Sedangkan PACF menunjukkan pola yang terputus setelah lag 1. Dari
Gambar 24, dapat disimpulkan bahwa plot ACF dan PACF menunjukkan model
AR(1).
2. Tahap Estimasi
Estimasi parameter model ARIMA (1,1,0) pada data tersebut digunakan
program Eviews sebagai berikut:
Tabel 24. Estimasi model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier
Variable

Coefficient

Std. Eror

t-Statistic

Prob.

C
AR(1)

0.007031
-0.359970

0.154744
0.076562

0.045436
-4.701677

0.9638
0.0000

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

Model :

0.129953
0.124074
2.577445
983.1966
-353.8538
2.078227

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.008777
2.753948
4.744718
4.784859
22.10577
0.000006

67

Uji Signifikansi Parameter:


Hipotesis
H0 :

= 0 (parameter AR(1) tidak signifikan)

H1 :

0 (parameter AR(1) signifikan)

Taraf signifikan
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari tabel 24 diperoleh nilai Prob = 0.0000
Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob <
Keputusan
Karena Prob=0.0000 < 0.05 maka H0 ditolak
Kesimpulan
Parameter AR(1) signifikan
Dari tabel 24 diperoleh SSE =
RMSE adalah

= 2.5602

3. Tahap Diagnosis
a. Uji Ljung-Box
Hipotesis
H0 : Tidak ada korelasi residual antar lag
H1 : Ada korelasi residual antar lag
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05

maka dapat dihitung nilai

68

Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 25. Uji Ljung-Box pada data nonstasioner dengan outlier
Autocorrelation
.|.
*|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|*
.|*
.|*
.|.

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

Partial Correlation
.|.
*|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|*
.|*
.|*
.|.

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

AC

PAC

Q-Stat

Prob

-0.043
-0.097
0.033
0.022
0.035
0.027
-0.016
0.008
0.092
0.068
0.079
-0.003

-0.043
-0.099
0.024
0.015
0.043
0.034
-0.007
0.010
0.089
0.078
0.104
0.016

0.2887
1.7319
1.8984
1.9717
2.1681
2.2826
2.3258
2.3373
3.7150
4.4710
5.4886
5.4903

0.188
0.387
0.578
0.705
0.809
0.887
0.939
0.882
0.878
0.856
0.905

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob < 0.05
Keputusan:
Karena Prob dari uji LjungBox yang semuanya lebih besar dari 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat white
noise.
b. Uji Normalitas
Hipotesis
H0 : Residual berdistribusi normal
H1 : Residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:

69

50
Series: Residuals
Sample 2 151
Observations 150

40

30

20

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

1.79e-16
-0.136508
20.74857
-15.07369
2.568781
2.069003
37.46577

Jarque-Bera
Probability

7531.329
0.000000

10

0
-15

-10

-5

10

15

20

Gambar 25. Uji normalitas model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier
Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob < 0.05
Keputusan
Karena Prob = 0.000000 > 0.05 maka H0 ditolak, jadi dapat disimpulkan
bahwa residual tidak berdistribusi normal.
c. Uji ARCH-LM
Hipotesis
H0 : Tidak ada efek ARCH
H1 : Ada efek ARCH
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 26. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier
F-statistic
Obs*R-squared

36.68023
29.75472

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob F < 0.05

Prob. F(1,147)
Prob. Chi-Square(1)

0.000000
0.000000

70

Keputusan
Karena Prob F = 0.000000 <

0.05 maka H0 ditolak, jadi dapat

disimpulkan bahwa residual model tidak memenuhi syarat varian konstan (ada
efek ARCH).
d. Uji Linieritas
Hipotesis
H0 : Model linier
H1 : Model tidak linier
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 27. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data nonstasioner dengan
outlier
F-statistic
Log likelihood ratio

35.37786
32.34722

Prob. F(1,147)
Prob. Chi-Square(1)

0.000000
0.000000

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob F < 0.05
Keputusan
Karena nilai Prob F = 0000 < 0.05 maka H0 ditolak dapat disimpulkan
bahwa model cenderung nonlinier.
4. Tahap Peramalan
Dari model yang telah diperoleh dilakukan peramalan sebanyak 49 data ke
depan, lalu dibandingkan dengan data out-sample sehingga diperoleh nilai eror
yang digunakan untuk menghitung nilai RMSE out-sample.

71

Tabel 28. Nilai eror model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier
In-Sample
Out-Sample
Jumlah Data
149
49
MSE
6.554644
0.97998
RMSE
2.560204
0.989939

4.2 Analisis Data Runtun Waktu dengan ANFIS


4.2.1 Analisis ANFIS pada Data Stasioner
Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,0,0) dengan

=0.5

sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 1), grafik runtun
waktu data seperti pada gambar 12.
1. Memasukkan Data
Data dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data checking.
Berdasarkan analisis ARIMA yang telah dilakukan maka data training adalah
data in-sample sebanyak 151 buah dan data checking adalah data out-sample
sebanyak 49 buah.
2. Pemilihan Jumlah Klaster
Dengan menggunakan fungsi keanggotaan gbellmf pada tiap pelatihan
ANFIS dengan jumlah klaster beda-beda, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 29. Pelatihan ANFIS pada data stasioner berdasarkan jumlah klaster
RMSE
RMSE
Jumlah
Jumlah
Data
Data
Data
Data
Klaster
Klaster
Training
Checking
Training
Checking
(in-sample) (out-sample)
(in-sample) (out-sample)
2
0.82558
1.0384
12
0.73569
6.4728
3
0.81545
1.0571
13
0.73251
2.924
4
0.80371
1.1005
14
0.72936
8.1469
5
0.80021
1.0838
15
0.7181
19.1456
6
0.79737
1.058
16
0.71021
52.8073
17
0.69833
6.2812
7
0.79745
1.0489
8
0.7823
2.5788
18
0.70618
12.1948
9
0.76506
5.1393
19
0.67266
2.0776
10
0.76566
2.1907
20
0.68078
25.2972
11
0.74224
3.418

72

Dari tabel 29 ditentukan jumlah klaster terbaik yaitu yang menghasilkan


RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa jumlah klaster
terbaik adalah 7.
3. Pemilihan Fungsi Keanggotaan
Berdasarkan analisis sebelumnya diperoleh bahwa jumlah klaster terbaik
adalah 7. Kemudian dilakukan pelatihan ANFIS dengan jumlah klaster 7 terhadap
beberapa fungsi keanggotaan yang berbeda. Diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 30. Pelatihan ANFIS pada data stasioner berdasarkan fungsi keanggotaan
RMSE
Fungsi
Data Training
Data Checking
Keanggotaan
(in-sample)
(out-sample)
trimf
0.77591
1.0873
trapmf
0.79693
1.0669
gbellmf
0.79745
1.0489
gaussmf
0.79482
1.1394
gauss2mf
0.79455
1.1078
pimf
0.79583
1.0805
dsigmf
0.79716
1.0619
psigmf
0.79716
1.0619

Dari tabel 30 ditentukan fungsi keanggotaan terbaik yaitu yang


menghasilkan RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa
fungsi keanggotaan terbaik adalah gbellmf.
4. Analisis Hasil
Dari pelatihan yang dilakukan pada data diperoleh kesimpulan bahwa
model ANFIS terbaik adalah dengan jumlah klaser 7 dan fungsi keanggotaan
adalah gbellmf. Diperoleh nilai RMSE train = 0.79745 dan RMSE check = 1.0489
(lampiran 4(a)).

73

4.2.2 Analisis ANFIS pada Data Stasioner dengan Outlier


Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,0,0) dengan

=0.5

sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 1), lalu ditentukan
sebuah outlier yaitu data ke 101 sebesar n[101]=10, grafik runtun waktu data
seperti pada gambar 48.
1. Memasukkan Data
Data dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data checking.
Berdasarkan analisis ARIMA yang telah dilakukan maka data training adalah data
in-sample 151 buah dan data checking adalah data out-sample 49 buah.
2. Pemilihan Jumlah Klaster
Dengan menggunakan fungsi keanggotaan gbellmf pada tiap pelatihan
ANFIS dengan jumlah klaster beda-beda, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 31. Pelatihan ANFIS pada data stasioner dengan outlier berdasarkan jumlah
klaster
RMSE
RMSE
Jumlah
Data
Data
Jumlah
Data
Data
Klaster
Klaster
Training
Checking
Training
Checking
(in-sample) (out-sample)
(in-sample) (out-sample)
12
0.98385
1.7275
2
1.0271
1.0342
3
1.027
1.0368
13
0.98877
1.4431
4
1.0073
1.0578
14
0.98297
2.2029
5
1.001
1.0912
15
0.95725
7.1859
6
1.0004
1.0908
16
0.95488
4.7873
7
1.0001
1.1019
17
0.95478
1.3268
8
0.99632
1.0966
18
0.93249
3.1207
9
0.99668
1.0933
19
0.93129
3.6087
10
0.99239
1.1104
20
0.91354
4.4393
11
0.99186
1.0899

Dari tabel 31 ditentukan jumlah klaster terbaik yaitu yang menghasilkan


RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa jumlah klaster
terbaik adalah 2.

74

3. Pemilihan Fungsi Keanggotaan


Berdasarkan analisis sebelumnya diperoleh bahwa jumlah klaster terbaik
adalah 2. Kemudian dilakukan pelatihan ANFIS dengan jumlah klaster 2 terhadap
beberapa fungsi keanggotaan yang berbeda. Diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 32. Pelatihan ANFIS pada data stasioner dengan outlier berdasarkan fungsi
keanggotaan
RMSE
Fungsi
Data Training
Data Checking
Keanggotaan
(in-sample)
(out-sample)
trimf
1.0274
1.0419
trapmf
1.0248
1.0408
gbellmf
1.0271
1.0342
gaussmf
1.0263
1.0333
gauss2mf
1.0271
1.0342
pimf
1.027
1.037
dsigmf
1.0277
1.035
psigmf
1.0277
1.035

Dari tabel 32 ditentukan fungsi keanggotaan terbaik yaitu yang


menghasilkan RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa
fungsi keanggotaan terbaik adalah gaussmf.
4. Analisis Hasil
Dari pelatihan yang dilakukan pada data diperoleh kesimpulan bahwa
model ANFIS terbaik adalah dengan jumlah klaser 2 dan fungsi keanggotaan
gaussmf. Diperoleh nilai RMSE train = 1.0263 dan RMSE check = 1.0333
(lampiran 4(b)).

75

4.2.3 Analisis ANFIS pada Data Nonstasioner


Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,1,0) dengan

=0.5

sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 2), grafik runtun
waktu data seperti pada gambar 18. Berdasarkan analisis ARIMA diperoleh model
terbaik adalah ARIMA(1,1,0), model ARIMA yang dibentuk sebagai berikut:
=
Karena

, maka

=( +

)+

artinya pelatihan ANFIS yang akan dilakukan menggunakan input dengan


beberapa kombinasi dari Zt-1, dan Zt-2, sebagai berikut:
Model
1
2
3

Input
Zt-1
Zt-2
Zt-1, Zt-2

1. Memasukkan Data
Data dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data checking.
Berdasarkan analisis ARIMA yang telah dilakukan maka data training adalah
data in-sample 151 buah dan data checking adalah data out-sample 49 buah.
2. Pemilihan Jumlah Klaster
Dengan menggunakan fungsi keanggotaan gbellmf (Generalized Bell)
pada tiap pelatihan ANFIS dengan jumlah klaster beda-beda (lampiran 5),
diperoleh ringkasan hasil sebagai berikut:

76

Tabel 33. Ringkasan pelatihan ANFIS pada data nonstasioner berdasarkan jumlah
klaster
RMSE
Jumlah
Input ANFIS
Data Training
Data Checking
Klaster Terbaik
(in-sample)
(out-sample)
Zt-1
14
1.0533
1.0159
Zt-2
9
1.8421
1.7314
Zt-1, Zt-2
[3 3]
0.87422
0.87855

Dari tabel 33 ditentukan jumlah klaster terbaik yaitu yang menghasilkan


RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa input terbaik
adalah Zt-1 dan Zt-2, dengan jumlah klaster terbaik adalah [3 3].
3. Pemilihan Fungsi Keanggotaan
Berdasarkan analisis sebelumnya diperoleh bahwa input terbaik adalah Zt-1
dan Zt-2 dengan jumlah klaster [3 3]. Kemudian dilakukan pelatihan ANFIS input
Zt-1 dan Zt-2 dengan jumlah klaster [3 3] terhadap beberapa fungsi keanggotaan
yang berbeda. Diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 34. Pelatihan ANFIS pada data nontasioner berdasarkan fungsi keanggotaan
RMSE
Fungsi
Data Training
Data Checking
Keanggotaan
(in-sample)
(out-sample)
trimf
0.9028
0.89154
trapmf
0.90894
0.8839
gbellmf
0.87422
0.87855
gaussmf
0.87293
0.94662
gauss2mf
0.89855
0.8705
pimf
0.89922
0.85301
dsigmf
0.89646
0.86616
psigmf
0.89646
0.86616

Dari tabel 34 ditentukan fungsi keanggotaan terbaik yaitu yang


menghasilkan RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa
fungsi keanggotaan terbaik adalah pimf.

77

4. Analisis Hasil
Dari pelatihan yang dilakukan pada data diperoleh kesimpulan bahwa
model ANFIS terbaik adalah input Zt-1 dan Zt-2 dengan jumlah klaster [3 3] dan
fungsi keanggotaan pimf. Diperoleh nilai RMSE train = 0.89922 dan RMSE check
= 0.85301 (lampiran 4(c)).

4.2.4 Analisis ANFIS pada Data Nonstasioner dengan Outlier


Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,1,0) dengan

=0.5

sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 2), lalu ditentukan
sebuah outlier yaitu data ke 101 sebesar n[101]=35, grafik runtun waktu data
seperti pada gambar 22. Berdasarkan analisis ARIMA diperoleh model terbaik
adalah ARIMA(1,1,0), model ARIMA yang dibentuk sebagai berikut:
=
Karena

, maka

=( +

)+

artinya pelatihan ANFIS yang akan dilakukan menggunakan input dengan


beberapa kombinasi dari Zt-1, dan Zt-2, sebagai berikut:
Model
1
2
3

Input
Zt-1
Zt-2
Zt-1, Zt-2

78

1. Memasukkan Data
Data dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data checking.
Berdasarkan analisis ARIMA yang telah dilakukan maka data training adalah
data in-sample sebanyak 151 buah dan data checking adalah data out-sample
sebanyak 49 buah.
2. Pemilihan Jumlah Klaster
Dengan menggunakan fungsi keanggotaan gbellmf (Generalized Bell)
pada tiap pelatihan ANFIS dengan jumlah klaster beda-beda, diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 35. Ringkasan pelatihan ANFIS pada data nonstasioner dengan outlier
berdasarkan jumlah klaster
RMSE
Jumlah
Input ANFIS
Data Training
Data Checking
Klaster
(in-sample)
(out-sample)
Zt-1
20
1.6986
0.96751
Zt-2
18
2.3657
1.8131
Zt-1 dan Zt-2
[4 4]
1.8476
0.93863

Dari tabel 35 ditentukan jumlah klaster terbaik yaitu yang menghasilkan


RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa input terbaik
adalah Zt-1 dan Zt-2, dengan jumlah klaster terbaik adalah [4 4].
3. Pemilihan Fungsi Keanggotaan
Berdasarkan analisis sebelumnya diperoleh bahwa input terbaik adalah Zt-1
dan Zt-2 dengan jumlah klaster [4 4]. Kemudian dilakukan pelatihan ANFIS input
Zt-1 dan Zt-2 dengan jumlah klaster [4 4] terhadap beberapa fungsi keanggotaan
yang berbeda. Diperoleh hasil sebagai berikut:

79

Tabel 36. Pelatihan ANFIS pada data nontasioner dengan outlier berdasarkan
fungsi keanggotaan
RMSE
Fungsi
Data Training
Data Checking
Keanggotaan
(in-sample)
(out-sample)
trimf
1.9153
1.6512
trapmf
1.9058
0.86824
gbellmf
1.8476
0.93863
gaussmf
1.82
0.93037
gauss2mf
1.8936
0.86659
pimf
1.9037
0.8665
dsigmf
1.8862
0.88243
psigmf
1.8865
0.8817

Dari tabel 36 ditentukan fungsi keanggotaan terbaik yaitu yang


menghasilkan RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa
fungsi keanggotaan terbaik adalah gaussmf.
4. Analisis Hasil
Dari pelatihan yang dilakukan pada data diperoleh kesimpulan bahwa
model ANFIS terbaik adalah input Zt-1 dan Zt-2 dengan jumlah klaster [4 4] dan
fungsi keanggotaan gaussmf. Diperoleh nilai RMSE train = 1.82 dan RMSE check
= 0.93037 (lampiran 4(d)).

4.3 Perbandingan Hasil ANFIS Terhadap Hasil ARIMA


4.3.1 Analisis pada Data Stasioner
Berdasarkan analisis ARIMA pada data stasioner diperoleh model
ARIMA(1,0,0) yang baik dengan parameter yang signifikan dan terpenuhi semua
asumsi yang dibutuhkan baik asumsi independensi (Ljung-Box), normalitas,
ARCH-LM, dan linieritas. Pada analisis ANFIS diperoleh model terbaik dengan
input Zt-1, jumlah klaster sebanyak 7 dan fungsi keanggotaan gbellmf. Analisis
ARIMA dan ANFIS pada data stasioner dapat diringkas sebagai berikut:

80

Tabel 37.(a) Ringkasan analisis ARIMA pada data stasioner


Pengujian
Hasil
Model
ARIMA(1,0,0)
Uji Parameter
Signifikan
White Noise
Terpenuhi
Uji Normalitas
Terpenuhi
Uji ARCH-LM
Terpenuhi
Uji Linier
Linier
RMSE in-sample
0.956105
RMSE out-sample
1.173916

Tabel 37.(b) Ringkasan analisis ANFIS pada data stasioner


Model Terbaik
Hasil
Input
Zt-1
Jumlah Klaster
7
Fungsi Keanggotaan
Gbellmf
RMSE Train
0.79745
RMSE Check
1.0489

Dari tabel 37 dapat terlihat bahwa eror RMSE yang dihasilkan ANFIS
lebih kecil daripada ARIMA, artinya dapat disimpulkan bahwa hasil analisis
ANFIS lebih baik dari ARIMA.

4.3.2 Analisis pada Data Stasioner dengan Outlier


Berdasarkan analisis ARIMA pada data stasioner dengan outlier diperoleh
model ARIMA(1,0,0) yang kurang baik, meskipun parameternya signifikan dan
terpenuhi asumsi independensi (Ljung-Box), namun asumsi normalitas, ARCHLM, dan linieritas tidak terpenuhi. Pada analisis ANFIS diperoleh model terbaik
dengan input Zt-1, jumlah klaster sebanyak 2 dan fungsi keanggotaan gaussmf.
Analisis ARIMA dan ANFIS pada data stasioner dengan outlier dapat diringkas
sebagai berikut:

81

Tabel 38.(a) Ringkasan analisis ARIMA pada data stasioner dengan


outlier
Pengujian
Hasil
Model
ARIMA(1,0,0)
Uji Parameter
Signifikan
White Noise
Terpenuhi
Uji Normalitas
Tidak Terpenuhi
Uji ARCH-LM
Tidak Terpenuhi
Uji Linier
Tidak Linier
RMSE in-sample
1.290333
RMSE out-sample
1.197439

Tabel 38.(b) Ringkasan analisis ANFIS pada data stasioner dengan outlier
Model Terbaik
Input
Jumlah Klaster
Fungsi Keanggotaan
RMSE Train
RMSE Check

Hasil
Zt-1
2
Gaussmf
1.0263
1.0333

Dari tabel 38 dapat terlihat bahwa eror RMSE yang dihasilkan ANFIS
lebih kecil daripada ARIMA. Selain itu beberapa asumsi pada model ARIMA
tidak terpenuhi. Artinya dapat disimpulkan bahwa hasil analisis ANFIS lebih baik
dari ARIMA.

4.3.3 Analisis pada Data Nonstasioner


Berdasarkan analisis ARIMA pada data nonstasioner diperoleh model
ARIMA(1,1,0) yang baik dengan parameter yang signifikan dan terpenuhi semua
asumsi yang dibutuhkan baik asumsi independensi (Ljung-Box), normalitas,
ARCH-LM, dan linieritas. Pada analisis ANFIS diperoleh model terbaik dengan
input Zt-1 dan Zt-2, jumlah klaster [3 3] dan fungsi keanggotaan pimf. Analisis
ARIMA dan ANFIS pada data nonstasioner dapat diringkas sebagai berikut:

82

Tabel 39.(a) Ringkasan analisis ARIMA pada data nonstasioner


Pengujian
Hasil
Model
ARIMA(1,1,0)
Uji Parameter
Signifikan
White Noise
Terpenuhi
Uji Normalitas
Terpenuhi
Uji ARCH-LM
Terpenuhi
Uji Linier
Linier
RMSE in-sample
0.946993
RMSE out-sample
0.969744

Tabel 39.(b) Ringkasan analisis ANFIS pada data nonstasioner


Model Terbaik
Hasil
Input
Zt-1, Zt-2
Jumlah Klaster
[3 3]
Fungsi Keanggotaan
Pimf
RMSE Train
0.89922
RMSE Check
0.85301

Dari tabel 39 dapat terlihat bahwa eror RMSE yang dihasilkan ANFIS
lebih kecil daripada ARIMA. Artinya dapat disimpulkan bahwa hasil analisis
ANFIS lebih baik dari ARIMA.

4.3.4 Analisis pada Data Nonstasioner dengan Outlier


Berdasarkan analisis ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier
diperoleh model ARIMA(1,1,0) yang kurang baik, meskipun parameternya
signifikan dan terpenuhi asumsi independensi (Ljung-Box), namun asumsi
normalitas, ARCH-LM, dan linieritas tidak terpenuhi. Pada analisis ANFIS
diperoleh model terbaik dengan input Zt-1 dan Zt-2, jumlah klaster [4 4] dan fungsi
keanggotaan gaussmf.. Analisis ARIMA dan ANFIS pada data nonstasioner
dengan outlier dapat diringkas sebagai berikut:

83

Tabel 40.(a) Ringkasan analisis ARIMA pada data nonstasioner dengan


outlier
Pengujian Model
Hasil
Model
ARIMA(1,0,0)
Uji Parameter
Signifikan
White Noise
Terpenuhi
Uji Normalitas
Tidak Terpenuhi
Uji ARCH-LM
Tidak Terpenuhi
Uji Linier
Tidak Linier
RMSE in-sample
2.560204
RMSE out-sample
0.989939

Tabel 40.(b) Ringkasan analisis ANFIS pada data nontasioner dengan outlier
Model Terbaik
Hasil
Input
Zt-1, Zt-2
Jumlah Klaster
[4 4]
Fungsi Keanggotaan
Gaussmf
RMSE Train
1.82
RMSE Check
0.93037

Dari tabel 40 dapat terlihat bahwa eror RMSE yang dihasilkan ANFIS
lebih kecil daripada ARIMA. Selain itu beberapa asumsi pada model ARIMA
tidak terpenuhi, artinya dapat disimpulkan bahwa hasil analisis ANFIS lebih baik
dari ARIMA.

84

4.4 Penerapan ANFIS pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit Indonesia
4.4.1 Analisis ARIMA pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit Indonesia
Grafik runtun waktu data harga minyak kelapa sawit Indonesia (lampiran
3) adalah sebagai berikut:
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
250

500

750

1000

DATAOLEIN1000

Gambar 26. Grafik runtun waktu data harga minyak kelapa sawit Indonesia

1. Tahap Identifikasi
Uji stasioner secara visual dengan melihat dari gambar 26 dapat diduga
data adalah nonstasioner karena runtun data tidak berada di sekitar nilai tengah.
Sedangkan uji secara formal dilakukan dengan uji Augmented Dickey-Fuller
(ADF) sebagai berikut:
Hipotesis
H0 : Data tidak stasioner
H1 : Data stasioner
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05

85

Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 41. Statistik uji ADF pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia

Augmented Dickey-Fuller test statistic


Test critical values:
1% level
5% level
10% level

t-Statistic

Prob.*

-1.535887
-3.436709
-2.864236
-2.568258

0.5151

Kriteria uji : H0 ditolak jika | t-hitung | > t-tabel atau Prob < 0.05
Keputusan : Karena Prob = 0.5151 > 0.05 maka H0 diterima
Kesimpulan: Data tidak stasioner
Karena data tidak stasioner maka perlu dilakukan differencing. Hasil
differencing satu dari data harga minyak kelapa sawit Indonesia adalah sebagai
berikut:
1200
800
400
0
-400
-800
-1200
-1600
250

500

750

1000

OLEINDIFF

Gambar 27. Grafik runtun waktu data harga minyak kelapa sawit Indonesia
differencing satu

Selanjutnya adalah pendugaan orde AR dan MA untuk pemodelan ARIMA


dengan melihat plot ACF dan PACF, sebagai berikut:

86

Autocorrelation Function for data olein


(with 5% significance limits for the autocorrelations)
1.0
0.8

Autocorrelation

0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
1

10

15

20

25

30

35
Lag

40

45

50

55

60

65

Gambar 28.(a) Plot ACF dari data harga minyak kelapa sawit Indonesia
Partial Autocorrelation Function for data olein
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0

Partial Autocorrelation

0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
1

10

15

20

25

30

35
Lag

40

45

50

55

60

65

Gambar 28.(b) Plot PACF dari data harga minyak kelapa sawit Indonesia
Dari plot ACF diidentifikasi bahwa lag yang muncul adalah lag 1,3, dan 8.
Pada plot PACF diidentifikasi bahwa lag yang muncul adalah lag 1,3, dan 8. Oleh
karena itu ada beberapa model yang diduga sebagai berikut:
Tabel 42. Model ARIMA yang diduga pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
Model
Model
AR
MA
AR
MA
Keke1
0
1
9
[1,3]
1
2
0
[1,3]
10
[1,3]
[1,3]
3
0
[1,3,8]
11
[1,3]
[1,3,8]
4
1
0
12
[1,3,8]
0
5
1
1
13
[1,3,8]
1
6
1
[1,3]
14
[1,3,8]
[1,3]
7
1
[1,3,8]
15
[1,3,8]
[1,3,8]
8
[1,3]
0

87

2. Tahap Estimasi
Estimasi parameter dari sebanyak 15 model ARIMA data harga minyak
kelapa sawit Indonesia (lampiran 7), dapat diringkas sebagai berikut:
Tabel 43. Estimasi model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia
Uji Parameter
Model
No.
AR
MA
Ket.
ARIMA
(1) (3) (8) (1) (3) (8)
1
(0,1,1)
V
- Semua signifikan
2
(0,1,[1,3])
V
X
- Tdk semua signifikan
3
(0,1,[1,3,8])
V
X
V Tdk semua signifikan
4
(1,1,0)
V
- Semua signifikan
5
(1,1,1)
V
V
- Semua signifikan
6
(1,1,[1,3])
X
X
V
- Tdk semua signifikan
7
(1,1,[1,3,8])
X
X
V
V Tdk semua signifikan
8
([1,3],1,0)
V
V
- Semua signifikan
9
([1,3],1, 1)
X
V
X
- Tdk semua signifikan
10
([1,3],1, [1,3])
X
X
X
X
- Tdk semua signifikan
11
([1,3],1, [1,3,8])
X
X
X
X
V Tdk semua signifikan
12
([1,3,8],1,0)
V
V
V
- Semua signifikan
13
([1,3,8],1,1)
X
X
V
X
- Tdk semua signifikan
14
([1,3,8],1, [1,3])
X
X
V
X
X
- Tdk semua signifikan
15
([1,3,8],1, [1,3,8])
X
X
X
X
X
V Tdk semua signifikan
Keterangan: V = parameter signifikan, X = parameter tidak signifikan.
Dari uji parameter pada tabel 43 disimpulkan model yang baik (semua
parameter signifikan) adalah :
1. ARIMA([1,3,8],1,0)
2. ARIMA([1,3],1,0)
3. ARIMA(1,1,1)
4. ARIMA(1,1,0)
5. ARIMA(0,1,1)
Dari kelima model tersebut dihitung nilai eror RMSE, kemudian dipilih model
yang memiliki nilai eror terkecil. Berdasarkan tabel estimasi (lampiran 7)
diperoleh nilai SSE yang digunakan untuk menghitung nilai RMSE, sebagai
berikut:

88

Tabel 44. Nilai eror dari model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
No.
Model
SSE
MSE
RMSE
1 ([1,3,8],1,0)
3050298
5008.6995
70.7722
2 ([1,3],1,0)
3115656
5116.0197
71.5263
3 (1,1,1)
3141552
5158.5419
71.8230
4 (1,1,0)
3150107
5172.5895
71.9207
5 (0,1,1)
3149310
5171.2808
71.9116

Dari tabel 44 diperoleh bahwa model yang menghasilkan eror terkecil adalah
model ARIMA([1,3,8],1,0).
3. Tahap Diagnosis
a. Uji Ljung-Box
Hipotesis
H0 : Tidak ada korelasi residual antar lag
H1 : Ada korelasi residual antar lag
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 45. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
Autocorrelation
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
*|.

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

Partial Correlation
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
*|.

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

AC

PAC

Q-Stat

Prob

0.002
-0.030
0.012
-0.030
0.027
-0.019
0.039
0.027
-0.038
0.050
-0.096

0.002
-0.030
0.013
-0.031
0.028
-0.022
0.042
0.024
-0.034
0.050
-0.097

0.0037
0.5352
0.6294
1.1833
1.6390
1.8637
2.7775
3.2271
4.1234
5.6777
11.350

0.277
0.441
0.601
0.596
0.665
0.660
0.578
0.183

89

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob < 0.05
Keputusan:
Karena Prob dari uji LjungBox semuanya lebih besar dari 0.05 maka
dapat disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat white noise.
b. Uji Normalitas
Hipotesis
H0 : Residual berdistribusi normal
H1 : Residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
200
Series: Residuals
Sample 10 609
Observations 600

160

120

80

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

5.288863
0.470930
561.6968
-302.0431
71.16388
1.420114
14.72280

Jarque-Bera
Probability

3637.273
0.000000

40

0
-250

-125

125

250

375

500

Gambar 29. Uji normalitas model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob < 0.05
Keputusan
Karena Prob = 0.000000 > 0.05 maka H0 ditolak, jadi dapat disimpulkan
bahwa residual tidak berdistribusi normal.

90

c. Uji ARCH-LM
Hipotesis
H0 : Tidak ada efek ARCH
H1 : Ada efek ARCH
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 46. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
F-statistic
Obs*R-squared

9.894418
9.765713

Prob. F(1,597)
Prob. Chi-Square(1)

0.001740
0.001778

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob F < 0.05
Keputusan
Karena Prob F = 0.001740 <

0.05 maka H0 ditolak, jadi dapat

disimpulkan bahwa residual model tidak memenuhi syarat varian konstan (ada
efek ARCH).
d. Uji Linieritas
Hipotesis
H0 : Model linier
H1 : Model tidak linier
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05

91

Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 47. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia
F-statistic
Log likelihood ratio

5.281540
5.293566

Prob. F(1,596)
Prob. Chi-Square(1)

0.021898
0.021404

Kriteria uji
H0 ditolak jika Prob F < 0.05
Keputusan
Karena nilai Prob F =0.021898 < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
model cenderung nonlinier.
4. Tahap Peramalan
Dari model yang telah diperoleh dilakukan peramalan data ke 610-1000
lalu dibandingkan dengan data out-sample sehingga diperoleh nilai eror yang
digunakan untuk menghitung nilai RMSE out-sample.
Tabel 48. Nilai eror model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
In-Sample
Out-Sample
Jumlah Data
609
391
MSE
5083.83
28997.0029
RMSE
71.3010
170.2851

4.4.2 Analisis ANFIS pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit Indonesia
Berdasarkan

analisis

ARIMA

diperoleh

model

terbaik

adalah

ARIMA([1,3,8],1,0), model ARIMA yang dibentuk sebagai berikut:


=
Karena

, maka

)+

)+

)+

92

=( +

+
+

+
+

+
+

artinya pelatihan ANFIS yang akan dilakukan menggunakan input dengan


beberapa kombinasi dari Zt-1, Zt-2, Zt-3, Zt-4, Zt-8, dan Zt-9, sebagai berikut:
Tabel 49. Input-input ANFIS yang dilakukan pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
Model
Input
Model
Input
1
Zt-1
9
Zt-1, Zt-4
2
Zt-2
10
Zt-2, Zt-3
3
Zt-3
11
Zt-2, Zt-4
4
Zt-4
12
Zt-3, Zt-4
5
Zt-8
13
Zt-3, Zt-8
6
Zt-9
14
Zt-1, Zt-2, Zt-3
7
Zt-1, Zt-2
15
Zt-1, Zt-3, Zt-8
8
Zt-1, Zt-3

1. Memasukkan Data
Data dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data checking.
Berdasarkan analisis ARIMA yang telah dilakukan maka data training adalah
data in-sample sebanyak 609 buah dan data checking adalah data out-sample
sebanyak 391 buah.
2. Pemilihan Input dan Jumlah Klaster
Dengan menggunakan fungsi keanggotaan gbell (generalized bell) pada
tiap pelatihan ANFIS dengan jumlah klaster beda-beda, diperoleh hasil (lampiran
5) jumlah klaster terbaik masing-masing jenis input sebagai berikut:

93

Tabel 50. Ringkasan Pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia berdasarkan input dan jumlah klaster
RMSE
Jumlah
Model
Input
Klaster
Training
Checking
1

Zt-1

71.9794

174.1275

Zt-2

108.655

281.5081

Zt-3

135.895

364.918

Zt-4

161.342

423.0863

Zt-8

233.541

631.2753

Zt-9

251.578

692.0357

Zt-1, Zt-2

[2 2]

70.8261

164.2049

Zt-1, Zt-3

[1 2]

71.8227

167.1547

Zt-1, Zt-4

[1 2]

71.6978

169.0786

10

Zt-2, Zt-3

[2 1]

108.05

273.5477

11

Zt-2, Zt-4

[1 2]

71.8227

167.1547

12

Zt-3, Zt-4

[1 2]

134.943

352.7312

13

Zt-1, Zt-8

[1 2]

71.9905

168.4981

14

Zt-1, Zt-2, Zt-3

[1 2 1]

71.3915

162.926

15
Zt-1, Zt-3, Zt-8
[2 2 2]
69.4715
452.155
Dipilih pelatihan ANFIS terbaik yang menghasilkan nilai RMSE terkecil
pada training dan checking yaitu pelatihan dengan input Zt-1 dan Zt-2, jumlah
klaster terbaiknya adalah [2 2].
3. Pemilihan Fungsi Keanggotaan
Berdasarkan analisis sebelumnya diperoleh bahwa jumlah klaster terbaik
adalah [2 2] dengan input Zt-1 dan Zt-2. Kemudian dilakukan pelatihan ANFIS
dengan jumlah klaster [2 2] terhadap beberapa fungsi keanggotaan yang berbeda.
Diperoleh hasil sebagai berikut:

94

Tabel 51. Pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia
berdasarkan fungsi keanggotaan
RMSE
Fungsi Keanggotaan
Train
Check
trimf
70.7926
2689342.705
trapmf
70.679
168.5343
gbellmf
70.8261
164.2049
gaussmf
70.8643
160.7257
gauss2mf
70.1446
172.0018
pimf
70.3487
169.6235
dsigmf
70.0865
181.4913
psigmf
70.0865
181.4986

Dari tabel 51 ditentukan fungsi keanggotaan terbaik yaitu yang


menghasilkan RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa
fungsi keanggotaan terbaiknya adalah gaussmf.
4. Analisis Hasil
Dari pelatihan yang dilakukan pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia diperoleh kesimpulan bahwa model ANFIS terbaik adalah dengan input
Zt-1 dan Zt-2, jumlah klaser [2 2] dan fungsi keanggotaan adalah gaussmf.
Diperoleh nilai RMSE train = 70.8643 dan RMSE check = 160.7257.

Gambar 30. Perbandingan target dan output ANFIS pada data harga minyak
kelapa sawit Indonesia

95

Gambar 31. Hasil eror ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia

4.4.3 Perbandingan Hasil ANFIS terhadap Hasil ARIMA


Berdasarkan analisis ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia diperoleh model ARIMA([1,3,8],1,0) yang kurang baik, meskipun
parameternya signifikan dan terpenuhi asumsi independensi (Ljung-Box), namun
asumsi normalitas, ARCH-LM, dan linieritas tidak terpenuhi. Pada analisis
ANFIS diperoleh model terbaik dengan input Zt-1 dan Zt-2, jumlah klaster [2 2]
dan fungsi keanggotaan gaussmf. Analisis ARIMA dan ANFIS pada data
stasioner dapat diringkas sebagai berikut:
Tabel 52.(a) Ringkasan analisis ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia
Pengujian
Hasil
Model
ARIMA([1,3,8],1,0)
Uji Parameter
, ,
Signifikan
White Noise
Terpenuhi
Uji Normalitas
Tidak terpenuhi
Uji ARCH-LM
Tidak terpenuhi
Uji Linieritas
Nonlinier
RMSE in-sample
71.3010
RMSE out-sample
170.2851

96

Tabel 52.(b) Ringkasan analisis ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
Model
Hasil
Input
Zt-1, Zt-2
Jumlah Klaster Terbaik
[2 2]
Jenis Fungsi Keanggotaan
Gaussmf
RMSE Train
70.8643
RMSE Check
160.7257

Dari tabel 52 dapat terlihat bahwa eror RMSE yang dihasilkan ANFIS baik insample dan out-sample lebih kecil daripada ARIMA. Selain itu beberapa asumsi
pada model ARIMA tidak terpenuhi, artinya dapat disimpulkan bahwa hasil
analisis ANFIS lebih baik dari ARIMA.

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan identifikasi permasalahan dan pembahasan pada bab


sebelumnya didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil analisis menunjukkan metode ANFIS cenderung lebih baik untuk
menganalisis data runtun waktu yang nonlinier dibandingkan dengan
metode ARIMA.
2. Analisis data runtun waktu pada empat data simulasi yang berbeda
karakteristik yaitu stasioner, stasioner dengan outlier, nonstasioner, dan
nonstasioner dengan outlier menggunakan metode ANFIS menunjukkan
hasil lebih baik daripada analisis metode ARIMA berdasarkan nilai RMSE
yang diperoleh.
3. Analisis data harga minyak kelapa sawit Indonesia menggunakan ANFIS
menunjukkan hasil lebih baik daripada ARIMA berdasarkan nilai RMSE
yang diperoleh.

97

DAFTAR PUSTAKA

Abiyev, R dkk. 2005. Electricity Consumption Prediction Model using NeuroFuzzy System. World Academy of Science, Engineering and Technology 8.
Hal 128-131.
Agung, IGN. 2009. Time Series Data Analysis Using Eviews. Singapura: John
Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd.
Alakhras, MNY. 2005. Neural Network-based Fuzzy Inference System for
Exchange Rate Prediction. Journal of Computer Science (Special Issue).
Hal 112-120. Amman, Jordan.
Aldrian, E dan Yudha, SD. 2008. Application of Multivariate Anfis for Daily
Rainfall Prediction: Influences Of Training Data Size. Makara, Sains
Volume 12 No 1. Hal 7-14.
Alizadeh, M., dkk. 2009. Forecasting Exchange Rates: A Neuro-Fuzzy Approach.
IFSA-EUSFLAT. Hal 1745-1750.
Atsalakis, GS, dkk. Probability of trend prediction of exchange rate by ANFIS.
Recent Advances in Stochastic Modeling and Data Analysis. Hal 414-422.
Azadeh, A, dkk. 2009. A hybrid simulation-adaptive network based fuzzy
inference system for improvement of electricity consumption estimation.
Expert Systems with Applications 36(8). Hal 11108-11117.
Baseri, H dan Alinejad G. 2011. ANFIS Modeling of the Surface Roughness in
Grinding Process. World Academy of Science, Engineering and
Technology 73. Hal 499-503.

98

99

Fahimifard, SM dkk. 2009. Comparison of ANFIS, ANN, GARCH and ARIMA


Techniques to Exchange Rate Forecasting. Journal of Applied Science
9(20). Hal 3541-3651.
Fausett, L. 1994. Fundamentals of Neural Networks Architectures, Algorithms,
and Applications. New Jersey: Prentice Hall.
Jang, JSR. 1993. ANFIS: Adaptive-Network-Based Fuzzy Inference System. IEEE
Transactions on System, Man, and Cybernetics Volume 23. Hal 665-685.
Jang, JSR., CT Sun, dan E Mizutani. 1997. Neuro-Fuzzy and Soft Computing: A
Computational Approach to Learning and Machine Intelligence. London:
Prentice-Hall, Inc.
Kablan, A. 2009. Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System for Financial Trading
using Intraday Seasonality Observation Model. World Academy of
Science, Engineering and Technology 58. Hal 479-488.
Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelligence Teknik dan Aplikasinya. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Kusumadewi, S dan Hartati S. 2006. Neuro Fuzzy: Integrasi Sistem Fuzzy &
Jaringan Syaraf. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Makridakis, S dkk. 1992. Metode dan Aplikasi Peramalan Edisi Kedua Jilid 1.
Terjemahan oleh Untung S Andriyanto. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Matlab. 1999. Fuzzy Logic Toolbox Users Guide. The MathWorks, Inc.
Mordjaoui, M and Boudjema B. 2011. Forecasting and Modelling Electricity
Demand Using Anfis Predictor. Journal of Mathematics and Statistics 7
(4). Hal 275-281.

100

Nayak, PC, dkk. 2004. A Neuro-Fuzzy Computing Technique for Modeling


Hydrological Time Series. Journal of Hydrology. Hal 52-56.
Osowski, S dan Linh, TH. 2004. Neuro-Fuzzy TSK Network for Approximation.
Ross, TJ. 2010. Fuzzy Logic with Engineering Applications, Third Edition.
Singapore: John Wiley & Sons, Inc.
Soejoeti, Z. 1987. Buku Materi Pokok Analisis Runtun Waktu. Jakarta: Penerbit
Karunika, Universitas Terbuka.
Suhartono. 2008. Analisis Data Statistik dengan R. Surabaya: Jurusan Statistika
ITS.
Warsito, B dan Ispriyanti D. 2004. Uji Linearitas Data Time Series dengan
RESET Test. Jurnal Matematika dan Komputer Volume 7 Nomor 3. Hal
36-44.
Warsito, B. 2009. Kapita Selekta Statistika Neural Network. Semarang: BP
Undip.
Wei, LY. 2011. An Expanded Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS)
Model Based on AR and Causality of Multination Stock Market Volatility
for TAIEX Forecasting. African Journal of Business Management Vol.
5(15). Hal 6377-6387.
Wei, WWS. 2006. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods
Second Edition. USA: Pearson Education, Inc.
Yilmaz, NAS. 2003. A Temporal Neuro-Fuzzy Approach for Time Series Analysis.
The Department of Computer Engineering, The Middle East Technical
University.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Data stasioner dibangkitkan dengan R
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Data
0.381985
1.028739
0.930377
1.368244
0.310134
-1.27098
-0.47429
0.634562
-0.03784
-0.10086
-0.07617
-0.59828
-1.24177
-0.88487
-1.90645
-1.12972
-1.50525
-2.42037
-2.18445
-3.19236
0.15647
-0.72915
-0.34785
0.488835
1.080288
-0.2982
-0.25597
-0.13098
-1.08272
-0.99446
-2.03101
-1.25228
0.133639
0.58047
-0.10491
-0.61895
-2.19217
-1.47025

No
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88

Data
-1.18645
0.135805
0.542004
-0.35484
1.706288
0.819551
1.237891
-0.10948
-0.68784
0.016029
0.218011
1.321616
1.357524
-0.19642
-1.00025
0.636758
-0.41149
-1.17464
-1.30987
0.755576
1.597824
1.620248
1.587413
1.962406
0.781846
0.523954
0.081627
0.09891
0.140689
-0.05444
-0.40066
0.51645
0.782374
0.25621
0.534528
0.829513
2.379966
2.108779

No
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
101

Data
0.295785
1.655472
1.650703
0.70659
2.455059
1.053598
1.498114
1.169134
0.633009
-0.20663
0.087894
0.549547
1.991895
1.216606
0.33794
0.348392
1.449049
0.741627
-0.47774
-0.40174
-0.29644
0.441823
0.061103
-0.91775
-0.94985
0.499058
0.130012
-0.33496
-0.39542
-0.73472
0.631451
-0.50707
0.34862
1.412373
0.726068
1.317978
1.121857
0.823444

No
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188

Data
-2.26094
-0.49736
1.542841
1.870927
1.152813
0.363834
-0.99273
0.328947
1.094997
0.332551
0.921824
0.145356
0.37153
0.561618
1.356425
0.890065
0.205048
-1.15264
-1.1354
-0.73511
0.340506
1.00552
-0.55129
-0.72268
-0.41417
-0.55667
1.471087
0.189224
0.986735
-2.10202
-1.32373
-1.69765
-1.14272
-0.99883
-2.83799
0.027821
1.322811
-0.06094

39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50

-0.1065
-1.2548
0.013029
-1.18827
-1.87904
-1.11234
-1.49584
-1.22735
-1.10951
-0.76417
-1.55756
-0.61921

89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100

1.249621
1.284015
1.53673
-0.95676
0.289513
-0.62567
-0.64891
-0.28228
-0.47401
0.525477
0.351904
-0.9222

139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150

102

-0.03779
-0.49521
-0.12607
0.014162
-0.30447
0.514981
0.900922
-0.41698
-0.6061
-2.31314
-0.72992
-2.2447

189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200

-2.22459
-2.14333
-3.26861
-2.09877
-0.11912
0.14883
0.117868
-1.35316
-0.6976
-1.34404
-0.45724
-0.16782

Lampiran 2. Data nonstasioner dibangkitkan dengan R


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Data
0.00000
1.23149
1.99293
2.85765
4.43941
6.71914
9.34915
12.35605
14.90074
16.47757
17.81377
17.94000
17.93371
18.82456
19.40115
19.95227
21.01244
19.74537
19.55154
21.33620
23.74898
24.04257
24.70776
23.84537
23.46244
23.37616
22.99734
21.65253
22.11586
21.38853
21.77966
22.34644
22.96527
26.98597
29.37732
29.41520
28.34353
26.59156
24.71140
25.09625

No
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90

Data
27.78071
28.18003
29.76834
29.96729
28.68357
27.15091
25.64530
25.43939
25.20931
26.20443
26.45852
27.22826
26.82185
24.51607
22.87127
21.34925
19.92175
19.40272
19.84405
20.49101
21.07946
21.55043
23.81720
23.01167
23.21281
23.57538
23.90711
23.84685
23.88777
24.70467
24.50570
24.88398
26.07768
24.94807
23.61010
23.61856
22.58378
23.00251
26.22383
28.21873

No
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140

103

Data
36.82453
38.46551
39.08534
39.56957
38.96747
38.23934
37.75523
36.45552
37.06241
37.11924
36.13723
36.99600
39.45124
41.41448
41.56100
42.23998
42.58442
42.88401
43.87005
46.91697
48.22526
48.93163
50.98531
52.70251
53.17442
55.82531
57.45412
57.83248
57.16563
57.02908
59.40272
60.20004
58.70647
58.46835
60.77177
61.41233
60.76000
60.22359
59.64154
58.47220

No
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190

Data
49.98817
51.15502
53.33643
53.85263
57.34904
59.84431
59.75796
58.56811
57.48076
57.96261
59.99699
60.67527
58.87302
56.82774
55.52690
54.95328
55.56305
54.63409
55.24025
55.67248
56.07487
57.25601
56.81941
55.06574
54.73079
54.36575
52.51774
49.42875
48.96195
47.84738
47.17484
46.90355
48.51363
49.46037
49.02587
49.27942
48.26200
48.25197
46.69165
44.73619

41
42
43
44
45
46
47
48
49
50

25.75183
24.65842
24.09228
24.23662
27.83697
29.92448
29.77743
29.12869
28.34327
27.72245

91
92
93
94
95
96
97
98
99
100

28.03737
28.13541
28.62480
28.74661
30.10318
32.14477
33.57281
34.61673
35.38212
36.44977

141
142
143
144
145
146
147
148
149
150

104

58.57485
58.41805
59.53407
60.96780
59.87651
60.00926
58.64482
56.43775
54.17418
52.34925

191
192
193
194
195
196
197
198
199
200

44.06513
42.92019
42.76935
42.63155
42.97618
41.21424
40.21797
38.40924
39.07142
38.06141

Lampiran 3. Data harga minyak kelapa sawit Indonesia


No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Data
4245
4245
4215
4230
4185
4190
4210
4205
4240
4240
4220
4210
4230
4210
4190
4190
4215
4220
4260
4275
4350
4340
4355
4390
4400
4440
4500
4500
4480
4590
4625
4540
4565
4570
4570
4585
4560
4515
4415
4450

No.
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290

Data
4490
4490
4505
4480
4760
4865
4800
4835
4810
4830
4925
4940
4930
4975
5035
5050
4865
4790
4835
4795
4710
4715
4665
4700
4735
4760
4700
4690
4715
4735
4715
4680
4680
4645
4680
4655
4660
4675
4625
4610

No.
501
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540

105

Data
8025
8025
8025
8175
8000
8000
8000
8100
8100
8200
8200
8000
7800
7750
7750
7850
7900
7900
7900
7900
7750
7750
7750
7800
7800
7825
7820
7815
7800
7800
7785
7815
7840
7850
7835
7835
7800
7800
7800
7800

No.
751
752
753
754
755
756
757
758
759
760
761
762
763
764
765
766
767
768
769
770
771
772
773
774
775
776
777
778
779
780
781
782
783
784
785
786
787
788
789
790

Data
7300
7200
7185
7330
7650
7565
7435
7270
7250
7310
7410
7155
7155
7035
7030
6985
6825
6700
6960
6610
6425
6620
6250
6140
6240
6515
6760
6770
6590
6535
6135
5950
5915
5685
5660
5480
5645
5540
5190
5125

41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83

4445
4435
4495
4520
4530
4550
4610
4610
4610
4680
4700
4675
4675
4810
4775
4660
4695
4650
4625
4630
4610
4610
4590
4575
4565
4515
4480
4440
4390
4400
4385
4430
4470
4470
4525
4425
4415
4420
4380
4375
4360
4350
4340

291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333

4610
4600
4575
4600
4645
4630
4630
4595
4555
4565
4560
4575
4595
4605
4610
4640
4660
4645
4690
4690
4700
4850
4790
4850
4940
4860
4900
4875
4890
4915
4890
4900
4900
4980
4990
4995
5150
5250
5250
5225
5250
5425
5400

541
542
543
544
545
546
547
548
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583

106

7800
7800
7800
7800
7600
7300
7300
7300
7300
7300
7300
7300
7300
7300
7600
7600
7600
7600
7600
7600
7600
7600
7600
7600
7600
7600
7600
7775
7775
7775
7775
7675
7675
7675
7760
7790
7790
7790
7790
7790
7790
7790
7790

791
792
793
794
795
796
797
798
799
800
801
802
803
804
805
806
807
808
809
810
811
812
813
814
815
816
817
818
819
820
821
822
823
824
825
826
827
828
829
830
831
832
833

5125
5150
5075
4925
4825
4775
4870
4870
5100
5100
5225
5470
5730
5710
5680
5750
5770
5770
5830
5725
5650
5520
5540
5660
5720
5800
6100
6135
6320
6580
6570
6475
6500
6095
5960
5985
5890
5895
6045
5925
5900
5855
5760

84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126

4335
4285
4295
4270
4300
4205
4180
4140
4100
4095
4120
4145
4105
4050
4010
4030
4025
4045
4025
4055
4055
4055
4045
4075
4070
4080
4080
4100
4120
4130
4180
4195
4150
4130
4035
4015
3995
4025
4060
4110
4085
4100
4095

334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376

5350
5475
5400
5330
5300
5375
5340
5395
5450
5485
5505
5495
5515
5450
5500
5510
5525
5550
5650
5700
5950
5950
5955
5925
5875
5875
5900
5910
5890
5900
5930
5940
5880
5820
5820
5815
5800
5775
5765
5765
5765
5700
5700

584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
594
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626

107

7790
7790
7790
7790
7790
7590
7605
7650
7650
7670
7715
7760
8330
8330
8375
8510
8600
8590
8665
8765
9250
9545
9390
9295
9385
9280
9000
8955
8900
9055
9025
9035
9105
9050
8975
9095
9345
9355
9380
9550
9505
9500
9590

834
835
836
837
838
839
840
841
842
843
844
845
846
847
848
849
850
851
852
853
854
855
856
857
858
859
860
861
862
863
864
865
866
867
868
869
870
871
872
873
874
875
876

5735
5760
5815
5750
6080
6460
6800
7020
6810
6785
6800
6785
6785
6665
6455
6655
6620
6560
6620
6680
6710
6710
6645
6620
6780
6775
6750
7030
7285
7435
7555
8030
8040
8050
7930
7810
7475
7260
7305
7375
7430
7510
7600

127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169

4115
4110
4115
4140
4140
4200
4185
4180
4150
4155
4140
4125
4165
4160
4175
4215
4250
4285
4275
4275
4275
4275
4275
4320
4340
4335
4325
4305
4315
4300
4310
4300
4305
4275
4240
4220
4185
4220
4205
4160
4135
4130
4120

377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419

5730
5730
5730
5850
5850
5850
5780
5800
5800
5770
5795
5795
5850
5850
5850
5850
5860
5860
5890
5890
5890
5885
5870
5860
5860
5860
5900
5900
5950
6005
6000
6000
5990
6025
6020
6025
6100
6100
6110
6220
6325
6425
6425

627
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
638
639
640
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
652
653
654
655
656
657
658
659
660
661
662
663
664
665
666
667
668
669

108

9670
9780
10005
10020
10150
10345
10630
10910
10875
10900
11020
12020
12640
12480
12010
10800
10750
11040
10990
10970
10500
10000
9820
9500
9600
9810
9855
9855
9445
8800
8925
9080
9020
9140
9325
9330
9440
9660
9645
9900
10080
10065
10025

877
878
879
880
881
882
883
884
885
886
887
888
889
890
891
892
893
894
895
896
897
898
899
900
901
902
903
904
905
906
907
908
909
910
911
912
913
914
915
916
917
918
919

7580
7450
7410
7445
7550
7555
7705
7810
7705
7720
7700
7710
7710
7710
7730
7815
7815
7760
7970
7620
7560
7700
7835
7890
7915
7885
7950
8270
8260
8460
8385
8350
8400
8345
8345
8370
8655
8675
8540
8405
8420
8595
8840

170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212

4120
4135
4090
4115
4065
4060
4030
4035
4045
4090
4090
4090
4090
4125
4165
4170
4140
4190
4175
4170
4140
4165
4160
4125
4105
4105
4075
4085
4025
4015
4025
4075
4225
4210
4180
4165
4165
4175
4165
4190
4165
4160
4180

420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
457
458
459
460
461
462

6475
6525
6550
6675
6700
6910
6900
6940
7160
7000
6950
7025
7025
7025
7025
6945
6975
7060
7160
7160
7150
7100
7100
6925
6850
6805
6810
6855
7150
7200
7100
7100
7100
7100
7120
7200
7450
7400
7400
7650
7800
8100
8100

670
671
672
673
674
675
676
677
678
679
680
681
682
683
684
685
686
687
688
689
690
691
692
693
694
695
696
697
698
699
700
701
702
703
704
705
706
707
708
709
710
711
712

109

9950
9900
10045
10110
9955
9930
9980
9865
9855
9940
9960
9970
9995
10080
10375
10290
10340
10340
10165
10260
10260
10285
10285
10375
10400
10310
10215
10050
10020
10000
9930
9810
9905
10060
10030
9790
9925
9900
9705
9760
9600
9520
9390

920
921
922
923
924
925
926
927
928
929
930
931
932
933
934
935
936
937
938
939
940
941
942
943
944
945
946
947
948
949
950
951
952
953
954
955
956
957
958
959
960
961
962

8890
8785
8800
8830
8835
8800
8760
8800
8635
8455
8400
8415
8240
8090
7850
7790
7810
7840
8245
8325
8195
8010
7980
7835
7730
7725
7700
7705
7635
7535
7540
7470
7280
7215
7045
7170
7170
7170
7130
7135
7100
7100
7050

213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250

4170
4170
4170
4185
4200
4240
4220
4230
4235
4235
4225
4205
4210
4210
4210
4230
4240
4240
4230
4240
4265
4250
4255
4250
4265
4280
4295
4285
4295
4290
4270
4360
4465
4435
4375
4470
4445
4465

463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500

8115
8000
7750
8000
7760
7675
7750
7635
7500
7300
7250
7250
7200
7145
6925
7075
7200
7200
7330
7275
7275
7275
7275
7275
7350
7500
7550
7525
7550
7550
7550
7550
7575
7575
7575
7575
7650
8025

713
714
715
716
717
718
719
720
721
722
723
724
725
726
727
728
729
730
731
732
733
734
735
736
737
738
739
740
741
742
743
744
745
746
747
748
749
750

110

9310
9250
9190
9250
9270
9330
9305
9335
9335
9335
9320
9180
9000
9110
9100
9170
9150
9105
9115
9060
8960
8830
8810
8630
8620
8590
8510
8380
8275
8125
7875
7640
7650
7730
7605
7605
7410
7595

963
964
965
966
967
968
969
970
971
972
973
974
975
976
977
978
979
980
981
982
983
984
985
986
987
988
989
990
991
992
993
994
995
996
997
998
999
1000

6800
6775
6540
6550
6470
6490
6655
6780
6790
6945
6920
6735
6745
6595
6615
6695
6695
6920
7190
7390
7370
7330
7260
7375
7470
7625
7625
7665
7470
7470
7400
7350
7410
7510
7460
7480
7450
7450

Lampiran 4. Training dan Checking ANFIS menggunakan Matlab


(a) Pada data stasioner

(b) Pada data stasioner dengan outlier

(c) Pada data nonstasioner

111

(d) Pada data nonstasioner dengan outlier

112

Lampiran 5. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner berdasarkan jumlah


klaster
Input ANFIS
Zt-1

Zt-2

Zt-1 dan Zt-2

RMSE
Data Training
Data Checking
(in-sample)
(out-sample)
1.1082
0.98531
1.1081
0.98798
1.1036
0.99479
1.1013
0.99357
1.1015
0.99142
1.0972
0.98394
1.0962
0.99334
1.0889
1.0022
1.0836
1.016
1.0804
1.0026
1.0566
1.0725
1.0523
1.1245
1.0533
1.0159
1.041
1.0293
1.0342
1.0539
1.0218
1.4365
1.0008
2.6026
0.98369
3.8182
0.97356
5.0954
1.9097
1.6929
1.9077
1.7108
1.8948
1.7363
1.8844
1.7666
1.8831
1.7234
1.867
1.7208
1.8528
1.7669
1.8421
1.7314
1.8368
1.7735
1.8303
1.7584
1.8111
1.8218
1.7858
1.9985
1.7947
1.8678
1.7854
1.8695
1.7576
2.0384
1.7363
2.8235
1.6869
4.2929
1.6491
9.2765
1.6305
9.8844
0.93504
0.88399
0.87422
0.87855
0.78309
0.97496
0.75102
1.0959
0.64448
2.7453
0.58133
1.8532
0.56858
8.4622

Jumlah
Klaster
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
[2 2]
[3 3]
[4 4]
[5 5]
[6 6]
[7 7]
[8 8]

113

Lampiran 6. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner dengan outlier


berdasarkan jumlah klaster
Input ANFIS
Zt-1

Zt-2

Zt-1 dan Zt-2

RMSE
Data Training
Data Checking
(in-sample)
(out-sample)
1.9064
1.1176
1.8184
0.98518
1.7874
0.97589
1.7877
0.98012
1.7855
0.9738
1.771
0.96861
1.7732
0.97025
1.7593
0.99062
1.7535
0.963
1.7689
0.96907
1.7458
0.9744
1.756
0.97012
1.7265
0.96195
1.7301
0.97161
1.7414
0.97362
1.7177
0.9533
1.7169
0.96854
1.718
0.96206
1.6986
0.96751
2.5885
1.851
2.5324
1.7227
2.5072
1.6969
2.4995
1.7167
2.4955
1.7493
2.4885
1.7724
2.4894
1.7699
2.4917
1.7276
2.4727
1.7095
2.4675
1.849
2.4361
1.7938
2.4477
1.7588
2.4484
1.7486
2.4221
1.7863
2.4227
1.8071
2.4085
1.7944
2.3657
1.8131
2.4296
1.8865
2.3714
1.8457
1.9359
0.89743
1.8813
0.90864
1.8476
0.93863
1.7117
1.1249
1.775
1.0448
1.6276
1.1661
1.6306
1.5858

Jumlah
Klaster
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
[2 2]
[3 3]
[4 4]
[5 5]
[6 6]
[7 7]
[8 8]

114

Lampiran 7. Estimasi model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
Model 1
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)
AR(3)
AR(8)
MA(1)
MA(3)
MA(8)

0.116629
0.088114
-0.212626
0.025258
0.030803
0.410215

0.144371
0.145850
0.159920
0.137139
0.138883
0.148805

0.807843
0.604143
-1.329578
0.184177
0.221790
2.756735

0.4195
0.5460
0.1842
0.8539
0.8246
0.0060

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.059078
0.051158
70.95873
2990874.
-3405.607

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

8.400000
72.84654
11.37202
11.41599
1.971545

Model 2
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)
AR(3)
AR(8)
MA(1)
MA(3)

-0.030963
-0.177626
0.177328
0.180674
0.278644

0.160841
0.159118
0.042576
0.157327
0.155555

-0.192506
-1.116315
4.164995
1.148396
1.791285

0.8474
0.2647
0.0000
0.2513
0.0738

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.047897
0.041497
71.31907
3026414.
-3409.151

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

8.400000
72.84654
11.38050
11.41714
1.980723

Model 3
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)
AR(3)
AR(8)
MA(1)

-0.226610
0.082799
0.152650
0.376534

0.159917
0.043247
0.041922
0.156359

-1.417041
1.914573
3.641247
2.408143

0.1570
0.0560
0.0003
0.0163

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression

0.042840
0.038022
71.44823

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion

115

8.400000
72.84654
11.38247

Sum squared resid


Log likelihood

3042491.
-3410.740

Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

11.41178
1.981840

Model 4
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)
AR(3)
AR(8)

0.143226
0.092903
0.147682

0.039978
0.040084
0.042625

3.582586
2.317732
3.464704

0.0004
0.0208
0.0006

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.040384
0.037169
71.47990
3050298.
-3411.509

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

8.400000
72.84654
11.38170
11.40368
1.980255

Model 5
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)
AR(3)
MA(1)
MA(3)
MA(8)

0.045567
-0.055754
0.109260
0.168798
0.207104

0.145201
0.145661
0.139118
0.139799
0.040435

0.313819
-0.382763
0.785380
1.207435
5.121906

0.7538
0.7020
0.4325
0.2277
0.0000

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.055313
0.049015
70.78737
3006511.
-3433.054

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

8.347107
72.58869
11.36547
11.40188
1.993287

Model 6
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)
AR(3)
MA(1)
MA(3)

0.004742
0.015660
0.153288
0.092041

0.244927
0.239634
0.241430
0.239537

0.019361
0.065351
0.634917
0.384244

0.9846
0.9479
0.5257
0.7009

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid

0.022372
0.017492
71.95104
3111348.

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion

116

8.347107
72.58869
11.39644
11.42556

Log likelihood

-3443.423

Durbin-Watson stat

1.996066

Model 7
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)
AR(3)
MA(1)

-0.055761
0.104747
0.211741

0.212965
0.041803
0.209869

-0.261833
2.505729
1.008921

0.7935
0.0125
0.3134

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.022014
0.018765
71.90440
3112486.
-3443.533

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

8.347107
72.58869
11.39350
11.41534
1.993134

Model 8
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)
AR(3)

0.151583
0.101864

0.040104
0.040206

3.779732
2.533552

0.0002
0.0115

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.021018
0.019394
71.88133
3115656.
-3443.841

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

8.347107
72.58869
11.39121
11.40577
1.986586

Model 9
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)
MA(1)
MA(3)
MA(8)

0.017292
0.138466
0.117300
0.208484

0.142407
0.136608
0.039525
0.040481

0.121427
1.013605
2.967726
5.150168

0.9034
0.3112
0.0031
0.0000

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.055205
0.050505
70.63186
3008283.
-3443.580

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

117

8.294893
72.48603
11.35941
11.38846
1.996953

Model 10
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)
MA(1)
MA(3)

0.019541
0.138159
0.108049

0.214761
0.211413
0.040896

0.090990
0.653503
2.642056

0.9275
0.5137
0.0085

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.022398
0.019161
71.78824
3112745.
-3453.940

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

8.294893
72.48603
11.39025
11.41204
1.996710

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)
MA(1)

-0.421524
0.569755

0.188000
0.170458

-2.242149
3.342491

0.0253
0.0009

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.013350
0.011720
72.06003
3141552.
-3456.736

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

8.294893
72.48603
11.39617
11.41069
1.964432

Model 12
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

AR(1)

0.153470

0.040211

3.816575

0.0001

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.010664
0.010664
72.09852
3150107.
-3457.562

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

8.294893
72.48603
11.39559
11.40285
1.995049

Model 13
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

MA(1)
MA(2)
MA(3)

0.157098
0.001778
0.107165

0.040456
0.040980
0.040597

3.883150
0.043388
2.639713

0.0001
0.9654
0.0085

R-squared
Adjusted R-squared

0.022350
0.019118

Mean dependent var


S.D. dependent var

118

8.281250
72.42708

S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

71.73140
3112963.
-3459.151

Akaike info criterion


Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

11.38866
11.41042
1.995764

Model 14
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

MA(1)
MA(2)

0.158535
-0.010449

0.040716
0.040780

3.893721
-0.256224

0.0001
0.7979

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.011039
0.009407
72.08560
3148978.
-3462.648

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

8.281250
72.42708
11.39687
11.41138
1.997570

Model 15
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

MA(1)

0.157840

0.040201

3.926294

0.0001

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood

0.010935
0.010935
72.02999
3149310.
-3462.680

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Durbin-Watson stat

119

8.281250
72.42708
11.39369
11.40094
1.998544

Lampiran 8. Hasil pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia terhadap berbagai input
Model
1

Input
Zt-1

Zt-2

Zt-3

Zt-4

Zt-8

Zt-9

Zt-1, Zt-2

Zt-1, Zt-3

Zt-1, Zt-4

10

Zt-2, Zt-3

11

Zt-2, Zt-4

Klaster
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
[1 2]
[2 1]
[2 2]
[3 3]
[1 2]
[2 1]
[2 2]
[3 3]
[1 2]
[2 1]
[2 2]
[3 3]
[1 2]
[2 1]
[2 2]
[3 3]
[1 2]
[2 1]
[2 2]
[3 3]
120

train
71.9794
71.7975
69.6406
67.9605
108.655
108.399
102.382
101.255
135.895
134.93
126.78
126.905
161.342
160.12
149.059
149.52
233.541
226.894
212.812
209.716
251.578
245.86
231.751
227.899
71.4068
71.3549
70.8261
66.2927
71.8227
71.8031
71.5638
67.1962
71.6978
71.6866
71.4226
67.2366
108.126
108.05
106.892
97.1786
71.8227
71.8031
71.5638
67.1962

check
174.1275
184.1446
321.8896
820.8458
281.5081
290.5379
649.3602
1315.707
364.918
445.9722
790.7795
1490.547
423.0863
534.0676
982.5748
1829.489
631.2753
1048.946
2742.683
3770.676
692.0357
1008.739
2787.451
4004.159
163.0193
162.7756
164.2049
712.2799
167.1547
167.3246
181.0177
2269.275
169.0786
169.2221
179.5513
1653.23
273.5539
273.5477
310.9909
1461.888
167.1547
167.3246
181.0177
2269.275

12

Zt-3, Zt-4

13

Zt-1, Zt-8

14

Zt-1, Zt-2, Zt-3

15

Zt-1, Zt-3, Zt-8

[1 2]
[2 1]
[2 2]
[3 3]
[1 2]
[2 1]
[2 2]
[3 3]
[1 1 2]
[1 2 1]
[2 1 1]
[2 2 2]
[2 2 2]
[3 3 3]
[4 4 4]

121

134.943
134.903
133.17
120.046
71.9905
71.9497
71.6278
68.1612
71.4387
71.3915
71.399
68.3642
69.4715
57.2662
48.9148

352.7312
352.9037
440.5713
2412.441
168.4981
169.106
187.7469
1092.998
163.2425
162.926
163.1297
223.7768
452.155
132804.2
1730242

Lampiran 9. Perintah pada Software

R (console):
data1=arima.sim(200,model=list(ar=0.5))
plot(data1)
data2=data1
data[101]=10
plot(data2)
data3=arima.sim(200,model=list(order=c(1,1,0),ar0.5))
plot(data3)
data4=data3
data4[101]=35
plot(data4)

Eviews (equation estimation):


Data1in c ar(1)
Data2in c ar(1)
Data3indiff c ar(1)
Data4indiff c ar(1)
Oleinindiff c ar(1) ar(3) ar(8)

Matlab (command window):


simulasi1train=xlsread(simulasi1train.xls);
simulasi1check=xlsread(simulasi1check.xls);
simulasi2train=xlsread(simulasi2train.xls);
simulasi2check=xlsread(simulasi2check.xls);
simulasi3train=xlsread(simulasi3train.xls);
simulasi3check=xlsread(simulasi3check.xls);
simulasi4train=xlsread(simulasi4train.xls);
simulasi4check=xlsread(simulasi4check.xls);
olein12train=xlsread(olein12train);
olein12check=xlsread(olein12check);
anfisedit
122

fisolein
outoleintrain=evalfis(olein12train(:,1:2),fisolein);
outoleincheck=evalfis(olein12check(:,1:2),fisolein);
dataolein=xlsread(dataolein.xls);
t2=1:1000;
index4=3:609;
index5=610:1000;
errortrain=dataolein(index4)-outoleintrain;
errorcheck=dataolein(index5)-outoleincheck;
figure(1)
subplot(211)
plot(t2(index4),dataolein(index4),b+,t2(index4),outol
eintrain,r*);legend(Target,Output,Location,Sho
utheast);title(Data Training)
subplot(212)
plot(t2(index5),dataolein(index5),b+,t2(index4),outol
eincheck,r*);legend(Target,Output,Location,Sho
utheast);title(Data Checking)
figure(2)
subplot(211)
plot(t2(index4),errortrain,r-);title(RMSE Data
Training)
subplot(212)
plot(t2(index5),errorcheck,r-);title(RMSE Data
Checking)

123

You might also like