You are on page 1of 4

Pendekar Bersaudara

Suatu hari, hiduplah seorang petani paruh baya yang miskin. Tubuhnya
yang tua sudah tidak bias lagi mencangkul tanah yang subur apalagi memanen
padi yang sudah menguning. Petani tersebut mempunyai 2 anak lelaki bernama
Asep dan Karto. Kedua kakak beradik ini bertugas membantu bapaknya untuk
mencari nafkah dan sesuap nasi. Asep bertugas menjual ikan hasil tangkapan
nelayan dekat rumahnya. Karto bertugas mengolah sawah milik juragan desa.
Karto : Bapak, saya pergi bertani dahulu ya!
Asep : Saya juga, pak! Mau menjual ikan dipasar.
Bapak : Iya, anakku! Hati-hati. Jangan lupa berdoa!
Mereka berdua pun pergi meninggalkan bapaknya sendiri dirumah.
Sesampainya ditempat kerja masing-masing, mereka melaksanakan tugasnya.
Asep : Ikan segar! Ikan segar! Murah, murah! Ayo dibeli, dibeli!
Tak seperti biasanya, dagangan hari itu terbilang sepi. Dilain tempat, Karto
mencangkul tanah dan memanen padi.
Karto : Aduh, panas sekali hari ini! Sudah 2 hari tidak hujan. Tapi
untungnya padi ini sudah menguning dan siap untuk dipanen.
Dirumah, petani itu sedang tertidur dan bermimpi aneh didatangi seorang
berbaju putih.
Petani : Siapa kau ?
Kyai : Aku bukan penjahat dan bukan malaikat.
Petani : Lalu, kau siapa ?
Kyai : Aku hanya ingin memberikanmu ini.
Petani : Apa ini ? Untuk apa ?
Kyai : Berikan ini kekedua anakmu. Yang kipas berikan kepada Asep dan
Kain kepada Karto.
Petani : Apa manfaatnya ?
Kyai : Aku tahu kau ingin anak-anakmu menjadi orang yang berguna
bagi orang banyak. Berikan ini kepada mereka dan benda ini akan membuat
mereka menjadi pendekar yang melindungi orang lemah.
Petani : Baik jika itu maumu, akan kulakukan demi anak-anakku.
Dalam sekejap, petani itu bangun dari tidurnya dan kaget melihat benda
itu ada dalam genggamannya.
Petani : Apa ini nyata ? Apa kata orang tua tadi itu benar adanya ?
Lalu petani itu memanggil anaknya yang ada di sawah dekat rumahnya,
Karto.
Petani : Kartoooo! Kartooo!
Karto : Ya, pak!
Karto menuju rumahnya yang tak jauh dari sawah tempat berladangnya.
Karto : Ada apa, pak ?
1

Petani : Cepat, kau pergi ke pasar dan panggil si Asep!


Karto : Iya, pak!
Bergegaslah Karto menuju pasar dan sampai disana langsung bertemu
saudaranya, Asep.
Karto : Asep!
Asep : Ada apa ? Dagangan sepi! Janganlah kau menggangguku.
Karto : Cepat! Bapak memanggilmu. Sepertinya penting.
Asep : Bapak kenapa ?
Karto : Saya tidak tahu. Pokoknya sekarang kamu kerumah. Ayo!
Mereka berdua pun pergi menuju rumah.
Asep : Ada apa, pak ?
Karto : Iya ada apa, pak ?
Petani : Bapak cuma mau kasih ini ke kalian berdua. Asep, kamu kipas.
Karto, kamu kain.
Asep : Untuk apa pak ?
Petani : Untuk menjadi pedekar! Yang dapat menolong orang-orang dalam
kesusahan.
Karto : Ah, bapak pasti bercanda. Mana mungkin kedua benda ini bias
membuat kami menjadi pendekar.
Asep : Iya benar!
Petani : Ini wasiat bapak yang terakhir, nak! Selamat tinggal!
Sang Petani menghembuskan nafas terakhirnya dan meninggalkan kedua
anaknya beserta wasiatnya. Sang anak hanya bias pasrah dan menjalani apa
yang diinginkan ayahnya. Bertahun-tahun sudah dua bersaudara melatih diri
mereka menjadi pendekar dengan benda yang telah diberikan oleh ayahnya.
Karto : rasakan jurus selepetan mautku!
Asep : rupanya kau telah memantapkan jurus andalanmu itu! Tetapi,
hanya jurusku yang lebih baik. Lihatlah! Jurus angin maut
Karto : ah, perasaanmu saja. Mana ada pendekar memakai kipas sebagai
senjatanya.seperti perempuan saja.
Asep : kurang ajar kamu berbicara! Rasakan jurus mautku!!!
Kartopun terjatuh.
2

Karto : rasakan jurusku juga!


Mereka berdua pun terus melancarkan serangan ke satu sama lain. Tanpa
mereka sadari, kyai berbaju putih melihat tingkah mereka yang seperti anakanak. Kyai itu bermaksud untuk melancarkan siasat mendamaikan mereka
berdua. Disuatu pasar.
Asep : wah, ada sayembara. Dicari seorang pendekar sakti yang dapat
menjadi panglima perang, dan melawan ribuan musuh. pedekar yang terpilih
akan medapatkan sebuah istana beserta selir-selirnya. Wah, kesempatan bagus
untukku membuktikan bahwa aku lebih hebat dari karto.
Asep pun pergi dan melatih dirinya sekuat mungkin untuk memenangkan
sayembara tersebut.
Suatu hari di sebuah warung.
Karto : APA?!! Ada sayembara bagus nih. Aku harus bergegas pulang
untuk melatih diriku dan memenangkan sayembara itu.
Tepat di hari yang ditunggu.
Kyai/raja
:kepada para pendekar yang sudah berkumpul, saya
harapkan kalian mengeluarkan segenap kekuatan kalian untuk menjadi panglima
perangku yang sejati. Selamat bertanding! Aku sendiri yang akan menilai kalian.
asep dan karto tidak mengetahui bahwa sang raja tersebut adalah kyai
yang menyamar. Setelah sekian macam pendekar bertarung dan mengeluarkan
seluruh tenaga, hanya karto dan asep-lah yang tersisa.
Kyai/raja
: selamat kepada kalian berdua yang telah mengugurkan
sekian ratus pedekar yang datang. Tapi hanya satu orang yang kupilih untuk
menjadi sang panglima perang. Silahkan bertarung!
Asep : kau tidak akan menang melawanku!
Karto : justru kau yang akan kalah melawanku!
Sekian lama mereka bertarung, tetapi tidak ada yang kalah. Lalu, sang
raja/kyai berdiri dan menepuk tangannya.
Kyai/raja
: betapa bodohnya kalian! Kalian bersaudara tapi harus
membunuh satu sama lain hanya karena kekayaan. Kekuatan itu tidak ada apaapanya dibandingkan ikatan persaudaraan kalian. Kedua benda itu sama-sama
sakti, benda-benda tersebut aku berikan kepada ayahmu yang menginginkan
kedua anaknya berguna.
Karto : jadi kau siapa?
Kyai/raja
: aku seorang yang berasal dari tuhan yang maha esa.
Tugasku adalah untuk mendamaikan kalian berdua.

Asep : Jadi kedua benda ini merupakan pemberian darimu ?


Kyai/raja
: Bukan, dari tuhan yang maha esa. Tapi saya hanya
menjalankan tugas. Keluarga adalah segalanya. Kekuatan apapun tidak mampu
mengalahkan kuatnya tali persaudaraan. Jangan jadikan alasan dan harta untuk
memutuskan tali persaudaraan kalian.
Akhirnya kedua pendekar itu kembali menjadi keluarga yang utuh. Tugas
sang kyai pun selesai, dan sang petani dapat beristirahat dengan tenang.

You might also like