You are on page 1of 22

Bab 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit kanker mulut rahim sampai saat ini masih merupakan

masalah kesehatan perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka


kejadian dan angka kematiannya yang tinggi. Keterlambatan diagnosis pada
stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi yang
rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana,
jenis histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan
prognosis penderita.
Kanker mulut rahim adalah kanker terbanyak kelima pada wanita di
seluruh dunia. Penyakit ini banyak terdapat pada wanita Amerika Latin,
Afrika, dan negara-negara berkembang lainnya di Asia, termasuk Indonesia.
Pada wanita-wanita Suriname keturanan Jawa, terdapat insidensi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan keturunan etnis lainnya.
Kanker mulut rahim di negara-negara maju menempati urutan
keempat
Sedangkan

setelah
di

kanker

payudara,

negara-negara

sedang

kolorektum,

dan

endometrium.

berkembang

menempati

urutan

pertama.
Oleh karena itu, penulis tertarik membahas mengenai penyakit
Karsinoma Serviks dalam makalah ini.

1.2

Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang epidemiologi, etiologi, factor resiko,

patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, bagaimana penatalaksanaannya dan


prognosis penyakit Karsinoma serviks uteri.

1.3

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang

penyakit Karsinoma serviks uteri.

1.4

Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai literature.

Bab 2
KARSINOMA SERVIKS UTERI
2.1

EPIDEMIOLOGI
Kanker

serviks

adalah

tumor

ganas

primer

yang

berasal

dari

metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan


mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan
kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ
reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya
antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. Kanker leher rahim
biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker
leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10%
sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang
menuju ke rahim.
Gambaran epidemiologi yang penting pada karsinoma serviks uteri
adalah insidennya yang tinggi pada usia pertengahan. Karsinoma serviks
menempati urutan yang ke 2 setelah kanker payudara pada wanita
diseluruh dunia. Karsinoma serviks uteri merupakan tumor ganas ginekologi
yang terbanyak ditemukan di Indonesia, mengenai wanita usia 30 60
tahun, terbanyak antara usia 45 50 tahun. Sekitar 9 % dari wanita usia 35
tahun menunjukkan kanker serviks yang invansif pada saat terdiagnosis.
Karsinoma in situ ( KIS ) 535 terdapat pada wanita umur 35 tahun. Periode

laten dan fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10
tahun.

2.2

ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO


Penyebab langsung dan pasti kanker serviks uteri belum diketahui,

berbagai

penelitian

menunjukan

bahwa

kanker

serviks

mempunyai

hubungan yang sangat kuat dengan aktivitas seksual, diantaranya infeksi


oleh Human Papiloma Virus (HPV). Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang
sudah dapat teridentifikasi dimana 40 di antaranya dapat ditularkan lewat
hubungan

seksual.

Beberapa

tipe

HPV

virus

risiko

rendah

jarang

menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko tinggi.
Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko
tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 7,16, 18, 31, 33, 35, 39, 45,
51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang
lain. Yang membedakan antara HPV risiko tinggi dengan HPV risiko rendah
adalah satu asam amino saja. Asam amino tersebut adalah aspartat pada
HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko rendah dan sedang. Beberapa
penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim
disebabkan oleh tipe 16 dan 18. HPV-16 berhubungan dengan skuamous cell
carcinoma serviks sedangkan HPV-18 berhubungan dengan adenocarcinoma
serviks.

Prognosis

dari

adenocarcinoma

kanker

serviks

lebih

buruk

dibandingkan squamous cell carcinoma.


Faktor lain yang berhubungan dengan kejadian karsinoma serviks
adalah :

Insiden lebih tinggi pada wanita yang kawin, jarang ditemukan pada
wanita yang virgo ( perawan )

Usia pertama kali menikah.

Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk


melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher
rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada
usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang
wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat
dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung
pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam
rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita
berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin
hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di
bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel
mukosa pada serviks.
Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang rentan
terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari
luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih
rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel
kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi.
Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel
yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan
sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila
hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel
mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.

Insiden meningkat dengan tingginya paritas. Semakin tinggi


risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak
persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada,
seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk
golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim.
Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak
pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang
akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya

Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit


kanker leher rahim.

Meningkat dengan wanita yang melahirkan dengan jarak persalinan


terlampau dekat

Meningkat pada orang yang sosio-ekonomi yang rendah (hiegiene


seksual yang jelek)

Meningkat pada wanita yang gonta ganti pasangan (multipartner).


Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering bergantiganti

pasangan.

Bergantiganti

pasangan

akan

memungkinkan

tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus


(HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga
membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga
menjadi kanker.

Jarang terdapat pada wanita yang suaminya disirkumsisi

Sering ditemukan pada wanita perokok. Wanita perokok memiliki


risiko 2 kali lebih besar terkena kanker Serviks dibandingkan dengan
wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks
pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang
ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan
serviks di samping meropakan kokarsinogen infeksi virus. Nikotin,
mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau
menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru
maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak
jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher
rahim.

Pengunaan kontrasepsi oral diduga dapat meningkatkan resiko


menderita karsinoma serviks terutama adenokarsinoma. Penggunaan
kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4
tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali.
Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher

rahim karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran


yang disukai oleh hormon steroid perempuan.

Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan


antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks
yang merangsang terjadinya kanker.

2.3

PATOGENESIS
Karsinoma serviks timbul antara batas antara epitel yang melapisi

ektoserviks yaitu porsio ( epitel berlapis gepeng ) dan endoserviks kanalis


serviks ( epitel kuboid atau silindris ) yang disebut Squamo Columnar
Junction ( SCJ ). Serviks yang normal mengalami metaplasi akibat saling
desak kedua jenis epitel yang saling melapisi. Dengan masuknya mutagen
persio yang erosit ( Metaplasia squamosa ) yang semula fisiologik yang
dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan NIS I ( Neoplasia
Intraepithelial Serviks I ) NIS II, III dan KIS dan pada akhirnya menjadi
karsinoma invasif. Sekali menjadi mikroinvansif proses keganasan akan
berjalan terus.
Porsio yang erosit bukanlah termasuk lesi premaligna selama tidak ada
bukti adanya perubahan displastik dari SCJ. Periode laten ( dari NIS _ KIS )
tergantung dari daya tahan dari pasien, umumnya fase prainvasif berkisar
antara 3 20 tahun ( rata rata 10 tahun ) .
Tumor dapat tumbuh

Eksofitik : mulai dari SCJ karena lumen vagina sebagai massa


proliferatif yang mengalami infeksi dan nekrotik.

Endofitik : mulai dari SCJ tubuh didalam stroma servik dan cenderung
untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.

Ulseratif : mulai dari SCJ dan cenderung merusak jaringan serviks


dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang
luas.

Pemeriksaan histopatologik sebagian besar ( 95 97 % ) berupa


epidermoid / squamosa cell carsinoma sisanya dapat merupakan adeno
carsinoma dan sarcoma.
2.4

PENYEBARAN
Penyebaran pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh limfe

dan secara perkontinuitatum menuju :

2.5

Fornices dan dinding vagina

Korpus uteri

Parametrium dan organ organ lain.

KLASIFIKASI
Tingkat keganasan klinis dibagi menurut FIGO 1995 dan AJCC

AJCC
Tx
To

KLINIS
Tumor primer tidak dapat dinilai
Tidak ditemukan tumor primer

Tis

Karsinoma in situ

TI

Karsinoma serviks pada uterus


( perluasan korvus uterus dapat
diabaikan )

T1a

IA

T1a1

T1a2

FIGO

IA1

IA2

Karsinoma invasive ditentukan cara


mikroskopik selusi lesi yang terlihat
secara
mikroskopik
dan
infasi
superfesial adalah stadium T1b / 1b.
Invasi ke stroma, lebih kecil dari 5
mm. keterlibatan pembuluh darah,
vena atau limfe tidak mempengaruhi
klasifikasi.
Ukuran invasi stroma tumor lebih
kecil dengan 3 mm dan 7 mm
kearah orizontal.
Invasi ke stroma lebih dari 3mm dan

IB

keci dari 5 mmengan penyebaran


horizontal lebih kecil dari 7 mm.

T1b1
T1b2

IB1
IB2

Lesi jelas terbatas pada serviks dan


secara mikroskopik melebihi stadium
T1aIa2.

T2

II

T2a

IIA

T1b

T2b

IIB

Lesi nampak dalam ukuran lebih


kecil 4 mm.
Lesi nampak dalam ukuran lebih
besar 4 mm.
Karsinoma serviks sudah menembus
uterus tetapi tidak sampai kedinding
pelvis atau 1/3 bawah vagina.
Penyebarannya hanya ke vagina dan
parametrium masih bebas.

T3

III
Penyebaran vagina telah mengenai
paramerium tetapi belum sampai
pintu panggul.

T3a

IIIa

T3b

IIIB

T4

IVA

Penyebaran telah sampai dinding


pelvis atau 1/3 bagian distal vagian /
menyebabkan
hidronefrosis
dan
gangguan fungsi ginjal.

Tumor telah melibatkan 1/3 bagian


distal ( tidak ada celah bebas antara
tumor dengan dinding vagina )
Tumor meluas ke dinding panggul
atau menyebabkan hodronefrosis
atau gangguan faal ginjal.

M1

IVB

Tumor telah menginvasi mukosa


vesika urinaria atau rektum dan atau
telah meluas kedinding pelvis
Metastasis peluas

Nx

N0
N1

Mx

IVB

M1

Kelenjar limfe redional ( N )


Kelenjar limfe redional para servikal,
parametrial,
hipogastrik
( obturator ), termasuk iliaka interna
dan eksterna, paraskral dan sakral.
Kelenjar limfe regional tidak bisa
dinilai
Tidak ada metatasis dikelenjar limfe
regional.
Metastasis ke kelenjar limfe regional
Metastasis luas ( M )
Metastasis tidak bisa dinilai
Metastasis luas

Gambar 2.1 Stadium Kanker Serviks


Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu
90% merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5% dan
jenis lain sebanyak 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan
kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau
tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari
selsel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat
seta mempunyai batas
tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell.
Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel
torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mucus.
Klasifikasi histologik kanker serviks ada beberapa, di antaranya :
1. Skuamous carcinoma
Keratinizing
Large cell non keratinizing
Small cell non keratinizing
Verrucous
2. Adeno carcinoma
Endocervical

3.

4.
5.
6.
7.

2.6

Endometroid (adenocanthoma)
Clear cell - paramesonephric
Clear cell - mesonephric
Serous
Intestinal
Mixed carcinoma
Adenosquamous
Mucoepidermoid
Glossy cell
Adenoid cystic
Undifferentiated carcinoma
Carcinoma tumor
Malignant melanoma
Maliganant non-epithelial tumors
Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
Lymphoma

GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS


Karsinoma serviks tidak memberikan gejala pada awalnya, penemuan

kasus perlu diutamakan disamping pencegahan, namun demikian ada


beberapa gejala yang sering timbul :

Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan, sekret yang


keluar dari vagina makin lama akan berbauh busuk akibat infeksi
dan nekrosis jaringan.

Pendarahan kontak, adalah pendarahan yang terjadi setelah


berhubungan seksual, sangat seringa ditemuakan ( 75 80 % ).

Pendarahan spontan, umumnya pada tingkat klinis yang sudah


lanjut ( II dan III ).

Anemia sering menyertai sebagai akibat pendarahan pervaginam


berulang, penurunan berat badan, menjadi lemah, dan gejala
konstitusi lainnya.

Rasa nyeri pada daerah pinggang ( lumbosakral ) akibat infitrasi


tumor keserabut sel syaraf.

Gejala gejala yang disebabkan metastase jauh sesuai dengan


organ yang dikenai.

Pada pemeriksaan fisik yang penting adalah terlihatnya lessi pada serviks.
Lesi mungkin eksofitik, ulseratif, atau mempunyai plak. Beberapa lesi bisa
saja tidak terlihat pada kanalis servukalis tapi bisa diaprisiasikan pada
pemeriksaan bimanual.
Pemeriksaan harus bisa memperkirakan besarnya lesi ada atau tidaknya
ruang antara tumor dengan rongga pelvis. Disamping itu perlu dievaluasi
kelenjar limfe regional panggul dan fossa suprakavikull. Membuat diagnosis
karsinoma serviks uteri yang lebih lanjut tidak sulit, yang menjadi masalah
bagai mana mediagnosis dalam tingkat yang sangat dini misalnya pada
prainvasif.

Mempertimbangkan

keterbatasan

yang

ada,

maka

dibuat

kesepakatan secara rasional untuk melakukan deteksi dini pada setiap


wanita sekali saja setelah melewati umur 30 tahun .
Hasil pemeriksaan sitologi eksfoliatif dari ekto dan endoservils yang
positif tidak boleh dianggap diagnosis pasti. Diagnosis harus dipastikan
dengan

pemeriksaan

histopatologi

jaringan

yang

diperoleh

dengan

pemeriksaan biopsi .

Diagnosis kerja karsinoma servils ditegakkan dengan :

Riwayat perjalanan penyakit

Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan bimanual pada pelvis dan rektum.

Prosedur diagnostik :

PAP SMEAR

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal


pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat
diketahui pada sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini
harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah
melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil
pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun.
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim
secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka
kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari
50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya
menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila
selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang
normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3
tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut :
a. Normal
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling
luar)
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang
lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya)

Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)


Pemeriksa (dokter, bidan, paramedis) mengamati serviks yang telah
diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo (mata telanjang). Sebagai
pemeriksaan

alternatif

maka

beberapa manfaat yaitu:


-

Lebih mudah dan murah

Peralatan lebih sederhana

Hasil segera diperoleh

pemeriksaan

secara

IVA

memiliki

Cakupan lebih luas

Tidak membutuhkan tenaga skriner.

Pemberian asam asetat akan mempengaruhi epitel abnormal dimana


terjadi

peningkatan

ekstraseluler

yang

osmolaritas
hipertonik

cairan

akan

ekstra

menarik

seluler.

cairan

Cairan

intraseluler

sehingga membran akan kolaps. Dan jarak sel semakin dekat. Kalau
permukaan

epitel

mendapat

sinar,

maka

sinar

tersebut

tidak

diteruskan ke stroma tapi dipantulkan keluar hingga permukaan epitel


abnormal berwarna putih (epitel putih). Derajat kelainan jaringan
ditentukan oleh kualitas epitel putih tersebut. Bila makin putih dan
makin jelas maka makin tinggi derajat histologinya. Dibutuhkan satu
sampai dua menit untuk dapat melihat perubahan epitel. Lesi yang
tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel
putih tapi merupakan suatu leukoplakia (keratosis).

HPV Test
Saat ini terdapat berbagai jenis pemeriksaan untuk menentukan tipe
DNA HPV dari prosedur yang sulit sampai yang mudah.
Penentuan jenis HPV untuk golongan risiko rendah dan tinggi juga
tersedia tapi harga pemeriksaan cukup mahal sebagai pemeriksaan
rutin penapis kanker servik.
Berdasarkan kemampuan untuk berintegrasi dengan DNA sel penjamu
maka HPV digolongkan ke dalam HPV risiko rendah yaitu tipe 6 dan 11,
jarang berkembang jadi keganasan, serta risiko tinggi yaitu tipe 16 dan
18 yang diduga kuat sebagai pemula dari kanker serviks. Lebih dari
85% dari seluruh karsinoma servik berhubungan dengan kejadian HPV
risiko tinggi.
Dengan demikian maka pencegahan kausal dapat diarahkan kepada:

1.

Skrining HPV untuk menemukan lesi prekanker.

2.

Imunisasi terhadap HPV untuk mencegah terjadinya lesi.


Program ini tampaknya cocok untuk negara yang tidak terdapat
program deteksi dini/skrining massa, dimana vaksinasi merupakan
salah satu solusi kesehatan intensif untuk mencegah terjadinya kanker
serviks.

Kolposkopi
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses
metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap
smear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan
kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal.

Biopsi konisasi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap
smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini
dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa
dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan
teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan
untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang
diambil

dari

daerah

bawah

kanal

servikal.

Hasil

biopsi

akan

memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor
saja.

Dilatasi dan kuretase

Sistokopi dan restosigmoidoskopi ( stadium IIB,III,IVA )


Pemeriksaan radiologi Standar

Foto thorax
IVP ( barium enema untuk stadium II, IV A dan stadium 0 awal jika ada
gejala

yang

berhubungan

dengan

kolon

dan

rektum

),

dapat

menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan


radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan
rektum yang meliputi sitoskopi.
Pemeriksaan rontgen pelengkap lainnya

Limfangiografi

Tomografi komputer atau magnetik resonansi.


Pemeriksaan laboratorium

Darah lengkap

Kimia darah

Urenalisis

2.7

PENATALAKSANAAN

Pada tingkat klinis KIS pada umumnya dilakukan pengangkatan jaringan


patologi, dapat juga diterapi lokal dengan bedah krio, tetapi laser jika lesi
dapat dilihat penuh dengan kolposkopi. Jika penderita sudah mempunyai
cukup anak dan sudah tua maka dapat dilakukan histerektomi total .
Pada tingkat klinis IA, umumnya diterapi sebagai kanker yang invansif,
bila kedalamannya kecil atau hanya 1mm meliputi daerah yang luas serta
tidak

melibatkan

pembuluh

limfe,

dan

pembuluh

darah

maka

penanganannya dilakukan seperti KIS .


Pada stadium klinis IB dan IIA dilakukan histerektomi radikal dengan
limfadenektomi panggul, pasca bedah bisanya dilanjukan dengan penyinaran
tergantung pada ada tidaknya tumor dalam kelenjar limfe yang diangkat .
Pada stadium IIB, III, IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah,
untuk ini dilakukan radiopterapi.
Pada stadium IV A dan IV B penyinaran hanya bersipaf paliatif, pemberian
kemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang telah sembuh 1

tahun penangana, maka dilakukan operasi jika terapi yang terdahulu adalah
radiasi dan prosesnya terbatas pada panggul. Bila proses sudah jauh dan
operasi tidak mungkin dilakukan maka dipilih kemoterapi.

2.8 PENCEGAHAN
Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan
menghindari faktor-faktor penyebab kanker meliputi :

Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia


muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks.
Wanita yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering
berganti pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak
menutup keungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada

satu pasangan saja.


Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai
anak perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau
menurut petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk
mendeteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cepat, tidak sakit dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya
akurat. Disarankan untuk melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun
atau setelah aktif berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali
dalam setahun. Bila dua kali tes Pap berturut-turut menghasilkan
negatif,

maka

tes

Pap

dapat

dilakukan

sekali

setahun.

Jika

menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada teknik pemeriksaan


terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan
teknologi HybridCapture II System (HCII)

Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan


kondom, karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher

rahim.
Vaksin HPV
Vaksin HPV saat ini sudah digunakan untuk mencegah kanker leher
rahim dan kutil kelamin karena HPV. Vaksin tersebut bekerja dengan
cara melindungi dari 4 tipe HPV yang paling sering menyebabkan
penyakit, yaitu tipe 6, 11, 16, dan 18, tipe yang menyebabkan 70%
kanker leher rahim dan 90% kutil kelamin. Vaksin tersebut
dikeluarkan oleh U.S.Foods and Drugs Administration (FDA) pada
tahun2006 dan sudah dinyatakan aman untuk wanita berusia 9 26

tahun.
Vaksin diberikan dalam 3 dosis dalam periode 6 bulan yaitu
pemberian awal, 2, dan 6 bulan berikutnya. Belum diketahui
keefektifannya pada wanita yang hanya menerima 1 atau 2 dosis
saja. Karena ini sangat penting diberikan 3 dosis penuh untuk para
wanita. Keefektifan vaksin HPV menurut penelitian diperkirakan
selama 5 tahun, seberapa lama vaksin ini dapat memberikan efek
perlindungan

masih belum

jelas. Sebaiknya

vaksin

diberikan

sebelum kontak seksual pertama atau sebelum wanita terekspos


dengan HPV. Hal ini disebabkan karena vaksin mencegah penyakit
pada wanita yang belum terkena satu ataubeberapa tipe HPV yang
dapat dilindungi oleh vaksin. Vaksin ini tidak bekerja terlalu efektif
pada wanita yang sudah memiliki virus HPV di dalam tubuhnya
sebelum menerima vaksin. Efek samping paling umum adanya nyeri
ketika disuntikkan.
Vaksin ini belum direkomendasikan pada wanita hamil karena masih
sedikit informasi mengenai keamananya pada wanita hamil. Vaksin
HPV ini hanya bersifat melindungi dari paparan yang belum terjadi,
dan bukan untuk mengobati. Skrining tetap diperlukan setelah
memperoleh vaksin HPV karena vaksin tidak melindungi untuk
semua tipe HPV.

2.9 PROGNOSIS
Prognosis ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya :

Umur pasien

Keadaan umum

Tingkat klinis keganasan

Ciri ciri histologis sel tumor

Kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani

Sarana pengobatan yang ada angka ketahanan hidup pada tingkat


klinis I umumnya berkisar 80 90 % stadium II 60 70 %, stadium III
30 40 % sedangkan stadium IV umumnya kurang dari 10 % .

Bab 3
KESIMPULAN

Kanker serviks merupakan kanker yang terbanyak ditemukan di negara


berkembang termasuk di Indonesia. Program skrining /deteksi dini untuk lesi
prekanker

cenderung

menurunkan

Pemeriksaan penapis yang mudah,

angka

kejadian

kanker

invasif.

murah dapat dilakukan dengan

pemeriksaan IVA.
Luasnya daerah Indonesia dengan bermacam kendala , tampaknya
skrining massal baik dengan tes pap atau IVA sulit dilaksanakan. Untuk itu
pemberian vaksin HPV (16,18) pada usia yang rawan terpapar HPV (usia 1014 tahun) perlu dipertimbangkan walaupun biaya sangat mahal. Selain itu
pencegahan faktor risiko sangat signifikan menurunkan angka kejadian
kanker serviks.

Daftar Pustaka

Daftar Isi
Contents
Bab 1......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
1.1

Latar Belakang............................................................................................ 1

1.2

Batasan Masalah........................................................................................ 1

1.3

Tujuan Penulisan........................................................................................ 1

1.4

Metode Penulisan....................................................................................... 1

Bab 2......................................................................................................................... 2
KARSINOMA SERVIKS UTERI.................................................................................. 2
Bab 3....................................................................................................................... 17
KESIMPULAN.......................................................................................................... 17

You might also like