Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
R Caesar R P W
G4A013001
G4A013002
G41013003
Sri Wahyudi
G41013004
Andromeda
G41013005
G41013006
Wily Gustafianto
G41013007
Nita Irmawati
G41013008
Ayu Astrini N P S
G41013033
G41013034
Masrurotut Daroen
G41013035
Dhyaksa Cahya P
G41013036
Aulia Dyah F
G41013037
Nurul Arsy
G41013038
Alfian Tagar A P
G41013039
Bunga Wiharning SP
G41013040
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
Periode 16 Desember 2013-11 Januari 2014
I.
PENDAHULUAN
A. Pembukaan Sidang
Majelis hakim memasuki ruang persidangan pada pukul 10.30 WIB.Sidang
pengadilan dibuka oleh hakim ketua dan menyatakan bahwa sidang merupakan sidang
terbuka untuk umum dikarenakan kasus dakwaan merupakan kasus tindak pidana yang
dilakukan oleh orang yang sudah dianggap dewasa menurut hukum yang berlaku.
Hakim ketua memerintahkan terdakwa dipanggil masuk.Terdakwa masuk ke
dalam ruang persidangan dan hakim ketua menanyakan kondisi kesehatan terdakwa saat
itu, terdakwa menyatakan kondisinya dalam keadaan baik dan sehat. Hakim ketua
menanyakan mengenai surat kuasa pembelaan kepada kuasa hukum terdakwa. Kuasa
hukum menunjukkan surat kuasa tersebut kepada hakim ketua dan kedua hakim anggota.
Hakim ketua meminta jaksa penuntut umum untuk memeriksa surat kuasa tersebut.
Hakim ketua memerintahkan kelima saksi masuk ke dalam ruang persidangan.Hakim
ketua mempersilakan saksi untuk duduk dan menanyakan kondisi kesehatan dari setiap
saksi saat itu, saksi menyatakan kondisinya baik dan sehat.Hakim ketua memanggil satu
persatu saksi dan menanyakan identitas masing-masing saksi serta hubungan saksi dengan
terdakwa dan korban.Saksi diminta berdiri oleh hakim ketua dan ditanyakan kesiapan
untuk memberikan kesaksian yang sebenar-benarnya. Saksi disumpah di bawah alquran
untuk pertanggungjawaban atas kesaksian yang akan diberikan. Saksi kedua diminta
untuk keluar dari ruang sidang dan saksi pertama dipersilakan untuk duduk di kursi di
tengah ruang persidangan.Agenda sidang kali ini adalah menghadirkan saksi-saksi.
B. Keterangan Saksi
SAKSI AHLI : dr.H M Zaenuri Syamsu H, Sp.KF, MSi.Med
Saksi ahli adalah orang yang dijadikan saksi karena keahliannya, bukan karena
terlibat dengan suatu perkara yang sedang disidangkan.
Saksi ahli dalam sidang kali ini adalah dr. M. Zaenuri Syamsu H, Sp. KF,
M.Si.Med. dr. Zaenuri merupakan seorang saksi ahli dalam kasus ini, beliau merupakan
dokter forensik yang diperintah melakukan visum luar kepada korban oleh penyidik. Dari
hasil visum luar yang dilakukan oleh dr. Zaenuri, didapatkan beberapa fakta, yang
pertama terdapat satu buah luka lecet akibat trauma tumpul pada wajah korban, terdapat
satu buah luka memar akibat trauma tumpul pada bibir korban, terdapat satu buah luka
leceta kibat trauma tumpul pada tangan korban serta terdapat satu buah luka lecet akibat
trauma tumpulpada kaki korban, pada pemeriksaan daerah kemaluan korban didapatkan
robekan pada selaput dara pada arah jam 2, 5, dan 7. Robekan sampai ke dasar,
diperkirakan luka robekan sudah 1 minggu lebih lamanya..
Dari luka tersebut, menurut dr. Zaenuri tidak ada satupun dari luka tersebut yang
dapat menyebabkan kematian secara langsung, akan tetapi secara tidak langsung luka
tersebut dapat menyebabkan kematian. Penyebab kematian secara langsung tidak dapat
diketahui, karena keluarga menolak dilakukannya autopsi sehingga dr. Zaenuri tidak
dapat menyimpulkan secara langsung penyebab kematian korban. Untuk dapat
menentukan penyebab kematian korban secara langsung dibutuhkan pemeriksaan
tambahan lain seperti CT-scan, rontgen thorax darah lengkap serta autopsi. Seperti yang
sudah dijelaskan di atas, luka-luka lecet tersebut tidak dapat menyebabkan kematian
secara langsung pada korban, akan tetapi bisa saja dari luka tersebut menimbulkan luka
pada organ dalam yang tidak kasat mata dari luar. Luka pada organ dalam ini hanya dapat
diketahui dari otopsi ataupun dari pemeriksaan tambahan lainnya.
Menurut dr. Zaenuri, ada kemungkinan lain atau komplikasi yang dapat menjadi
penyebab kematian selain luka pada organ dalam, yaitu kesalahan pada evakuasi korban
saat ke rumah sakit. Kesalahan dalam evakuasi atau pertolongan pertama pada korban ini
dapat menyebabkan DOA (Death on Arrival) atau kematian saat sudah tiba di rumah
sakit.Akan tetapi, untuk membuktikan penyebab pasti kematian korban tidak dapat
ditentukan karena keterbatasan hanya pada visum luar korban saja.
SAKSI : Ny Siti Aminah,Ibu Rumah Tangga, Islam, alamat desa Tanggeran RT 06/03,
Kec. Somagede, Kab. Banyumas.
Saksi mengenal korban karena saksi adalah tetangga dekat terdakwa (Akhyar).
Pada tanggal 28 September 2013, saksi yang sedang berada di dekat jembatan dekat
rumahnya melihat wanita yang dketahui bernama Nurul (teman terdakwa) mondar mandir
naik motor sambil mengetik SMS di depan jembatan sekitar pukul 13.00 WIB. Selang
beberapa waktu, saksi melihat terdakwa pergi bersama Nurul menggunakan sepeda motor
Nurul. Sekitar pukul 18.00 WIB, suami saksi dijemput oleh Habib setelah mendapat
kabar dari terdakwa yang meminta Habib menyampaikan pesan kepada suami saksi
bahwa terdakwa berada di IGD RSUD Banyumas bersama korban (Dwi) karena korban
mengalami kecelakaan terjatuh ke jurang di daerah Persinggahan. Saksi menanyakan
kembali sebab korban meninggal kepada budhe dari korban yaitu ibu Samirah dan
suaminya dan mendapat jawaban yang sama yaitu karena kecelakaan. Saksi dan suami
tidak menanyakan langsung kepada terdakwa karena terdakwa terus menangis di depan
IGD. Awalnya suami saksi tidak bersedia datang ke IGD, namun saksi menyarankan agar
tetap datang saja karena khawatir terdakwa membutuhkan bantuan.Setelah dari IGD,
saksi kembali ke rumah dan mengabari ibu terdakwa bahwa pacar dari terdakwa (korban)
meninggal dunia karena kecelakaan.Setelah itu, ibu terdakwa melayat ke rumah korban
dan ikut memandikannya.Sedangkan suami saksi ikut mengantar korban ke rumahnya
menggunakan mobil jenazah.
Saksi mengaku baru mengetahui Nurul ketika hari kejadian, dan mengaku sedikit
mengenal korban karena korban merupakan teman sekolah anaknya serta korban
diketahui merupakan pacar terdakwa yang sudah dipacari selama 3 tahun dan sering
melihat berboncengan dengan terdakwa.Sedangkan saksi mengenal terdakwa dikarenakan
sudah bertetangga (jarak 3 rumah dari rumah terdakwa) selama 15 tahun.Terdakwa sudah
menganggap suami saksi sebagai orang tua sendiri dan sering bermain gitar dan
berkumpul di rumah saksi.Saksi mengetahui bahwa terdakwa pernah tinggal bersama
kakeknya yang rumahnya tidak jauh dari rumah terdakwa dan sekarang tinggal bersama
kedua orang tuanya serta adiknya.Saksi mengaku bahwa terdakwa tidak pernah terlihat
cekcok dengan keluarganya ataupun melakukan kekerasan.Saksi juga mengaku tidak
melihat terdakwa bersama temannya yang membawa korban ke rumah terdakwa sore
harinya.
Terdakwa
: Belum
Hakim
Terdakwa
: Pada hari kamis 26 September 2013, sore- sore teman saya yang
bernama nurul via sms mengabarkan ada razia, namun terlalu panjang
jika diceritakan lewat sms, sehingga saya mengusulkan untuk
bercerita lewat telpon. Berhubung pulsa saya dan Nurul habis kami
memutuskan untuk bertemu pada hari jumat.Pada hari jumat saya
sakit, sehingga di undur jadi hari sabtu pagi. Sabtu pagi korban
mengajak saya jalan- jalan, namun saya menolak karena motor saya
rusak, di saat yang sama Nurul sms untuk memastikan waktu
pertemuan. Nurul menjemput saya di rumah menuju Purnama, saat di
perjalanan Nurul bercerita bahwa korban sedang dekat dengan pria
lain berinisial DD, bahkan sampai diantarkan membuat kartu kuning.
Kurang lebih saat 2 minggu yang lalu korban memang meminta izin
untuk membuat kartu kuning, tapi tidak memberitahu diantar dengan
siapa. Nurul juga mengaku pernah mengantar korban bertemu dengan
DD. Saat di Purnama saya meminta Nurul menghubungi korban dan
menjemputnya, sedangkan saya meminjam motor teman saya yang
bernama Yordan. Saat menunggu Nurul dan korban teman saya yang
bernama Deni datang, saya menceritakan bahwa korban selingkuh
dan berniat memberikan pelajaran kepada DD. Deni menjawab
sabar- sabar, jika butuh bantuan telpon saja lalu pergi. Saat nurul
dan korban datang saya berkata kepada korban aku hajar kamu
apabila tidak ikut pergi (dalam bahasa jawa). Korban dibonceng
motor saya dan ketika diperjalanan saya bertanya apakah kamu
selingkuh dengan DD? korban DD hanya teman , tapi pernah main
bikin kartu kuning ke Purwokerto. Lalu saya bertanya kenapa tidak
pernah bilang? sambil meminta no HP DD. Korban tiak mau
memberikan, sehingga saya mencoba meminjam HP korban. Saya
bertanya lagi pada korban apakah kamu sudah jadian? korban
menjawab sudah cipokan. Kemudian saya berbicara kasar dan
korban menutup mulut saya, lalu saya gigit tangannya. Saya mencoba
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
: Tidak
Hakim
Terdakwa
: Usia 17 tahun
Hakim
Terdakwa
: Tidak
Hakim
Terdakwa
: ya
Hakim
Terdakwa
Hakim Anggota
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
: Pernah, 1 kali karena korban didekati oleh seorang pria dan pergi ke
warnet berduaan, saya khawatir korban hamil dan hamilnya sama
orang lain dan saya yang disalahkan
Hakim
Terdakwa
: Hari Kamis, ketemu satu kali seminggu, kalau tidak bertemu pasti
komunikasi via SMS. Hubungan kami masih baik dan tidak ada
masalah.
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
: Tidak, orang tua sedang di dapur dan jarak dapur dan kamar jauh.
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
: 8- 10 menit
Hakim
Terdakwa
Hakim Ketua
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
Hakim Anggota
Hakim
Terdakwa
: Iya
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
: Saya sayang
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
:Iya
Hakim
: Dari visum didapatkan luka lecet pada tangan dan kaki, kenapa?
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
Hakim
: Apa orang tua atau mbah kamu sering dipukul apabila kamu marah?
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
: Belum sempat.
Hakim
Terdakwa
: Ya, takut.
Penuntut Umum
Penuntut Umum :
: Di bawah
: Deni
Penuntut Umum : Apa benar Deni yang mengusulkan pertamakali untuk pergi ke
rumah sakit?
Terdakwa
: Ya
Terdakwa
: Ya
: Menjaga
: Tidak
Penuntut Umum: Kenapa kamu menelpon Deni dulu tidak langsung membawa ke
rumah sakit?
Terdakwa
Penuntut Umum: Saat kamu menghubungi keluarga korban, apakah kamu bilang apa
penyebanya?
Terdakwa
Penasehat hukum
Penasehat hukum: Apa ada niat untuk menghabisi korban?
Terdakwa
: Tidak
Penasehat Umum: Pernah berapa kali berhubung suami istri dengan korban?
Terdakwa
Hakim Ketua
Hakim
Terdakwa
: Ya
Hakim
Terdakwa
Hakim
Terdakwa
: Tidak
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Hak-hak tersangka adalah hak konstitusional seorang baik yang didapat sejak mereka
lahir (HAM) maupunhakyang diberikan undang-undang. Hak yang diberikan undangundang terkait dengan statusnya sebagai tersangka,hak-hak itu diatur dalam KUHAP baik
secara implisit maupun eksplisit dalamrumusan pasal-pasalnya Antara lain: 1. Hak untuk
mengetahui dasar alasan penerapan upaya paksa, 2. Hak untuk memperoleh perlakuan
yang manusiawi, 3. Hak untukmengungkapkan pendapat baik secara lisan maupun
tulisan, 4. Hak untuk diam, dalam pengertian tidak mengeluarkan pernyataan atau
pengakuan, 5. Hak untuk mengajukan saksi a-de charge mulai dari proses penyidikan, 6.
Hakuntuk mendapatkan bantuan hukum dan lain-lain.
B. Unsur Unsur dari Perbuatan Melawan Hukum
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1365 KUH perdata, maka suatu perbuatan
melawan hukum harus mengandung unsur sebagai berikut:
1
Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk
memperlihatkan kepentingan orang lain
Pada kasus kejahatan hampir selalu ada barang bukti medik yang tertinggal, hal
ini bisa membantu mengungkap kejahatan dan bahkan korban yang sudah membusuk atau
hangus serta pelakunya akan dapat dikenali. Barang bukti medik yang berasal dari tubuh
korban akan memberikan informasi mengenai proses terjadinya kejahatan, sedangkan
barang bukti medik dari tubuh pelaku seputar identitas yang bersangkutan. Yang termasuk
barang bukti medik yaitu darah, sperma, dan rambut (Dahlan, 2007).
1. Darah
Darah adalah bagian tubuh manusia yang dapat memberikan informasi penting
bagi pengungkapan peristiwa pidana; baik yang ditemukan sebagai bercak, diambil
dari tubuh manusia yang masih hidup ataupun yang sudah mati (Dahlan, 2007).
Bercak darah dapat ditemukan pada tubuh korban, lantai disekitar tubuh korban,
dinding,
alat-alat
rumah
tangga,
senjata
tajam,
pakaian,
dan
kendaraan
bermotor.Adanya bercak darah, bentuk bercak darah, gambaran bercak darah, dan
letak ditemukannya bercak darah dapat memberikan informasi mengenai kasus
kejahatan tersebut (Dahlan, 2007).
Tidak semua bercak darah berwarna merah.Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemeriksaan. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada pemeriksaan tersebut yaitu
(Dahlan, 2007):
a. Persiapan
Persiapannya yaitu bercak darah yang menempel pada suatu objek dikerok
kemudian direndam pada larutan garam fisiologis.
b. Tes penyaringan (Presumptive Test)
Tes penyaringan digunakan untuk membedakan apakah bercak tersebut berasal
dari darah atau bukan.Tes yang dilakukan adalah tes Benzidine, dan tes
Phnolphtalein.
c. Tes meyakinkan (Confirmatory Test)
Tes untuk meyakinkan terdiri dari tes serologik, kimiawi, spektroskopik, dan
mikroskopik.
d. Penentuan golongan darah
Pada perkara pidana kadang-kadang diperlukan adanya pemeriksaan darah dari
orang yang masih hidup untuk membuktikan adanya alkohol, morfin, tindak
pidana perzinaan, dan membuktikan ada tidaknya hubungan paternitas.Sedangkan
pemeriksaan darah dari orang mati untuk menentukan apakah golongan darahnya
cocok dengan golongan darah yang menempel pada senjata atau mobil sebagai
penyebabnya dan untuk menentukan sebab kematiannya (Dahlan, 2007).
2. Sperma
Sperma merupakan bagian penting dalam mengungkap kasus tinak pidana
seksual sebab pemeriksaan tersebut tidak hanya dapat membuat terang perkara
tersebut tetapi dapat mengetahui identitas pelakunya.Pemeriksaan sperma ada dua
yaitu pemeriksaan spermatozoa dan pemeriksaan plasma sperma.Pemeriksaan plasma
sperma terdiri dari pemeriksaan acid phosphatase, pemeriksaan spermine, dan
pemeriksaaan choline (Dahlan, 2007).
3. Rambut
Rambut merupakan bagian tubuh manusia yang dapat memberikan banyak
informasi bagi kepentingan peradilan baik rambut kepala maupun rambut
kelamin.Informasi yang dapat diketahui yaitu saat meninggal dunia, sebab kematian,
jenis kejahatan, identitas korban, identitas pelaku dan benda/senjata yang digunakan.
Jika ditemukan adanya rambut yang diduga ada kaitannya dengan kejahatan maka
hedaknya rambut tersebut diperiksa keaslian rambut, apakah rambut tersebut rambut
manusia atau tidak, dan identifikasi pemilik rambut (umur, jenis kelamin, ras, dan
golongan darah), serta informasi lain yang ada kaitannya dengan kejahatan (Dahlan,
2007).
D. Definisi Penganiayaan
Secara
umum,
tindak
pidana
terhadap
tubuh
pada
KUHP
disebut
alinea 4 pasal ini, masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah sengaja merusak
kesehatan orang.
empirik-
realistik (melihat di lapangan), maka teori telah berhasil diterapkan pada jaman
Soeharto (Orde Baru) melalui Angkatan Bersenjata dan Organisasi politik yang
berkuasa berbaju kultural jawa.Secara singkat Soeharto bisa dibandingkan dengan
Ken Arok, hanya zaman dan teknologi (bersenjata) yang berbeda.
Sebagaimana dikatakan Romli Atmasasmita kekerasan dapat mengakibatkan
terjadinya kerusakan fisik ataupun psikis adalah kekerasan yang bertentangan dengan
hukum. Oleh karena itu, ia merupakan suatu kejahatan. Dengan pola pikir tersebut,
maka istilah kekerasan atau violence semakin jelas, kekerasan ini dapat berarti
kejahatan jika bertentangan dengan undang-undang.
Clinard & Quenney membedakan jenis-jenis Criminal Violence (Kekerasan)
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
Pembunuhan (murder)
Pemerkosaan (rape)
Penganiayaan berat (aggravated assault)
Perampokan bersenjata (armed robbery)
Penculikan (kidnapping)
Kejahatan kekerasan di atas adalah dapat digolongkan kepada kejahatan
suatu tingkah laku kekerasan adalah tingkah laku yang diharapkan untuk dilakukan
dalam suatu situasi tertentu, dan kekerasan adalah merupakan cara hidup bagi
kebudayaan tersebut.
Kekerasan bentuk kedua, adalah kekerasan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan kejahatan, misalnya perampokan dan perkosaan.Kekerasan patologis,
seringkali orang mengidentikasikan dengan tindak kekerasan yang mengalami
gangguan kejiwaan atau kerusakan otak.
Kekerasan situasional dapat dikategorikan sebagai tindak kekerasan karena
pengaruh provokasi dari luar yang tidak dapat dihadapinya lagi.Keadaan ini
merupakan reaksi yang sangat langka dilakukan oleh pelaku.Kekerasan intitusional
adalah kekerasan yang dilakukan terhadap orang yang sedang mengalami hukuman
misalnya hukuman mati.
2. Menurut Jack D. Douglas & Frances Chaput Waksler
Selain jenis kekerasan individu (sebagaimana di atas), kekerasan juga dapat
dikatakan sebagai kekerasan kolektif, seperti misalnya perkelahian massa. Kekerasan
kolektif biasanya dilakukan oleh segerombolan orang (mob) dan kumpulan orang
banyak (crowd) dan dalam pengertian yang sempitnya dilakukan oleh gang.Pada
umumnya, kekerasan kolektif itu muncul dari situasi konkrit yang sebelumnya
didahului oleh sharing gagasan nilai, tujuan dan masalah bersama dalam periode
waktu yang lebih lama. Masalah bersama adalah faktor paling penting dan bisa
melibatkan perasaan akan bahaya, dendam dan amarah.
Dalam kekerasan kolektif, sekelompok individu yang tergabung dalam suatu
kelompok
melakukan
tindakan
kekerasan
untuk
kepentingan bersama, kekerasan kolektif ini dapat dikelompokkan menjadi tiga (3)
kategori, yakni:
a. Kekerasan kolektif primitif
b. Kekerasan kolektif reaksioner
c. Kekerasan kolektif modern
Kekerasan kolektif primitif pada umumnya bersifat non-politis, yang ruang
lingkupnya terbatas pada suatu kelompok komunitas lokal misalnya main hakim
sendiri dalam bentuk pemukulan dan penganiayaan lain ketika seorang tersangka
pelaku kejahatan tertangkap di wilayah tersebut. Kekerasan yang dilakukan untuk
gagah-gagahan atau lucu-lucuan (just for fun), kekerasan bentuk ini biasanya
dilakukan oleh remaja dalam bentuk vandalisme, termasuk kategori ini.Demikian pula
melakukan penyerangan tanpa bersenjata terhadap kelompok lawan dapat
dikategorikan ke dalam hal ini.
Kekerasan kolektif reaksioner biasanya merupakan reaksi terhadap penguasa,
pemeransertanya bukan hanya suatu komunitas lokal, akan tetapi juga yang merasa
berkepentingan dengan tujuan kolektif yang menentang suatu kebijakan atau terhadap
sistem yang dianggap tidak adil atau tidak jujur. Bagian dari kekerasan kolektif
lainnya adalah kekerasan kolektif modern, yakni kekerasan untuk mencapai tujuan
ekonomis dan politisi dari suatu organisasi yang tersusun dan terorganisasi dengan
baik.Kekerasan dalam pemogokan buruh, kekerasan politik, terorisme, serta
kekerasan yang berkaitan dengan kejahatan terorganisasi masuk ke dalam kategori ini.
Memperhatikan
defenisi
dan
berbagai
bentuk
kekerasan, satu-
Tindak
penganiayaan
yang
mengakibatkan
kematian
adalah
pidana
penganiayaan yang mana akibat kematian yang timbul bukanlah merupakan tujuan
sipelaku. Tindak pidana ini diatur dalam beberapa Pasal KUHP yaitu :
a. Pasal 351 ayat (3) KUHP yaitu penganiayaan biasa yang mengakibatkan kematian
b. Pasal 353 ayat (3) KUHP yaitu penganiayaan berencana yang mengakibatkan
kematian
c. Pasal 354 ayat (2) KUHP yaitu penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian
d. Pasal 355 ayat (2) KUHP yaitu penganiayaan berat berencana yang
mengakibatkan kematian.
1) Tindak Pidana Penganiayaan Biasa
Penganiayaan biasa yang dapat juga disebut dengan penganiayaan pokok atau
bentuk standar terhadap ketentuan Pasal 351 yaitu pada hakikatnya semua
penganiayaan yang bukan penganiayaan berat dan bukan penganiayaan
ringan.Mengamati Pasal 351 KUHP maka ada 4 (empat) jenis penganiayaan biasa,
yakni:
a) Penganiayaan biasa yang tidak dapat menimbulkan luka berat maupun
pada tubuh.
d) Akibat yang menjadi tujuan satu-satunya
2) Tindak Pidana Penganiayaan Ringan
Hal ini diatur dalam Pasal 352 KUHP. Menurut Pasal ini, penganiayaan ringan ini
ada dan diancam dengan maksimum hukuman penjara tiga bulan atau denda tiga
ratus rupiah apabila tidak masuk dalam rumusan Pasal 353 dan 356, dan tidak
bahwa
ada
suatu
jangka
waktu
betapapun
pendeknya
untuk
melaksanakannya.
Bagaimana cara menghilangkan jejak.
Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 354 KUHP. Perbuatan berat atau dapat
disebut juga menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan dengan
sengaja oleh orang yang menganiayanya.Unsur-unsur penganiayaan berat, antara
lain: Kesalahan (kesengajaan), Perbuatannya (melukai secara berat), Obyeknya
(tubuh orang lain), Akibatnya (luka berat). Apabila dihubungkan dengan unsur
kesengajaan maka kesengajaan ini harus sekaligus ditujukan baik terhadap
perbuatannya, (misalnya menusuk dengan pisau), maupun terhadap akibatnya
yakni luka berat.
Istilah luka berat menurut Pasal 90 KUHP berarti sebagai berikut:
a) Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan
f)
kandungan.
g) Penganiayaan berat ada 2 (dua) bentuk, yaitu:
Penganiayaan berat biasa (ayat 1)
Penganiayaan berat yang menimbulkan kematian (ayat 2)
5) Tindak Pidana Penganiayaan Berat Berencana
Tindak Pidana ini diatur oleh Pasal 355 KUHP.Kejahatan ini merupakan gabungan
antara penganiayaan berat (Pasal 353 ayat 1) dan penganiayaan berencana (Pasal
353
ayat
2).Kedua
bentuk
penganiayaan
ini
harus
terjadi
secara
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
penjelasan pasal 80Cukup Jelas
Pasal 90
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79,
Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88,
dan Pasal 89 dilakukan oleh korporasi, maka pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus
dan/atau korporasinya.
(2) Pidana yang dijatuhkan kepada korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan
pidana denda yang dijatuhkan ditambah 1/3 (sepertiga) pidana denda masing-masing
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Penjelasan Pasal 90Cukup Jelas
Undang-Undang nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Pasal 17
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan,
pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan
kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 huruf b angka 4 dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari masingmasing ancaman pidana maksimumnya.
Penjelasan Pasal 17Cukup Jelas
Pasal 18
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 pelaku dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa restitusi atau pemulihan hak korban.
Penjelasan Pasal 18Cukup Jelas
Pasal 19
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dianggap
dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang orang yang
bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik
berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan
korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama sama.
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu
korporasi, maka penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi
dan/atau pengurusnya.
Penjelasan Pasal 19Cukup Jelas
Pasal 21
(1) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan
denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dan Pasal 17.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan pencabutan status badan hukum.
Penjelasan Pasal 21Cukup Jelas
yang melakukan penyidikan harus mencari dan mengumpulkan alat-alat bukti sebanyak
mungkin. Adapun alat-alat bukti yang sah, termuat dalam KUHAP Pasal 184 ayat (1)
adalah :
1. keterangan saksi
2. keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. keterangan terdakwa.
Salah satu cara untuk mendapatkan alat-alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 184
ayat (1) KUHAP tersebut, melalui penyelidikan dan penyidikan, yang ditujukan untuk
mengumpulkan barang bukti. Dalam sidang, hakim akan memperlihatkan benda-benda
atau barang bukti kepada terdakwa dan bila perlu kepada saksi-saksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 181 KUHAP bahwa :
1) Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan
menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 undang-undang ini.
2) Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi.
3) Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau
memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya
minta keterangan seperlunya tentang hal itu.
1. Keterangan Saksi
Pengertian saksi itu sendiri diatur dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP yang berbunyi
: Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
Sedangkan pengertian keterangan saksi, termuat dalam Pasal 1 angka 27
KUHAP jo. Pasal 165 ayat (1) KUHAP, yakni :
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
Penjelasan Pasal 295 RIB/HIR menyatakan bahwa yang dimaksud kesaksian
yaitu keterangan lisan seseorang, di muka sidang pengadilan, dengan disumpah lebih
dahulu, tentang peristiwa tertentu yang didengar, dilihat dan dialami sendiri.
Kesaksian yang tidak dilihat sendiri, akan tetapi mengenai hal-hal yang dikatakan
oleh orang lain bukanlah merupakan kesaksian yang sah.
Kemudian mengenai pengertian keterangan saksi, Pasal 185 ayat (1) KUHAP
menyatakan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan
di sidang pengadilan.Keterangan saksi memiliki kekuatan pembuktian yang
bebas.Keterangan saksi tidak mengikat bagi hakim dalam mengambil putusan.
Sesuai dengan prinsip minimum pembuktian, maka seorang saksi saja tidak cukup
untuk membuktikan kesalahan terdakwa (Pasal 183 KUHAP jo. Pasal 296 ayat (3)
KUHAP). Oleh karena itu, agar keterangan saksi dapat dianggap sebagai suatu bukti
yang cukup untuk membuktikan perbuatan terdakwa maka keterangan tersebut
haruslah disertai dengan minimal satu alat bukti yang lain.
Pada kasus ini banyak menghadirkan saksi, diantaranya teman korban dan
terdakwa, yang berada di tempat kejadian pada waktu yang bersamaan dengan
kejadian, serta menghadirkan saksi-saksi yang lain.
2. Keterangan Ahli
Selain saksi hidup, dikenal juga bukti-bukti fisik.Bukti-bukti fisik tersebut
tentunya tidak dapat langsung bercerita mengenai kaitannya dengan suatu tindak
pidana.Oleh
karena
itu,
dibutuhkan
keterangan
dari
seorang
ahli
untuk
tersebut berkaitan dengan tubuh atau jiwa manusia, persoalannya menjadi tidak
sederhana. Terhadap tindak pidana yang berhubungan dengan tubuh manusia seperti
pembunuhan, penganiayaan dan perkosaan tentunya yang menjadi barang bukti
adalah tubuh manusia itu sendiri. Proses seperti tersebut diatas hanya dapat
dilakukan terhadap barang bukti yang berupa benda mati, tetapi apabila barang bukti
tersebut berupa tubuh manusia tentu hal tersebut tidak dapat dilakukan, oleh karena
tubuh manusia mempunyai sifat-sifat khusus yang tidak sama dengan benda mati.
Tubuh manusia harus diawetkan dan dipisahkan dalam arti bahwa yang hidup
menggunakan Visum et Repertum dan tubuh yang telah mati tersebut diawetkan dan
dibungkus.Menurut Pasal 39 ayat (1) huruf e KUHAP, orang yang mengalami
kekerasan juga jenazah dapat dikategorikan sebagai benda lain yang mempunyai
hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Adalah tidak mungkin
benda-benda tersebut disita sampai perkaranya diperiksa di pengadilan.Adanya suatu
luka mungkin dapat sembuh dan meninggalkan bekas sedangkan mayat akan
membusuk bila disimpan lama. Apabila tubuh manusia hendak diajukan sebagai
barang bukti di sidang pengadilan tentu hal ini tidak praktis dan selain itu hakim
tidak dapat menilai atau menentukan akibat luka atau penyebab kematiannya. Tubuh
seseorang yang mengalami kekerasan (luka-luka) ataupun jenazah tidak mungkin
dapat dipertahankan seperti semula karena seseorang yang mendapat luka apabila
tidak mendapatkan pengobatan, keadaannya akan memburuk atau si penderita luka
meninggal dunia dan mungkin sebaliknya luka itu akan berangsur-angsur membaik
selanjutnya tinggal parut (bekas luka) saja yang tampak. Juga karena alasan
kesusilaan hakim tidak mungkin melihat parut luka itu. Sedangkan mengenai
jenazah, jelas jenazah tidak mungkin menunggu sampai perkaranya di sidangkan
karena jenazah harus dikubur.Namun perlu diingat bahwa pemeriksaan terhadap
tubuh manusia tidak dapat dilakukan tanpa prosedur atau tata cara yang telah diatur.
Pemeriksaan ini baru dapat dilakukan jika ada kepentingan umum yang lebih tinggi
daripada kepentingan perorangan, pihak yang berwenang meminta kepada ahli
kedokteran kehakiman untuk membantu misalnya guna kepentingan peradilan.
Pemeriksaan mayat dalam hal ini pemeriksaan oleh ahli forensik dimaksudkan
apakah seseorang yang telah menjadi mayat tersebut mati secara wajar
atausebaliknya.Dengan demikian, mengenai permintaan pemeriksaan terhadap tubuh
manusia tidak berdasarkan Pasal 120 KUHAP, melainkan berdasarkan Pasal 133 ayat
(1) KUHAP yang berbunyi :Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Dengan demikian tubuh manusia yang menjadi korban tindak pidana dapat
dimintakan keterangan ahli kepada dokter atau ahli kedokteran kehakiman yang
hasilnya berupa Visum et Repertum. Visum et Repertum secara harfiah berasal dari
kata visual (melihat) dan repertum (melaporkan), sehingga Visum et Repertum
berarti laporan mengenai apa yang dilihat atau diperiksanya, oleh karena Visum et
Repertum merupakan keterangan ahli yang tertulis maka berdasarkan Pasal 184 ayat
(1) huruf c Pasal 187 huruf c KUHAP, Visum et Repertum dapat dijadikan sebagai
suatu alat bukti yang sah di pengadilan. Hasil pemeriksaan ahli dalam bentuk Visum
et Repertum sangat membantu bagi hakim dalam mengungkap perkara pidana
dimuka persidangan, terutama apabila dalam perkara tersebut hanya terdapat alat-alat
bukti yang minim sekali. Dalam Pasal 180 ayat (1) KUHAP dikatakan bahwa :Dalam
hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pada suatu kasus penganiayaan,
pemeriksaan dan pembuktian yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan visum pada
tubuh korban, dan disarankan untuk autopsi yang dilakukan oleh ahli forensik untuk
mengetahui penyebab kematian korban. Pada kasus ini telah dilakukan visum mati,
tetapi tidak dilakukan autopsi, sehingga penyebab kematian tidak dapat dijelaskan
secara jelas. Keterangan ahli dari dokter spesialis forensik mengenai visum mati
dapat menjadi pembuktian yang sah sesuai KUHAP 184 ayat (1).
3. Surat
Berdasarkan pasal 187 KUHAP, surat antara lain
a
Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat yang
b
c
d
berwenang.
Surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan.
Surat keterangan dari seorang ahli mengenai perkara.
Surat lain yang berhubungan dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Pasal 133 ayat (1) KUHAP menyebutkan terminology keterangan ahli, yang
dimaksud dari pasal ini adalah surat yang hanya diberikan oleh ahli kedokteran.
Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat sebagaimana disebutkan dalam pasal 187
huruf a, b dan c KUHAP adalah alat bukti yang sempurna karena bentuk surat-surat
yang disebut dalam ketentuan itu dibuat secara resmi menurut formalitas yang
ditentukan perundangundangan. Oleh karena itu, ditinjau dari segi formal, alat bukti
surat merupakan alat bukti yang bernilai sempurna. Ditinjau dari segi material,
semua alat bukti surat sebagaimana tercantum dalam pasal 187 KUHAP bukanlah
alat bukti yang bersifat mengikat.
4. Petunjuk
Berdasarkan pasal 188 ayat (1) KUHAP, petunjuk adalah perbuatan, kejadian,
atau keadaan yang karena persesuaiannya satu sama lain maupun persesuaiannya
dengan tindak pidana yang bersangkutan, menandakan bahwa telah terjadi suatu
tindak pidana serta siapa pelakunya.
Menurut pasal 188 ayat (2) KUHAP, sumber dari alat bukti petunjuk sudah
ditentukan secara limitative, yakni diperoleh dari alat bukti sah lainnya yaitu
keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Penilaian atas petunjuk akan dapat
melahirkan suatu keyakinan hakim sebagaimana diterangkan dalam pasal 188 ayat
(3) KUHAP.
Petunjuk merupakan alat bukti tidak langsung, karena hakim dalam mengambil
kesimpulan tentang pembuktian, haruslah menghubungkan suatu alat bukti dengan
alat bukti lainnya dan memiliki persesuaian satu sama lain. Alat bukti petunjuk, baru
digunakan apabila alat bukti lainnya belum cukup membuktikan kesalahan terdakwa
(belum memenuhi syarat minimum pembuktian).
5. Keterangan Terdakwa
Berdasarkan pasal 189 KUHAP, keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa
nyatakan disidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau apa yang ia
ketahui dan / atau ia alami sendiri.
Agar suatu keterangan terdakwa dapat menjadi alat bukti yang sah, maka
terdakwa harus memberikan keterangan di sidang pengadilan. Selain itu, keterangan
terdakwa biasanya berisi mengenai perbuatan yang ia lakukan, hal yang ia ketahui
sendiri, ataupun tentang hal yang dialami sendiri oleh terdakwa.
Berdasarkan pasal 160 ayat (1) jo. Pasal 184 ayat (1) KUHAP, terdakwa
diperiksa terakhir dalam rangkaian proses pembuktian. Alasan menempatkan
keterangan terdakwa pada urutan terakhir adalah agar terdakwa mengetahui
sepenuhnya gambaran peristiwa pidana yang didakwakan dan agar terdakwa tidak
dipojokkan
kepada
pertanyaan
yang
masih
belum
jelas
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: semarang.
Karjadi, M dan Soesilo R. 1997.Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan
penjelasan resmi dan komentar.Bogor : Politeia.
Moeljatno. 1990. KUHP, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.Jakata : Bumi Aksara.
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal.
Paslyadja, Adnan. 1997. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pusat Diktat Kejaksaan Republik
Indonesia.
Simotupang, Hisar. 2007. Peran Visum et Refertum dalam Tindak Pidana Penganiayaan
yang Mengakibatkan Kematian. Availlable at : www. repository.usu.ac.id. Doakses
pada tanggal 6 Januari 2013.
Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Rarifa
Aditama
LAMPIRAN