You are on page 1of 21

REPRODUKSI BURUNG

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ornithologi
yang dibina oleh Ibu Sofia Ery Rahayu S.Pd.,M.Si

Oleh Kelompok 7
Offering G-Z dan H-Z 2012
Aminah Alfiani

120342422476

Luana Indah Sari

120342400168

Megawati

120342422462

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Burung adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata)
yang memiliki bulu dan sayap. Fosil tertua burung ditemukan di Jerman dan
dikenal sebagai Archaeopteryx. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari
burung kolibri yang kecil mungil hingga burung unta, yang lebih tinggi dari
orang. Diperkirakan terdapat sekitar 8.800 10.200 spesies burung di seluruh
dunia; sekitar 1.500 jenis di antaranya ditemukan di Indonesia.
Nama kelas aves berasal dari bahasa latin, dan nama ilmu yang
mempelajari burung ortinology berasal dari bahasa yunani, yaitu ornis. Meskipun
burung berdarah panas, ia berkerabat dekat dengan reptil. Bersama kerabatnya
terdekat, suku Crocodylidae alias keluarga buaya, burung membentuk kelompok
hewan yang disebut Archosauria (Hafez ESE, 2000).
Diperkirakan burung berkembang dari sejenis reptil di masa lalu, yang
memendek cakar depannya dan tumbuh bulu-bulu yang khusus di badannya. Pada
awalnya, sayap primitif yang merupakan perkembangan dari cakar depan itu
belum dapat digunakan untuk sungguh-sungguh terbang, dan hanya membantunya
untuk bisa melayang dari suatu ketinggian ke tempat yang lebih rendah.
Burung masa kini telah berkembang sedemikian rupa sehingga
terspesialisasi untuk terbang jauh, dengan perkecualian pada beberapa jenis yang
primitif. Bulu-bulunya, terutama di sayap, telah tumbuh semakin lebar, ringan,
kuat dan bersusun rapat. Bulu-bulu ini juga bersusun demikian rupa sehingga
mampu menolak air, dan memelihara tubuh burung tetap hangat di tengah udara
dingin. Tulang belulangnya menjadi semakin ringan karena adanya rongga-rongga
udara di dalamnya, namun tetap kuat menopang tubuh (Priel A. 2007).
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui perbedaan antara burung jantan dan betina
1.2.2 Untuk menjelaskan proses pembentukan sperma dan ovum pada burung
1.2.3 Untuk dapat menjelaskan tentang kelompok burung dan bentuk telur
burung
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Perbandingan Sistem Reproduksi Burung Jantan dan Betina
Kelompok burung merupakan hewan ovipar. Walaupun kelompok buruk
tidak memiliki alat kelamin luar, fertilisasi tetap terjadi di dalam tubuh. Hal ini
dilakukan dengan cara saling menempelkan kloaka. Pada burung betina hanya ada
satu ovarium, yaitu ovarium kiri. Ovarium kanan tidak tumbuh sempurna dan
tetap kecil yang disebut rudimenter. Ovarium dilekati oleh suatu corong penerima
ovum yang dilanjutkan oleh oviduk. Ujung oviduk membesar menjadi uterus yang
bermuara pada kloaka. Pada burung jantan terdapat sepasang testis yang berhimpit
dengan ureter dan bermuara di kloaka. Fertilisasi akan berlangsung di daerah
ujung oviduk pada saat sperma masuk ke dalam oviduk. Ovum yang telah dibuahi
akan bergerak mendekati kloaka. Saat perjalanan menuju kloaka di daerah oviduk,
ovum yang telah dibuahi sperma akan dikelilingi oleh materi cangkang berupa zat
kapur.( Agustina D. 2003)
Telur dapat menetas apabila dierami oleh induknya. Suhu tubuh induk
akan membantu pertumbuhan embrio menjadi anak burung. Anak burung menetas
dengan memecah kulit telur dengan menggunakan paruhnya. Anak burung yang
baru menetas masih tertutup matanya dan belum dapat mencari makan sendiri,
serta perlu dibesarkan dalam sarang.
Dalam bereproduksi, Unggas adalah dengan cara bertelur sehingga pada
unggas ini memilki organ reproduksi yang berbeda dengan mamalia. Kelompok
unggas merupakan hewan ovipar. Sehingga tidak memiliki alat kelamin luar.
Walaupun demikian, fertilisasi tetap terjadi di dalam tubuh. Hal ini dilakukan
dengan cara saling menempelkan kloaka. Pada unggas organ reproduksi jantan
berupa testes, epididimis dan ductus deferens. Sedangkan pada betina terdiri dari
satu ovarium dan satu ovidak. Dari organ reproduksi tersebut maka akan diketahui
fungsi dari masing-masing bagian yang berbeda dengan yang ada pada
mamalia.Sistem reproduksi pada unggas dibedakan menjadi dua, yaitu reproduksi
jantan dan reproduksi betina.Reproduksi jantan terdiri dari :

Gambar : sistem reproduksi jantan (Johnson 2000).


a. Testis yang berjumlah sepasang, berbentuk oval atau bulat, bagian
permukaannya licin, terletak di sebelah ventral lobus renis bagian paling
kranial. Alat penggantung testes adalah mesorchium yang merupakan
lipatan dari peritoneum. Pada musim kawin ukurannya membesar. Di
sinilah tempat untuk membuat dan menyimpan spermatozoa.
b. Saluran reproduksi. Tubulus mesonefrus membentuk duktus aferen dan
epididimis. Duktus wolf bergelung dan membentuk duktus deferen. Pada
saat masih muda, duktus deferen bagian distal yang sangat panjang
membentuk sebuah gelendong yang disebut glomere. Di Dekat glomere
bagian posterior dari duktus aferen berdilatasi membentuk duktus ampula
yang bermuara di kloaka sebagai duktus ejakulatori.duktus eferen
berhubungan dengan epididimis yang kecil kemudian menuju duktud
deferen. Duktus deferen tidak ada hubungannya dengan ureter ketika
masuk kloaka.
c. Epididimis berjumlah sepasang, berukuran kecil terletak pada sisi dorsal
testis, epididimis ini adalah berupa saluran yang di lewati sperma dan
menuju ke ductus deferens.

d. Ductus deferens berjumlah sepasang. Pada hewan muda tampak halus,


sedang pada hewan tua nampak berkelok-kelok berjalan ke caudal
menyilangi ureter kemudian bermuara pada urodaeum (Mardiati. 2010)
Reproduksi betina terdiri dari :

Gambar : Sistem reproduksi betina (Yuwanta 2004).


Sistem reproduksi hewan betina secara umum terdiri atas dua ovari yang
terletak di sebelah kiri dan sebelah kanan, tetapi sistem reproduksi pada sebagian
aves hanya mempunyai satu ovari dan oviduk fungsional, yaitu ovari sebelah kiri.
Sebenarnya, semua jenis aves ketika memasuki fase embrional mempunyai ovary
dan oviduk sebelah kanan, namun distribusi sel-sel benih (germ cells) primordial
dalam ovarium menjadi asimetri pada hari keempat masa inkubasi dan pada hari
kesepuluh terjadi regenerasi ovari serta oviduk kanan yang diinisiasi oleh
substansi penghambat Mullerian. Aves yang sampai saat ini masih memliki ovary
dan oviduk sebelah kanan serta berkembang secara fungsional adalah
falconiformes dan kiwi, sedangkan burung gereja dan merpati sekitar 5%
populasinya memiliki ovari dan oviduk sebelah kanan yang juga berkembang
secara fungsional meskipun dengan ukuran yang asimetris (Johnson 2000).
Sistem reproduksi pada aves meliputi:
a. Ovari
Ovari kiri terletak di dalam rongga abdomen sebelah kiri berdekatan
dengan ginjal kiri, yang melekat pada dinding tubuh di bagian ligament
mesovarium. Ovari terbagi menjadi dua bagian yaitu cortex merupakan bagian
sebelah luar dan medulla merupakan bagian sebelah dalam. Cortex mengandung

folikel yang di dalamnya terdapat sel-sel telur (ovum). Medulla berisi jaringan
konektif, serabut saraf, dan pembuluh darah. Secara umum, ovari menerima
inervasi saraf simpatik yang membentuk plexsus adrenalovari. Ovari memperoleh
suplai darah dari aorta dorsalis yang kemudin membentuk arteri gonadoadrenal
(Yuwanta 2004). Ovum berkembang sejak aves dalam fase embrional. Pada hari
kesembilan massa inkubasi, jumlah oosit mencapai 28.000, pada hari ketujuh
belas, jumlah oosit meningkat kira-kira 680.000, dan ketika menetas, jumlah oosit
menurun menjadi 480.000. Ovari anak aves yang belum mencapai dewasa
kelamin terdiri atas sejumlah kecil masa oosit yang berisi sekitar 2.000 oosit yang
dapat dilihat dengan mata telanjang dan hanya 250-500 oosit yang mampu
berkembang secara sempurna menjadi telur yang mengandung kuning telur
setelah aves tersebut dewasa serta mengalami ovulasi sepanjang siklus hidup aves
yang didomestikasi, sedangkan aves yang hidup bebas di alam jumlah sel telur
matang serta dapat diovulasikan lebih sedikit jumlahnya (Hafez 2000).

Gambar : histologi ovarium (Priel A. 2007)


Ovarium adalah tempat sintesis hormon steroid seksual, gametogenesis,
dan perkembangan serta pemasakan kuning telur atau yang disebut dengan folikel.
Biasanya bentuknya seperti buah anggur dan terletak pada rongga perut yang
berdekatan dengan ginjal kiri dan bergantung pada ligamentum mesoovarium.
Bagian yang terdapat pada ovarium ada dua, yaitu cortex pada bagian luar dan
medulla pada bagian dalam. Cortex mengandung folikel dan pada folikel terdapat
sel-sel telur. Jumlah sel telur dapat mencapai lebih dari 12.000 buah. Namun, sel
telur yang mampu masak hanya beberapa buah saja (Prayitno DS. 2004).
Selain itu, folikel merupakan tempat disimpannya sel benih (discus
germinalis) yang posisinya pada permukaan dipertahankan oleh latebra. Folikel

dibungkus oleh suatu lapisan membran folikuler yang kaya akan kapiler darah,
yang berguna untuk menyuplai komponen penyusun folikel melalui aliran darah
menuju discusgerminalis. Ovum juga dibungkus oleh suatu membran vitelina dan
pada ovum masak membran vitelina dibungkus oleh membran folikel. Bagian
folikel mempunyai suatu lapisan yang tidak mengandung pembuluh kapiler darah
yang disebut stigma. Pada bagian stigma inilah akan terjadi perobekan selaput
folikel kuning telur, sehingga telur akan jatuh dan masuk ke dalam ostium yang
merupakan mulut dari infundibulum (Nesheim et al. 1979). Menurut Tan dan Lu
(1990) dan Lonergan et al. (1991) ukuran folikel dikelompokan berdasarkan
kriteria yaitu
1). Ukuran kecil : 1-2 mm
2). Ukuran sedang : 2-6 mm
3). Ukuran besar : > 6 mm (dapat dilihat pada gambar 2).

Gambar Folikel burung.


(Yuwanta 2004)
b. Oviduk
Oviduk memiliki sistem vaskularisasi yang baik dan dinding ototnya
hampir selalu bergerak selama proses pembentukan telur. Pada aves yang belum
dewasa, oviduk berukuran kecil, ukurannya akan meningkat ketika aves mulai
produktif dan besarnya selalu mengalami perubahan sejalan dengan aktivitasnya.
Oviduk terdiri atas lima komponen yang fungsional, yaitu:

1) Infundibulum (funnel/papilon). Dinding infundibulum sangat tipis dan sempit,


mempunyai kelenjar untuk sekresi protein yang mengelilingi membran vitellina
sehingga sering dikenal sebagai chalaziferous region yang memberi kontribusi
pada pembentukan kalasa. Chalaziferous region juga berfungsi sebagai salah satu
tempat menyimpan sperma. Yolk berada dalam infundibulum berkisar antara 1530 menit baik untuk ayam, kalkun maupun burung puyuh. Perbatasan antara
infundibulum dengan magnum disebut sarang spermatozoa (Sudarmono 2003).
2) Magnum, berfungsi sebagai tempat sintesis dan sekresi albumen. Magnum
tersusun atas kelenjar tubuler yang sangat sensible. Sebagian besar protein yang
menyusun albumin dihasilkan oleh mukosa magnum. Kelenjar tubuler magnum
terdiri atas sel-sel goblet yang akan mensekresikan ovalbumin, lisonim,
ovotransferin, dan ovomusin serta akan disimpan dalam bentuk granula. Granula
akan dilepaskan ketika yolk melewati magnum. Yolk berada di dalam magnum
untuk dibungkus dengan albumin (putih telur) selama 2-3 jam pada ayam dan
kalkun, sedangkan pada puyuh, yolk akan berada dalam magnum selama 2-2,5
jam (Hafez 2000).
3) Isthmus, merupakan oviduk yang pendek. Isthmus berfungsi sebagai tempat
untuk membentuk membran kerabang atau selaput telur. Telur berada di bagian
isthmus anatara 1-1.5 jam baik dalam ayam, kalkun, maupun puyuh. Isthmus
memiliki karakteristik dindingnya sempit dan tipis, bagian depan yang berdekatan
dengan magnum berwarna putih, sedangkan 4 cm terakhir dari isthmus
mengandung banyak pembuluh darah sehingga memberikan warna merah
(Sudarmono 2003).
4) Uterus (glandula pembentuk kerabang) penuh dengan vaskularisasi. Putih telur
yang melewati uterus akan mengalami dehidrasi (pluming) kemudian diteruskan
dengan pembentukan kerabang keras. Lama mineralisasi kerabang telur antara 1821 jam pada ayam, 22-24 jam pada kalkun, sedangkan pada puyuh antara 19-20
jam. Kerabang hampir seluruhnya tersusun oleh deposit kalsium karbonat dalam
matriks protein dan mukopolisakarida. Sumber utama kalsium karbonat
pembentuk kerabang adalah ion karbonat dalam darah. Karbonat dibentuk dari
pencampuran antara karbondioksida dan air dengan bantuan enzim karbonik

anhidrase. Transport karbonat secara konstan dan berkelanjutan ke dalam kelenjar


kerabang menyebabkan terbentuknya kristal kalsit (Johnson 2000).
5) Vagina, merupakan bagian oviduk yang menuju kloaka. Di dalam vagina
hampir tidak terjadi sekresi material telur kecuali pembentukan kutikula. Kutikula
adalah lapisan penutup kerabang paling luar, berfungsi melindungi telur dari
serangan bakteri yang berbahaya dan meminimalkan
penguapan air. Vagina. Selama reproduksi telur, panjang vagina sekitar 4,7 inci
(12 cm). Telur melewati vagina dengan cepat, yaitu sekitar 3 menit kemudian
akan dikeluarkan (oviposisi) dan 30 menit setelah oviposisi akan kembali terjadi
ovulasi (Hafez 2000; Johnson 2000). Ada beberapa hormone yang mempengaruhi
perkembangan sel telur :
FSH berpengaruh terhadap perkembangan folikel pada ovarium sehingga
mempunyai ukuran yang tertentu. Pada saat perkembangan ovum FSH
merangsang ovarium untuk mensekresikan estrogen yang akan mempengaruhi
perkembangan pematangan oviduk untuk dapat mensekresikan kalsium, protein,
lemak, vitamin, dan substansi lain dari dalam darah untuk pembentukan
komponen telur. Hasil sekresi komponen telur tersebut akan mengakibatkan
terjadinya perkembangan telur pada oviduk, sehingga dihasilkan telur utuh di
dalam oviduk setelah didahului proses ovulasi. Ovum akan berkembang terus
sehingga terjadi pematangan ovum. Proses pematangan ovum disebabkan adanya
LH. Setelah ovum masak maka selaput folikel akan pecah dan ovum jatuh ke
dalam mulut infundibulum (peristiwa ovulasi), proses ovulasi ini juga disebabkan
peranan LH. (Adisendjaja YH. 2003).
Proses pembentukan komponen telur di dalam oviduk berlangsung dengan
adanya hormon estrogen, juga terjadi pembentukan granula albumen oleh
stimulasi dari hormon androgen dan progresteron sampai tercapai telur sempurna.
Setelah telur sempurna, maka pituitaria pars posterior akan mensekresikan
oksitosin yang merangsang oviduk sehingga terjadi ovoposition dan merangsang
uterus untuk mengeluarkan telur pada proses peneluran.

2.2 Pembentukan Sperma Dan Ovum


2.2.1 pembentukan sperma
Gonad burung jantan terdiri atas sepasang testis. Testis burung jantan
berbentuk seperti kacang dan melekat ke dinding tubuh bagian dorsal di sebelah
anterior ginjal. Testis burung biasanya berwarna krem, tetapi ada yang berwarna
abu-abu gelap bahkan ada yang berwarna hitam. Panjang dan struktur dari sperma
burung masing-masing ordo berbeda beda.
Spermatogenesis

adalah

proses

pembentukan

sel

gamet

jantan

(spermatozoa) yang terjadi di dalam testis. Di dalam testis ada bagian yang
disebut tubulus seminiferus. Pada bagian ini terdapat sel-sel primordium yang
bersifat diploid. Sel-sel primordium akan mengalami pembelahan mitosis secara
berulang

kali.

Salah

satu

hasil

pembelahannya

adalah

terbentunya

spermatogonium. Spermatogenesis diawali dari spermatogonium yang bersifat


diploid (2n) membelah secara mitosis menghasilkan spermatosit primer yang
bersifat diploid (2n), kemudian spermatosit primer membelah secara meiosis I
dihasilkan dua spermatosit sekunder yang bersifat haploid (n) dan pada akhir
meiosis II dihasilkan empat spermatid spermatid yang bersifat haploid (n).
akhirnya, spermatid mengalami differensiasi dan berubah menjadi spermatozoa.
Menurut Lestari (2007) menyatakan bahwa terdapat tiga hormon yang
diproduksi oleh testis yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
spermatogenesis. Ketiga hormon ini adalah testosteron, estradiol dan inhibin. Sel
leydig memproduksi testosteron dan ditempatkan di dekat tubulus seminiferus. Sel
sertoli terletak di dekat tubulus seminiferus dan memproduksi estradiol serta
inhibin. Mekanisme hormonal dalam pengaturan proses spermatogenesis secara
lengkap sebetulnya tidak diketahui namun pada kenyataannya adalah bahwa
perkembangan spermatigenesis pada usia dewasa tergantung pada hipothalamus,
kelenjar hipofisa dan fungsi sel leydig (sebagai penghasil testosteron) dalam
testes. Bila tidak terdapat kelenjar hipofisa, spermatogenesis tidak dapat diawali
oleh FSH dan testosteron. FSH diperlukan untuk perkembangan androgen binding
protein dan untuk perkembangan barrier testis-darah dan fungsi lain dari sel. Pada
waktu pertama kali fungsi sel sertoli baru berkembang, testosteron secara
sendirian tanpa bantuan hormon lain akan memelihara spermatogenesis. Namun
produksi spermatozoa bagaimanapun akan meningkat jika terdapat FSH. FSH

diketahui dapat meningkatkan produksi spermatogonia dengan cara mencegah


diferensiasi spermatogonia tipe A. Level FSH sendiri pada jantan akan meningkat
kadarnya oleh aktifitas sexual dan menurun oleh pengaruh inhibin.
Hormon androgen ditransportasikan dari tempat produksi (sel leydig)
untuk mempengaruhi perkembangan sel germinatif. Androgen binding protein
yang diproduksi oleh sel sertoli dan dikeluarkan menuju bagian adluminal,
membantu androgen dalam jumlah besar menuju caput epididimis. Sintesa
androgen binding protein oleh sel sertoli ini tergantung pada stimulasi FSH tetapi
hanya setelah sel sertoli dipengaruhi oleh hormon androgen.
Menurut Anonim (2012) Adapun tahapan pembentukan spermatozoa secara detail,
dibagi atas tiga tahap yaitu :
1. Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan
menjadi spermatosit primer. Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat
melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini
mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit
primer. Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya
dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu
spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin
banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap
terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler
bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang
gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4
fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir
berupa empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom
penentu jenis kelamin wanita X. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu

dengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan
dipertahankan. Spermatozoa masak terdiri dari :
a. Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom
dan bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung
enzim hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.
b. Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.
c. Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang
dibutuhkan untuk motilitas.
d. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas
defern dan ductus ejakulotorius.
Gambar. Proses spermatogenesis pada aves

Sumber : www.faculty.southwest.th.edu.com
Pematangan sperma terjadi pada epididimis dimana dalam epididimis,
sperma yang telah matang itu kemudian akan diedarkan ke vas deferens yang
selanjutnya akan disalurkan menuju organ genital jantan dan siap untuk
diejakulasikan ke organ genital pada aves betina.

2.2.2

Pembentukan Telur (Ovum)

Setelah fertilisasi, ovum yang telah dibuah berjalan menuju oviduk untuk
melengkapi proses pembentukan telur. Menurut Rahayu (2005) menyatakan
bahwa Folikel Stimulating Hormon (FSH) mengatur pembentukan sel-sel gamet
pada testes dalam ovari. Sedangkan Luteinizing hormon (LH) mengatur sekresi
hormon dalam testes dan ovari yang matang dalam ovari. Hormon gonad yaitu
hormon testosteron dan estrogen, secara langsung berkaitan dengan perilaku
reproduksi dan mengontrol perkembangan karakteristik seksual sekunder. Hal ini
diperjelas dengan pernyataan Lestari (2007) tentang reproduksi hewan betina
yakni Menurut Lestari (2007) sel gonadotrophin hypofisa anterior merelease FSH.
FSH ini kemudian menuju ke ovarium dan berikatan dengan oocyt immature
untuk mengawali maturasinya. Begitu oocyt mature atau folikel memproduksi
estrogen, akan timbul feedback negatif untuk menghambat release FSH,
selanjutnya setelah kira-kira 14 hari, satu oocyt akan mature dan merelease
lonjakan

estrogen

terakhir

yang

menyebabkan

hipofisa

gonadotropin

memproduksi LH (lutinizing hormon. Lonjakan (spike) LH menyebabkan folikel


ruptur, sehingga menyebabkan produksi estrogen menurun. Sel-sel di dalam
ovarium yang ikut berperan pada awal maturasi folikel dan tetap bertahan sampai
terjadinya ovulasi, akan berkembang menjadi struktur yang disebut corpus
luteum. Corpus luteum menghasilkan progesteron yang bekerja sebagai umpan
balik negatif terhadap hipothalamus dan hipofisa anterior sehingga FSH dan LH
tidak diproduksi oleh hipofisa anterior dan berakibat pertumbuhan folikel dan
proses ovulasi tidak terjadi sampai pada saat corpus luteum mengalami regresi.
Meskipun estrogen merupakan stimulus utama bagi LH spike, inhibin dipercaya
menghambat release sejumlah FSH pada waktu ini, sehiungga responya menjadi
bagus.
Oviduk merupakan saluran yang berbelit dan panjang dengan dinding
yang elastik sehingga mampu menampung telur yang makin bergerak kearah
posterior oviduk yang makin besar ukurannya. Kontraksi peristaltik dari lapisan
otot polos pada oviduk menggerakkan telur dari infundibulum menuju vagina
dengan melalui bagian-bagian yang berbeda untuk mendapatkan albumin (zat
putih telur), membran cangkang dan pigmentasi. Gerakan telur didalam telur di
dalam oviduk berlangsung 24 jam. Setelah telur berada sejenak di infundibulum

(sekitar 20 menit), telur masuk ke bagian oviduk yang panjang untuk waktu 3
hingga 4 jam dengan kecepatan 2,3 milimeter permenit dan pada periode ini
ditambahkan albumin. Selanjutnya telur dilapisi oleh membran telu dan cangkang
di bagian isthmus dari oviduk selama 1 jam dengan kecepatan 1,4 milimeter
permenit. Akhirnya pembentukan cangkang terjadi dalam uterus selama 19 sampai
20 jam.
Fase akhir dari produksi telur adalah penambahan cangkang keras yang
tersusun sebagian besar oleh kalsium karbonat. Dalam bentuk kristal kalsit dan
proses ini berlangsung di uterus. Magnesium dan fosfat merupakan komponen
yang kadarnya sedikit dalam cangkang telur burung, tetapi sedikit variasi
konsentrasi untuk kedua zat tersebut yang memengaruhi kekuatan dan kekerasan
cangkang telur. Jika sedikit kelebihan zat fosfat maka akan mencegah
pembentukan kalsit dengan menghalangi pengendapan kalsium karbonat,
sebaliknya jika terjadi kelebihan magnesium akan mencegah pertumbuhan kristal
kalsit. Akibat dari kondisi tersebut, cangkang telur menjadi lebih tipis dan mudah
rapuh serta kemungkinan berubahnya keseimbangan gas dan air yang dibutuhkan
embrio. Magnesium biasanya terkonsentrasi pada lapisan yang sangat tipis dari
cangkang sebelah dalam dan berperan dalam pengaturan garam-garam dari
cangkang telur yang dibutuhkan oleh embrio. Setelah penambahan bahan-bahan
selesai, maka telur siap untuk dikeluarkan.
2.3 Kelompok Burung Dan Bentuk Telur Burung
Burung berkembang biak dengan bertelur. Telur burung mirip telur reptil,
hanya cangkangnya lebih keras karena berkapur. Telur besar dengan kuning telur
yang banyak, fertilisasi internal amnion dan alantois terbentuk selama masa
perkembangan. Pengeraman dilakukan oleh salah satu induk atau kedua induknya
di dalam sarang. Setelah menetas anak-anaknya dipelihara oleh induknya
(Suprijatna, 2008).
Beberapa jenis burung seperti burung maleo dan burung gosong,
menimbun telurnya di tanah pasir yang bercampur serasah, tanah pasir pantai
yang panas, atau di dekat sumber air panas. Alih-alih mengerami, burung-burung
ini membiarkan panas alami dari daun-daun membusuk, panas matahari, atau

panas bumi menetaskan telur-telur itu. Persis seperti yang dilakukan kebanyakan
reptil. Akan tetapi kebanyakan burung membuat sarang, dan menetaskan telurnya
dengan mengeraminya di sarangnya itu. Sarang bisa dibuat secara sederhana dari
tumpukan rumput, ranting, atau batu atau sekedar kaisan di tanah berpasir agar
sedikit melekuk, sehingga telur yang diletakkan tidak mudah terguling
(Anonimous, 2012).
Burung yang hidup di tanah umumnya bersifat omnivora, mengambil
makanan di tanah,dan umumnya mempunyai kaki yang kuat untuk mencakarcakar tanah atau untuk menyimpan makanan. Meskipun Tinamae, dan kebanyakan
Galliformes dan Gruiformes dapat terbang jarak pendek, namun biasanya mereka
menghindari predatornya dengan berlari,kecuali jenis Crane yang dapat
bermigrasi. Burung-burung ini biasanya membuat sarang di tanah seadanya dan
menggunakan sedikit bahan-bahan yang ada di tanah. Umumnya terdapat sexual
dimorfisma dan induk betina berkamuflase untuk mengerami telur. Induk jantan
sedikit sekali peranannya dalam pengeraman telur dan mengasuh anak-anaknya.
Kondisi ini menyebabkan pada umumnya hewan jantan bersifat poligami. Anakanak precocial, bulu-bulunya segera mengering setelah menetas dan dapat segera
meninggalkan sarang untuk mencari makan, sehingga pengasuhan induk sangat
minimal.
Burung-burung aquatik pada umumnya burung aquatik menggunakan
kakinya untuk berenang,atau mempunyai kaki yang panjang untuk berjalan di air
yang memungkinkan mereka untuk mencari makanan di lingkungan aquatik.
Burung Aquatik cenderung dikategorikan ke dalam tiga kelompok sekalipun
batasnya tidak terlalu tajam. Pertama,adalah burung laut (marine birds) yang
mencari makan di alaut lepas dan kembali ke darat untuk berkembang biak di
pulau karang pantai. Kedua,adalah kelompok yang terutama mengandalkan air
tawar sebagai sumber makanan dan cenderung membuat sarang dekat sumber
makanannya. Ke tiga adalah kelompok burung pantai yang terdiri dari sub ordo
yaitu Charadiiformes.
Burung Laut Beberapa jenis Carinatae beradaptasi penuh dengan
kehidupan laut, jarang pergi kedarat kecuali untuk berkembang biak. Ciri khas
burung laut termasuk pinguin, berkembang biak secara berkelompok di daerah

pantai yang terpencil atau pulau pulau kecil dimana mereka dapat membuat
sarang dengan tenang, bebas dari predator. Dalam kelompok ini terdapat ordo
yang merupakan burung laut sejati yaitu Ordo Procellariiformes (atau Tubinares),
ordo yang cenderung secara progresif menjadi burung air tawar yaitu ordo
Pelecaniformes, dan ordo yang terdiri atas pinguin yang sangat di vergen yaitu
Sphenisciformes. Procellariiformes terdiri atas burung Albatros, shearwater,
storm- petrel, dan diving petrel dan semuanya merupakan burung laut sejati
(Nanbaldov, 1990).
Pengeluran Telur (Oviposisi)
Dalam kondisi normal telur dibentuk bagian tumpul terlebih dahulu. Jika
induk tidak terggangu pada saat bertelur, sebagian besar telur akan dikeluarkan
dengan ujung tumpul lebih dulu. Hal ini tidak diketahui secara pasti sebabnya,
tetapi diketahui bahwa sesaat sebelum dikeluarkan, telur diputar secara horisontal
(tidak ujung ke ujung), 180 derajat sesaat sebelum telur itu dikeluarkan. Ovulasi
secara normal terjadi 30 menit setelah telur dikeluarkan. Interval waktu dapat
bervariasi antara 7 sampai 74 menit (James Blakely dan David, 1985). Lebih
lanjut menyatakan pengeluaran telur dirangsang oleh cahaya sehingga
merangsang dan meningkatkan suplai FSH. Hormon ini pada gilirannya melalui
aktivitas ovari mengakibatkan terjadinya ovulasi dan oviposisi.
Air menyusun sekitar 45% dari kerabang telur. Isi telur mengandung
sekitar 74%. Kandungan air pada albumen tinggi, bagian yang padat hamper
seluruhnya protein dan sejumlah kecil karbohidrat. Sekitar separuh dari yolk
berupa air, tetapi bagian yang padat tersusun dari sebagian lemak, protein,
vitamin, dan mineral (Suprijatna, 2008).
2.3.1 Kelompok Telur
Kelompok telur merupakan jumlah telur yang dihasilkan burung betina
selama musim reproduksi. Jumlah telur yang diletakkan di sarang antara spesies
burung yang satu dengan yang lain berbeda. Rata-rata burung air 3-12 butir,
sedangkan untuk kelompok telur dari spesies gallinosa yaitu 2-23 butir. Namun
dapat juga terjadi perbedaan jumlah tersebut mencerminkan perbedaan sifat yang
diwariskan antar individu burung, tetapi faktor umur, tersedianya makanan, dan

musim juga berpengaruh terhadap berapa banyak jumlah telur yang dikeluarkan
oleh burung betina.
Pola bertelur burung dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu (a)
burung dengan jumlah seluruh telur yang dihasilkan dalam satu musim bertelur
adalah tertentu (b) burung dengan jumlah telur yang dihasilkan tidak tertentu
artinya jika telur burung tersebut diambil maka burung akan menggantinya,
contoh ayam petelur dan burung puyuh dapat menghasilkan sebutir telur setiap
hari dalam waktu sepanjang tahun. Sebaliknya kelompok burung dengan jumlah
telur tertentu jika diambil dari sarangnya maka tidak akan diganti (Rahayu, 2005).
2.3.2

Bentuk Telur

Sebagian besar, telur berbentuk oval. Bentuk telur secara umum


dikarenakan fanctor genetis. Setiap induk bertelur berurutan dengan bentuk yang
sama yaitu bulat, panjang, lonjong, dan sebagainya. Besar telur yang berasal dari
satu induk adalah bervariasi, hal ini disebabkan karena factor genetis yang
berpengaruh terhadap lama periode pertumbuhan ova, berkurangnya jumlah
albumen yang diproduksi, komponen makanan yang mengandung protein serta
cuaca panas juga mempengaruhi menurunnya ukuran telur (Rasyaf, 1992).
Bentuk telur secara umum bersifat ovoid (oval) dimana salah satu
ujungnya lebih runcing, contohnya telur ayam. Bentuk telur yang lain lebih
runcing atau tumpul bahkan ada yang bulat (telur burung kolibri). Pada burungburung pantai yang bertelur di tebing-tebing curam, maka bentuk telur memipih
ke arah ujung yang kecil untuk mencegah telur menggelinding ke jurang.
Pemipihan atau pengecilan pada salah satu ujung telur menguntungkan dalam hal
pengelompokkan telur agar dapat dierami secara merata.
Cangkang telur burung pada umumnya memiliki permukaan yang rata dan
tidak mengkilat. Namun pada burung tertentu permukaan cangkang memiliki
ornamen, seperti telur burung kaswari permukaan cangkang kasar dan bergranula,
sedangkan telur burung unta permukaanya berlekuk. Warna telur juga bervariasi,
ada telur yang berwarna polos tetapi ada telur yang memiliki pola bintik-bintik.
warna telur dan juga adanya pola berbintik tersebut kemungkinan sebagai suatu
bentuk perlindungan terhadap pengaruh sinar matahari dan sebagai perlindungan
terhadap predatornya (Rahayu, 2005).

Penetasan
Penetasan merupakan proses perkembangan embrio dalam telur sampai
telur pecah sampai mengahasilkan individu baru. Penetasan ini dapat dilakukan
secara alami oleh induknya atau secara buatan menggunakan mesin penetasan.
Spesies yang menetas secara alami merupakan cara penetasan yang paling efisien
dan ekonomis. Sedangkan pada penetasan secara buatan masih tergantung pada
beberapa factor, anatara lain telur tetas, mesin tetas, dan tatalaksana penetasan
(Rasyaf, 1992).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.3.1 gonad burung jantan terdiri atas sepasang testis sedangkan pada
burung betina terdiri atas ovarium. Testes berbentuk kacang dan melekat
pada dinding tubuh bagian dorsal, sedangkan ovarium menyarupai anggur.
3.3.2 pembentukan sperma dan ovum diatur oleh sekresi dari hormon FSH
yang mengatur pembentukan sel gamet, sedangkan LH mengatur sekresi
hormon dalam testis dan ovari yang matang. Telur pada aves akan
dibungkus cangkang dan ditambahkan albumin.
3.3.3 kelompok telur merupakan jumlah telur yang dihasilkan burung
betina selama musim reproduksi, jumlah telur yang dihasilkan diletakkan
dalam sarang bervariasi tergantung spesiesnya.

Daftar Rujukan

Anonim. 2012. Ilmu Ternak Reproduksi Unggas (Online).


http://pertanian.uns.ac.id/~adimagna/IlmuTernak%20UnggasReproduksi.htm .
diakses pada tanggal 2 Februari 2015 Pukul 20.00
Adisendjaja YH. 2003. Warna dan maknanya dalam kehidupan. Jurnal
FPMIPA:1-8.
Agustina D. 2003. Pengaruh fotoperiode panjang terhadap berat dan struktur
makroskopis ovarium burung puyuh (Skripsi). Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Hafez ESE & Hafez B. 2000. Reproductin in Farm Animals. Edisi ke-7.
Baltimore- Philadephia: Lippincott Williams and Wilkins.
James Blakely and David H. Bade, 1985. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang
Srigandono dan Soedarsono).
Johnson AL. 2000. Reproduction in Female. In GC Whittow. Sturkies Avian
Physiology. Ed ke-5. New York: Academic Press.
Lestari,T.D.2007. Peran Inhibin Pada Proses Reproduksi Ternak. Bandung:
Universitas Padjajaran.
Lonergan P, Monaghan P, Rizos D, Boland M, & Gordon I. 1994. Effect of follicle
size on bovine oocyte quality and developmental competence following
maturation, fertilization and culture in vitro. Molecular Reproduction and
Development (37) : 48-53.
Mardiati, Siti M, Kasiyati, Fika I, & Adonia BS. 2010. Respons biologis puyuh
setelah pemberian cahaya: suatu kajian kualitas telur. Respons Biologis
Puyuh : 37-43.
Nalbandov. A.V.1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Jakarta.
UI Press.
Prayitno DS. 2004. Pencahayaan sebagai upaya pencegahan cekaman pada
ungags tropis berwawasan Animal Welfare. Makalah disampaikan pada
Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Ternak Unggas. Fakultas PeternakanUniversitas Diponegoro. Semarang 6 Oktober 2004.
Priel A. 2007. Broilers and layers respond differently to coloured light. World
poult Sci 23(4): 17.
Rahayu,S.E.2005. Pengantar Ornithology. Malang : Universitas Negeri Malang
Rasyaf M., 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.

Sudarmono. 2003. Upaya peningkatan penampilan melalui perlakuan jenis lampu


dan lama penambahan cahaya pada burung puyuh (Tesis).
Malang:Univesitas Brawijaya Malang.
Suprijatna, Edjeng. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta : Penebar Swadaya.
Yuwanta, T. 2004.Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta:Kanisius.

You might also like