Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Konflik kepentingan antara pemilik perusahaan (prinsipal) dan manajer (agent) secara
jelas telah dipaparkan dalam Agency Theory. Konflik ini terjadi karena pemilik selalu
berupaya untuk meningkatkan kekayaannya melalui peningkatan nilai saham yang dimiliki,
sementara agen tidak selalu bertingkah laku seperti yang diinginkan prinsipal. Corporate
governance mencoba mengatasi persoalan ini melalui pembuatan sistem, proses, dan
prosedur yang mengatur hubungan antara pemegang saham selaku pemi
liki perusahaan, komisaris, dan managemen yang diwakili oleh direksi. Dua kebijakan
keuangan sebagai bentuk mekanisme corporate governance dapat digunkan untuk
mengurangi konflik antara pemegang saham dan manajemen adalah kebijkan hutang dan
kebijakan deviden (Alwi, 2009, 112). Kebijakan ini muncul sebagai konsekuensi adanya free
cash flow (FCF). Selanjutnya dijelaskan bahwa kebijakan dividen dapat mengurangi konflik
keagenan melalui tekanan manajemen dalam pasar modal, sementara ketika terjadi tambahan
modal manager dapat dimonitor oleh pasar modal. Kebijakan hutang juga dapat digunakan
sebagai
mekanisme
corporate
governance
untuk
mengurangi
konflik
keagenan
(Jensen&Mekling 1976, Lang&Young, 2001, dalam Alwi, 2007; 112). Peningkatan hutang
akan mendorong perusahaan untuk menggunakan kas secara lebih efisien, karena kas dapat
dipakai untuk membayar bunga pinjaman secara periodik. Pemegang saham tentu
menginginkan FCF digunakan untuk membayar dividen sementara manajemen menginginkan
FCF dipakai untuk membiayai ekspansi usaha terutama bagi perusahaan yang memiliki
investment opportunity set (IOS) yang tinggi. Sementara pemegang saham selalu
menghendaki pengembangan usaha seharusnya dibiayai dengan hutang. Secara teori
kebijakan hutang diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan, yang secara ekonomi
dapat dicerminkan dengan peningkatan laba. Selanjutnya peningkatan laba diharapkan dapat
meningkatkan earning per share, dan berdampak pada.peningkatan nilai perusahaan (Value
of the Firm).
Berkaitan dengan kebijakan hutang, sangat menarik untuk membahas perusahaanperusahaan yang masuk dalam kategori Jakarta Islamic Index (JII) dan perusahaan yang
bergerak dibidang perbankan, yang keduanya memiliki perbedaan ekstrim. Pada perusahaan
yang masuk dalam kategori JII, jumlah pinjmannya dibatasi tidak boleh lebih dari 45% dari
total pasiva, sementara pada perusahaan yang bergerak dibidang perbankan sebagaian besar
pasivanya dibiayai oleh hutang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengindikasikan pengaruh kebijakan hutang dan
dividen terhadap nilai perusahaan sebagai mekanisme corporate governance dan perbedaan
pengaruh kebijakan hutang dan kebijakan dividend terhadap nilai perusahaan antara
perusahaan yang sebagian besar dibiayai oleh hutang yang diwakili oleh industri perbankan
dengan perusahaan yang pembiayaan hutangnya tidak lebih dari 45% dari total Assetnya yang
diwakili oleh perusahaan yang masuk dalam kelompok Jakarta Islamic Indeks.
sumber daya yang berada di bawah kendali manajeme. Secara stratejik penggunaan hutang
dapat dipakai sebagai mekanisme pengaturan untuk mengurangi biaya agensi melalui
keselarasan kepentingan pemegang saham dan manajemen dan disebut sebagai control
hypothesis (Jensen, 1986, dalam Sarkar 2005;1).
Peningkatan hutang akan memicu perusahaan untuk menggunakan kas secara lebih
efisien, karena kas akan dipakai untuk membayar pokok dan bunga pinjaman secara periodik.
Hal ini juga berarti akan mengurangi konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas
dan minoritas, karena tidak semua free cash flow seluruhnya digunakan untuk kepentingan
pemegang saham mayoritas. Kebijakan hutang juga dapat mengurangi kecenderungan agen
yang ingin meningkatkan kekayaannya dengan menggunakan kekayaan principal, karena
gagal bayar atas hutang yang dilakukan akan dapat merusak reputasi manajemen, Hutang
dapat menggeser fungsi pengawasan manajemen dari yang semula dilakukan oleh pemegang
saham kepada pemberi pinjaman atau kreditor (Jensen& Meckling 1976 dalam Alwi, 2009;
115). Namun demikian jumlah hutang yang berlebihan dan tidak dikelola dengan baik dapat
menurunkan kinerja perusahaan, karena bagaimanapun juga setiap hutang yang dilakukan
manajemen mempunyai konsekuensi biaya bunga.
Selain kebijakan hutang, kebijakan dividen dapat mengurangi konflik agensi melalui
pengurangan jumlah free cash flow yang tersedia bagi manajer, untuk kepentingan pemegang
saham. Peningkatan deviden dapat mengurangi konflik free cash flow dan memperlihatkan
kepada publik bahwa mayoritas pemegang saham tidak menggunakan free cash flow untuk
kepentingannya sendiri. (Jensen&Meckling dalam Alwi 2009; 113). Namun Jensen, (1986)
dalam Kowalewski, (2007; 4) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki free cash flow
yang cukup substansial cenderung melakukan investasi proyek dengan net present value yang
negatif.
Tidak ada yang dapat memastikan mengenai alasan mengapa perusahaan membayar
dividen kas kepada pemegang saham. Sejak diperkenalkannya istilah mengenai dividend
puzzle, beberapa peneliti mencoba menawarkan alternatif untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Kowalewski menjelaskan bahwa hal tersebut
information antara internal dan eksternal manajemen, dan menyarankan bahwa melalui
kebijakan deviden, perusahaan dapat menunjukkan keuntungan perusahaan pada masa yang
akan datang. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan dividen mengarah pada pengurangan
masalah agensi, yaitu antara internal manajemen dengan pemegang saham, karena
pembayaran deviden merupakan bentuk dari memaksimumkan kekayaan pemegang saham.
(Kowalewski, 2007;4)
Penelitian mengenai kebijakan dividen menyatakan bahwa perusahaan hanya
meningkatkan dividen pada saat manajemen percaya bahwa pendapatannya secara permanen
meningkat (Linters, 1956 dalam Mehar, 2002; 2). Beberapa waktu kemudian (Miller dan
Modigliani 1961 dalam Mehar, 2002; 9) menyarankan bahwa dividend dapat mengawali
informasi mengenai aliran kas pada masa yang akan datang ketika pasar dalam keadaan tidak
sempurna. Melalui sumber dan penggunaan dana, diindikasikan bahwa keputusan dividen
dapat mengungkapkan pendapatan saat ini kepada pasar. (Miller dan Rock 1985 dalam Mehar
2002; 9)
Beberapa objek pengamatan yang dapat digunakan sebagai alat alat dalam mekanisme
corporate governance yaitu kebijakan hutang, kebijakan dividen, free cash flow, dan nilai
perusahaan. Dalam penelitian ini pembahasan hanya dibatasi pada tiga variabel saja yaitu
kebijakan hutang, kebijakan dividend, dan nilai perusahaan. Hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian ini adalah
Ha1: Kebijakan hutang dan kebijakan dividend berpengaruh terhadap nilai perusahaan
Ha2: Terdapat perbedaan pengaruh atas kebijakan hutang dan kebijakan divendend terhadap
nilai perusahaan antara perusahaan yang tergabung dalam Jakarta Islamic Indexs dan
industri Perbankan
PEMBAHASAN
Model Penelitian
Analisis regresi merupakan model persamaan linier yang digunakan untuk
menjelaskan pengaruh Debt to Equity Ratio dan Cash Dividend terhadap Nilai Perusahaan.
Dalam hal ini Debt to Equity Ratio dan Cash Dividend sebagai variabel bebas (independence
variable) dan Value of Firm sebagai variabel tak bebas (dependence variable). Secara umum
model regresi berganda (multiple regression) dapat dituliskan dalam persamaan sebagai
berikut Yi 0 1 X 1i 2 X 2i ....... p X pi i . Dengan menggunakan metode OLS
( X ' X ) 1 X 'Y
yang akan diuji, yaitu : VF = 0 + 1 (DER) + 2 (CD) + 3 (D1) + e, dimana dalam bentuk
standardized menjadi Z (VF) = 0 + 1 Z(DER) + 2 Z(CD) + 3 (D1) + e, dengan parameter
dan variabel sebagai berikut :
= Konstanta
1, 2, 3
= Koefisien Regresi
VF
= Value of Firm
DER
CD
= Cash Dividend
D1
hitung t
3
S 2
atau jika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai taraf nyata () 0.05.
Dalam penelitian ini digunakan data laporan keuangan yang tersaji dalam Factbook
2010, yang memuat data laporan keuangan semua perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2009. Selain itu data mengenai cash dividend yang merupakan proksi
dari kebijakan dividen diambil dari website www.idx.co.id.
Deskripsi Data
Tabel statistik deskriptif menunjukkan rata-rata, standar deviasi, skewness, kurtosis.
Nilai rata-rata menunjukkan nilai tengah data, sedangkan standar deviasi menunjukkan
keragamaan data. Skewness menunjukkan juluran sebaran data. Nilai skewness yang positif
berarti sebaran data cenderung menjulur kekanan dan negatif berarti sebaran data cenderung
menjulur kekiri. Sedangkan kurtosis menunjukkan bobot ekor pada sebaran data. Kurtosis
bernilai positif menunjukkan sebaran data yang cenderung memiliki bobot ekor yang panjang
dan negatif menunjukkan sebaran data memiliki bobot ekor yang pendek.
Tabel 1. Statistik Diskriptif
Perusahaan JII
Value of Firm
DER Cash Dividend
Value of Firm
Rata-rata
34.824.400.000.000
0,854
801.126.000.000
16.499.800.000.000
7,916
331.912.000.000
Stand. Dev
44.981.070.000.000
0,845
1.338.499.000.000
31.530.280.000.000
8,018
842.128.500.000
2,262
2,422
2,642
2,438
-4,507
2,866
5,660
Kurtosis
Sumber: Pengolahan Data
6,934
7,844
5,032
22,638
7,607
Variabel
Skewness
Cash
Dividend
Pengujian kenormalan berguna untuk menguji apakah data yang digunakan untuk
analisis regresi mengikuti sebaran normal. Pengujian kenormalan data menggunakan statistik
uji Jarque-Bera dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Data mengikuti sebaran normal
H1 : Data tidak mengikuti sebaran normal
Jika diperoleh nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka Hipotesis nol ditolak, dan jika
probabilitas lebih besar dari 0.05 maka Hipotesis nol diterima.
Berdasarkan hasil statistik Jarque-Bera di atas, diperoleh nilai probabilitas sebesar
0.315 lebih besar dari 0.05, sehingga disimpulkan data mengikuti sebaran normal.
2. Multikolinieritas
Pengujian
multikolinieritas
digunakan
untuk
melihat
apakah
ada
gejala
DER
-0.085160
1.000000
-0.068222
CASHDIV
0.951834
-0.068222
1.000000
Berdasarkan tabel 2 di atas, diperoleh nilai korelasi antara variabel bebas Debt to Equity
Ratio dan Cash Dividend sebesar -0.068 < 0.3 sehingga tidak ada gejala multikolinieritas
antar variabel bebas.
3. Heterokesdatisitas
Pengujian
heterokesdatisitas
heterokesdatisitas
ragam
sisaan
berguna
dari
model
untuk
melihat
regresi.
apakah
Pengujian
ada
gejala
heterokesdatisitas
Probability
Probability
0.899737
0.875615
Berdasarkan hasil White Heteroskedasticity test di atas, diperoleh nilai probabilitas uji F
sebesar 0.899 lebih besar dari 0.05, sehingga disimpulkan tidak ada gejala heterokesdatisitas.
Analsis Regresi
Tabel 4. Regresi Berganda
Dependent Variable: ZNILAIPERUSAHAAN
Variable
Coefficient
C
-0.032502
ZDER
-0.002575
ZCASHDIV
0.944314
D1
0.068855
R-squared
0.907213
Durbin-Watson stat
2.505427
Sumber: Pengolahan Data
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.063942 -0.508309
0.6134
0.050104 -0.051397
0.9592
0.043694
21.61213
0.0000
0.101494
0.678414
0.5006
Mean dependent var
-7.27E-05
Prob(F-statistic)
0.000000
Berdasarkan model pertama, maka diperoleh persamaan regresi Nilai Perusahaan = 0,032502 0,002575
Perusahaan JII dan Non JII bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan. Untuk mengetahui mana di antara kedua variabel independen tersebut yang
berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dilakukan uji t.
Untuk Debt Equity Ratio diperoleh nilai t hitung -0.052 dengan nilai probabilitas
sebesar 0.959. Nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.05, maka hipotesis alternatif ditolak,
artinya Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan untuk Cash Dividend diperoleh nilai t hitung 21.615 dengan nilai probabilitas
sebesar 0.000, artinya Cash Dividend berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan. Hasil pengujian ini menunjukkan Cash Dividend cenderung memiliki pengaruh
yang lebih kuat dan signifikan terhadap nilai perusahaan, jika dibandingkan dengan Debt to
Equity Ratio.
Hasil pengujian variabel dummy diperoleh nilai t hitung 0.678 dengan nilai
probabilitas sebesar 0.500. dengan demikian hipotesis alternatif ditolak, artinya Dummy
Perusahaan JII dan Non JII tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Value of Firm atau
dikatakan perbedaan nilai konstanta perusahaan JII dan non JII pada model regresi tidak
signifikan.
Implikasi Hasil
Dari hasil pengujian yang menunjukkan bahwa kebijakan hutang tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan, dapat berarti bahwa sesungguhnya pemegang saham tidak
mempersoalkan sumber dana yang digunakan manajemen dalam menjalankan kegiatan usaha
yang diamanatkan pemegang saham. Selama dana yang digunakan bukan berasal dari
kekayaan perusahaan pemegang saham merasa kepentingannya cukup terlindungi,
10
11
pemegang saham dengan manajemen (agen). Adapun mekanismenya adalah, hutang sebagai
sumber dana dapat dipakai untuk membiayai investasi yang memiliki NPV positif,
selanjutnya NPV ini dapat meningkatkan kinerja manajemen. Di sisi lainnya, investasi yang
dibiayai dengan hutang memungkinkan penggunaan FCF secara lebih leluasa untuk
kepentingan pemegang saham.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kebijakan dividend berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sedangkan kebijakan
hutang tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
2. Pengaruh kebijakan deviden terhadap nilai perusahaan lebih kuat dibandingkan
dengan pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan
3. Pembagian cash deviden tidak selalu menunjukkan indikasi harga sahamnya akan
mengalami kenaikan
4. Tidak ada perbedaan yang signifikan anatara perusahaan yang masuk dalam kategori
JII dengan perusahaan dalam kelompok perbankan atas pengaruh kebijakan hutang
dan kebijakan dividend terhadap nilai perusahaan.
Saran-saran
1. Bagi investor, meskipun cash deviden berpengaruh terhadap nilai perusahaan, namun
sebaiknya tidak hanya menggunakan cash deviden sebagai satu-satunya variabel yang
digunakan untuk pengambilan keputusan, hal ini mengingat secara empiris beberapa
perusahaan yang membagikan deviden namun harga sahamnya mengalami penurunan,
sebaliknya beberapa perusahaan yang tidak membagikan deviden harga sahamnya
mengalami kenaikan.
12
13
14