Professional Documents
Culture Documents
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman / RSJD Atma Husada Mahakam
Oleh
M. TAUFIK ADHYATMA
HELSA ELDATARINA
MONIKA RIA P.
SURYA AZHARI
Pembimbing
dr. Denny Jeffry Rotinsulu, Sp.KJ
Tutorial
Tutorial
Oleh:
M. TAUFIK ADHYATMA
HELSA ELDATARINA
MONIKA RIA P.
SURYA AZHARI
Pembimbing
dr. Denny Jeffry Rotinsulu, Sp.KJ
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah penyalahgunaan Napza di Indonesia bukanlah suatu persoalan yang
baru. Jenis zat utama yang disalahgunakan pun berubah seiring perjalanan waktu.
Pada kurun waktu 1970-1980 didominasi oleh zat jenis opiod (morfid/heroin),
kurun waktu 1980-1990 oleh zat benzodiazepin, ganja, dan alkohol, kurun waktu
1990-2000 oleh zat jenis heroin dan ekstasi, dan pada kurun waktu 2000 hingga
saat ini didominasi oleh zat jenis metamfetamin (shabu), ekstasi (MDMA), dan
heroin. Maraknya penggunaan heroin pada tahun 90an menggiring terjadinya
penggunaan heroin dengan cara suntik, dimana penggunanya disebut sebagai
penasun (pengguna Napza suntik). Pada pertengahan tahun 90an lah masalah
penyalahgunaan Napza disadari bukanlah semata-mata berkaitan dengan perilaku
adiksinya saja, melainkan juga berhubungan dengan konsekuensi medis akibat
penularan HIV/AIDS di kalangan penasun. Hingga tahun 2008, penularan melalui
pengunaan jarum suntik tidak steril adalah modus penularan utama HIV di
Indonesia.Sampai akhir Desember 2011 tercatat ada 28.757 kasus AIDS dengan
9.392 kasus IDU (Injecting Drug User) yang telah dilaporkan(1).
Pencegahan penyebaran HIV/AIDS dikalangan pengguna narkotik suntik
perlu
dilakukan
dengan
upaya
pengurangan
dampak
buruk
(Harm
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metadon
Metadon adalah di-4,4-difenil-6-dimetil-amino-3-heptanon. Struktur kimianya
adalah :
Metadon adalah opiat (narkotik) sintetis yang kuat seperti heroin (putaw) atau
morfin, tetapi tidak menimbulkan efek sedatif yang kuat.Metadon merupakan obat
yang digolongkan dalam golongan 2 dalam UU RI no.35 tahun 2009 tentang
narkotika. Metadon digunakan untuk pengobatan medik spesifik sebagai bagian
untuk terapi ketergantungan opioid dan dalam pengawasan kuat, biasanya
disediakan pada Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), yaitu program yang
mengalihkan pengguna heroin pada obat lain yang lebih aman.
Metadon bukan penyembuh untuk ketergantungan opiat, selama memakai
metadon, penggunanya tetap tergantung pada opiat secara fisik.Tetapi metadon
menawarkan kesempatan pada penggunanya untuk mengubah hidup menjadi lebih
stabil dan mengurangi risiko terkait dengan penggunaan narkoba suntikan, dan
juga mengurangi kejahatan yang sering terkait dengan kecanduan. Penggunaan
metadon dengan di minum mengurangi penggunaan jarum suntik bergantian
sebagai faktor perilaku yang sangat berisiko penularan HIV dan virus lain.
2.1.1 Farmakologi
Metadon (4,4-diphenyl-6dimethylamino-3-hepatone) adalah suatu agonis
opioid sintetik, bukan zat alami seperti yang berasal dari bunga poppy.
Farmakodinamik
OTOT POLOS
Seperti meperidin, metadon menimbulkan relaksasi sediaan usus dan
SISTEM KARDIOVASKULAR
Metadon
menyebabkan
vasodilatasi
perifer
sehingga
dapat
merendahkan kepekaan tubuh terhadap CO2 sehingga timbul retensi CO2 yang
dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah cerebral dan kenaikan tekanan
cairan otak.
Farmakokinetik
Setelah suntikan metadon subkutan,metadon ditemukan kadar dalam plasma
yang tinggi selama 10 menit pertama. Sekitar 90% metadon terikat
proteinplasma.Metadon diabsorbsi secara baik oleh usus dan dapat ditemukan
dalam plasma setelah 30 menit pemberian secara oral; kadar puncak dicapai
setelah 4 jam. Metadon yang diberikan secara intravena mempunyai potensi sama
dengan morfin. Bioavaibilitas oralnya mencapai 80-90%, diabsorbsi secara
perlahan, dan pada 30 menit kemudian berefek pada tubuh. Pencapaian kadar
puncak dalam cairan tubuh adalah 2-4 jam setelah masuk dalam tubuh.
Metadon cepat keluar dari darah dan menumpuk dalam paru, hati, ginjal dan
limpa, hanya sebagian kecil yang masuk otak. Kadar maksimal metadon dalam
otak dicapai dalam 1-2 jam setelah pemberian parenteral dan kadar ini sejajar
dengan intensitas dan lama analgesia. Metadon banyak diikat oleh protein plasma
dalam jaringan seluruh tubuh.Konsentrasi metadon dalam jaringan tersebut lebih
tinggi daripada dalam darah.Ikatan ini menyebabkan terjadinya akumulasi
metadon dalam tubuh cukup lama bila seseorang berhenti menggunakan metadon.
Gambar 1. Level Metadone dalam darah setelah pemberian hari ke 3 (Edward, 2003)
2.1.2 Indikasi
Indikasi metadon yaitu(5):
1. Analgesia
Jenis nyeri yang dapat dipengaruhi metadon sama dengan jenis nyeri yang
dapat dipengaruhi morfin. Efek analgetik mulai timbul 10-20 menit setelah
pemberian parenteral atau 30-60 menit oral metadon. Masa kerja metadon dosis
tunggal kira-kira sama dengan masa kerja morfin. Pada pemberian berulang
terjadi efek akumulasi, sehingga dapat diberikan dosis lebih kecil atau interval
dosis dapat lebih lama.
2. Antitusif
Efek antitusif 1,5-2 mg per oral sesuai dengan 15-20 mg codein, tetapi
kemungkinan timbulnya adiksi pada metadon jauh lebih besar dari codein. Oleh
karenanya dewasa ini penggunaannya sebagai antitusif tidak dianjurkan atau telah
ditinggalkan.
2.1.3 Sediaan dan Dosis
Metadon dapat diberikan secara oral maupun suntikan, tetapi suntikan
subkutan menimbulkan iritasi total. Metadon tersedia dalam bentuk tablet 5 dan
8
10 mg serta sediaan suntikan dalam ampul atau vial dengan kadar 10 mg/ml.
Dosis analgetik metadon oral untuk dewasa berkisar antara 2,5-10 mg.
Dosis optimal dikatakan tidak mutlak, pada umumnya sekitar 60-120 mg
(Beberapa pasien/klien dengan dosis 350 mg, dengan kombinasi ARV). Ada
individu yang memerlukan dosis rendah dan beberapa memerlukan dosis tinggi.
Jika melampaui level lebih tinggi dari 150-200 mg/ml, perlu dilakukan
pemeriksaan medic menyeluruh. Bila pasien tidak tahan dengan dosis tunggal,
maka dapat dilakukan dosis terbagi, diberikan pada kasus tertentu seperti mereka
yang membutuhkan dosis tinggi.Pemberian dosis kedua dari bagian dosis terbagi
sebaiknya tetap dilakukan di klinik agar tidak diselewengkan.Dosis letal atau
mematikan adalah 17 mg/kgBB perhari(8).
2.1.4 Efek samping
Metadon menyebabkan efek samping berupa perasaan ringan, pusing, kantuk,
fungsi mental terganggu, berkeringat, pruritus, mual dan muntah.Seperti pada
morfin dan meperidin, efek samping ini lebih sering timbul pada pemberian oral
daripada pemberian parenteral dan lebih sering timbul pada pasien berobat
jalan.Efek samping yang jarang timbul adalah delirium, halusinasi dan urtikaria
hemoragik.Kepekaan seseorang terhadap metadon dipengaruhi oleh faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap morfin. Terapi intoksikasi akut metadon sama
dengan terapi intoksikasi akut morfin(5).
2.1.5 Toleransi dan Kemungkinan Adiksi
Toleransi metadon dapat timbul terhadap efek analgetik, mual, anoreksia,
miotik, sedasi, depresi napas dan efek kardiovaskuler, tetapi tidak timbul terhadap
konstipasi.Toleransi ini lebih lambat daripada toleransi terhadap morfin.
Timbulnya ketergantungan fisik setelah pemberian metadon secara kronik
dapat dibuktikan dengan cara menghentikan obat atau dengan memberikan
nalorfin. Kemungkinan timbulnya adiksi ini lebih kecil daripada bahaya adiksi
morfin(5).
2.1.6 Sedian dan Posologi
ketokonazol,
SSRI
terutama
flufoksamin,
eritromisisn,
2.1.8 Kontraindikasi
kejiwaan lainnya
atau
10
kematian janin dalam rahim, metadon terapi pilihan dalam keadaan ini
penyakit medik akut pada mana putus zat akan memperparah penyakit
ditujukan
semata-mata
untuk
mengatasi
ketagihan
heroin
dan
12
Jumlah pasien yang drop-out pada tahun pertama kurang dari 45%.
Jumlah hasil tes air seni sewaktu-waktu terhadap opiat yang menunjukkan
hasil positif kurang dari atau sama dengan 30%.
Jumlah pasien yang bekerja, sekolah, atau mempunyai kegiatan yang tetap
lebih dari 30%.
Kondisi kesehatan pasien yang lebih baik menurut hasil pemeriksaan medis
dokter PTRM.
Kriteria eksklusi :
medic terkait.
Psikosis yang jelas, perlu pertimbangan psikiater untuk menentukan langkah
terapi
13
langkah terapi
PTRM tidak diberikan kepada pasien dalam keadaan overdosis atau
intoksikasi opioid. Penilaian terhadap pasien dapat dilakukan sesudah pasien
tidak berada dalam keadaan overdosis atau intoksikasi.
Kondisi
Kondisi medis yang parah
Level neuroadaption yang rendah atau tidak pasti
Resiko tinggi polydrug use
Level neuroadaption sedang atau dengan beberapa resiko
Level neuroadaption tinggi/pasien dikenal oleh
dokter/sering menggunakan metadon sebelumnya.
Pasien menggunakan RV atau OAT
14
Muntah terjadi < 10 menit sesudah dikonsumsi, ganti dosis hari itu
sepenuhnya.
Muntah 10-30 menit sesudah dikonsumsi, ganti 50% dosis hari itu.
Muntah 30-45 menit sesudah dikonsumsi, ganti 25% dosis hari itu.
Muntah > 45 menit, tak ada penggantian.
Selama minggu pertama fase stabilisasi, pasien harus datang setiap hari di
klinik atau dirawat di rumah sakit untuk diamati secara cermat oleh profesional
medis terhadap efek metadon untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
overdosis dan penilaian selanjutnya.
2.2.5 Fase Rumatan Terapi Substitusi Metadon
Dosis rumatan rata-rata adalah 60-120 mg per hari. Dosis rumatan harus
dipantau dan disesuaikan setiap hari secara teratur tergantung dari keadaan pasien.
Selain itu banyak pengaruh sosial lainnya yang menjadi pertimbangan
penyesuaian dosis. Fase ini dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai perilaku
stabil, baik dalam bidang pekerjaan, emosi dan kehidupan sosial(5).
dosis
maksimal
sebanyak
10%.Penurunan
dosis
yang
Jika terdapat kesulitan dalam penurunan dosis, tunda penurunan dosis atau
beri penambahan dosis kembali. Sebaliknya tetap diberikan konseling selama
proses penurunan dosis. Pemantauan perkembangan psikologis pasien harus
diperhatikan.Jika ada emosi tidak stabil, dosis dapat dinaikkan kembali.
16
Peringatkan pasien mengenai risiko tinggi relaps setelah abstinensia. Tidak lupa
memberitahukan pasien, bahwa mereka dapat kembali ke PTRM jika relaps
kembali.
Wanita hamil
Dianjurkan untuk memberikan prioritas ibu hamil untuk memasukkan
pengobatan metadon karena kesehatan risiko baik bagi ibu dan janin yang
berhubungan dengan penyalahgunaan zat, seperti persalinan prematur, beberapa
penggunaan narkoba yang dapat merusak janin serta gizi buruk, infeksi melalui
jarum suntik, dll hasil jangka panjang dari wanita yang memasuki program
pengobatan metadon selama kehamilan lebih baik dalam hal kehamilan,
persalinan dan perkembangan bayi, terlepas dari melanjutkan penggunaan
narkoba. Wanita menghadiri layanan pengobatan biasanya memiliki perawatan
yang lebih baik antenatal dan baik kesehatan umum daripada wanita yang
menggunakan obat tanpa perawatan, bahkan jika mereka masih menggunakan
obat-obatan terlarang (Finnegan, 2000).
Pada trimester ketiga, banyak wanita akan membutuhkan dosis tinggi
karena penambahan berat badan dan perubahan fisiologis lainnya. Dalam
beberapa kasus, membagi harian dosis dan pemberian dua kali sehari dapat
dipertimbangkan.
Jika seorang wanita ingin detoksifikasi, dianjurkan untuk tidak melakukan
hal ini pada periode sebelum minggu ke-12 atau setelah minggu 32 kehamilan
(Dewan Eropa, 2000). Gejala penarikan harus dihindari selama tiga bulan pertama
kehamilan karena risiko persalinan prematur pada periode ini.
Pengurangan maksimum normal dalam dosis harian adalah antara 2,5-10
mg mingguan, dua minggu atau bulanan, tergantung pada respon wanita. Bagian,
akhir lebih lambat dari detoksifikasi yang sering dilakukan (di bawah pengawasan
medis dekat) dalam tiga bulan terakhir kehamilan tanpa risiko bayi.
17
Jika detoksifikasi tidak berhasil dan penggunaan obat pasien menjadi tidak
terkontrol, dosis metadon harus akan kembali dinilai sampai stabilitas kembali,
sehingga detoksifikasi dan pemeliharaan dapat dipertukarkan.
Remaja
Metadon tidak mungkin menjadi pengobatan yang tepat bagi orang-orang
di bawah usia 16 tahun karena mereka mungkin agar sesuai dengan kriteria:
Penggunaan jangka panjang opioid
Toleransi yang Signifikan
Jika pengobatan metadon tetap dipertimbangkan, spesialis penilaian dan
manajemen disarankan. Sebagian besar negara memerlukan izin orang tua.
dan kebutuhan. Pada prinsipnya, pilihan pengobatan metadon adalah sama, tanpa
memandang status HIV mereka. Pengobatan metadon dapat mengurangi perilaku
berisiko yang selanjutnya dapat merusak sistem kekebalan tubuh. Hal ini dapat
mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan umum dari pasien dengan
membantu untuk menjalani kehidupan biasa. Metadon pengobatan pemeliharaan
adalah alat yang sangat baik untuk meningkatkan retensi dalam pengobatan yang
pada gilirannya dapat memungkinkan untuk diagnosis dini dan pengobatan HIV.
Hubungan dengan perawatan spesialis, terutama dengan dokter HIV,
sangat dianjurkan. Peresepan harus dilakukan bekerja sama dengan spesialis HIV
untuk menghindari potensi risiko dari interaksi antara metadon dan obat HIV
(Humeniuk et al, 2000). Perhatian harus diberikan pada isu-isu tertentu, seperti
sebagai pengurangan toleransi karena periode penyakit dan risiko overdosis dalam
kasus memori (Preston, 1996).
diuji untuk Hepatitis B dan mereka yang tidak antibodi pelindung, harus
divaksinasi.
18
termasuk alkohol, pertama-tama pekerja harus menyadari hal itu. Situasi terbaik
adalah jika hubungan terapeutik adalah sedemikian rupa sehingga masalah ini
dapat dibahas. Ancaman penghapusan dari pengobatan pada menemukan
penggunaan obat tambahan tidak dianggap berguna untuk hubungan berdasarkan
kepercayaan dan kerjasama antara resep dan klien.
Strategi untuk mengurangi perilaku berisiko meliputi: meningkatkan dosis
metadon dan obat-obatan kemungkinan lainnya, frekuensi pengumpulan, diawasi
konsumsi, menetapkan tujuan pengobatan yang realistis dan akhirnya, dalam
beberapa program, suspensi metadon resep.
Orang-orang di penjara
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2011, Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia,
1-3, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 567/Menkes/SK/VIII/2006, 2006,
Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif (Napza), 2-3, 4-6, 13-15, 39, Jakarta.
3. Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007, Farmakologi dan Terapi,
Edisi 5, 223-224, Universitas Indonesia, Jakarta.
20
in
the
Maintenance
Treatment
of
Opioid
Dependence.
Commonwealth of Australia.
8. Verseter, A. 2000. Methadone Guideline Euro. European Commission,
Directorate General V, Netherland.
21