Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
adalah salah satu penyebab paling umum dari obstruksi usus neonatal (bayi berumur
0-28 hari).15 Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon)
berupa gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik. Pergerakan dalam usus
besar didorong oleh otot. Otot ini dikendalikan oleh sel-sel saraf khusus yang disebut
sel ganglion. Pada bayi yang lahir dengan penyakit Hirschsprung tidak ditemui
adanya sel ganglion yang berfungsi mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot
polos dalam usus distal. Tanpa adanya sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot di
bagian usus besar tidak dapat melakukan gerak peristaltik (gerak mendorong keluar
feses).17,19
2.2
Embriologi Kolon
Dalam perkembangan embriologis normal, sel-sel neuroenterik bermigrasi dari
distal. Sel-sel saraf pertama sampai di esofagus dalam gestasi minggu kelima. Sel-sel
saraf sampai di midgut dan mencapai kolon distal dalam minggu kedua belas. Migrasi
berlangsung mula-mula ke dalam pleksus Auerbach, selanjutnya sel-sel ini menuju ke
dalam pleksus submukosa. Sel-sel krista neural dalam migrasinya dibimbing oleh
berbagai glikoprotein neural atau serabut-serabut saraf yang berkembang lebih awal
daripada sel-sel krista neural.
Glikoprotein yang berperan termasuk fibronektin dan asam hialuronik, yang
membentuk jalan bagi migrasi sel neural. Serabut saraf berkembang ke bawah
menuju saluran gastrointestinal dan kemudian bergerak menuju intestine, dimulai dari
membran dasar dan berakhir di lapisan muskular.11
Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri
berasal dari usus belakang. Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita
yang disebut taenia yang berukuran lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga
kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti sakulus (kantong kecil) dan biasa disebut
haustra (bejana). Kolon tranversum dan kolon sigmoideum terletak intraperitoneal
dan dilengkapi dengan mesentrium.
Gangguan rotasi usus embrional dapat terjadi dalam perkembangan embriologik
sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesentrium yang lengkap. Keadaan ini
memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya
dapat terjadi dengan mesentrium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya
yang sempit.20
2.3
sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar
lebih besar daripada usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), namun semakin dekat
dengan anus diameternya pun semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum,
kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat
pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus
besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan
mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus.
Kolon terbagi atas kolon asenden, tranversum, desenden, dan sigmoid. Kolon
membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut
dengan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista
iliaka dan membentuk lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke
kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian utama usus yang terakhir
disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke
bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan
dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis
ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci).21
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses
akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan
elektrolit. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses
yang sudah terdehidrasi sampai berlangsungnya defekasi. Kolon mengabsorpsi
sekitar 800 ml air per hari dengan berat akhir feses yang dikeluarkan adalah 200 gram
dan 80%-90% diantaranya adalah air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak
terabsorpsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan mineral yang tidak terabsorpsi. 21,22
2.4
Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan Iqbal dkk. (2010) di Rumah Sakit Sheikh Zayed,
Pakistan menunjukkan proporsi penyakit Hirschsprung lebih tinggi pada anak lakilaki (70,59% ; 12 dari 17 orang) daripada anak perempuan (29,41% ; 5 dari 17
orang). Penelitian tersebut juga menunjukkan proporsi penyakit Hirschsprung lebih
banyak ditemukan pada umur < 2 tahun (58,83% ; 10 dari 17 orang) dibandingkan
dengan umur > 2 tahun (41,17% ; 7 dari 10 orang).25
Berdasarkan penelitian Hidayat dalam kurun waktu 3 tahun (2005-2008) di
Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo terhadap 28 kasus penyakit Hirschsprung
menunjukkan proporsi jenis kelamin laki-laki adalah 42,85% (12 dari 28 kasus) dan
pada perempuan adalah 57,15% (16 dari 28 kasus). 26
Menurut penelitian Kartono yang menangani penyakit Hirschsprung di RS
Cipto Mangunkusumo memperlihatkan proporsi penyakit Hirschprung lebih banyak
ditemukan pada pasien berumur 0-1 bulan yaitu sebesar 29,71% (52 dari 175 orang)
sedangkan untuk umur 1 bulan-1 tahun sebesar 22,85% (40 dari 175 orang). Kartono
juga mencatat penderita penyakit Hirschsprung sebanyak 131 orang (74,85%)
berjenis kelamin lelaki sedangkan perempuan yang berjumlah 44 orang (25,15%). 11
Hasil penelitian Sari di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2005-2009 tercatat
ada 50 orang anak yang menderita penyakit Hirschsprung dan dijadikan sampel
penelitian. Dari 50 orang sampel tersebut, distribusi tertinggi pada kelompok usia 0-2
tahun yaitu sebanyak 40 orang (80%). Ada 36 orang (72%) berjenis kelamin laki-laki
dan 14 orang (28%) berjenis kelamin perempuan yang tercatat menderita penyakit
Hirschsprung.27
2.4.2.2.2 Ras/Etnis
Di Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat
dekat (sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal).
Perkawinan pariban dapat disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau incest.
Perkawinan incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat dan
memperbesar kemungkinan anak lahir dengan kelainan kongenital.30
2.5
Etiologi
Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal bagian
atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke kaudal.
Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di suatu tempat dan
tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal bermigrasi ke dalam dinding
usus dan berkembang ke arah kraniokaudal di dalam dinding usus. 31
Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit
Hirschsprung. Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia
endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan
dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari
faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin -3. 32
Gambar 2.3 Dilatasi kolon akibat tidak ditemukannya sel saraf pada bagian akhir usus
Pleksus Myenterik (Auerbach) dan Pleksus Submukosal (Meissner)
2.6
Patofisiologi
Istilah megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa
(Meissner) dan myenterik (Auerbach) pada satu segmen kolon atau lebih.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong (peristaltik), yang menyebabkan akumulasi/ penumpukan isi usus dan
distensi usus yang berdekatan dengan kerusakan (megakolon). Selain itu, kegagalan
sfingter anus internal untuk berelaksasi berkontribusi terhadap gejala klinis adanya
obstruksi, karena dapat mempersulit evakuasi zat padat (feses), cairan, dan gas.12
Persarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang
aganglionik mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi usus
fungsional. Di bagian proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan pelebaran
dinding usus dengan penimbunan tinja dan gas yang banyak.
Penyakit Hirschsprung disebabkan dari kegagalan migrasi kraniokaudal pada
prekursor sel ganglion sepanjang saluran gastrointestinal antara usia kehamilan
minggu ke-5 dan ke-12. Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi sebagai akibat
distensi pada dinding usus, yang berkontribusi menyebabkan enterokolitis (inflamasi
pada usus halus dan kolon), yang merupakan penyebab kematian pada bayi/anak
dengan penyakit Hirschsprung.8
2.7
Gambaran Klinis
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai yakni pengeluaran mekonium yang
2.8
Penatalaksanaan
Sampai pada saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat
keadaan
dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi dan resusitasi dengan
pemberian cairan intravena, antibiotik, dan pemasangan pipa lambung. Apabila
sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis maka cairan resusitasi cairan
dilakukan secara agresif, pemberian antibiotik broad spektrum secara ketat kemudian
segera dilakukan tindakan dekompresi usus.33
2.9
Komplikasi11,33
Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan
akhirnya menyebabkan nekrosis dan perforasi. Proses kerusakan dinding usus mulai
dari mukosa, dan dapat menyebabkan enterokilitis.
Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita
penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling
tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu.
Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam.
Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis
enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi. Kejadian
enterokolitis berdasarkan prosedur operasi yang dipergunakan Swenson sebesar
16,9%, Boley-Soave sebesar 14,8%, Duhamel sebesar 15,4% dan sebesar Lester
Martin 20%. Gambaran klinis distensi abdomen ada sebanyak 29 orang, diare
sebanyak 38 orang, darah pada feses sebanyak 2 orang , muntah sebanyak 31 orang,
dan panas ada sebanyak 22 orang.
2.10 Prognosis
Kelangsungan hidup pasien dengan penyakit Hirschsprung sangat bergantung
pada diagnosis awal dan pendekatan operasi. Secara umum prognosisnya baik, 90%
pasien dengan penyakit Hirschsprung yang mendapat tindakan pembedahan
mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien yang masih mempunyai
masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen.
Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar
20%.23,24
2.11
Pencegahan
sekunder
ditujukan
guna
mengetahui
adanya
penyakit
teknologi
tersedia
untuk
menegakkan
diagnosis
penyakit
pemeriksaan
akan
semakin
tinggi
apabila
menggunakan
pengecatan
(a)
Gambar 2.6 (a)
(b)
manometri
anorektal
pada
penderita
penyakit
Hirschsprung
2.12
Kerangka Konsep
Adapun kerangkan konsep penelitian karakteristik bayi yang mengalami
Keluhan Utama
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan Medis
Komplikasi
Sumber Biaya
Lama Rawatan Rata-rata
Keadaan Sewaktu Pulang