Professional Documents
Culture Documents
MIFTACHUL JANNAH
DAFTAR ISI
1.2.2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME karena atas berkat dan
rahmat-Nya yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan CABG
(Coronary Artery Bypass Grafting) tepat waktu.
Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Kardiovaskuler.
Dalam penyusunan makalah ini penulis melewati proses bimbingan
dengan dosen pembimbing. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada bapak
Sriyono,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.M.B.
selaku
dosen
pembimbing
yang
telah
tidaklah
lepas
dari sebuah
kekurangan sehingga
penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
Surabaya,
Oktober 2013
Tim Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Latar Belakang
Penyakit jantung koroner (CAD/ Coronary Artery Disease) merupakan
penyebab kematian terbesar di seluruh dunia pada bebrrapa dekade terakhir
walaupun kemajuan dalam managemen penatalaksanaan PJK berkembang pesat
(Serryus, 2009).
Menurut WHO (2002) terdapat lebih dari 11.7 juta orang meninggal
karena PJK di seluruh dunia. Pada tahun 2005 WHO mencatat bahwa penderita
PJK meningkat menjadi 17.5 juta orang. Depkes RI menyatakan bahwa untuk
prevalensi angka kejadian PJK di Indonesia tahun ke tahun terus meningkat. Hasil
Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa PJK menempati peringkat ke-3
penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi (Rahman, 2009).
CAD dapat menimbulkan mortalitas dan morbiditas apabila idak segera
mendapatkan penanganan dan atau mendapat penanganan tetapi tidak efektif.
Sehingga perlu dilakukan upaya pembedahan yaitu salah satunya dengan CABG
(Coronary Artery Bypass Grafting) (Perrin, 2009).
CABG
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien CABG
Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN TEORI
kematian
yang
berhubungan
dengna
kejadian
koroner).
b. Pasien dengan stenosis pada left main coronary artery, dengan stenosis
lebih dari 70% yang terdapat pada dua arteri yaitu LAD (Left Anterior
Descending) dan arteri circumflex.
c. Pasien yang mengalami CAD (Coronary Artery Disease) difus atau
tersebar seperti pada three vessel atau lebih.
d. Unstable angina(Hartshrn, Jeanette C., et al, 1997).
e. Miokard Infark
f. Kegagalan ventrikel kiri (Hartshrn, Jeanette C., et al, 1997).
g. Kegagalan PTCA (Hartshrn, Jeanette C., et al, 1997).
h. Pasien memiliki lebih dari dua penyakit arteri koroner yang terdapat blok
yang signifikan (Perrin, 2009).
i. Kegagagalan pengobatan (Perrin, 2009).
2.1.4 Pasien yang Direkomendasikan Untuk CABG (Coronary Artery Bypass
Grafting)
Tabel 2.1 ACC/AHA Guidlines: Class I Recomendation for CABG
No
1
Kondisi Klinis
Asimptomatik atau
angina ringan
Angina stabil
memburuk
Disritmia ventrikel
Kegagalan PCI
Reoperasi setelah
operasi CABG yang
pertama
untuk dekompresi jantung, mencegah adanya distensi pda ventrikel kiri pada saat
aorta di klem.
2) Kardioplegi
Selama canulasi untuk bypass, satu lagi kateter juga diletakkan untuk infus
cairan cardioplegi yang berisi cairan tinggi kalium yang dialirkan ke sirkulasi
koroner. Cairan cardioplegi yang berisi cairan tinggi kalium ini untuk
menginduksi diastolic arrest secara cepat. Komponen tambahannya bermacammacam, tetapi khususnya meliputi substrat yang mengoptimalkan metabolisme sel
dan meminimalkan kerusakan sel. Biasanya darah ditambahkan pada cairan
kardioplegi untuk meningkatkan pengiriman suplai oksigen ke daerah miokard.
Temperatur dari cairan tersebut dapat 40C (cold cardioplegia) atau 370C (warm
cardioplegia) dan mungkin diberikan secara terus menerus atau hanya sementara.
Antegrade cardioplegi disampaikan dibawah tekanan yang melalui kateter yang
terletak di aorta ascending, posisi proksimal ke aortic cross clamp.
Distribusi dari antegrade cardioplegi dibatasi oleh keparahan arteri yang
stenosis, meninggalkan sebagian dari miokar yang berisiko untuk mengalami
injuri iskemi.
Sebagai alternatifnya, retrograde ardioplegi diperbolehkan untuk perfusi melalui
sistem vena jantung (venous system), dan dicapai dengan menggunakan kateter
yang diletakkan pada sinus koroner.
3) Cardiopulmonary Bypass Adjuncts
Adjunct digunakan untuk memperbesar atau menambahkan perfusi
jaringan pada saat dalam keadaan bypass. Pasien diberi antikoagulas denga
heparin untuk meminimalkan bekuan darah/clotting seperti pada saat darah
bertemu dengan kompnen asing pada saat di dalam mesin bypass. Keadekuatan
pemberian heparin dibuktikan dengan memonitor ACT (Activated Clotting Time).
Biasanya ACT dbawah 400 dan 480 detik selama bypass. Setelah dipisah dari
CPB, proamine diberikan untuk memutar atau melawan efek heparin.
Hipotermia yang sistemik juga digunakan selama proses bypass untuk
memperoteksi jaringan tubuh dengan menurunkan kebutuhan metabolik.
Penurunan kebutuhan metabolik dapat memugkinkan jaringan menoleransi aliran
perfusi yang rendah. Temperatur biasanya turun diantar 280C-320C. Hemodilusi
selama
operasi,
umumnya
difasilitasi
oleh
tranesofageal
pada
umumnya
dibutuhkan
oelh
multivessel
disease
untuk
Karena
yang lebih dalam di perikardium untuk elevasi dan rotasi jantung agar jaringan
posterior mungkin bypassed. Jenis lainnya dari posisi aparat menggunakan suction
untuk menarik jantung untuk membuka jaringan lebih baik.
Anastesi
dibutuhkan
untuk
pembedahan
off-pump
sama
dengan
d
Gambar 2.2 (a) Alat stabilisasi pada Off Pump Surgery
(b) Stabilisasi LAD (Left Anterior Descending)
(c) Proses Off Pump Surgery
(d) Hasil dari Operasi CABG saluran baru telah dibuat
2.1.7 Arteri dan Vena yang digunakan
Terdapat dua bentuk cangkok bypass yaitu (Davey, Patric, 2005):
a. Cangkok vena
Dari vena safena pada tungkai, mudah dan cepat dilakukan, akan tetapi
tingkat kegagalan 8% per tahun.
Secara anatomi vena supeficial tungkai bawah adalah vena saphena magna
dan vena spahena parva. Vena yang paling sering digunakan untuk penanaman
saluran baru pada operasi CABG adalah vena saphena magna.
Vena saphena mgna membawa darah dai ujung medial arcus venosus pada
dorsalis pedis dan berjalan naik di depan malleolus medialis. Kemudian vena
saphena naik bersama dalam fasia superficialis di atas sisi medial tungkai bawah.
Vena ini berjalan di belakang lutut, melengkung ke depan dan melalui sisi medial
paha. Berjalan melalui bawah hiatus saphenous pada fasia profunda dan
bergabung dengan vena femoralis kurang lebih 4 centimeter di bawah dan lateral
terhadap Tuberculum pubicum.
Vena saphena memiliki banyak katup. Pada hiatus saphenus di fasia
profunda, vena saphena magna mendapat tiga cabang erbagai ukuran dan susunan
yaitu vena epigastrika superfisialis, vena circumflexa ilium superficialis, dan vena
accesoria.
Vena safena sering digunakan untuk saluran vena. Pengambilan secara
langsung melalui insisi pada tungkai atau secara endoscopi melalui insisi kecil 3-4
cm. Pengambilan dengna cara endoscopic vein harvesting (EVH) menunjukkan
penurunan insiden komplikasi luka di daerah tungkai. Pasien juga mengatakan
tidak merasakan nyeri dengan EVH. Selain tu digunakan juga vena yang lebih
rendah pada vena chepalic dan lebih rendah dari vena safenaPembatasan
penanaman seluruh vena adalah adanya progresifitas aterosklerosis. Kepatenan
rata-rata sedikit ditingkatkan dengan menggunakan agen antilatelet tetapi kira-kira
60% 10 tahun setelah pembedahan.
Tahapan
Langkah 1: palpasi dan tekan daerah radial dan ulnar arteri dengan 3 jari
Langkah 2: pertahankan kompresi pada radial dan ulnar arteri, anjurkan klien untuk
mengepalkan tangan dan melepaskan kepalan 10 kali
Langkah 3: Lepaskan tekanan dari arteri ulnaris dan monitor pada saat dilepaskan untuk
flushing apakah ada pengembalian pada daerah ibu jari, kuku
Langkah 4: Apabila waktu pengembalian lebih dari 6 detik, ii berarti aliran darah kolateral
terganggu. Maka arteri radial ini tidak diperbolehkan untuk digunakan dalam graft
menjelaskan peralatan yang dijumpai pada saat pasien di ICU seperti chst tube,
ventilator, IV line, urine kateter.
2. Tahap Intra Operasi
Sebelum dilakukan anastesi pada pasien yang akan menjalani operasi
bedah jantung maka dipasang infus dengan ukuran jarum besar, kateter triple
lumen subclavia pada jalur arteri dan kateter arteri pulmonal. Semua ini butuhkan
untuk memonitor dan stabilisasi dari keseimbangan cairan dan hemodinamik.
Standart dari pembedahan adalah menggunakan pendekatan melalui
median sternotomi. Sumber dari penanaman adalah artery internal mammary,
arteri radialis, dan atau vena saphena.
Heparin diberikan selama pembedahan dan antikoaguasi diberikan pada
spesifikasi interval untuk menilai dan mendamping pemberian heparin. Pasien
berada pada CPB (cardio pulmonary bypass) dan dilakukan cardioplegi.
Kardioplegi merupakan cairan yang dingin dengan konsentrasi tinggi kalium.
Rewarming terjadi setelah dilakukan pembedahan untuk mengimbangi
induksi dari hipotermia pada saat pembedahan. Ritme jantung intrinsik secara
spontan
dihilangkan dari pasien. Pasien memiliki pengembalian tekanan darah dan nadi
yang baik, cardiopulmonary bypass dilepas dan protamin sulfat diberikan untuk
menetralkan efek dari heparin saat dilakukan operasi. Epicardial atrial dan alat
pacu ventrikel disisipkan pada saat ini. Mediastinal dan pleural chest tubes juga
disisipkan. Sternum kemudian dijahit dan pasien dikirm ke ICU (Perrin, 2009).
3. Tahap Postoperasi
Managemen pasien awal postoperasi bedah jantung adalah sama, tanpa
memperhatikan prosedur yang spesifik. Tujuan utama dari penatalaksanaan adalah
untuk mencegah terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan pembedahan
seperti
hipotermia,
perdarahan,
dan
disritmia
serta
bertujuan
untuk
Peran perawat pada saat pasien dalam kondisi kritis adalah memonitor
jantung dan hemodinamik. Terapi respiratory meyakinkan bahwa stabilisasi
ventilator sudah sesuai dengan kebutuhan dan aturan.
Chest tube diberi suction, memastikan fungsi infus pump sudah tepat,
meyakinkan bahwa pacemaker terpasang(apabila menggunakan).
Perawat mendapatkan laporan pasien selama operasi berlangsung. Perawat
juga mendapatkan data yang diperoleh pada pengkajian awal meliputi data
hemodinamik, pengkajian fisik, dan test diagnosis.
1. Hipotermia
Walaupun pasien pada umumnya dilakukan rewamed hingga 370C sebelum
kembali dari bypass, mereka masih mengalami hipotermia ringan pada saat datang
ke perawatan kritis. Keadaan ini terjadi hasil dari panas yang hilang secara terusmenerus pada saat pembukaan dada, vasokonstriksi menghambat penyebaran
panas. Efek negatif pada fisilogis dari hipotermia meliputi adanya gangguan
pembekuan darah, cenderung meningkatkan disritmia, meningkatkan tahanan
vaskular perifer/ systemic vascular resistance (SVR). Hipotermi mempercepat
terjadinya gemetar yang diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen dan
produksi karbondioksida. Hipoksia juga berhubungan dengan semakin lamanya
waktu ekstubasi.
Tahapan untuk memperbaiki hipotermia meliputi rewarming dengan
konvensional atau forced air blanket, untuk mencegah adanya overwarm selimut
harus dilepaskan ketika pasien mencapai suhu 36.50C. Cairan yang hangat juga
dapat membantu, khususnya ika kuantitas dari produk darah dierikan. Apabila
terjad gemetar maka pengobatan yang efektif adalah dengan meperidine
(Demerol) yang diberikan secara intravena dengan dosis 12.5-25 mg.
Dalam pemberian transfusi darah ada bermacam-macam pada setiap
praktisi, khususnya sel darah merah tidak diganti sampai Hct pasien kurang dari
24%-26%. Hct pasien postoperasi sering menurun sekunder dari hemodilusi pada
pasien yang menerima infus bukan darah (seperti koloid, kristaloid, FFP).
Keputusan untuk memberikan tranfusi darah berdasarkan pada kondisi dan tanda
gangguan oksigenasi jaringan disamping tingkat Hct. Pada pasien yang terjadi
Pada daerah atrium kiri jarang digunakan untuk memonitor left side filling
pressure pada pasien dengan hipertensi pulmonal berat atau pasien dengan
ventrivular assist device (VAD). Pada garis ini membutuhkan ketilitian dalam
menangani untuk meminimalkan adanya resiko emboli udara meliputi aspirai dari
gelembung, dan penggunaan penyaring udara in line.
Cairan yang digunakan untuk mengatasi hipovolemia bervariasi pada
masing-masing institusi dan referensi dokter. Cairan kristaloid seperti normal
saline atau ringer laktat digunakan pertama dan diikuti oleh koloid apabila
kristaloid tidak mampu untuk meningkatkan tekanan pengisian sesuai yang
dibutuhkan.
Point akhir dari resusitasi cairan harus berdasarkan pada keadekuatan
curah jantung. Cairan yagberlebihan yang diberikan mungkin akan meningkatkan
cairan dalam paru dan delay extubasi, mencairkan faktor pembekuan darah dan
Hct.
b. Afterload
Afterload seringkali meningkat setelah pembedahan jantung sekunder
untuk vasokonstriksi oleh hipotermia dan pelepasan katekolamin yang menjadi
bagian dari respon sistem saraf simpatis untuk pembedahan. Pada pasien yag
memiliki riwayat darah tinggi pada saat preoperasi maka akan mempercepat
adanya kenaikan tekanan darah postoperasi.
Pengobatan yang diberikan adalah biasanya untuk mencegah efek yang
berlawanan dari penignkatan afterlad, meliputi ditingkatkan kerja miokard dan
risiko perdarahan pada sisi yang dibedah.
Tujuan dari penatalaksanan ini adalah untuk menjaga tekanan sistolik
pasien diantara 100-130 mmHg dan mean artery pressure (MAP) diantara 65-90
mmHg. Sejumlah intervensi yang digunakan pada pasien postoperasi adalah untuk
managemen vasokonstriksi dan hipertensi. Pada pasien yang mengalami
hipotermia dilakukan penghatan sebagai upaya untuk menurunkan vasokonstriksi
perifer. Analgesik dan sedative diberikan untuk meminimalkan pelepasan
katekolamin yang berhubungan dengan rasa tidak nyaman dan stress emosional.
Variasi dari vasodilator diberikan untuk mempertahankan tekanan darah dan
resistensi tahanan perifer. Agen ini mungkin diberikan tunggal atau dikombinasi
dengan agen inotropik pada pasien dengan curah jantung yang kecil. Agen yang
lebih mengutamakan vasodilatasi pada arteri lebih menguntungkan daripada yang
campuran
hipovolemia.
Pasien yang menunjukkan adanya hipotensi dan SVR dan disertai dengan
tanda penurunan perfusi seperti asidosis lakat dan penurunan urine output. Terapi
biasanya meliputi resusitasi volume dirangkai dengan alfa adrenergik seperti
norepineprin. Vasopresin yang menginduksi vasokonstriksi melalui stimulasi dari
reseptor V1 pada pemulu darah halus, akan tampak lebih efektif apabila diberikan
secara terus menerus dengan infus pada dosis 0.001-1 unit/menit.
c. Inotropes
Pada saat dilakukan pembedahan fungsi ventrikel mengalami depresi,
sehingga untuk mengoptimalkan preload dan afterload kurang mencukupi untuk
keadekuatan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Kontraktilitas ventrikel serng
membutuhkan tambahan agen inotropik. Inotropik dapat dimulai di ruang operasi
untuk menyapih psien dari bypass atau di ICU untuk mempertahankan CI
(cardiac index) lebih dari 2.1 L/menit dan Svo2 lebih dari 65%. Garis utama
inotropoik adalah katekolamin seperti epineprin, dopamin, dan dobutamin.
Apabila obat tersebut gagal untuk meningkatkan curah jantung maka mengunakan
phosphodiesterase inhibitors seperti milrinone atau primacor.
d. Graft Patency
Iskemia merupakan penyebab dari kegagalam fungsi miokard segera
postoperasi. Pasien yang terdeteksi memiliki elevasi segmen ST maka
menindikasikan bahwa ada vasospasme dan tertutupnya graft. Nitrogliserin yang
diberikan intravena terbukti dapat mendilatasi arteri koroner, meningkatkan aliran
darah kolateral koroner dan merelaksasi daerah arteri koroner yang mengalami
spasme. Penggunaan obat ini juga dapat menjadikan hipotensi semakin buruk dan
penurunan curah jantung sehingga pada pasien yang mengalami iskemi aktif harus
berhati-hati dalam pemberian obat ini. Penggunaan nitrogliserin tidak terbukti
pada studi bahwa efektif digunakan untuk mencegah iskemi miokard pada pasie
postoperasi. Apabila graft arteri radial digunakan atau ada spasme pada saluran
arteri yang lain, maka dietetapkan untuk menggunakan calcium channel blockers
(nicardipine) atau diltiazem.
Aspirin mneghambat agregasi trombosit dan menunjukkan bahwa
memperbaiki graft patency. Guidline yang terakhir merekomendasikan 75-160 mg
aspirin diberikan 6 jam setelah pembedahan atau segera setelah perdarahan
mediastinal berkurang dan dilanjutkan tanpa batas.Studi terbaru menunjukka
bahwa penggunaan aspirin pada awal (dalam 48 jam) pada pembedahan tidak
hanya menurnkan angka kematian akan tetapi juga mencegah adanya komplikasi
iskemi pada sistem organ (seperti otak, ginjal, saluran pencernaan).
e. Cardiac Assist Devices
Apabila tahapan untuk meningkatkan curah jantung gagal, IABP atau
VAD mungkin disisipkan. Peralatan tersebut menyediakan dukungan mekanis
untuk memperbaiki perfusi jaringan tanpa menambah kebutuhan pada miokard
yang mengalami injuri. Pemilihan alat disesuaikan dengan kondisi pasien,
kemmapuan dari peralatan tertentu, dan ketersediaan peralatan dalam perawatan.
IABP (Intra Aortic Ballon Pump) kebanyakan digunakan sebagai alat
bantu pada pembedahan jantung. Peralatan ini berisi 40-50 ml polyurethane
ballon yang diletakkan pada aorta descenden dan sebuah console ynag mengontrol
inlasi, deflasi dari sinkronisasi balon, tetapi diluar fase dengan siklus jantung.
Inflasi balon selama diastol meningkatkan perfusi koroner, sedangkap pada saat
deflasi sebelum ejeksi sistolik menurunkan afterload. Indikasi terdapat pada tabel.
IABP biasanya disisipkan secara perkutaneous pada arteri femoral, tetapi untuk
pasien dengan penyakit vaskular yang berat mungkin dengan pembedahan.
Asuhan keperawatan termasuk pengkajian fungsi IABP untuk mencapai
hemodinamik sesuai dengan efek yang diinginkan serta memonitor pasien yang
berpotensi untuk terjadinya risiko komplikasi.
VADs digunakan pada pasien yang tidak sukses dalam enyapihan dari
CPB meskipun secara maksimal dukungan dengan obat dan IABP. IABP hanya
menignkatkan curah jantung 1%-2%.
VAD dapat diletakkan pada ventrikel kiri (LVAD) atau ventrikel kanan (RVAD),
atau keduanya tergantung dimana kegagalan ventrikel terjadi . Pada keadaan
seperti ini pasien membutuhkan perawatan yang intensive trmasuk dalam
mempertahankan keadekuatan preload untuk pengisian VAD dan pemberian
heparin untuk mencegah adaya pembekuan darah pada alat. Komplikasi yang
ditimbulkan oleh VAD adalah perdarahan, infeksi, dan kegagalan alat.
4. Pulmonary Support
Semua pasien memiliki derajat disfungsi pulmonal sebagai hasil dari efek
anastesi, CPB, dan metode pembedahan (diseksi pada internal mammary, medial
sternotomi). Postoperasi pasien mengalami derajat ventlasi/perfusi yang
bermacam-macam intrapulmonary shunting. Walaupun ada perubahan ekstubasi
secepatnya (di ruang operasi atau selama 4-6 jam) dapat dicapai pada sebagian
besar kasus.
Awal setting ventilator pada pasien kritis meliputi tidal volume 8-10
ml/kg, respiratory rate 8-10 nafas/menit, fraction of inspired oxygen (FiO2) 1, dan
PEEP (Positive end-Expiratory Pressure). ABG diperoleh pada 20 menit pertama
setelah datang di ICU, untuk melihat keseimbangan setelah dipasang ventilator.
Penggunaan
ventilator
pada
pasien
dengan
hipotermia
harus
yang minimal,
hasil
stabil,
5. Sedasi/Analgesik
Adequate analgesik atau sedasi dibutuhkan untuk meminimalkan masalah
psikologis dan fisiologis. Pasien yang datang dari ruang operasi ke ICU biasanya
masih di bawah sedasi. . Pada beberapa institusi tetap mempertahankan pemberian
infus propofol (Diprivan) dalam periode postoperasi. Apabila pasien sudah
dipisahkan engna obat sedatif maka pasien akan terbangu.
Penggunaan analgesik secara berkelanjutan secara infus memiliki
keuntungan dalam memproduksi kontrol nyeri dan mngurangi depresi sistem
pernapasan.
Obat analgesik yang adekuat sangat penting untuk meningkatkann tingkat
aktivitas dan melatih paru-paru (seperti nafas dalam dan batuk efektif).
6. Pencegahan Infeksi
Sejumlah strategi pencegahan digunakan untuk mengurangi risiko infeksi
pada pasien bedah jantung. Intervensi preoperasi yatu memberikan antiseptik pada
kulit dan memotong rambut. Antibiotik profilaksis diberikan pada 24 jam
pertama, diawali sebelum dilakukan insisi pembedahan. Pemberian antibiotik
48
jam
postoperasi,
yang
bertujuan
untuk
mempertahankan
euglikemia(gula darah kurang dari atau sama dengan 110 mg/dl) . Pada kondisi
hiperglikemia dan diabetes yang tidak terdiagnosa memperlihatkan risiko untuk
berkembangnya infeksi. Studi mengataka bahwa dengan pengontrolan glukosa
akan menurunkan kejadian infeksi. Sejumlah standart protocol dikembangkan
untuk
memperbaiki
pengontrolan
glikemik,
menggunakan
insulin
yang
pasien mungkin terjadi karena pasien dalam keadaan ada penyakit jantung
yang diakibatkan oleh sequele dari pembedahan (seperti edema dari sistem
konduksi, ketidakseimbangan elektrolit, hipoksemia, atau hipertermia)
d. Infark miokard
Penyebab yang berpotensi adalah ketidakadekuatan proteksi
miokard, spasme graft arteri atau native arteri, hipotensi yang berlangsung
lama pada periode perioperatif. Untuk penegakkan diagnosa berbeda
karena pembedahan jantung selalu berhubungan dengan gelombang T
yang spesifik dan perubahan ST postoperasi serta elevasi pada miokard,
enzim CK-MB dan troponin, akan tetapi untuk penegakkan diagnosa
sering kali berdasarkan pada perubahan ECG dan keabnormalan daerah
dinding pada saat dilakukan echocardiogram.
Pada pasien dengan risiko tinggi mendapatkan management medis
yang ketat postoperasi meliputi pemberian antiplatelet, beta blokers, ACE
inhibitors (Angiostensin Converting Enzim Inhibitors), dan statins.
e. Disfungsi gatroinstestinal
Komplikasi pada gastrontestinal jarang terjadi pada pembedahan
jantung (kurang dari 2%) tetapi sangat berhubungan dengan kematian
apabila terjadi. Iskemi yang terjadi pada intesstinal atau infark terjadi
sekuner untuk kompensasi aliran darah ke arteri mesenterika. Secara khas
pasien menunjukkan adanya asidosis yang persisten walaupun dilakukan
koreksi pada curah jantung. Tanda lain yan menunjukkan yaitu adanya
peningkatan sel darah putih, tenderness abdominal, serta adanya tanda dari
sepsis.
Biasanya yang terjadi aalah perdarahan pada gastroduodenal. Profilaksis
yang digunakan H2 bloker, proton pump inhibitors, atau sucralfat yang
dapat diberikan oleh dokter.
f. Gagal ginjal
Faktor risiko yang menyebabkan adanya gagal ginjal adalah
penyakit gagal ginjal yang suda ada sebelumnya, terjadinya hipotensi yang
berlangsung lama atau rendahnya curah jantung saat perioperatif, serta
terpapar ole agent-agent nefrotoksik.
g. Neurologi
Risiko terjadinya perubahan perfusi jaringan serebral yang
diakibatkan oleh kalsifikasi pada aorta, proses bypass terlalu lama, atrial
fibrilasi.
Komplikasi tipe 1 meliputi komplikasi stroke fatal dan tidak fatal
dan serangan iskemi sementara.
Komplikasi tipe 2 yang dijabarkan dengan kerusakan fungsi
kognitif seperti konsentrasi, ingatan jangka pendek, kecepatan dari respon
motorik.
h. Disfungsi pulmonal
Untuk komplikasi pada daerah paru yag menyertai pembedahan
jantung jarang terjadi dan umumnya terjadi pada pasien yang memang
sudah menderita penyakit paru. Pada pasien yang menderita penyakit paru
membutuhkan ventilator lebih lama (lebih dari 48 jam) postoperasi. Acute
lung injury progresnya dapat ke adanya ARDS (Acute Respiratory
Distress Syndrome) yang dapat menyebabkan kematian.
Efusi pleura biasanya terjadi tetapi dapat sembuh sendiri tanpa
dilakukan pengobatan. Terdapatnya Blake (small silatic) drain untuk
beberapa hari yang menyertai pembedahan menunjukkan bahwa dapat
megurangi insiden efusi pleura.
i. Tamponade jantung
Tamponade jantung merupakan terdapatnya akumulasi cairan pada
daerah kanung perikardial posterior atau pada ruang medisatinum. Darah
kembali dari pembuluh darah besar ke jantung dan ejeksi (penyemburan)
darah dari ventrikel mengalami obstruksi oleh akumulasi cairan yang
terdapat pada rongga/sac tersebut. Tanda dari amponade jantung adalah
penurunan cardia output, peningkatan PCWP, penurunan drainage, pada
hasil X-ray terdapat pelebaran mediastinum, tekanan nadi menyempit,
suara jantung jauh, dan penurunan volatage ECG (Hartshrn, Jeanette C., et
al, 1997).
j. Perubahan cairan
2.1.10 Prognosis
Bedah koroner efektif dalam memperbaiki dan mengurangi gejala angina
dan memperbaiki prognosis yang buruk pada iskemi (Davey, Patric, 2005).
Sirkulasi
: riwayat infark miokard saat ini, peyakit arteri koroner tiga atau
lebih, disritmia, bunyi jantung abnormal (S3/S4), pucat, sianosis,
kulit dingin, edema, krekels
Diagnosa Keperawatan
2.2.3 Intervensi
No
1
Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan trauma
intraoperasi
Intervensi (NIC)
Tindakan mandiri
1. Kaji skala nyer, lokasi, intensitas nyeri
Rasional
Tindakan mandiri
1. Untuk mengetahui tingkat kearahan serta
penyebaran nyeri.
2.
2.
3.
3.
Tindakan kolaborasi
4. Berikan agen-agen analgesik (NSAIDs, opioid
analgesik, ketorolak)
Tindakan Mandiri
1. Kaji tekanan darah
Tindakan kolaborasi
4. Dapat mengurangi nyeri yang sangat kuat, dan
cara kerja lebih cepat untuk mengurangi nyeri
Tindakan Mandiri
1. Tekanan darah adalah salah satu paramater
fisioligis yang harus dimonitor. Sinus takikardia
dan penngkatan tekanan darah dijumpai pada
tahap awal yang bertujuan untuk
memprtahankan keadekuata curah jantung.
Penurunan tekanan darah menandakan kondisi
pasien memburuk.
2.
3.
4.
4.
5.
5.
2.
3.
6.
7.
7.
8.
8.
Tindakan Kolaboratif
9. Pertahankan hemodinamik dalam parameter
dengan titrasi obat-obat vasoaktif, yang
biasanya digunakan yaitu:
a. IV (intra vena) Nitrogliserin
Tindakan Kolaboratif
9. Rasional penggunaan obat yang sering
digunakan:
a.
b.
b.
c.
Dopamine
c.
Dobutamine
d.
e.
Milrinone
e.
f.
f.
Norephinephrin
g.
h.
g.
Ephinephrin
h.
Neosynephrine
i.
i.
Vasopressin
j.
j.
Nicardipine
k.
k.
NIC:
Hemodynamic Regulation: Invasive Hemodynamic
Monitoring
Hypovolemia Management
Tindakan Mandiri
1. Dapatkan laporan tentang darah yang hilang
dari kamar operasi, kemudian jenis dan jumlah
cairan penggantinya.
2.
3.
NIC:
Hemodynamic Regulation: Invasive Hemodynamic
Monitoring
Hypovolemia Management
Tindakan Mandiri
1. Data tersebut dapat menjadi kunci informasi untuk
level keseimbangan cairan.
2.
3.
Tindakan Kolaboratif
4. Kaji paramter hemodinamik.
Tindakan Kolaboratif
4. Kebanyakan pasien mengalami kondisi hipotensi
dan takikardi sebagai kompensasi terhadap respon
penurunan volume cairan. Pengukuran
hemodinamik secara invasif (CVP, PADP)
mungkin diperlukan untuk menentukan status
cairan dan untuk terapi.
5.
5.
6.
6.
7.
7.
8.
8.
9.
9.
2.
Tindakan Kolaboratif
3. Disamping untuk mengetahui adanya disritmia,
dokumentasi ECG selama operasi mungkin
b.
Tindakan Kolaboratif
3. Monitor 12 lead EKG
4.
5.
6.
7.
8.
9.
5
4.
5.
6.
7.
8.
9.
NIC:
Hemodynamic regulation
Invasive hemodynamic monitoring
Fluid resuscitation
Shock management: cardiac
Emergency care
Tindakan Mandiri
1. Kaji tanda-tanda yang berhubungan dengan
tamponade jantung akut.
NIC:
Hemodynamic regulation
Invasive hemodynamic monitoring
Fluid resuscitation
Shock management: cardiac
Emergency care
Tindakan Mandiri
1. Akumulasi darah pada mediastinum atau
perikardium memberi tekanan pada jantung dan
menyebabkan tamponade mengakibatkan
penurunan curah jantung.. Tamponade jantung
3.
parodoksus
e. Tingkat kesadaran normal
Blood coagulation
Takikardia
b.
c.
c.
d.
CVP
d.
e.
Pulsus paradoxus
e.
f.
Dispnea
f.
a.
b.
2.
3.
4.
2.
3.
4.
Tindakan Kolaboratif
5. Kaji 12 lead EKG
Tindakan Kolaboratif
5. EKG mengeluarkan gelomang ST elevasi,
nonspesifik ST dan perubahan gelombang T dan
atau peruahan elektrik jantung.
6.
6.
7.
7.
8.
8.
b.
b.
c.
c.
NIC
Fluid /electrolite management
Tindakan Mandiri
1. Monitor perubahan EKG
NIC
Fluid /electrolite management
Tindakan Mandiri
1. Pelebaran QRS kompleks, perubahan segmen ST,
disritmia, dan atrioventrikular block ditemukan
pada pasin dengna ketidakseimbangna elektrolit.
Tindakan Kolaboratif
2. Observasi dan doumentasikan data
laboratorium serial : kadar Natrium, Kalium,
Magnesium, Kalsium, Chlorida.
Tindakan Kolaboratif
2. Hemodilusi ECC dan perpindahan cairan
menyebabkan perubahan komposisi cairan.
2.
3.
NIC:
Respiratory monitoring
Ventilatory assistance
Airway management
Endtracheal extubation
Tindakan Mandiri
1. Kaji suara nafas, catat daerah yang mengalami
penurunan ventilasi dan suara nafas tambahan.
2.
3.
NIC:
Respiratory monitoring
Ventilatory assistance
Airway management
Endtracheal extubation
Tindakan Mandiri
1. Perubahan suara nafas disebabkan oleh adanya
gangguan pertukaran gas dan berhubungan degan
ventilasi yang buruk.
2.
Tindakan Kolaborasi
3. Monitor ABG serial dan saturasi oksigen.
Tindakan Kolaborasi
3. Kadar PO2 dan saturasi oksigen yang rendah dan
meningkatnya PaCO2 merupakan tanda dari
hipoksemia dan kegagalan pernapasan.
4.
4.
5.
5.
6.
6.
7.
7.
NIC;
Cardiac care: Acute
Hemodynamic regulation
Tindakan Mandiri
1. Monitor EKG
NIC;
Cardiac care: Acute
Hemodynamic regulation
Tindakan Mandiri
1. Perubahan irama jantung terjadi sekunder dari
iskemia miokard.
Tindakan Kolaborasi
2. Dapatkan 12 lead EKG yang dibutuhkan.
Bandingkan dengan hasil EKG sebelum
operasi. Catat perubahan yang terjadi : inversi
gelomang T, ST elevasi atau depresi.
Tindakan Kolaborasi
2. Perawat harus mengetahui jaringan mana yang di
bypass dan harus hati-hati pada saat mengevaluasi
area 12 lead EKG. Pasien biasanya mengalami
iskemia miokard kronik kelanjutan dari kompromi
saat pembedahan atau mungkin terjadi spasme
pada arteri koroner yang spesifik:
a. Right coronary artery (RCA): leads II, III,
aVF
b. Posterio descending: gelombang R pada V1
dan V2
c. Left anterior descending V1-V4
d. Diagonals: V5-V6
e. Circumlflexs: I, aVL dan V5
3.
3.
4.
4.
5.
5.
6.
6.
Intoleran aktivitas
Faktor yang berhubungan:
Nyeri (iskemik, postpembedahan insisi,
berhubungn dengan masalah kesehatan)
Kelemahan umm atau fatigue (sedentary
lifestyle sebelum ada kejadian, penurunan
intake glukosa setelah pembedahan, kurang
tidur)
Mengurangi curah jantung (dirimia,
postural hipotensi)
Ketakutan atau kecemasan (nyeri insisi,
pengalaman angina)
Excersice promotion
Cardiac care
Rehabilitasi
Teaching
Prescribe Exercise/Activity
Independent Action
1. Kaji aktivitas pasien sesuai dengan toleransi
dan kebiasaan yang dilakukan sebelum sakit
2.
3.
4.
Independent Action
1. Informasi ini dapat menyediakan informas
2.
3.
4.
6.
7.
5.
6.
7.
Tindakan Kolaborasi
8. Cardiac Rehabilitation Activity Progression :
a. Aktifitas di bed
b. Pelatihan ROM pada bed
Tindakan Kolaborasi
8. Latihan Rom mengurangi resiko tromboemboli.
Pada saat pertama udu di kursi mengurangi
postural hipotensi dan mempromote fungsi paru
c.
d.
e.
9.
9.
10
Ketakutan
Faktor yang berhubungan
Lingkungan ICU
Tidak familiar dengna perawatan
postoperatif
Perubahan komunikasi sekunder dari
intubasi
Ketergantungan pada peralatan mekanik
Ancaman nyeri berhubungan dengan
pembedahan besar
Ancaman kematian
NIC:
Anxiety reduction
Preparatory Sensory
Information
Emotional Support
Tindakan Mandiri
1. Kenali tingkat takut pasien. Catat tanda dan
gejala, khususnya komunikasi nonverbal.
16.
17.
18.
19.
2.
2.
3.
3.
4.
4.
5.
5.
6.
6.
Tindakan Kolaboratif
7. Jelaskan tujuan dari tubes, alat monitoring,
medication pump dan peralatan yang lain dan
alat-alat yang menjadi bagian dari perawatan
postoperasi. Jelaskan setiap prosedur sebelum
melakukan tindakan.
8.
(Sumber: Gulanick, 2011; Herdman, 2012; Wilkinson, 2009; Wilson, Karen, 2008 )
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Biodata
Nama
: Tn.M
Umur
: 58 Tahun
Dx preoperasi
: 110/ 90 mmHg
Nadi
: 98 x/menit
CRT
: < 3 detik
RR
: 20 x/mnt
TB
: 160 cm
BB
: 80 kg
BB (Kg )
IMT= TB (m)2
80 kg
IMT= 2,56 m2
IMT= 31,25
Kesimpulan pasien obesitas
Revaskularisasi tidak
maksimal
Komplikasi
Trombosis
Oklusi
Cardiac Output Menurun
Aktivitas
Meningkatkan kebutuhan
Oksigen
Metabolisme
anaerob
Asam laktat
Acute coronary
sindrome
Mengganggu distribusi
Oksigen
Suplai oksigen ke
jantung berkurang
2 mol ATP
Asam piruvat
Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
Peningkatan
denyut jantug
Takikardi
c. Nyeri
Pada Tn.M telah dilakukan operasi CABG, pada saat pelaksanaan CABG
prosesnya adalah sebagai berikut:
Sternotomi
Transduksi (Luka)
Transmisi/ Pengiriman
Informasi dikirikim melalui serabut saraf A delta
dan C ke dorsal horn dari saraf tulang belakang
Saraf tulang belakang mengirimkan impuls lain ke
sentral yang lebih tinggi melalui saluran
spinotalamik dan spinoretikular ke thalamus
Persepsi nyeri
Talamus mengirimkan ke daerah kortikal dari
otak untuk proses informasi
Modulasi
Menghambat atau meningkatkan oleh hipotalamus, pons, dan korteks
somatosensori untuk memproses dan mengirimkan stimulus nyeri
Respon refleks suprasegmental dan kortikal
Reference:
Adiponektin
menurun
Antiinflamasi
menurun
Disfungsi endotel
Antiaterogenik
meurun
Molekul adhesi
keluar
Menarik
monosit
Proses inflamasi
Migrasi
T-cell keluar
T-cell interaksi
dengan antigen
dan makrofag
Aktivasi dan
Mengeluarkan
Sitokin
Peningkatan
serat kolagen
Meningkatkan
aterogenesis
Penipisan
fibrous cap
Ruptur
Aktifasi koagulasi
LAD
Three Vessels Disease
RCA
iskemia,
atau
pasien
dengan
diabetes.
Pembedahan
juga
Drainage vena biasanya dicapai oleh lekatan canulasi pada atrium kanan,
dengan distal akhir dari posisi canul ada pada daerah vena cava inferior.
Pengembalian arteri dari bypass pump dicapai dngan menyisipkan sebuah canul
melewati benang jahitan di aorta ascending, proximal ke arteri innominate. Cross
clamp digunakan pada aorta untuk mengisolasi janung dari darah yang kembali
melewati canul arteri. Lubang diletakka pada dasar aorta atau apex ventrikular
untuk dekompresi jantung, mencegah adanya distensi pda ventrikel kiri pada saat
aorta di klem.
5) Kardioplegi
Selama canulasi untuk bypass, satu lagi kateter juga diletakkan untuk infus
cairan cardioplegi yang berisi cairan tinggi kalium yang dialirkan ke sirkulasi
koroner. Cairan cardioplegi yang berisi cairan tinggi kalium ini untuk
menginduksi diastolic arrest secara cepat. Komponen tambahannya bermacammacam, tetapi khususnya meliputi substrat yang mengoptimalkan metabolisme sel
dan meminimalkan kerusakan sel. Biasanya darah ditambahkan pada cairan
kardioplegi untuk meningkatkan pengiriman suplai oksigen ke daerah miokard.
Temperatur dari cairan tersebut dapat 40C (cold cardioplegia) atau 370C (warm
cardioplegia) dan mungkin diberikan secara terus menerus atau hanya sementara.
Antegrade cardioplegi disampaikan dibawah tekanan yang melalui kateter yang
terletak di aorta ascending, posisi proksimal ke aortic cross clamp.
Distribusi dari antegrade cardioplegi dibatasi oleh keparahan arteri yang
stenosis, meninggalkan sebagian dari miokar yang berisiko untuk mengalami
injuri iskemi.
Sebagai alternatifnya, retrograde ardioplegi diperbolehkan untuk perfusi melalui
sistem vena jantung (venous system), dan dicapai dengan menggunakan kateter
yang diletakkan pada sinus koroner.
6) Cardiopulmonary Bypass Adjuncts
Adjunct digunakan untuk memperbesar atau menambahkan perfusi
jaringan pada saat dalam keadaan bypass. Pasien diberi antikoagulas denga
heparin untuk meminimalkan bekuan darah/clotting seperti pada saat darah
bertemu dengan kompnen asing pada saat di dalam mesin bypass. Keadekuatan
pemberian heparin dibuktikan dengan memonitor ACT (Activated Clotting Time).
Biasanya ACT dbawah 400 dan 480 detik selama bypass. Setelah dipisah dari
CPB, proamine diberikan untuk memutar atau melawan efek heparin.
Hipotermia yang sistemik juga digunakan selama proses bypass untuk
memperoteksi jaringan tubuh dengan menurunkan kebutuhan metabolik.
Penurunan kebutuhan metabolik dapat memugkinkan jaringan menoleransi aliran
perfusi yang rendah. Temperatur biasanya turun diantar 280C-320C. Hemodilusi
digunakan saat bypass membantu untuk mencegah penngkatan viskositas yang
normalnya dihasilkan oleh hipotermia.
Extracorporeal circuit dilengkapi dengan 1-1.5 liter cairan kristaloid yag
menghasilkan nilai hematokrit (Hct) 20%-25% pada saat bypass. Manitol
(Osmitrol) atau furosemid (Lasix) diberikan untuk meningkatkan diuresis
postoperasi yang dapat membantu menetralkan hemodilusi.
Selama dilakukan CPB darah terkena sejumlah permukaan asing yang
menyebabkan kerusakan elemen darah seperti sel darah putih, sel darah merah,
dan trombosit. Sirkulasi extracorporeal menghasilkan respon inflamasi. Hal ini
menginisiasi adanya perubahan fisiologis meliputi peningkatan permeabilitas
kapiler, peningkatan sirkulasi katekolamin, dan kerusakan koagulasi. Respon
terhadap CPB berkontribusi terhadap masalah klinis yang ditemukan pada periode
awal postoperasi .
selama
operasi,
umumnya
difasilitasi
oleh
tranesofageal
pada
umumnya
dibutuhkan
oelh
multivessel
disease
untuk
Karena
dibutuhkan
untuk
pembedahan
off-pump
sama
dengan
d
Gambar 3.2 (a) Alat stabilisasi pada Off Pump Surgery
(b) Stabilisasi LAD (Left Anterior Descending)
(c) Proses Off Pump Surgery
(d) Hasil dari Operasi CABG saluran baru telah dibuat
Obesitas
Adiponektin
menurun
Antiinflamasi
menurun
Disfungsi endotel
Antiaterogenik
meurun
Molekul adhesi
keluar
Menarik
monosit
Proses inflamasi
Migrasi
T-cell keluar
T-cell interaksi
dengan antigen
dan makrofag
Aktivasi dan
Mengeluarkan
Sitokin
Meningkatkan
aterogenesis
Peningkatan
serat kolagen
Ruptur
Aktifasi koagulasi
LCX 100%
proximal
LAD 90%
proksimal
RCA 99%
proksimal
Operasi CABG
Luka sternotomi
MK: Nyeri
Post operasi
MK: Cemas
Tidak mengikuti
rehabilitasi jantung
Komplikasi
MK: Penurunan
curah jantung
MK: Intoleran
Aktivitas
Aktivitas
Meningkatkan kebutuhan
Oksigen
MK: Penurunan
perfusi jaringan
jantung
Asam laktat
Mengganggu distribusi
Oksigen
Metabolisme
anaerob
Acute coronary
sindrome
Suplai oksigen ke
jantung berkurang
2 mol ATP
Asam piruvat
Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
PK: Disritmia
Takikardia
MK: Perubahan Pola
Nafas
Peningkatan
denyut jantug
Sesak napas
Diagnosa Keperawatan
Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan volume sekuncup
Intervensi (NIC)
Tindakan Mandiri
1. Kaji tekanan darah
Rasional
Tindakan Mandiri
1. Tekanan darah adalah salah satu paramater
fisioligis yang harus dimonitor. Sinus
takikardia dan penngkatan tekanan darah
dijumpai pada tahap awal yang bertujuan
untuk memprtahankan keadekuata curah
jantung. Penurunan tekanan darah
menandakan kondisi pasien memburuk.
2.
2.
3.
3.
4.
4.
5.
5.
6.
6.
7.
8.
Tindakan Kolaboratif
9. Pertahankan hemodinamik dalam
parameter dengan titrasi obat-obat
vasoaktif, yang biasanya digunakan yaitu:
a. IV (intra vena) Nitrogliserin
7.
8.
Tindakan Kolaboratif
9. Rasional penggunaan obat yang sering
digunakan:
a.
b.
b.
c.
Dopamine
c.
d.
Dobutamine
d.
e.
Milrinone
e.
f.
Norephinephrin
f.
g.
g.
Ephinephrin
h.
h.
Neosynephrine
i.
i.
Vasopressin
j.
j.
Nicardipine
k.
k.
NIC;
Cardiac care: Acute
Hemodynamic regulation
Tindakan Mandiri
1. Monitor EKG
NIC;
Cardiac care: Acute
Hemodynamic regulation
Tindakan Mandiri
1. Perubahan irama jantung terjadi sekunder
dari iskemia miokard.
Tindakan Kolaborasi
2. Dapatkan 12 lead EKG yang dibutuhkan.
Bandingkan dengan hasil EKG sebelum
operasi. Catat perubahan yang terjadi :
inversi gelomang T, ST elevasi atau
depresi.
Tindakan Kolaborasi
2. Perawat harus mengetahui jaringan mana
yang di bypass dan harus hati-hati pada saat
mengevaluasi area 12 lead EKG. Pasien
biasanya mengalami iskemia miokard kronik
kelanjutan dari kompromi saat pembedahan
atau mungkin terjadi spasme pada arteri
koroner yang spesifik:
a. Right coronary artery (RCA): leads II,
III, aVF
b. Posterio descending: gelombang R pada
V1 dan V2
c. Left anterior descending V1-V4
d. Diagonals: V5-V6
e. Circumlflexs: I, aVL dan V5
3.
4.
3.
4.
dengan vasopressor.
5.
5.
6.
6.
7.
7.
NIC:
Respiratory monitoring
Ventilatory assistance
Airway management
Endtracheal extubation
Tindakan Mandiri
1. Kaji suara nafas, catat daerah yang
mengalami penurunan ventilasi dan suara
nafas tambahan.
2.
2.
4.
4.
5.
5.
Tindakan Kolaborasi
3. Kadar PO2 dan saturasi oksigen yang rendah
dan meningkatnya PaCO2 merupakan tanda
dari hipoksemia dan kegagalan pernapasan.
f.
g.
h.
diterima.
6.
6.
7.
7.
NIC:
Dysrhythmia Management:
electrolit monitoring
Lectrolit management (Specify)
Tindakan Mandiri
1. Monitor irama jantug secara terus
menerus.
NIC:
Dysrhythmia Management:
electrolit monitoring
Lectrolit management (Specify)
Tindakan Mandiri
1. Kemampuan untuk mengenali disritmia
sangat penting untuk pengobatan awal. Atrial
fibrilasi, PVC, dan heart blocks adalah
disritmia yang sering terjadi pada pasien
postoperasi.
2.
2.
Tindakan Kolaboratif
3. Monitor 12 lead EKG
Tindakan Kolaboratif
3. Disamping untuk mengetahui adanya
disritmia, dokumentasi ECG selama operasi
mungkin mendokumentasikan iskemia
miokard yang dapat mempengaruhi curah
jantung.
4.
4.
5.
5.
6.
6.
7.
7.
8.
8.
9.
9.
Independent Action
1. Kaji aktivitas pasien sesuai dengan
toleransi dan kebiasaan yang dilakukan
sebelum sakit
Independent Action
1. Informasi ini dapat menyediakan informas
2.
2.
3.
3.
4.
4.
5.
5.
6.
6.
7.
7.
Tindakan Kolaborasi
8. Latihan Rom mengurangi resiko
tromboemboli. Pada saat pertama udu di
kursi mengurangi postural hipotensi dan
mempromote fungsi paru yang lebih baik
dan latihan dapat mempertahankan
kekuatan otot. Peningkatan kecepatan
meningkatkan level aktivitas.
9.
normal.
14. Beberapa pasien hanya berminat untuk
mendapatkan kekuatan setelah kejadian
jantung, sedangkan pasien yang lain
termotivasi untuk meningkatkan kapasitas
kemampuan dengan memulai aktifitas gaya
hidup baru.
NIC:
Anxiety reduction
Preparatory Sensory
Information
Emotional Support
Tindakan Mandiri
1. Kenali tingkat cemas pasien. Catat tanda
dan gejala, khususnya komunikasi
nonverbal.
2.
2.
3.
3.
4.
4.
5.
5.
6.
6.
Tindakan Kolaboratif
7. Jelaskan tujuan dari tubes, alat
monitoring, medication pump dan
peralatan yang lain dan alat-alat yang
menjadi bagian dari perawatan
postoperasi. Jelaskan setiap prosedur
sebelum melakukan tindakan.
Tindakan Kolaboratif
7. Miskonsepsi tentang penggunaan peralaan
dapat menambah keakutan pasien terhadap
kegagalan peralaan dan ketergantungan pada
mesin. Informasi dapat menimbulkan
kepercayaan atau kepercayaan diri pada
managemen medis. Tetapi, tingkat
kecemasan yang tinggi dapat menurunkan
tingkat konsentrasi dan terhambat dalam
mendapatkan informasi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tindakan CABG (Coronary Artery Bypass Grafting) merupakan suatu
tindakan pembedahan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit arteri koroner
dengan cara membuat saluran baru dari graft vena saphenous dan arteri (internal
mammary artery) milik pasien sendiri.
Tindakan pembedahan ini bertujuan untuk untuk merevaskularisaai daerah
yang mengalami iskemi atau infark, sehingga aliran oksigen dapat meningkat.
Tindakan CABG dilakukan pada pasien dengan indikasi angina kronis
yang sulit untuk diobati, stenosis >70% pada left main coronary artery, CAD
(coronary artery disesae), MI, kegagalan ventrikel kiri, kegagalan pengobatan,
kegagagalan PTCA, lebih dari 2 vessels diseases, kegagalan pengobatan, serta
kriteria yang sesuai dengan rekomendasi AHA.
Kontraindikasi pada CABG yaitu adanya sumbatan pada arteri urang dari
70%, hal ini dikarenakan apabila sumbatan pada arteri koroner kurang dari 70%
maka aliran darah tersebut masih cukup banyak. Sehingga dapat mencegah adanya
alira darah yang adekuat pada bypass, yang dapat mengakibatkan terjadinya
bekuan pada graft. Sehingga hasil operasi tidak ada hasilnya.
Pemilihan arteri dan vena yang digunakan yaitu vena saphena, arteri
radialis, arteri mammaria interna,
inferior.
Pada ahap operasi ada 2 cara melakukan CABG yaitu dengna on-pump
sugery, dan off-pump surgery. Pada proses pembedahan on pump surgery
menggunakan CPB (Cardio Pulmonary Bypass). Off pump coronary artery
(OPCAB) menggunakan minimally invasive direct coronary artery bypass graft
(MIDCABG), insisi kecil sekitar 2 inchi pada iga ke-4 pada left anterior
thoracotomy digunakan untuk mengambil LIMA (Left Internal Mammary Artery),
yang dianastomosiskan di LAD.
Managemen penatalaksanaan pasien dengan post operasi CABG bertujuan
untuk meminimalkan serta mencegah adanya komplikasi yang dapat muncul
setelah operasi. Prognosis dari CABG adalah efektif dalam memperbaiki dan
mengurangi gejala angina dan memperbaiki prognosis yang buruk pada iskemi.
4.2 Saran
Setelah mahasiswa serta pembaca membaca makalah ini diharapkan
mahasiswa lebih memahami tentang CABG. Serta dapat mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada pasien post operasi CABG secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA