You are on page 1of 35

LAPORAN PERSIDANGAN

Oleh :
R Caesar R P W

G4A013001

Suryo Adi Kusumo

G4A013002

Indah Permata Sari

G41013003

Sri Wahyudi

G41013004

Andromeda

G41013005

Egi Dwi Satria

G41013006

Wily Gustafianto

G41013007

Nita Irmawati

G41013008

Ayu Astrini N P S

G41013033

Auzia Tania Utami

G41013034

Masrurotut Daroen

G41013035

Dhyaksa Cahya P

G41013036

Aulia Dyah F

G41013037

Nurul Arsy

G41013038

Alfian Tagar A P

G41013039

Bunga Wiharning SP

G41013040

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
Periode 16 Desember 2013-11 Januari 2014

I.

PENDAHULUAN

A. Pembukaan Sidang
Majelis hakim memasuki ruang persidangan pada pukul 10.30 WIB.Sidang
pengadilan dibuka oleh hakim ketua dan menyatakan bahwa sidang merupakan sidang
terbuka untuk umum dikarenakan kasus dakwaan merupakan kasus tindak pidana yang
dilakukan oleh orang yang sudah dianggap dewasa menurut hukum yang berlaku.
Hakim ketua memerintahkan terdakwa dipanggil masuk.Terdakwa masuk ke
dalam ruang persidangan dan hakim ketua menanyakan kondisi kesehatan terdakwa saat
itu, terdakwa menyatakan kondisinya dalam keadaan baik dan sehat. Hakim ketua
menanyakan mengenai surat kuasa pembelaan kepada kuasa hukum terdakwa. Kuasa
hukum menunjukkan surat kuasa tersebut kepada hakim ketua dan kedua hakim anggota.
Hakim ketua meminta jaksa penuntut umum untuk memeriksa surat kuasa tersebut.
Hakim ketua memerintahkan kelima saksi masuk ke dalam ruang persidangan.Hakim
ketua mempersilakan saksi untuk duduk dan menanyakan kondisi kesehatan dari setiap
saksi saat itu, saksi menyatakan kondisinya baik dan sehat.Hakim ketua memanggil satu
persatu saksi dan menanyakan identitas masing-masing saksi serta hubungan saksi dengan
terdakwa dan korban.Saksi diminta berdiri oleh hakim ketua dan ditanyakan kesiapan
untuk memberikan kesaksian yang sebenar-benarnya. Saksi disumpah di bawah alquran
untuk pertanggungjawaban atas kesaksian yang akan diberikan. Saksi kedua diminta
untuk keluar dari ruang sidang dan saksi pertama dipersilakan untuk duduk di kursi di
tengah ruang persidangan.Agenda sidang kali ini adalah menghadirkan saksi-saksi.
B. Keterangan Saksi
SAKSI AHLI : dr.H M Zaenuri Syamsu H, Sp.KF, MSi.Med
Saksi ahli adalah orang yang dijadikan saksi karena keahliannya, bukan karena
terlibat dengan suatu perkara yang sedang disidangkan.
Saksi ahli dalam sidang kali ini adalah dr. M. Zaenuri Syamsu H, Sp. KF,
M.Si.Med. dr. Zaenuri merupakan seorang saksi ahli dalam kasus ini, beliau merupakan
dokter forensik yang diperintah melakukan visum luar kepada korban oleh penyidik. Dari
hasil visum luar yang dilakukan oleh dr. Zaenuri, didapatkan beberapa fakta, yang

pertama terdapat satu buah luka lecet akibat trauma tumpul pada wajah korban, terdapat
satu buah luka memar akibat trauma tumpul pada bibir korban, terdapat satu buah luka
leceta kibat trauma tumpul pada tangan korban serta terdapat satu buah luka lecet akibat
trauma tumpulpada kaki korban, pada pemeriksaan daerah kemaluan korban didapatkan
robekan pada selaput dara pada arah jam 2, 5, dan 7. Robekan sampai ke dasar,
diperkirakan luka robekan sudah 1 minggu lebih lamanya..
Dari luka tersebut, menurut dr. Zaenuri tidak ada satupun dari luka tersebut yang
dapat menyebabkan kematian secara langsung, akan tetapi secara tidak langsung luka
tersebut dapat menyebabkan kematian. Penyebab kematian secara langsung tidak dapat
diketahui, karena keluarga menolak dilakukannya autopsi sehingga dr. Zaenuri tidak
dapat menyimpulkan secara langsung penyebab kematian korban. Untuk dapat
menentukan penyebab kematian korban secara langsung dibutuhkan pemeriksaan
tambahan lain seperti CT-scan, rontgen thorax darah lengkap serta autopsi. Seperti yang
sudah dijelaskan di atas, luka-luka lecet tersebut tidak dapat menyebabkan kematian
secara langsung pada korban, akan tetapi bisa saja dari luka tersebut menimbulkan luka
pada organ dalam yang tidak kasat mata dari luar. Luka pada organ dalam ini hanya dapat
diketahui dari otopsi ataupun dari pemeriksaan tambahan lainnya.
Menurut dr. Zaenuri, ada kemungkinan lain atau komplikasi yang dapat menjadi
penyebab kematian selain luka pada organ dalam, yaitu kesalahan pada evakuasi korban
saat ke rumah sakit. Kesalahan dalam evakuasi atau pertolongan pertama pada korban ini
dapat menyebabkan DOA (Death on Arrival) atau kematian saat sudah tiba di rumah
sakit.Akan tetapi, untuk membuktikan penyebab pasti kematian korban tidak dapat
ditentukan karena keterbatasan hanya pada visum luar korban saja.
SAKSI : Ny Siti Aminah,Ibu Rumah Tangga, Islam, alamat desa Tanggeran RT 06/03,
Kec. Somagede, Kab. Banyumas.
Saksi mengenal korban karena saksi adalah tetangga dekat terdakwa (Akhyar).
Pada tanggal 28 September 2013, saksi yang sedang berada di dekat jembatan dekat
rumahnya melihat wanita yang dketahui bernama Nurul (teman terdakwa) mondar mandir
naik motor sambil mengetik SMS di depan jembatan sekitar pukul 13.00 WIB. Selang
beberapa waktu, saksi melihat terdakwa pergi bersama Nurul menggunakan sepeda motor
Nurul. Sekitar pukul 18.00 WIB, suami saksi dijemput oleh Habib setelah mendapat
kabar dari terdakwa yang meminta Habib menyampaikan pesan kepada suami saksi

bahwa terdakwa berada di IGD RSUD Banyumas bersama korban (Dwi) karena korban
mengalami kecelakaan terjatuh ke jurang di daerah Persinggahan. Saksi menanyakan
kembali sebab korban meninggal kepada budhe dari korban yaitu ibu Samirah dan
suaminya dan mendapat jawaban yang sama yaitu karena kecelakaan. Saksi dan suami
tidak menanyakan langsung kepada terdakwa karena terdakwa terus menangis di depan
IGD. Awalnya suami saksi tidak bersedia datang ke IGD, namun saksi menyarankan agar
tetap datang saja karena khawatir terdakwa membutuhkan bantuan.Setelah dari IGD,
saksi kembali ke rumah dan mengabari ibu terdakwa bahwa pacar dari terdakwa (korban)
meninggal dunia karena kecelakaan.Setelah itu, ibu terdakwa melayat ke rumah korban
dan ikut memandikannya.Sedangkan suami saksi ikut mengantar korban ke rumahnya
menggunakan mobil jenazah.
Saksi mengaku baru mengetahui Nurul ketika hari kejadian, dan mengaku sedikit
mengenal korban karena korban merupakan teman sekolah anaknya serta korban
diketahui merupakan pacar terdakwa yang sudah dipacari selama 3 tahun dan sering
melihat berboncengan dengan terdakwa.Sedangkan saksi mengenal terdakwa dikarenakan
sudah bertetangga (jarak 3 rumah dari rumah terdakwa) selama 15 tahun.Terdakwa sudah
menganggap suami saksi sebagai orang tua sendiri dan sering bermain gitar dan
berkumpul di rumah saksi.Saksi mengetahui bahwa terdakwa pernah tinggal bersama
kakeknya yang rumahnya tidak jauh dari rumah terdakwa dan sekarang tinggal bersama
kedua orang tuanya serta adiknya.Saksi mengaku bahwa terdakwa tidak pernah terlihat
cekcok dengan keluarganya ataupun melakukan kekerasan.Saksi juga mengaku tidak
melihat terdakwa bersama temannya yang membawa korban ke rumah terdakwa sore
harinya.

C. Berita Acara Persidangan


Berita acara persidangan kasus penganiayaan dan kealpaan yang menyebabkan
kematian atas korban bernama Dwi Kristianingsih dengan terdakwa bernama Akhyar
Sapriaji bin Suparman alamat Grumbul karanganyar Desa Tanggeran, RT 06 RW 03
Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas. Sidang acara atas pemeriksaan terdakwa
Hakim Ketua
Hakim

: Sudah pernah dihukum?

Terdakwa

: Belum

Hakim

: Bisa diceritakan kronologisnya?

Terdakwa

: Pada hari kamis 26 September 2013, sore- sore teman saya yang
bernama nurul via sms mengabarkan ada razia, namun terlalu panjang
jika diceritakan lewat sms, sehingga saya mengusulkan untuk
bercerita lewat telpon. Berhubung pulsa saya dan Nurul habis kami
memutuskan untuk bertemu pada hari jumat.Pada hari jumat saya
sakit, sehingga di undur jadi hari sabtu pagi. Sabtu pagi korban
mengajak saya jalan- jalan, namun saya menolak karena motor saya
rusak, di saat yang sama Nurul sms untuk memastikan waktu
pertemuan. Nurul menjemput saya di rumah menuju Purnama, saat di
perjalanan Nurul bercerita bahwa korban sedang dekat dengan pria
lain berinisial DD, bahkan sampai diantarkan membuat kartu kuning.
Kurang lebih saat 2 minggu yang lalu korban memang meminta izin
untuk membuat kartu kuning, tapi tidak memberitahu diantar dengan
siapa. Nurul juga mengaku pernah mengantar korban bertemu dengan
DD. Saat di Purnama saya meminta Nurul menghubungi korban dan
menjemputnya, sedangkan saya meminjam motor teman saya yang
bernama Yordan. Saat menunggu Nurul dan korban teman saya yang
bernama Deni datang, saya menceritakan bahwa korban selingkuh
dan berniat memberikan pelajaran kepada DD. Deni menjawab
sabar- sabar, jika butuh bantuan telpon saja lalu pergi. Saat nurul
dan korban datang saya berkata kepada korban aku hajar kamu
apabila tidak ikut pergi (dalam bahasa jawa). Korban dibonceng
motor saya dan ketika diperjalanan saya bertanya apakah kamu
selingkuh dengan DD? korban DD hanya teman , tapi pernah main
bikin kartu kuning ke Purwokerto. Lalu saya bertanya kenapa tidak
pernah bilang? sambil meminta no HP DD. Korban tiak mau
memberikan, sehingga saya mencoba meminjam HP korban. Saya
bertanya lagi pada korban apakah kamu sudah jadian? korban
menjawab sudah cipokan. Kemudian saya berbicara kasar dan
korban menutup mulut saya, lalu saya gigit tangannya. Saya mencoba

sms DD menggunakan hp korban dan mengaku sebagai korban


mengajak bertemu.
Di Tower saya berhenti, Nurul yang mengikuti dibelakangpun ikut
berhenti. Saat saya sedang sms lagi DD hp korban direbut oleh
korban, lalu karena kesal saya tendang perut korban hingga korban
terjatuh kesakitan dan terduduk. Saat itu saya menggunakan sebdal
jepit. Lalu saya menendang lagi kepala korban 2 kali menggunakan
kaki kanan. Korban menangis dan menarik kaki saya sambil meminta
maaf karena saya memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami, lalu
saya tendang lagi kepala belakang menggunakan kaki kanan saya
sampai korban jatuh dan helmnya terlepas. Nurul yang melihat
kejadian tersebut mencoba memisahkan. Pada saat itu korban masih
sadar, saya menyuruh korban untuk ikut motor Nurul dan pulang,
saya berniat untuk pergi kelaut namun korban bersikeras untuk ikut
motor saya. Sekitar 100 meter dari tower karena korban berisik terus
saya memukul wajah korban dua kali menggunakan tangan kanan,
namun korban sempat menghindar sehingga mau terjatuh. karena
bingung saya membawa korban ke Karetan, tibanya di Karetan
korban mengeluh pusing dan lehernya pegel. Saya bilang kamu
jangan becanda, saya ajak berdiri namun korban lemas. Saya telpon
Nurul untuk datang ke Karetan dan membawa air. Kurang lebih 1,5
jam Nurul baru sampai di Karetan karena nyasar, lalu langsung
meminumkan air pada korban. Setelah diminumkan air korban
langsung memuntahkannya kembali dan mendengkur. Saya meminta
bantuan Nurul untuk membonceng korban ke rumah saya karena
korban sudah pingsan dan terus mendengkur, namun Nurul banyak
alasan. Sehingga saya telpon Sandi agar Deni ke Karetan karena
korban pingsan. Deni datang ke Karetan agak petang, lalu kami
membawa korban dengan posisi dijepit di antara deni dan saya.
Ketika di perjalanan Deni berhenti nunggu Sandi buang air kecil,
pada saat itu saya memberikan napas buatan. Kami membawa korban
ke rumah saya dan direbahkan dikasur kamar karena menunggu Deni
yang menukar motor. Setelah 3 menit direbahkan dikamar tanpa

sepengetahuan orang tua saya, kami ebawa korban ke RS banyumas.


Pada saat itu korban masih mendengkur namun saat di jalan
mendekati RS Banyumas napas korban berhenti. Sesampainya di RS
banyumas korban dinyatakan telah meninggal oleh dokter. Saya
menelepon Habib untuk meberi tahu tetangga saya agar menemani
saya di RS dan menelpon keluarga korban untuk mengabarkan korban
meninggal karena kecelakaan.
Hakim

: Sebelum kejadian pernah mukul?

Terdakwa

: Pernah memukul wajah 2 kali, karena korban dekat dengan lelaki


lain.

Hakim
Terdakwa
Hakim

: Sudah pernah melakukan hubungan suami istri dengan korban?


: Pernah, 3 kali
: Terpaksa atau tidak?

Terdakwa

: Tidak

Hakim

: Pertama kali melakukan hubungan suami istri kapan?

Terdakwa

: Usia 17 tahun

Hakim

: Apakah perbuatan ini direncanakan sebelumnya?

Terdakwa

: Tidak

Hakim

: Apakah sering berkelahi?

Terdakwa

: ya

Hakim

: Dengan perempuan atau laki-laki?

Terdakwa

: Laki- laki saja.

Hakim Anggota
Hakim

: Sudah berapa lama pacaran?

Terdakwa

: 3 tahun, tapi pernag putus saat mau PKL di Jogja

Hakim

: Sebelumnya pernah memukul korban?

Terdakwa

: Pernah, 1 kali karena korban didekati oleh seorang pria dan pergi ke
warnet berduaan, saya khawatir korban hamil dan hamilnya sama
orang lain dan saya yang disalahkan

Hakim

: Sebelum kejadian kapan terakhir ketemu dan berapa sering ketemu?

Terdakwa

: Hari Kamis, ketemu satu kali seminggu, kalau tidak bertemu pasti
komunikasi via SMS. Hubungan kami masih baik dan tidak ada
masalah.

Hakim

: Saat diberi napas buatan responnya bagai mana?

Terdakwa

: Mata korban terbuka sebentar, lalu pandangan redup kembali.

Hakim

: Apa orang tua tau saat korban dibawa ke kamar?

Terdakwa

: Tidak, orang tua sedang di dapur dan jarak dapur dan kamar jauh.

Hakim

: Bagai mana kondisi korban saat akan dibawa ke RS?

Terdakwa

: Korban masih ngoro dan masih ada detak jantungnya

Hakim

: Berapa lam perjalan dari rumah ke rumah sakit?

Terdakwa

: 8- 10 menit

Hakim

: bagai mana posisi korban saat dibawa ke rumah sakit?

Terdakwa

: Korban dijepit di antara Deni sebagai pengendara motor dan saya


menopang dibelakang dan kedua kaki korban diangkat ke paha deni.

Hakim Ketua
Hakim

: Bagaina posisi menendang?

Terdakwa

: Saya dari arah depan

Hakim

: Kenapa anda menangis saat di Rumah sakit?

Terdakwa

: Saya sedih dan tidak percaya kalau korban sudah minggal

Hakim

: Kenapa anda pulang kerumah dulu tdak lamgsung ke rumah sakit?

Terdakwa

: Karena ingin menukarkan motor

Hakim

: Jarak antara perkebunan karet ke rumah dengan perkebunan karet ke


rumah sakit jauh kemana?

Terdakwa

: Jauh ke rumah sakit, kalau mau ke rumah sakit harus melewati


rumah dulu

Hakim Anggota
Hakim

: Apa tujuan anda boncengan dengan korban untuk menyelesaikan


masalah?

Terdakwa

: Iya

Hakim

: Apakah sebelumnya sudah tau kalau korban selingkuh?

Terdakwa

: Tidak, hanya dari Nurul

Hakim

: Apa yang dipikiran anda sehingga menendang korban?

Terdakwa

: Emosi, karena dibohongi selingkuh

Hakim

: Kenapa tidak anda tinggalkan saja ketika tau korban selingkuh?

Terdakwa

: Saya sayang

Hakim

: Kenapa ketika di perkebunan karet tidak meminta tolong warga?

Terdakwa

: Kayaknya tidak ada orang

Hakim

: Ketika korban dipukul apa bibirnya robek

Terdakwa

:Iya

Hakim

: Dari visum didapatkan luka lecet pada tangan dan kaki, kenapa?

Terdakwa

: Kaki pasien lecet pada saat mau dibawa ke motor

Hakim

: Kapan kamu berniat membawa korban ke rumah sakit?

Terdakwa

: Saat di kebun karet, tapi bermaksud untuk menukar sepeda motor


dulu ke rumah.

Hakim

: Apa orang tua korban tau hubungan kamu dengan korban?

Terdakwa

: mungkin tau, tapi mungkin hanya dianggap sebagai teman saja

Hakim

: Apa orang tua atau mbah kamu sering dipukul apabila kamu marah?

Terdakwa

: Tidak, hanya membentak saja.

Hakim

: Apa kamu sudah meminta maaf pada orang tua korban?

Terdakwa

: Belum sempat.

Hakim

: Apa kamu takut untuk mengaku pada orang tua korban?

Terdakwa

: Ya, takut.

Penuntut Umum
Penuntut Umum :

Kejadian yang terjadi adalah menendang ulu hati, 3 kali

menendang kepala, kapan helm korban lepas?


Terdakwa

: saat menendang kepala korban yang ketiga kali

Penuntut Umum : Dimana posisi korban saat kamu tendang ?


Terdakwa

: Di bawah

Penuntut Umum: Siapa yang pertama kali datang ke perkebunan karet?


Terdakwa

: Deni

Penuntut Umum : Apa benar Deni yang mengusulkan pertamakali untuk pergi ke
rumah sakit?
Terdakwa

: Ya, tapi saya takut kena kasus

Penuntut Umum: Korban pingsan jam 4 sore?


Terdakwa

: Ya

Penuntut Umum: Korban tiba di rumah sakit jam 7?

Terdakwa

: Ya

Penuntut Umum: Kenapa kamu tidak ketemuan dirumah?


Terdakwa

: Karena korban yang mengajak untuk ketemuan di luar

Penuntut Umum: Apa tanggungjawab pacar ?


Terdakwa

: Menjaga

Penuntut Umum: Apakah tindakan tersebut termasuk menjaga?


Terdakwa

: Tidak

Penuntut Umum: Kenapa kamu menelpon Deni dulu tidak langsung membawa ke
rumah sakit?
Terdakwa

: Karena Nurul tidak mau meninggalkan motornya

Penuntut Umum: Saat kamu menghubungi keluarga korban, apakah kamu bilang apa
penyebanya?
Terdakwa

: Tidak, karena saat bilang korban meninggal hp langsung mati.

Penuntut Umum: Apa yang disampaikan pada keluarga korban?


Terdakwa

: korban jatuh kejurang dan kepala terkena batu.

Penasehat hukum
Penasehat hukum: Apa ada niat untuk menghabisi korban?
Terdakwa

: Tidak

Penasehat hukum : Dimana anda tau kalau korban sudah meninggal?


Terdakwa

: Di jalan menuju rumah sakit

Penasehat Umum : Kenapa tidak langsung dibawa ke rumah sakit?


Terdakwa

: Karena takut masuk kasus dan mau menukar motor.

Penasehat Umum: Pernah berapa kali berhubung suami istri dengan korban?

Terdakwa

: 3 kali selama hubungan

Hakim Ketua
Hakim

: Apakah Anda berniat menganiaya korban?

Terdakwa

: Ya

Hakim

: Untuk apa dibawa ketempat sepi?

Terdakwa

: Untuk menyelesaikan masalah

Hakim

: Apakah ada yang disampaikan?

Terdakwa

: Tidak

Penuntut Umum: Meminta Waktu 1 minggu.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tersangka dan Terdakwa


Menurut KUHAP pasal 1 nomor 14 yang dinamakan tersangka adalah seseorang
yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti-bukti permulaan patut
diduga sebagai pelaku tindak pidana, sedangkan terdakwa menurut pasal 1 nomor 15
adalah seseorang yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.
Tersangka dan terdakwa berdasaran KUHAP BAB VI tentang tersangka dan
terdakwa:
Pasal 50
1) Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat
diajukan sebagai penuntut umum
2) Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum
3) Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan
Pasal 51
Untuk mempersiapkan pembelaan:
a. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai.
b. Terdakwa berhak unuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.
Pasal 52
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau
terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.
Pasal 53
1) Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka berhak untuk
setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud pasal 177.
2) Dalam hal tersangka atau terdakwa bisu dan atau tuli diberlakukan ketentuan
sebagaimana yang dimaksud pasal 178.
Pasal 54
Guna kepentingan pembelaan, tersangka, atau terdakwa berhak mendapat bantuan
hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap
tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan undang-undang.

Hak-hak tersangka adalah hak konstitusional seorang baik yang didapat sejak mereka
lahir (HAM) maupunhakyang diberikan undang-undang. Hak yang diberikan undangundang terkait dengan statusnya sebagai tersangka,hak-hak itu diatur dalam KUHAP baik
secara implisit maupun eksplisit dalamrumusan pasal-pasalnya Antara lain: 1. Hak untuk
mengetahui dasar alasan penerapan upaya paksa, 2. Hak untuk memperoleh perlakuan
yang manusiawi, 3. Hak untukmengungkapkan pendapat baik secara lisan maupun
tulisan, 4. Hak untuk diam, dalam pengertian tidak mengeluarkan pernyataan atau
pengakuan, 5. Hak untuk mengajukan saksi a-de charge mulai dari proses penyidikan, 6.
Hakuntuk mendapatkan bantuan hukum dan lain-lain.
B. Unsur Unsur dari Perbuatan Melawan Hukum
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1365 KUH perdata, maka suatu perbuatan
melawan hukum harus mengandung unsur sebagai berikut:
1

Adanya suatu perbuatan


Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari si pelaku.
Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan di sini dimaksudkan , baik
berbuat sesuatu (dalam arti aktif ) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif),
misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal dia mempunyai kewajiban hukum untuk
membuatnya, kewajiban mana timbul dari hukum yang berlaku (karena ada juga
kewajiban yang timbul dari suatu kontrak). Karena itu, terhadap perbuatan melawan
hukum, tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat dan tidak ada juga unsur
causa yang diperbolehkan sebagaimana yang terdapat dalam kontrak
Aplikasi pada kasus :
Jika diaplikasikan pada kasus terdapat suatu perbuatan dari pelaku yang
manusiawi dan tidak sepantasnya dilakukan terhadap korban.Hal tersebut dapat
dikatakan sebagai penganiayaan secara tidak langsung yang mengakibatkan kematian,
definisi dari penganiayaan adalah perlakuan sewenang-wenang yang berkenaan
dengan tubuh manusia.Hal ini merupakan tindak pidana dan dapat dihukum.

Perbuatan tersebut melawan hukum


Dalam arti sebagai berikut :
a Perbuatan yang melanggar undang undang yang berlaku
b Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, atau
c Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau
d Perbuatan yang menyatakan hubungan sebab-akibat (causal verband) antara
perbuatan dan akibat kematian (orang lain), atau

Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk
memperlihatkan kepentingan orang lain

Aplikasi pada kasus :


Tersangka sudah melakukan suatu tindakan penganiayaan terhadap korban dan
tindakan tersebut melanggar undang undang hukum pidana pasal 351 ayat 3 tentang
penganiayaan.
3

Adanya kesalahan dari pihak pelaku


Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan sehingga
dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur sebagai
berikut :
a Ada unsur kesengajaan
b Unsur kelalaian
c Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf seperti keadaan overmatch,
membela diri, tidak waras, dan lain-lain
Aplikasi pada kasus :
Tersangka lalai dalam mengontrol emosi dan lalai sebagai umat beragama yang
melarang tindakan penganiayaan, ndan tindakan kotor lainnya.Terdapat juga unsur
kesengajaan dimana tersangka sengaja melukai korban akibat rasa cemburu.

Adanya kerugian bagi korban


Adanya kerugian bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan
pasal 1365 KUH Perdata dapat dipergunakan berbeda dengan kerugian karena
wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materil, maka kerugian karena perbuatan
melawan hukum di samping kerugian materil, yurispundensi juga mengakui konsep
kerugian immateril, yang juga akan dinilai dengan uang
Aplikasi pada kasus :
Kerugian yang ditimbulkan adalah kehilangan nyawa bagi korban, yang
akhirnya kemungkinan akan berdampak pada keluarga korban karena secara psikis
korban merupakan anak wanita yang dijadikan tulang punggung keluarganya.

Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian


Untuk hubungan sebab akibat ada dua macam teori, yaitu hubungan faktual dan
teori penyebab kira-kira. Hubungan sebab akibat secara faktual hanyalah merupakan
masalah fakta atau apa yang secara faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang
menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara factual, asalkan
kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya.

C. Alat Bukti Syah

Pada kasus kejahatan hampir selalu ada barang bukti medik yang tertinggal, hal
ini bisa membantu mengungkap kejahatan dan bahkan korban yang sudah membusuk atau
hangus serta pelakunya akan dapat dikenali. Barang bukti medik yang berasal dari tubuh
korban akan memberikan informasi mengenai proses terjadinya kejahatan, sedangkan
barang bukti medik dari tubuh pelaku seputar identitas yang bersangkutan. Yang termasuk
barang bukti medik yaitu darah, sperma, dan rambut (Dahlan, 2007).
1. Darah
Darah adalah bagian tubuh manusia yang dapat memberikan informasi penting
bagi pengungkapan peristiwa pidana; baik yang ditemukan sebagai bercak, diambil
dari tubuh manusia yang masih hidup ataupun yang sudah mati (Dahlan, 2007).
Bercak darah dapat ditemukan pada tubuh korban, lantai disekitar tubuh korban,
dinding,

alat-alat

rumah

tangga,

senjata

tajam,

pakaian,

dan

kendaraan

bermotor.Adanya bercak darah, bentuk bercak darah, gambaran bercak darah, dan
letak ditemukannya bercak darah dapat memberikan informasi mengenai kasus
kejahatan tersebut (Dahlan, 2007).
Tidak semua bercak darah berwarna merah.Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemeriksaan. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada pemeriksaan tersebut yaitu
(Dahlan, 2007):
a. Persiapan
Persiapannya yaitu bercak darah yang menempel pada suatu objek dikerok
kemudian direndam pada larutan garam fisiologis.
b. Tes penyaringan (Presumptive Test)
Tes penyaringan digunakan untuk membedakan apakah bercak tersebut berasal
dari darah atau bukan.Tes yang dilakukan adalah tes Benzidine, dan tes
Phnolphtalein.
c. Tes meyakinkan (Confirmatory Test)
Tes untuk meyakinkan terdiri dari tes serologik, kimiawi, spektroskopik, dan
mikroskopik.
d. Penentuan golongan darah
Pada perkara pidana kadang-kadang diperlukan adanya pemeriksaan darah dari
orang yang masih hidup untuk membuktikan adanya alkohol, morfin, tindak
pidana perzinaan, dan membuktikan ada tidaknya hubungan paternitas.Sedangkan
pemeriksaan darah dari orang mati untuk menentukan apakah golongan darahnya
cocok dengan golongan darah yang menempel pada senjata atau mobil sebagai
penyebabnya dan untuk menentukan sebab kematiannya (Dahlan, 2007).

2. Sperma
Sperma merupakan bagian penting dalam mengungkap kasus tinak pidana
seksual sebab pemeriksaan tersebut tidak hanya dapat membuat terang perkara
tersebut tetapi dapat mengetahui identitas pelakunya.Pemeriksaan sperma ada dua
yaitu pemeriksaan spermatozoa dan pemeriksaan plasma sperma.Pemeriksaan plasma
sperma terdiri dari pemeriksaan acid phosphatase, pemeriksaan spermine, dan
pemeriksaaan choline (Dahlan, 2007).
3. Rambut
Rambut merupakan bagian tubuh manusia yang dapat memberikan banyak
informasi bagi kepentingan peradilan baik rambut kepala maupun rambut
kelamin.Informasi yang dapat diketahui yaitu saat meninggal dunia, sebab kematian,
jenis kejahatan, identitas korban, identitas pelaku dan benda/senjata yang digunakan.
Jika ditemukan adanya rambut yang diduga ada kaitannya dengan kejahatan maka
hedaknya rambut tersebut diperiksa keaslian rambut, apakah rambut tersebut rambut
manusia atau tidak, dan identifikasi pemilik rambut (umur, jenis kelamin, ras, dan
golongan darah), serta informasi lain yang ada kaitannya dengan kejahatan (Dahlan,
2007).
D. Definisi Penganiayaan
Secara

umum,

tindak

pidana

terhadap

tubuh

pada

KUHP

disebut

penganiayaan.Dibentuknya pengaturan tentang kejahatan terhadap tubuh manusia ini


ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatan-perbuatan
berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit atau
luka, bahkan karena luka yang sedemikian rupa pada tubuh dapat menyebabkan kematian.
Penganiayaan dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai perilaku
yang sewenang-wenang. sedangkan dalam KUHP sendiri tidak memberikan penjelasan
tentang apa yang dimaksud dengan istilah penganiayaan (mishandelling) selain hanya
menyebutkan penganiayaan saja. Mengenai penganiayaan dalam pasal 351 KUHP, R.
Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa undangundang tidak memberi ketentuan apakah yang dimaksud dengan penganiayaan itu.
Menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan penganiayaan yaitu dengan
sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit atau luka.Menurut

alinea 4 pasal ini, masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah sengaja merusak
kesehatan orang.

E. Jenis-Jenis Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian


1. Menurut I Marshana Windhu, secara sosiologis dikenal adanya dua jenis kekerasan,
yaitu:
a. Kekerasan secara personal, yakni kekerasan yang dilakukan secara langsung.
b. Kekerasan struktural adalah kekerasan secara tidak langsung, misalnya
penyalahgunaan sumber-sumber daya, wawasan dan hasil kemajuan untuk tujuan
lain atau monopoli oleh segelintir orang saja maka ada kekerasan dalam sistem
ini. artinya, bila anda berkuasa dan memiliki harta kekayaan yang melimpah,
tentunya akan selalu cenderung untuk melakukan kekerasan, kecuali kalau ada
hambatan yang jelas dan tegas.
Teori kekerasan Struktural jika kita implementasikan secara

empirik-

realistik (melihat di lapangan), maka teori telah berhasil diterapkan pada jaman
Soeharto (Orde Baru) melalui Angkatan Bersenjata dan Organisasi politik yang
berkuasa berbaju kultural jawa.Secara singkat Soeharto bisa dibandingkan dengan
Ken Arok, hanya zaman dan teknologi (bersenjata) yang berbeda.
Sebagaimana dikatakan Romli Atmasasmita kekerasan dapat mengakibatkan
terjadinya kerusakan fisik ataupun psikis adalah kekerasan yang bertentangan dengan
hukum. Oleh karena itu, ia merupakan suatu kejahatan. Dengan pola pikir tersebut,
maka istilah kekerasan atau violence semakin jelas, kekerasan ini dapat berarti
kejahatan jika bertentangan dengan undang-undang.
Clinard & Quenney membedakan jenis-jenis Criminal Violence (Kekerasan)
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.

Pembunuhan (murder)
Pemerkosaan (rape)
Penganiayaan berat (aggravated assault)
Perampokan bersenjata (armed robbery)
Penculikan (kidnapping)
Kejahatan kekerasan di atas adalah dapat digolongkan kepada kejahatan

kekerasan individual (perseorangan), sedangkan yang termasuk kepada kejahatan


kolektif (kelompok) adalah perkelahian massa, perkelahian natara gang remaja yang

menimbulkan akibat kerusakan harta benda atauluka-luka berat atau kematian.


Tingkah laku kekerasan yang dilakukan secara individual menurut John Conrad dapat
dikelompokan kedalam 6 kelompok, yakni sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Kekerasan yang dipengaruhi oleh faktor budaya


Kekerasan yang dilakukan dalam rangka kejahatan
Kekerasan patologis
Kekerasan situasional
Kekerasan yang tidak disengaja
Kekerasan Institusional
Kekerasan Birokratis
Kekerasan teknologis
Kekerasan diam
Kekerasan pertama, mengkategorikan bahwa kebudayaan menganggap bahwa

suatu tingkah laku kekerasan adalah tingkah laku yang diharapkan untuk dilakukan
dalam suatu situasi tertentu, dan kekerasan adalah merupakan cara hidup bagi
kebudayaan tersebut.
Kekerasan bentuk kedua, adalah kekerasan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan kejahatan, misalnya perampokan dan perkosaan.Kekerasan patologis,
seringkali orang mengidentikasikan dengan tindak kekerasan yang mengalami
gangguan kejiwaan atau kerusakan otak.
Kekerasan situasional dapat dikategorikan sebagai tindak kekerasan karena
pengaruh provokasi dari luar yang tidak dapat dihadapinya lagi.Keadaan ini
merupakan reaksi yang sangat langka dilakukan oleh pelaku.Kekerasan intitusional
adalah kekerasan yang dilakukan terhadap orang yang sedang mengalami hukuman
misalnya hukuman mati.
2. Menurut Jack D. Douglas & Frances Chaput Waksler
Selain jenis kekerasan individu (sebagaimana di atas), kekerasan juga dapat
dikatakan sebagai kekerasan kolektif, seperti misalnya perkelahian massa. Kekerasan
kolektif biasanya dilakukan oleh segerombolan orang (mob) dan kumpulan orang
banyak (crowd) dan dalam pengertian yang sempitnya dilakukan oleh gang.Pada
umumnya, kekerasan kolektif itu muncul dari situasi konkrit yang sebelumnya
didahului oleh sharing gagasan nilai, tujuan dan masalah bersama dalam periode

waktu yang lebih lama. Masalah bersama adalah faktor paling penting dan bisa
melibatkan perasaan akan bahaya, dendam dan amarah.
Dalam kekerasan kolektif, sekelompok individu yang tergabung dalam suatu
kelompok

melakukan

tindakan

kekerasan

secara bersama-sama dan

untuk

kepentingan bersama, kekerasan kolektif ini dapat dikelompokkan menjadi tiga (3)
kategori, yakni:
a. Kekerasan kolektif primitif
b. Kekerasan kolektif reaksioner
c. Kekerasan kolektif modern
Kekerasan kolektif primitif pada umumnya bersifat non-politis, yang ruang
lingkupnya terbatas pada suatu kelompok komunitas lokal misalnya main hakim
sendiri dalam bentuk pemukulan dan penganiayaan lain ketika seorang tersangka
pelaku kejahatan tertangkap di wilayah tersebut. Kekerasan yang dilakukan untuk
gagah-gagahan atau lucu-lucuan (just for fun), kekerasan bentuk ini biasanya
dilakukan oleh remaja dalam bentuk vandalisme, termasuk kategori ini.Demikian pula
melakukan penyerangan tanpa bersenjata terhadap kelompok lawan dapat
dikategorikan ke dalam hal ini.
Kekerasan kolektif reaksioner biasanya merupakan reaksi terhadap penguasa,
pemeransertanya bukan hanya suatu komunitas lokal, akan tetapi juga yang merasa
berkepentingan dengan tujuan kolektif yang menentang suatu kebijakan atau terhadap
sistem yang dianggap tidak adil atau tidak jujur. Bagian dari kekerasan kolektif
lainnya adalah kekerasan kolektif modern, yakni kekerasan untuk mencapai tujuan
ekonomis dan politisi dari suatu organisasi yang tersusun dan terorganisasi dengan
baik.Kekerasan dalam pemogokan buruh, kekerasan politik, terorisme, serta
kekerasan yang berkaitan dengan kejahatan terorganisasi masuk ke dalam kategori ini.
Memperhatikan

defenisi

dan

berbagai

bentuk

kekerasan, satu-

satunyakarakteristik dari model kejahatan dengan kekerasan ini adalah adanya


agresivitas atau apa yang dinamakan dengan assaultive conduct, menurut
Gibbons membedakan dua macam assaultive conduct, yakni situasional or subcultural in character, dan Individualistic or psychogenic in character.
3. Menurut Tindak Pidana

Tindak

penganiayaan

yang

mengakibatkan

kematian

adalah

pidana

penganiayaan yang mana akibat kematian yang timbul bukanlah merupakan tujuan
sipelaku. Tindak pidana ini diatur dalam beberapa Pasal KUHP yaitu :
a. Pasal 351 ayat (3) KUHP yaitu penganiayaan biasa yang mengakibatkan kematian
b. Pasal 353 ayat (3) KUHP yaitu penganiayaan berencana yang mengakibatkan
kematian
c. Pasal 354 ayat (2) KUHP yaitu penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian
d. Pasal 355 ayat (2) KUHP yaitu penganiayaan berat berencana yang
mengakibatkan kematian.
1) Tindak Pidana Penganiayaan Biasa
Penganiayaan biasa yang dapat juga disebut dengan penganiayaan pokok atau
bentuk standar terhadap ketentuan Pasal 351 yaitu pada hakikatnya semua
penganiayaan yang bukan penganiayaan berat dan bukan penganiayaan
ringan.Mengamati Pasal 351 KUHP maka ada 4 (empat) jenis penganiayaan biasa,
yakni:
a) Penganiayaan biasa yang tidak dapat menimbulkan luka berat maupun

kematian dan dihukum dengan dengan hukuman penjara selama-lamanya dua


tahun delapan bulan atau denda sebayak-banyaknya tiga ratus rupiah. (ayat 1)
b) Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya 5 tahun (ayat 2)
c) Penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya 7 tahun (ayat 3)
d) Penganiayaan berupa sengaja merusak kesehatan (ayat 4)

Unsur-unsur penganiayaan biasa, yakni:


a) Adanya kesengajaan
b) Adanya perbuatan
c) Adanya akibat perbuatan (yang dituju), rasa sakit pada tubuh, dan atau luka

pada tubuh.
d) Akibat yang menjadi tujuan satu-satunya
2) Tindak Pidana Penganiayaan Ringan
Hal ini diatur dalam Pasal 352 KUHP. Menurut Pasal ini, penganiayaan ringan ini
ada dan diancam dengan maksimum hukuman penjara tiga bulan atau denda tiga
ratus rupiah apabila tidak masuk dalam rumusan Pasal 353 dan 356, dan tidak

menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan.


Hukuman ini bias ditambah dengan sepertiga bagi orang yang melakukan
penganiayaan ringan ini terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada
dibawah perintah.
Penganiayaan tersebut dalam Pasal 352 (1) KUHP yaitu suatu penganiayaan yang
tidak menjadikan sakit atau menjadikan terhalang untuk melakukan jabatan atau
pekerjaan sehari-hari.
Unsur-unsur penganiayaan ringan, yakni:
a) Bukan berupa penganiayaan biasa
b) Bukan penganiayaan yang dilakukan
Terhadap bapak atau ibu yang sah, istri atau anaknya
Terhadap pegawai negri yang sedang dan atau karena menjalankan

tugasanya yang sah


Dengan memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk
dimakan atau diminum
c) Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan dan pencaharian
3) Tindak Pidana Penganiayaan Berencana

Menurut Mr.M.H Tirtaadmidjaja, mengutarakan arti direncanakan lebih dahulu


yaitu

bahwa

ada

suatu

jangka

waktu

betapapun

pendeknya

untuk

mempertimbangkan dan memikirkan dengan tenang.Untuk perencanaan ini, tidak


perlu ada tenggang waktu lama antara waktu merencanakan dan waktu melakukan
perbuatan penganiayaan berat atau pembunuhan.Sebaliknya meskipun ada
tenggang waktu itu yang tidak begitu pendek, belum tentu dapat dikatakan ada
rencana lebih dahulu secara tenang.Ini semua bergantung kepada keadaan konkrit
dari setiap peristiwa.
Menurut Pasal 353 KUHP ada 3 macam penganiayanan berencana , yaitu:
a) Penganiayaan berencana yang tidak berakibat luka berat atau kematian dan

dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun.


b) Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat dan dihukum denhan
hukuman selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.
c) Penganiayaan berencana yang berakibat kematian dan dihukum dengan
hukuman selama-lamanya 9 (Sembilan) tahun.

Unsur penganiayaan berencana adalah direncanakan terlebih dahulu sebelum


perbuatan dilakukan. Penganiayaan dapat dikualifikasikan menjadi penganiayaan
berencana jika memenuhi syarat-syarat:
a) Pengambilan keputusan untuk berbuat suatu kehendak dilakukan dalam
suasana batin yang tenang.
b) Sejak timbulnya kehendak/pengambilan keputusan untuk berbuat sampai
dengan pelaksanaan perbuatan ada tenggang waktu yang cukup sehingga dapat
digunakan olehnya untuk berpikir, antara lain:

Resiko apa yang akan ditanggung.


Bagaimana cara dan dengan alat apa serta bila mana saat yang tepat untuk

melaksanakannya.
Bagaimana cara menghilangkan jejak.

c) Dalam melaksanakan perbuatan yang telah diputuskan dilakukan dengan


suasana hati yang tenang.
4) Tindak Pidana Penganiayaan Berat

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 354 KUHP. Perbuatan berat atau dapat
disebut juga menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan dengan
sengaja oleh orang yang menganiayanya.Unsur-unsur penganiayaan berat, antara
lain: Kesalahan (kesengajaan), Perbuatannya (melukai secara berat), Obyeknya
(tubuh orang lain), Akibatnya (luka berat). Apabila dihubungkan dengan unsur
kesengajaan maka kesengajaan ini harus sekaligus ditujukan baik terhadap
perbuatannya, (misalnya menusuk dengan pisau), maupun terhadap akibatnya
yakni luka berat.
Istilah luka berat menurut Pasal 90 KUHP berarti sebagai berikut:
a) Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan

sempurna atau yang menimbulkan bahaya maut.


b) Menjadi senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau
pencaharian.
c) Kehilangan kemampuan memakai salah satu dari panca indra.
d) Kekudung-kudungan
e) Gangguan daya pikir selama lebih dari empat minggu.

f)

Pengguguran kehamilan atau kematian anak yang masih ada dalam

kandungan.
g) Penganiayaan berat ada 2 (dua) bentuk, yaitu:
Penganiayaan berat biasa (ayat 1)
Penganiayaan berat yang menimbulkan kematian (ayat 2)
5) Tindak Pidana Penganiayaan Berat Berencana
Tindak Pidana ini diatur oleh Pasal 355 KUHP.Kejahatan ini merupakan gabungan
antara penganiayaan berat (Pasal 353 ayat 1) dan penganiayaan berencana (Pasal
353

ayat

2).Kedua

bentuk

penganiayaan

ini

harus

terjadi

secara

serentak/bersama.Oleh karena itu harus terpenuhi unsur penganiayaan berat


maupun unsur penganiayaan berencana.Kematian dalam penganiayaan berat berat
berencana bukanlah menjadi tujuan.Dalam hal akibat, kesenganjaannya ditujukan
pada akibat luka beratnya saja dan tidak pada kematian korban.Sebab, jika
kesenganjaan terhadap matinya korban, maka disebut pembunuhan berencana.

F. Undang Undang Mengenai Penganiayaan dan Kealpaan yang Menyebabkan


Kematian
Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 80
(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau
penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6
(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 luka berat, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2mati, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
penjelasan pasal 80Cukup Jelas
Pasal 90
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79,
Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88,
dan Pasal 89 dilakukan oleh korporasi, maka pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus
dan/atau korporasinya.
(2) Pidana yang dijatuhkan kepada korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan
pidana denda yang dijatuhkan ditambah 1/3 (sepertiga) pidana denda masing-masing
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Penjelasan Pasal 90Cukup Jelas
Undang-Undang nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Pasal 17
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan,
pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan
kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 huruf b angka 4 dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari masingmasing ancaman pidana maksimumnya.
Penjelasan Pasal 17Cukup Jelas
Pasal 18
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 pelaku dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa restitusi atau pemulihan hak korban.
Penjelasan Pasal 18Cukup Jelas
Pasal 19

(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dianggap
dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang orang yang
bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik
berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan
korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama sama.
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu
korporasi, maka penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi
dan/atau pengurusnya.
Penjelasan Pasal 19Cukup Jelas
Pasal 21
(1) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan
denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dan Pasal 17.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan pencabutan status badan hukum.
Penjelasan Pasal 21Cukup Jelas

G. Pemeriksaan dan Pembuktian Dalam Kasus Penganiayaan


Untuk menjatuhkan putusan yang berupa pemidanaan, undang-undang telah
mengisyaratkan adanya syarat minimal yaitu harus didukung oleh dua alat bukti yang sah
dan hakim meyakini akan kesalahan terdakwa, sehingga dengan alat bukti tersebut hakim
dapat menyatakan bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana. Dalam upaya
mengungkap suatu tindak pidana agar menjadi jelas persoalannya dan dapat diketahui
siapa pelakunya, fungsi alat bukti sangat penting seperti yang telah diatur didalam Pasal
183 KUHAP yang menyatakan: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang
kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya. Mengingat pentingnya alat bukti tersebut maka aparat penegak hukum

yang melakukan penyidikan harus mencari dan mengumpulkan alat-alat bukti sebanyak
mungkin. Adapun alat-alat bukti yang sah, termuat dalam KUHAP Pasal 184 ayat (1)
adalah :
1. keterangan saksi
2. keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. keterangan terdakwa.
Salah satu cara untuk mendapatkan alat-alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 184
ayat (1) KUHAP tersebut, melalui penyelidikan dan penyidikan, yang ditujukan untuk
mengumpulkan barang bukti. Dalam sidang, hakim akan memperlihatkan benda-benda
atau barang bukti kepada terdakwa dan bila perlu kepada saksi-saksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 181 KUHAP bahwa :
1) Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan
menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 undang-undang ini.
2) Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi.
3) Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau
memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya
minta keterangan seperlunya tentang hal itu.

1. Keterangan Saksi
Pengertian saksi itu sendiri diatur dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP yang berbunyi
: Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
Sedangkan pengertian keterangan saksi, termuat dalam Pasal 1 angka 27
KUHAP jo. Pasal 165 ayat (1) KUHAP, yakni :
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
Penjelasan Pasal 295 RIB/HIR menyatakan bahwa yang dimaksud kesaksian
yaitu keterangan lisan seseorang, di muka sidang pengadilan, dengan disumpah lebih
dahulu, tentang peristiwa tertentu yang didengar, dilihat dan dialami sendiri.
Kesaksian yang tidak dilihat sendiri, akan tetapi mengenai hal-hal yang dikatakan
oleh orang lain bukanlah merupakan kesaksian yang sah.

Kemudian mengenai pengertian keterangan saksi, Pasal 185 ayat (1) KUHAP
menyatakan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan
di sidang pengadilan.Keterangan saksi memiliki kekuatan pembuktian yang
bebas.Keterangan saksi tidak mengikat bagi hakim dalam mengambil putusan.
Sesuai dengan prinsip minimum pembuktian, maka seorang saksi saja tidak cukup
untuk membuktikan kesalahan terdakwa (Pasal 183 KUHAP jo. Pasal 296 ayat (3)
KUHAP). Oleh karena itu, agar keterangan saksi dapat dianggap sebagai suatu bukti
yang cukup untuk membuktikan perbuatan terdakwa maka keterangan tersebut
haruslah disertai dengan minimal satu alat bukti yang lain.
Pada kasus ini banyak menghadirkan saksi, diantaranya teman korban dan
terdakwa, yang berada di tempat kejadian pada waktu yang bersamaan dengan
kejadian, serta menghadirkan saksi-saksi yang lain.
2. Keterangan Ahli
Selain saksi hidup, dikenal juga bukti-bukti fisik.Bukti-bukti fisik tersebut
tentunya tidak dapat langsung bercerita mengenai kaitannya dengan suatu tindak
pidana.Oleh

karena

itu,

dibutuhkan

keterangan

dari

seorang

ahli

untuk

menjelaskannya.Bukti bukti tersebut dalam forensic science dikenal sebagai saksi


diam atau silent witness.Disinilah letak keterkaitan antara barang bukti, (saksi diam)
dengan alat bukti khususnya keterangan ahli. Barang bukti yang membutuhkan
keterangan dari seorang ahli biasanya akan diperiksakan secara ilmiah melalui
metodemetode tertentu. Pemeriksaan tersebut biasanya sering dilakukan di
laboratorium. Pemeriksaan secara ilmiah oleh ahli terhadap barang bukti ini, bila
dikaitkan dengan pendapat dokter Handoko Tjondroputranto ( seorang ahli
kedokteran forensik), maka lazim dikenal dengan scientific investigation on
evidence.
Menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP jo. Pasal 186 KUHAP keterangan ahli
adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan keterangan tersebut dinyatakan diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk
laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau
pekerjaan. Berdasarkan pasal 179 ayat (2) KUHAP, maka dalam memberikan
kesaksiannya, ahli harus berada di bawah sumpah.

Keterangan yang diberikan oleh seorang ahli tidak selamanya disampaikan di


depan sidang pengadilan. Seorang ahli dapat memberikan keterangan dengan cara
tertulis ataupun secara lisan. Hal itu bisa saja diakibatkan oleh adanya benturan
antara kedua kepentingan hukum, dua kewajiban hukum, ataupun benturan antara
suatu kepentingan hukum dengan satu kewajiban hukum.
Ketentuan Pasal 133 KUHAP menyatakan bahwa penyidik dapat meminta
keterangan dari ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya untuk
kepentingan peradilan.Pernyataan ini dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan
alasannya secara tegas. Terkait dengan penjelasan Pasal 186 KUHAP, maka
keterangan ahli yang diminta oleh penyidik pada tingkat pemeriksaan penyidikan,
dituangkan oleh ahli yang bersangkutan (khususnya ahli kedokteran) dalam suatu
bentuk laporan berupa surat. Dengan demikian, keterangan ahli dapat dituangkan
secara tertulis maupun lisan.
Apabila keterangan ahli tersebut dituangkan secara lisan di sidang pengadilan,
maka kedudukannya adalah sebagai alat bukti keterangan ahli. Pemanggilan terhadap
ahli ini harus dilakukan oleh penutut umum dengan memuat secara jelas mengenai
tanggal, hari, dan jam sidang serta untuk perkara apa ia di panggil (pasal 146 ayat (2)
KUHAP jo Pasal 227 KUHAP). Apabila keterangan ahli tersebut dituangkan dalam
bentuk laporan tertulis, maka kedudukannya adalah sebagai alat bukti surat.
Seorang ahli berada di bawah sumpah dalam memberikan keterangannya, hal itu
agar keterangan yang diberikan dapat menjadi alat bukti yang sah (pasal 160 ayat (3)
KUHAP). Selain itu, pengecualianpengecualian yang berlaku terhadap saksi juga
berlaku terhadap ahli, khususnya pengecualian dalam hal dapat atau tidaknya
memberikan kesaksian dimuka sidang (pasal 179 ayat (2) KUHAP jo pasal 168
KUHAP).
Sesuai dengan prinsip minimum pembuktian, maka seorang saksi saja tidak
cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa (Pasal 183 KUHAP Jo.Pasal 185 ayat
(2) KUHA). Oleh karena itu, keterangan ahli dapat dianggap sebagai suatu bukti
yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa maka keterangan seorang ahli
haruslah disertai dengan minimal satu alat bukti yang lain.
Fungsi dari barang bukti untuk menambah keyakinan hakim tentang tindak
pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Dalam kasus tindak pidana seperti
pencurian, penggelapan, penipuan dan sejenisnya, tentunya pihak penyidik tidak
akan kesulitan mengidentifikasikan barang bukti. Akan tetapi, apabila kejahatan

tersebut berkaitan dengan tubuh atau jiwa manusia, persoalannya menjadi tidak
sederhana. Terhadap tindak pidana yang berhubungan dengan tubuh manusia seperti
pembunuhan, penganiayaan dan perkosaan tentunya yang menjadi barang bukti
adalah tubuh manusia itu sendiri. Proses seperti tersebut diatas hanya dapat
dilakukan terhadap barang bukti yang berupa benda mati, tetapi apabila barang bukti
tersebut berupa tubuh manusia tentu hal tersebut tidak dapat dilakukan, oleh karena
tubuh manusia mempunyai sifat-sifat khusus yang tidak sama dengan benda mati.
Tubuh manusia harus diawetkan dan dipisahkan dalam arti bahwa yang hidup
menggunakan Visum et Repertum dan tubuh yang telah mati tersebut diawetkan dan
dibungkus.Menurut Pasal 39 ayat (1) huruf e KUHAP, orang yang mengalami
kekerasan juga jenazah dapat dikategorikan sebagai benda lain yang mempunyai
hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Adalah tidak mungkin
benda-benda tersebut disita sampai perkaranya diperiksa di pengadilan.Adanya suatu
luka mungkin dapat sembuh dan meninggalkan bekas sedangkan mayat akan
membusuk bila disimpan lama. Apabila tubuh manusia hendak diajukan sebagai
barang bukti di sidang pengadilan tentu hal ini tidak praktis dan selain itu hakim
tidak dapat menilai atau menentukan akibat luka atau penyebab kematiannya. Tubuh
seseorang yang mengalami kekerasan (luka-luka) ataupun jenazah tidak mungkin
dapat dipertahankan seperti semula karena seseorang yang mendapat luka apabila
tidak mendapatkan pengobatan, keadaannya akan memburuk atau si penderita luka
meninggal dunia dan mungkin sebaliknya luka itu akan berangsur-angsur membaik
selanjutnya tinggal parut (bekas luka) saja yang tampak. Juga karena alasan
kesusilaan hakim tidak mungkin melihat parut luka itu. Sedangkan mengenai
jenazah, jelas jenazah tidak mungkin menunggu sampai perkaranya di sidangkan
karena jenazah harus dikubur.Namun perlu diingat bahwa pemeriksaan terhadap
tubuh manusia tidak dapat dilakukan tanpa prosedur atau tata cara yang telah diatur.
Pemeriksaan ini baru dapat dilakukan jika ada kepentingan umum yang lebih tinggi
daripada kepentingan perorangan, pihak yang berwenang meminta kepada ahli
kedokteran kehakiman untuk membantu misalnya guna kepentingan peradilan.
Pemeriksaan mayat dalam hal ini pemeriksaan oleh ahli forensik dimaksudkan
apakah seseorang yang telah menjadi mayat tersebut mati secara wajar
atausebaliknya.Dengan demikian, mengenai permintaan pemeriksaan terhadap tubuh
manusia tidak berdasarkan Pasal 120 KUHAP, melainkan berdasarkan Pasal 133 ayat

(1) KUHAP yang berbunyi :Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Dengan demikian tubuh manusia yang menjadi korban tindak pidana dapat
dimintakan keterangan ahli kepada dokter atau ahli kedokteran kehakiman yang
hasilnya berupa Visum et Repertum. Visum et Repertum secara harfiah berasal dari
kata visual (melihat) dan repertum (melaporkan), sehingga Visum et Repertum
berarti laporan mengenai apa yang dilihat atau diperiksanya, oleh karena Visum et
Repertum merupakan keterangan ahli yang tertulis maka berdasarkan Pasal 184 ayat
(1) huruf c Pasal 187 huruf c KUHAP, Visum et Repertum dapat dijadikan sebagai
suatu alat bukti yang sah di pengadilan. Hasil pemeriksaan ahli dalam bentuk Visum
et Repertum sangat membantu bagi hakim dalam mengungkap perkara pidana
dimuka persidangan, terutama apabila dalam perkara tersebut hanya terdapat alat-alat
bukti yang minim sekali. Dalam Pasal 180 ayat (1) KUHAP dikatakan bahwa :Dalam
hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pada suatu kasus penganiayaan,
pemeriksaan dan pembuktian yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan visum pada
tubuh korban, dan disarankan untuk autopsi yang dilakukan oleh ahli forensik untuk
mengetahui penyebab kematian korban. Pada kasus ini telah dilakukan visum mati,
tetapi tidak dilakukan autopsi, sehingga penyebab kematian tidak dapat dijelaskan
secara jelas. Keterangan ahli dari dokter spesialis forensik mengenai visum mati
dapat menjadi pembuktian yang sah sesuai KUHAP 184 ayat (1).
3. Surat
Berdasarkan pasal 187 KUHAP, surat antara lain
a

Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat yang

b
c
d

berwenang.
Surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan.
Surat keterangan dari seorang ahli mengenai perkara.
Surat lain yang berhubungan dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Pasal 133 ayat (1) KUHAP menyebutkan terminology keterangan ahli, yang
dimaksud dari pasal ini adalah surat yang hanya diberikan oleh ahli kedokteran.
Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat sebagaimana disebutkan dalam pasal 187
huruf a, b dan c KUHAP adalah alat bukti yang sempurna karena bentuk surat-surat
yang disebut dalam ketentuan itu dibuat secara resmi menurut formalitas yang
ditentukan perundangundangan. Oleh karena itu, ditinjau dari segi formal, alat bukti
surat merupakan alat bukti yang bernilai sempurna. Ditinjau dari segi material,
semua alat bukti surat sebagaimana tercantum dalam pasal 187 KUHAP bukanlah
alat bukti yang bersifat mengikat.
4. Petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP, petunjuk adalah perbuatan, kejadian,
atau keadaan yang karena persesuaiannya satu sama lain maupun persesuaiannya
dengan tindak pidana yang bersangkutan, menandakan bahwa telah terjadi suatu
tindak pidana serta siapa pelakunya.
Menurut pasal 188 ayat (2) KUHAP, sumber dari alat bukti petunjuk sudah
ditentukan secara limitative, yakni diperoleh dari alat bukti sah lainnya yaitu
keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Penilaian atas petunjuk akan dapat
melahirkan suatu keyakinan hakim sebagaimana diterangkan dalam pasal 188 ayat
(3) KUHAP.
Petunjuk merupakan alat bukti tidak langsung, karena hakim dalam mengambil
kesimpulan tentang pembuktian, haruslah menghubungkan suatu alat bukti dengan
alat bukti lainnya dan memiliki persesuaian satu sama lain. Alat bukti petunjuk, baru
digunakan apabila alat bukti lainnya belum cukup membuktikan kesalahan terdakwa
(belum memenuhi syarat minimum pembuktian).
5. Keterangan Terdakwa
Berdasarkan pasal 189 KUHAP, keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa
nyatakan disidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau apa yang ia
ketahui dan / atau ia alami sendiri.
Agar suatu keterangan terdakwa dapat menjadi alat bukti yang sah, maka
terdakwa harus memberikan keterangan di sidang pengadilan. Selain itu, keterangan
terdakwa biasanya berisi mengenai perbuatan yang ia lakukan, hal yang ia ketahui
sendiri, ataupun tentang hal yang dialami sendiri oleh terdakwa.

Berdasarkan pasal 160 ayat (1) jo. Pasal 184 ayat (1) KUHAP, terdakwa
diperiksa terakhir dalam rangkaian proses pembuktian. Alasan menempatkan
keterangan terdakwa pada urutan terakhir adalah agar terdakwa mengetahui
sepenuhnya gambaran peristiwa pidana yang didakwakan dan agar terdakwa tidak
dipojokkan

kepada

pertanyaan

yang

masih

belum

jelas

permasalahannya.Berdasarkan pasal 166 KUHAP, maka kepada terdakwa tidak boleh


diajukan pertanyaan yang menjerat.
Sehubungan dengan mewujudkan kebenaran materiil atau kebenaran sejati,
undangundang tidak dapat menilai keterangan terdakwa sebagai alat bukti yang
memiliki nilai pembuktian yang sempurna, mengikat dan menentukan.
H. Pasal-Pasal Pidana Mengenai Penganiayaan
Bab XX - Penganiayaan
Pasal 351
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 353
1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun
Bab XXI
Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan
Pasal 359
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu
tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: semarang.
Karjadi, M dan Soesilo R. 1997.Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan
penjelasan resmi dan komentar.Bogor : Politeia.
Moeljatno. 1990. KUHP, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.Jakata : Bumi Aksara.
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal.
Paslyadja, Adnan. 1997. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pusat Diktat Kejaksaan Republik
Indonesia.
Simotupang, Hisar. 2007. Peran Visum et Refertum dalam Tindak Pidana Penganiayaan
yang Mengakibatkan Kematian. Availlable at : www. repository.usu.ac.id. Doakses
pada tanggal 6 Januari 2013.
Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Rarifa
Aditama

LAMPIRAN

You might also like