Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Insiden
distres
pernafasan,
lamanya
perawatan
bayi,
dan
hiperbilirubinemia berkurang secara signifikan pada bayi yang lahir setelah usia
kehamilan 34 minggu. Penanganan KPD memerlukan pertimbangan usia gestasi,
adanya infeksi atau komplikasi pada ibu dan janin serta adanya tanda-tanda
persalinan.3
Dengan pemberian antibiotika pada ketuban pecah dini signifikan
memperbaiki morbiditas neonatal maupun morbiditas maternal, dimana kehamilan
dapat dipertahankan lebih lama, risiko infeksi dapat diturunkan dan penggunaan
terapi oksigen dapat diturunkan. Sedangkan menurut Crowley 2002, pemberian
kortikosteroid juga menunjukkan penurunan distres pernafasan pada bayi,
perdarahan intraventrikular dan angka kematian neonatal pada persalinan preterm.
Penelitian lain oleh Harding 2001, menyatakan pemberian kortikosteroid juga
bermanfaat pada ketuban pecah dini preterm.3
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan
penyulit
kelahiran
berupa
prematuritas
dan
terjadinya
infeksi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan
sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan
terjadinya effacement atau dilatasi serviks), atau bila satu jam kemudian tidak
timbul tanda-tanda awal persalinan, atau secara klinis bila ditemukan pembukaan
kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan
aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture
of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan
37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of
membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged
PROM. 1,4,5
2.2 Epidemiologi
Dari seluruh kehamilan prevalensi KPD berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-10
% wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.5
KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye
1982 memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih
baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan
meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin.
Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus
KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin
berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan
bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu
Fungsi air ketuban adalah melindungi janin terhadap trauma dari luar,
memungkinkan janin bergerak dengan bebas, melindungi suhu tubuh janin,
meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka, dan
membersihkan jalan lahir dan mempengaruhi keadaan di dalam vagina sehingga
bayi kurang mengalami infeksi.
2.4 Etiologi
Membran fetus yang normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan. Kombinasi
akibat peregangan membran dengan pertumbuhan uterus, seringnya kontraksi
uterus dan gerakan janin memegang peranan dalam melemahnya membran
amnion. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada
kehamilan preterm melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD
sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik
yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi2,4,5.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban
pecah dini antara lain adalah1,3,5:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri
patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal
akan meningkat 10 kali.
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya
infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada
membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena
infeksi2,4,5.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai
elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di
samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti
pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh
karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa
hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang
komponen utamanya adalah kolagen. 72 % penderita dengan sindroma EhlersDanlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami
ketuban pecah dini preterm.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta
jarak kelahiran yang dekat.
6. Faktor-faktor lain
-
Beberapa
prosedur
pemeriksaan,
seperti
amniosintesis
dapat
2.4 Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput
ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini
dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban3.
matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple
helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2
dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga
diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang
sama dengan TIMP-13.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah3.
Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi
adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban
pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian
ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan
struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah
pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar
asam askorbat yang rendah.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban3.
efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum
persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon
tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya
dijelaskan.
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat
dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya
kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi
matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat
dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari
apoptosis ini belum diketahui dengan jelas3.
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban
seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang
aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion
dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas
kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan
proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan
pecahnya selaput ketuban3.
10
11
inspekulo
steril.
Pemeriksaan
serviks
mungkin
Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada
forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut
(cairan amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat
alkalis). Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH
dapat terjadi akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah
mandi. Tes nitrazine kuning dapat menegaskan diagnosa dimana indikator
12
Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alphafetoprotein, dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan
dengan lebih tepat adanya ketuban pecah dini.
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan aterm berdasarkan prosedur tetap RSUP
Sanglah adalah9:
13
2.8 Komplikasi
KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. jarak antara pecahnya
ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Makin
muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya.
KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia
kehamilan, baik terhadap janin maupun terhadap ibu. Kurangnya pemahaman
terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam
penatalaksanaannya. 6:
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi
janin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu
terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. jadi
akan meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa
komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain:
-
Infeksi intrauterin
Kelahiran prematur
2. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal,
apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat
dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis, septikemia, dan drylabor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus
14
akan menjadi lam, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah
gejala-gejala infeksi. hal-hal tersebut dapat meninggikan angka
kematian dan morbiditas pada ibu.
2.9 Prognosis
Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mungkin
timbul serta umur kehamilan.
15
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama
: NKW
No CM
: 084494
Umur
: 25 tahun
Agama
: Hindu
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
Alamat
MRS
: 13 Juni 2008
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar air pervaginam.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar air pervaginam sejak pukul 16.00 WITA ( 13
Juni 2008) / 5 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Cairan berwarna jernih,
tidak disertai lendir bercampur darah. Juga tidak ada riwayat sakit perut hilang
timbul dan demam. Gerak janin dirasakan baik.
Hari pertama haid terakhir ( HPHT) : lupa
Taksiran partus
Menarche
: 12 tahun
Siklus
: 30 hari
Lamanya haid
: 3-4 hari
ANC
: Bidan (teratur).
USG
: -
16
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
Berat badan
: 65,5 kg
Tinggi badan
: 159 cm
Status General
Mata
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
: Odem (-)
17
Status Obstetrikus
Abdomen
Vagina
: VT (21.00 WITA):
P 2-3cm, eff 25% sedang
Ketuban (-) jernih.
Kepala denominator belum jelas H1
Tidak teraba bagian kecil / tali pusat.
USG
Rencana Terapi
-
MRS
IVFD RL 20 tts/mnt
Amoxan 3x1 gr
Rencana monitoring
-
18
Rencana edukasi
KIE keluarga tentang rencana perawatan
2.7. RESUME
Pasien 25 tahun, G4P2102, hamil 33-34 minggu, datang dengan keluhan keluar
air pervaginam sejak 5 jam SMRS. Air keluar tampak berwarna jernih. Pasien
tidak merasakan sakit perut hilang timbul. Gerakan janin dirasakan baik. Riwayat
demam disangkal. Riwayat penyakit sistemik dan operasi tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan 110/70 mmHg, nadi 80x/menit,
20x/menit, temperatur rektal 36,7 C. Status general dalam batas normal. Dari
pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 28 cm, his (-), djj 11.11.12.
Dari VT didapatkan pembukaan serviks 2-3 cm, eff 25%, ketuban (-) jernih,
kepala denominator belum jelas, penurunan H I, tidak teraba bagian kecil janin
atau tali pusat.
2.8. OBSERVASI PASIEN
Waktu
14 juni 2008
keluhan
Sakit perut (-)
his
(-)
DJJ
12.12.11
Temp. rektal
36,8
Pk.00.00
Pk. 03.00
Pk. 06.00
Pk. 09.00
Pk. 12.00
(-)
(-)
(-)
(+) 1x dlm 10
12.11.12
12.12.12
12.11.12
11.12.12
36,7
36,7
36,8
36,8
Pk. 15.00
jarang
Sakit perut (+) (+) 1x dlm 10 12.12.11
36,7
Pk. 18.00
jarang
Sakit perut (+) (+) 1-2x dlm 12.12.12
36,7
Pk. 21.00
jarang
10
Sakit perut (+) (+) 1-2x dlm 12.12.11
36,7
15 juni 2008
jarang
10
Sakit perut (+) (+) 1-2x dlm 12.12.12
36,8
Pk. 00.00
Pk. 03.00
10
Sakit perut (+) (+) 2-3x dlm 12.11.12
36,8
10
19
Pk.07.00
Sakit perut(+)
Pk. 10.05
10
Sakit perut (+) (+) 3-4x dlm 12.12.12
10
Pk 11.30
36,7
VT: 3 cm
36,7
VT: 4-5 cm
Os ingin mengedan
Evaluasi
His 4x/10 mnt selama 40-45 detik
djj (+) 11.12.12
VT P lengkap, ket (-) agak keruh
trb kepala, uuk depan H III+
ttb bag. kecil/ tl. pusat
kontraksi uterus tidak bagus lapor drip oksitosin kontraksi masih lembek
misoprostol 4 tab/ rektal
Pk. 12.30 kontraksi uterus baik, perdarahan aktif (-), Tx:
-amoxicilin 3x1 tab
-metil ergometrin 3x1
-Rob 1x1
Observasi 2 jam PP
20
WAKTU
TENSI
NADI
KONTRAKSI
PERDARAH
Pk. 12.45
Pk. 13.00
Pk. 13.15
Pk. 13.30
Pk. 13.45
Pk. 14.15
Pk. 15.45
(mmHg)
100/60
110/60
110/70
110/70
110/70
110/70
110/70
(kali/mnt)
84
84
84
84
80
80
80
UTERUS
(+) baik
(+) baik
(+) baik
(+) baik
(+) baik
(+) baik
(+) baik
AN
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
: perdarahan (-)
: fut 1 jr bpst
Kontraksi (+)
Vagina
: perdarahan (+)
Ass
: P3103 PP hari I
Tx
: Observasi perdarahan
Ampicillin 4x 500mg
As mefenamat 3x500 mg
Methyl Ergometrin 3x1
ROB 2x1
KIE
17 juni 2008
S
: keluhan (-)
: fut 2 jr bpst
21
Kontraksi (+)
Vagina
: lochia (+)
Ass
: P3103 PP hari II
Tx
: obat lanjut
KIE mobilisasi, KB, ASI
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada pasien didapatkan:
22
- Pasien wanita, umur 25 th, G4P2102, 33-34 minggu, datang ke RSUD Bangli
dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit
(SMRS). Keluhan nyeri perut, bloody show disangkal.
- Diagnosis KPD Preterm ditegakkan berdasarkan Anamnese, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
A. Pada Anamnesa didapatkan : Keluar cairan pervaginam, jernih, tidak berbau
sejak 5 jam SMRS. Umur kehamilan didapatkan 33-34 minggu dari tinggi fundus
uteri (28 cm). Keluhan nyeri perut, bloody show disangkal.
B. Pada inspeksi didapatkan keluar cairan pervaginam.
C. Pada inspekulo, bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan,
keluar cairan dari ostium uteri internum (OUI).
D. Pada pemeriksaan dalam:
- ada cairan dalam vagina
- selaput ketuban sudah pecah
Pada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD dilakukan dengan metode
eksklusi dimana faktor infeksi, umur dan paritas dapat disingkirkan. Pada pasien
tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, usia pasien juga masih muda (25 tahun)
dengan kehamilan yang keempat. Faktor-faktor lain seperti faktor selaput ketuban,
gizi, status sosio ekonomi rendah, hormonal, stres psikologis tidak dapat
disingkirkan sebagai faktor resiko sebab tidak dilakukan penelusuran lebih lanjut.
3.4. Penatalaksanaan
Pasien datang dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 5 jam SMRS dengan
umur kehamilan 33-34 minggu.
Saat masuk pada pasien tidak ditemukan infeksi, tanda-tanda inpartu dan
gawat janin sehingga dikelola dengan perawatan konservatif sesuai protap untuk
KPD dengan kehamilan preterm, dan dengan pemberian Ampicillin 4x500 mg
serta pemberian deksametason 5 mg tiap 6 jam (im) untuk merangsang maturasi
paru. Terdapat perbedaan penatalaksanaan KPD khususnya dalam pemberian
antibiotika profilaksis. Di RS Sanglah Denpasar antibiotika profilaksis diberikan
pada semua kasus KPD, sedangkan di negara lain seperti di Amerika sesuai
23
24
BAB 5
SIMPULAN
Telah dilaporkan suatu kasus dengan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm
pada wanita umur 25 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
25
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, Ketuban Pecah Dini. In: Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. 2004. p:8-10
2. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban
Pecah Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm.
Cermin Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
3. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine
Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD;
W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
4. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for
Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing
Division, USA. 2001. p: 357-67.
5. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrans.
In: High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ,
Weiner CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.
6. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the
membrans in term pregnant women: a case-control study. The Australian and
New Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1, February
2000. Editor: Brennecke S. The Royal Australian and New Zealand College of
Obstetricians and Gynecologist. 2000. p: 30-32.
7. Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of
membrans. BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 15 Juni
2008.
8. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur
rupture of the fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of
Medicine.
Massachusetts
Medical
Society.
March
1998.
p:1-20.
27
28