Professional Documents
Culture Documents
LIMFADENTIS TB
Disusun oleh:
Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB.(K)Trauma. FINACS.,FICS
ILMU BEDAH
SMF BEDAH RSU HAJI SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Penyusun memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis menyelesaikan Makalah yang berjudul
Limfadenitis TB.
DAFTAR ISI
Pendahuluan..................................................................................... 1
Tinjauan Pustaka.............................................................................. 3
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kelompok Kelenjar Getah Bening Daerah Leher Berdasarkan Level . 13
Tabel 2.2 Sebab-sebab hasil positif palsu dan negatif palsu pada uji tuberkulin . 19
Tabel 2.3 Klasifikasi individu berdasarkan status tuberkulosisnya ..................... 20
Tabel 2.4 Golongan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) ........................................... 22
Tabel 2.5 Dosis Panduan OAT KDT untuk Kategori 1 ........................................ 23
Tabel 2.6 Dosis Obat OAT Kombipak untuk Kategori 1 ..................................... 24
Tabel 2.7 Dosis Panduan OAT KDT untuk Kategori 2 ....................................... 24
Tabel 2.8 Dosis Obat OAT Kombipak untuk Kategori 2..................................... 24
Tabel 2.9 Dosis OAT Kombipak pada Anak ........................................................ 25
Tabel 2.10 Dosis OAT KDT pada Anak ............................................................... 26
Tabel 2.11 Efek Samping Ringan OAT ................................................................ 26
Tabel 2.12 Efek Samping Berat OAT ................................................................... 26
Tabel 2.13 Kontraindikasi OAT ............................................................................ 27
Tabel 2.14 Tindak Lanjut Pemantauan Keberhasilan Pengobatan Kategori 1...... 29
Tabel 2.15 Tindak Lanjut Pemantauan Keberhasilan Pengobatan Kategori 2 ...... 29
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kelenjar Getah Bening ........................................................................ 3
Gambar 2.2 Kelenjar Getah Bening Leher .............................................................. 4
Gambar 2.3 Kelenjar Getah Bening Axilla ............................................................. 4
Gambar 2.4 Kelenjar Getah Bening Inguinal.......................................................... 5
Gambar 2.5 Limfadenitis TB Regio Colli ............................................................... 5
Gambar 2.6 Struktur Dinding Sel M. tuberculosis.................................................. 7
Gambar 2.7 M. tuberculosis tampak pada pewarnaan Ziehl-Neelsen ..................... 7
Gambar 2.8 Kultur M. tuberculosis pada medium Lowenstein Jensen ............... ..7
Gambar 2.9 Penularan M. tuberculosis melalui droplet nukleni ......................... ..8
Gambar 2.10 Patofisiologi Limfadenitis TB ....................................................... 10
Gambar 2.11 Level kelenjar getah bening leher ................................................. 13
Gambar 2.12 Respon imun pada tes tuberkulin .................................................. 16
Gambar 2.13 PPD RT-23 2TU ............................................................................ 17
Gambar 2.14 Cara penyuntikan dan pembacaan hasil tes tuberkulin ................. 17
Gambar 2.15 Interpretasi tes tuberkulin .............................................................. 18
BAB 1
PENDAHULUAN
WHO
memprediksikan
insidensi
penyakit tuberkulosis ini akan terus meningkat, dimana akan terdapat 12 juta
kasus baru dan 3 juta kematian akibat penyakit tuberkulosis setiap tahun.
Sepertiga dari peningkatan jumlah kasus baru disebabkan oleh epidemi HIV,
dimana tuberkulosis menyebabkan kematian pada satu orang dari tujuh orang
yang menderita AIDS (Ioachim, 2009). Indonesia pada tahun 2009 menempati
peringkat kelima negara dengan insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,350,52 juta setelah India (1,6-2,4 juta), Cina (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,400,59 juta), dan Nigeria (0,37-0,55 juta) (WHO, 2010). Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1995 menempatkan TB sebagai penyebab kematian
terbesar
ketiga
setelah
penyakit
saluran
tubuh.
Meskipun
TB pulmoner
adalah
yang
paling
banyak,
TB
ekstrapulmoner juga merupakan salah satu masalah klinis yang penting. Istilah
TB ekstrapulmoner digunakan pada tuberkulosis yang terjadi selain pada paruparu. Berdasarkan epidemiologi TB ekstrapulmoner merupakan 15-20% dari
semua
kasus
merupakan
TB
bentuk
pada
pasien
terbanyak
HIV-negatif,
(35%
dari
dimana
semua
TB
limfadenitis
TB
ekstrapulmoner).
daripada
pria
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis mengenai limfadenitis TB.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus limfadenitis TB pada
pasien secara langsung.
3. Untuk memahami perjalanan penyakit limfadenitis TB.
1.4 Manfaat
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya :
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu bedah,
khususnya mengenai penyakit limfadenitis.
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut
topik-topik yang berkaitan dengan limfadenitis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat kurang lebih 600 KGB, namun ada daerah yang teraba normal
pada orang sehat, yaitu submandibular, axillary, dan inguinal. 50% terdapat di
kepala & leher.
2.2 Limfadenitis TB
Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah
bening, sedangkan limfadenitis tuberculosis (TB) merupakan peradangan pada
kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberculosis. Apabila
peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula.
Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering
terjadi. Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan
kelenjar. Infeksi M. tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung
tuberculosis ke kulit dari struktur dasarnya atau terpajan langsung melalui kontak
dengan M. tuberculosis yang disebut dengan scrofuloderma. 1
2.3 Epidemiologi
Tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian tersering pada
golongan penyakit infeksi. WHO memprediksi insidensi penyakit tuberculosis ini
akan terus meningkat, di mana akan terdapat 12 juta kasus baru dan 3 juta
kematian akibat penyakit tuberkulosis setiap tahun. Sepertiga dari peningkatan
jumlah kasus baru disebabkan leh epidemic HIV, di mana tuberkulosis
menyebabkan kematian pada satu orang dari tujuh orang yang menderita AIDS. 1
Di Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan
insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,35-0,52 juta setelah India (1,6-2,4
juta), Cina (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,40-0,59), dan Nigeria (0,37-0,55 juta).2
Tuberkulosis dapat melibatkan berbagai sistem organ tubuh. Meskipun TB
pulmoner adalah kasus yang paling banyak, TB ekstrapulmoner juga merupakan
salah satu masalah yang tidak kalah penting. Istilah TB ekstrapulmoner digunakan
pada tuberkulosis yang terjadi selain pada paru-paru. Berdasarkan epidemiologi
TB ekstrapulmoner merupakan 15-20% dari semua kasus TB pada pasien HIVnegatif, di mana limfadenitis TB merupakan bentuk terbanyak (35% dari semua
TB
ekstrapulmoner).
Sedangkan
pada
pasien
dengan
HIV-positif
TB
ekstrapulmoner adalah lebih dari 50% kasus TB, di mana limfadenitis tetap
terbanyak yaitu 35% dari Tb ekstrapulmoner. 3
Mycobacterium
termasuk M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan gram dan hanya
dapat diwarnai dengan pewarnaan khusus yang sangat kuat mengikat zat warna
tersebut sehingga tidak dapat dilunturkan walaupun menggunakan asam alkohol,
sehingga dijuluki bakteri tahan asam. M. tuberculosis mudah mengikat pewarna
Ziehl-Neelsen atau karbol fuchsin.4
Dinding bakteri Mycobacteria kaya akan lipid yang terdiri dari asam
mikolat, lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan
asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma. Lipid inilah yang
bertanggung jawab pada sifat tahan asam bakteri Mycobacteria.4
Virulensi kuman
2.6 Patogenesis
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB
pulmoner dan Tb ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi
TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). Basil tuberkulosis
juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut sebagai TB
ekstrapulmoner. Organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh basil
8
adalah
presentasi
klinis
paling
sering
dari
TB
supraklavikula
mempunyai
keterkaitan
erat
dengan
keganasan. Pada penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita.
Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita di atas usia 40 tahun.1 Limfadenitis
supraklavikula kanan berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau
11
12
13
fistula
oesophagomediastinal,
dan
fistula
tracheooesophageal.
14
2.8 Diagnosis
Untuk mendiagnosa limfadenitis TB dilakukan melalui anamnesis
dan pemeriksaan
fisik
yang
lengkap.
Selain
itu
ditunjang
oleh
15
terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi
di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan
fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan.4
Prinsip dasar uji tuberkulin adalah sebagai berikut:
Proses sensitisasi terjadi dalam kelenjar getah bening regional (2-12 jam
setelah infeksi).
16
17
18
19
2.8.4 Serologi
Berbagai penelitian dan pengembangan pemeriksaan imunologi antigenantibodi spesifik untuk M. tuberculosis ELISA dengan menggunakan PPD, A60,
38kDa, lipoarabinomanan (LAM) dengan bahan pemeriksaan dari darah, sputum,
cairan bronkus (bronkus dan bronchoalveolar lavage; BAL), cairan pleura, dan
CSS terus dilakukan. Beberapa pemeriksaan serologis yang ada: PAP TB,
mycodot, immunochromatographic test (ICT), dan lain-lain masih belum bisa
membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.
20
2.8.5
Patologi Anatomi
Pemeriksaan PA dapat
yang
ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area
nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya adalah
ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia Langhans). Diagnosis
histopatologi dapat ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel
epiteloid, limfosit, dan sel datia Langhans. Kadang dapat ditemukan juga BTA.4,6
Kendala pemeriksaan PA adalah sulitnya didapatkan spesimen yang
representatif. Spesimen yang paling mudah dan paling sering diperiksa adalah
limfadenopati kolli. Idealnya kelenjar diambil secara utuh agar gambaran
histopatologi yang khas dapat terlihat. Pemeriksaan PA kelenjar limfe ini
mempunyai perancu, yaitu infeksi M. atipik dan limfadenitis BCG yang secara
histopatologi sulit dibedakan dengan TB.4,6
2.9
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian,
yakni secara farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah
dengan pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan
regimen obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru. 7
b.
Aspirasi
c.
tuberkulosis sudah terdiri dari pengejuan dan dikelilingi jaringan fibrosa. Adanya
jaringan nekrosis akan menghambat penetrasi antibiotik ke daerah radang
sehingga pembasmian kuman tidak efektif. Oleh karena itu sarang infeksi di
21
berbagai organ misalnya kaverne di paru dan debris di tulang harus dibuang. Jadi,
tindak bedah menjadi syarat mutlak untuk hasil baik terapi medis. Selain itu
tindak bedah juga diperlukan untuk mengatasi penyulit, misalnya pada
tuberkulosis paru yang menyebabkan destruksi luas dan empiema, pada
tuberkulosis usus yang menimbulkan obstruksi atau perforasi, dan osteitis atau
artritis tuberkulosa yang menimbulkan cacat.7
Obat
- Isoniazid
- Etambutol
Prinsip-prinsip
yang
Kanamycin
- Ofloxacin
- Levofloxacin
- Ethionamide
- Prothionamide
- Cycloserine
- Clofazimine
- Linezolid
- Amoxilin-Clavulanate
digunakan
dalam
- Pirazinamid
- Rifampicin
- Streptomycin
- Amikacin
- Capreomycin
Moxifloxacin
- Para amino salisilat
- Terizidone
- Thioacetazone
- Clarithromycin
- Imipenem
rangka
memperoleh
2.
dengan
pengawasan
langsung
(DOT
Directly
22
a.
Tahap Intensif 8
1.
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
perludiawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat.
2.
3.
Sebagian
besar
penderita
TB
BTA
positif
menjadi
BTA
2.
23
Lama
Pengobata
n
Intensif
Lanjutan
2 bulan
4 bulan
2.
Tablet
Isoniazid
@ 300 mg
1
2
Tablet
Etambutol
@250 mg
3
-
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
56
48
Berat Badam
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg
Tahap Intensif
Tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Selama 56 hari
2 tab 4KDT + 500
Streptomisin inj.
3 tab 4KDT + 750
Streptomisin inj.
4 tab 4KDT + 1000
Streptomisin inj.
5 tab 4KDT + 1000
Streptomisin inj.
mg
Selama 28 hari
2 tab 4KDT
mg
3 tab 4KDT
mg
4 tab 4KDT
mg
5 tab 4KDT
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama
16 minggu
RH (150/150) + E (400)
Selama 20 minggu
2 tab 4KDT + 2 tab
Etambutol
3 tab 4KDT + 3 tab
Etambutol
4 tab 4KDT + 4 tab
Etambutol
5 tab 4KDT + 5 tab
Etambutol
24
Penatalaksanaan TB Anak
Pengobatan TB anak dalam waktu 6 bulan. Setelah pengobatan selama
6 bulan, dilakukan evaluasi secara klinis maupun penunjang. Evaluasi
klinis
merupakan
parameter
terbaik untuk
menilai
keberhasilan
25
26
Apabila gatal-gatal tersebut terjadi pada sebagian pasien hilang, namun pada
sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit, hentikan semua OAT
dan tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang
Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk
Tabel 2.13 Kontraindikasi OAT 10
TB
(MDR-TB)
adalah
resistensi
bakteri/
yang
telah
resisten
terhadap
obat
TB
atau
mungkin
27
TB
MDR
akan
tetap
meneruskan
pengobatan
sesuai
dengan
keberhasilan
pengobatan
TB
pada
orang
dewasa
28
29
DAFTAR PUSTAKA
8.
9.
10. Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, Stephen A. Mikrobiologi Kedokteran,
Edisi 23, Jakarta : EGC, 2012.
11. Mohapatra, Prasanta Raghab dan Janmeja, Ashok Kumar. Tuberculous
Lymphadenitis. India : Journal of The Association of Physicians of India.
2010.
12. Sharma SK, Mohan A. Extrapulmonary Tuberculosis. Indian : Journal of
Medicine Microbiology Res. 2011.
30
13. Starke,
Jeffrey
R.
Tuberculosis.
2010.
(Internet).
Didapat
dari
Pedoman
Nasional
Penanggulangan
Tuberkulosis.
Jakarta
31