You are on page 1of 16

SKLERITIS

Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen,
sebukan sel, dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis. Skleritis disebabkan
oleh berbagai macam penyakit baik penyakit autoimun ataupun penyakit sistemik.1 Data di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa skleritis merupakan penyakit yang jarang dijumpai.
Insiden penyakitnya sangat sulit ditemukan.
Prevalensi skleritis diperkirakan mencapai 6 kasus dari 10.000 populasi, 94% diantaranya
dengan skleritis anterior dan 6% adalah skleritis posterior. Dari data internasional, tidak ada
distribusi geografis yang pasti mengenai insiden skleritis.
Pada 15% kasus, skleritis bermanifestasi sebagai gangguan kolagen vaskular dan gejala
bertambah hingga beberapa bulan. Angka morbiditas ditentukan oleh penyakit primer skleritis itu
sendiri dan penyakit sistemik yang menyertai. Rasioantara perempuan dan laki-laki adalah 1,6:1.
Berdasarkan umur skleritis biasanya terjadi pada usia 11-87 tahun, dan rata-rata orang yang
menderita skleritia adalah usia 52 tahun.
Skleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan baik berupa
keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan
hipermetropia. Penatalaksanaan skleritis tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Oleh
karena itu perlu diagnosis yang tepat sesuai dengan etiologinya guna penatalaksanaan lebih
lanjut.
Mengingat pentingnya pengetahuan tentang skleritis ini maka inilah yang menjadi alasan
penulis dalam menyusun referat ini. Penulisan referat ini hendaknya dapat memberikan
pengetahuan kepada pembaca tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis.

DEFINISI
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh
destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis.
EPIDEMIOLOGI
Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat insidensi kejadian
diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien yang ditemukan, didapatkan 94%
adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum ada
penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset
perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.
Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih
banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis terutama terjadi
antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.
ETIOLOGI
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses imunologi
yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks imun) dan
disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan
pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal,
misalnya bedah katarak.
Berikut ini adalah beberapa penyebab skleritis, yaitu:
1. Penyakit Autoimun
Spondilitis ankylosing, Artritis rheumatoid, Poliartritis nodosa, Polikondritis berulang,
Granulomatosis Wegener, Lupus eritematosus sistemik, Pioderma gangrenosum, Kolitis
ulserativa, Nefropati IgA, Artritis psoriatic

2. Penyakit Granulomatosa
Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra, Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (jarang)
3. Gangguan metabolik Gout, Tirotoksikosis, Penyakit jantung rematik aktif Infeksi
Onkoserkiasis, Toksoplasmosis, Herpes Zoster, Herpes Simpleks, Infeksi oleh
Pseudomonas,Aspergillus, Streptococcus, Staphylococcus
4. Lain-lain
Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau basa), Mekanis (cedera
tembus), Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak Tidak diketahui

PATOFISIOLOGI
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T dan
makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi dari sklera bisa
berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada sklera dan
perforasi dari bola mata.
Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik
dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun secara umum
merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks
imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon
kronik granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari
sistem imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun
pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula post
kapiler dan respon imun sel perantara.
KLASIFIKASI
Skleritis diklasifikasikan menjadi:3
1. Episkleritis

a. Simple
Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi pada usia muda yang berpotensi
mengalami rekurensi. Gejala klinis yang muncul berupa rasa tidak nyaman pada mata, disertai
berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat pelebaran pembuluh darah baik difus maupun
segmental. Wanita lebih banyak terkena daripada pria dan sering mengenai usia dekade 40-an.
b. Nodular
Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama dengan bentuk simple scleritis. Sekitar
30% penyebab skleritis nodular dihubungkan dengan dengan penyakit sistemik, 5% dihubungkan
dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis rematoid, 7% dihubungkan dengan herpes
zoster oftalmikus dan 3% dihubungkan dengan gout.
2. Skleritis Anterior
95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi skleritis anterior sebesar 40%
dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya. Skleritis nekrotik terjadi sekitar
14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik dari skleritis biasanya tidak dihubungkan dengan
penyebab penyakit khusus, walaupun penyebab klinis dan prognosis diperkirakan berasal dari
suatu inflamasi. Berbagai varian skleritis anterior kebanyakan jinak dimana tipe nodular lebih
nyeri. Tipe nekrotik lebih bahaya dan sulit diobati.
Gambar 5. Skleritis Anterior
(Dikutip dari kepustakaan Bolumleri, 2008)
a. Difus
Bentuk ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster oftalmikus dan gout.
b. Nodular
Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus.

c. Necrotizing
Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi sistemik atau komplikasi
okular pada sebagian pasien. 40% menunjukkan penurunan visus. 29% pasien dengan skleritis
nekrotik meninggal dalam 5 tahun.
Bentuk skleritis nekrotik terbagi 2 yaitu:
i.
ii.

Dengan inflamasi
Tanpa inflamasi (scleromalacia perforans)

3. Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis anterior.
Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan kemampuan melihat. Dari
pemeriksaan objektif didapatkan adanya perubahan fundus, adanya perlengketan massa eksudat
di sebagian retina, perlengketan cincin koroid, massa di retina, udem nervus optikus dan udem
makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli anterior
dangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata bawah.
Gambar 6. Skleritis Posterior
(Dikutip dari kepustakaan Bolumleri, 2008)

DIAGNOSIS
Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan didukung oleh
berbagai pemeriksaan penunjang.

ANAMNESIS

Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan penyakit, riwayat
penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun riwayat pembedahan juga perlu
pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh.
Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan penurunan
ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri adalah gejala yang paling
sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif.. Nyeri timbul dari stimulasi
langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis
yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun
sepanjang malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan penggunaan
obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai sekret mukopurulen.
Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh perluasan dari skleritis ke
struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak
dan fundus yang abnormal.
Gambar 7. Skleritis
(Dikutip dari kepustakaan Bolumleri, 2008)
Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pada mata menjelaskan adanya penyakit sistemik,
trauma, obat-obatan atau prosedur pembedahan dapat menyebabkan skleritis seperti :

Penyakit vaskular atau penyakit jaringan ikat


Penyakit infeksi
Penyakit miscellanous ( atopi,gout, trauma kimia, rosasea)
Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata
Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic acid dan

ibandronate.
Post pembedahan pada mata
Riwayat penyakit dahulu seperti ulserasi gaster, diabetes, penyaki hati, penyakit ginjal,

hipertensi dimana mempengaruhi pengobatan selanjutnya.


Pengobatan yang sudah didapat dan pengobatan yang sedang berlangsung dan responnya
terhadap pengobatan.

PEMERIKSAAN FISIK SKLERA


1. Daylight
Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah serangan yang
berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan translusen juga dapat muncul dan juga
terlihat uvea yang gelap. Area hitam, abu-abu dan coklat yang dikelilingi oleh inflamasi yang
aktif yang mengindikasikan adanya proses nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada
sklera bisa menjadi avaskular yang menghasilkan sekuester putih di tengah yang dikelilingi
lingkaran coklat kehitaman. Proses pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan jaringan
granulasi meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis dari konjungtiva.
2. Pemeriksaan Slit Lamp
Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera dengan beberapa
bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi anterior dan posterior cahaya slit lamp
bergeser ke depan karena episklera dan sclera edema. Pada skleritis dengan pemakaian fenilefrin
hanya terlihat jaringan superfisial episklera yang pucat tanpa efek yang signifikan pada jaringan
dalam episklera.
3. Pemeriksaan Red-free Light
Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai kongesti vaskular
yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru dan juga area yang avaskular total.
Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada mata meliputi otot ekstra okular, kornea, uvea,
lensa, tekanan intraokular dan fundus.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan pemeriksaan fisik dapat
ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau menyingkirkan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan skleritis. Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi :

Hitung darah lengkap dan laju endap darah


Kadar komplemen serum (C3)
Kompleks imun serum
Faktor rematoid serum
Antibodi antinukleus serum
Antibodi antineutrofil sitoplasmik
Imunoglobulin E
Kadar asam urat serum
Urinalisis
Rata-rata Sedimen Eritrosit
Tes serologis
HBs Ag

PEMERIKSAAN RADIOLOGI.
Berbagai macam pemeriksaan radiologis yang diperlukan dalam menentukan penyebab
dari skleritis adalah sebagai berikut :

Foto thorax
Rontgen sinus paranasal
Foto lumbosacral
Foto sendi tulang panjang
Ultrasonography ( Scan A dan B)
CT-Scan
MRI

Pemeriksaan lain yang diperlukan antara lain :

Skin Test
Tes usapan dan kultur
PCR
Histopatologi

DIAGNOSIS BANDING

Berikut ini adalah beberapa diagnosis banding dari skleritis:

Konjunctivitis alergika
Episkleritis
Gout
Herpes zoster
Rosasea okular
Karsinoma sel skuamosa pada konjunctiva
Karsinoma sel skuamosa pada palpebra
Uveitis anterior nongranulomatosa

PENATALAKSANAAN
Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis adalah obat anti
inflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin 100 mg perhari atau ibuprofen
300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat mereda diikuti oleh pengurangan
peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau segera setelah tampak
penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid sistemik dosis tinggi. Steroid ini
biasanya diberikan peroral yaitu prednison 80 mg perhari yang ditirunkan dengan cepat dalam 2
minggu sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg perhari. Kadangkala, penyakit yang berat
mengharuskan terapi intravena berdenyut dengan metil prednisolon 1 g setiap minggu.
Obat-obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. 2 Siklofosfamid sangat bermanfaat
apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid topikal saja tidak bermanfaat
tetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi sistemik. Apabila dapat diidentifikasi
adanya infeksi, harus diberikan terapi spesifik. Peran terapi steroid sistemik kemudian akan
ditentukan oleh sifat proses penyakitnya, yakni apakah penyakitnya merupakan suatu respon
hipersensitif atau efek dari invasi langsung mikroba.
Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi sklera atau
kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat akibat invasi
langsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau poliarteritis nodosa yang disertai
penyulit perforasi kornea.

Penipisan sklera pada skleritis yang semata-mata akibat peradangan jarang menimbulkan
perforasi kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi trauma langsung terutama pada
usaha mengambil sediaan biopsi. Tandur sklera pernah digunakan sebagai tindakan profilaktik
dalam terapi skleritis, tetapi tandur semacam itu tidak jarang mencair kecuali apabila juga
disertai pemberian kemoterapi.
Skleromalasia perforans tidak terpengaruh oleh terapi kecuali apabila terapi diberikan
pada stadium paling dini penyakit. Karena pada stadium inijarang timbul gejala, sebagian besar
kasus tidak diobati sampai timbul penyulit.

KOMPLIKASI
Penyulit sleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio retina
eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis bermanifestasi sebagai pembentukan
alur perifer, vaskularisasi perifer, atau vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea.
Uveitis adalah tanda buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering
disertai oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut terbuka
dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid.
Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti uveitis atau
keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sclera atau skleromalasia maka
dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan,
dimana terjadi kekeruhan kornea akibat peradangan sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan
adalah segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat
gangguan susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan initidak pernah terjadi neovaskularisasi ke
dalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea yaitu berupa menjadi jernihnya kornea yang
dimulai dari bagian sentral. Sering bagian sentral kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan.

PROGNOSIS
Prognosis

skleritis

tergantung

pada

penyakit

penyebabnya.

Skleritis

pada

spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana termasuk tipe
skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata
Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan buta
permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada mata.
Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus, nodular atau
nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada penyakit sistemik selalu lebih
jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik
dapat ringan, durasi yang pendek, dan lebih respon terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe
nekrotik merupakan tipe yang paling destruktif dan skleritis dengan penipisan sklera yang luas
atau yang telah mengalami perforasi mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada tipe
skleritis yang 16
EPISKLERITIS

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar. Jaringan ini padat dan
berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus
optikus di belakang. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari
jaringan elastik halus, episklera yang mengandung banyak pembuluh darah yang memasuk sklera
.
Episkleritis adalah suatu peradangan pada episklera. Sklera terdiri dari serat-serat
jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata yang kuat. Sklera dibungkus oleh episklera
yang merupakan jaringan tipis yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi makan

sklera. Di bagian depan mata, episklera terbungkus oleh konjungtiva.

DEFINISI
Episkleritis adalah suatu kondisi yang relatif umum yang dapat mempengaruhi pada
satu atau kedua mata. Episcleritis terjadi pada perempuan lebih banyak daripada laki-laki dan
paling sering terjadi antara usia 40 dan 50 tahun.

KLASIFIKASI EPISKLERITIS
Ada dua jenis episkleritis.

Episcleritis simple. Ini adalah jenis yang paling umum dari episkleritis.

Peradangan biasanya ringan dan terjadi dengan cepat. Hanya berlangsung selama sekitar tujuh
sampai 10 hari dan akan hilang sepenuhnya setelah dua sampai tiga minggu. Pasien dapat
mengalami serangan dari kondisi tersebut, biasanya setiap satu sampai tiga bulan. Penyebabnya
seringkali tidak diketahui.

Episkleritis nodular. Hal ini sering lebih menyakitkan daripada episkleritis simple

dan berlangsung lebih lama. Peradangan biasanya terbatas pada satu bagian mata saja dan
mungkin terdapat suatu daerah penonjolan atau benjolan pada permukaan mata. Ini sering
berkaitan dengan kondisi kesehatan, seperti rheumatoid arthritis, colitis dan lupus.

GEJALA
Gejala episkleritis meliputi:

sakit mata dengan rasa nyeri atau sensasi terbakar

Mata merah pada bagian putih mata

Kepekaan terhadap cahaya

Tidak mempengaruhi visus

Jika pasien mengalami episkleritis nodular, pasien mungkin memiliki satu atau lebih
benjolan kecil atau benjolan pada daerah putih mata. Pasien mungkin merasakan bahwa benjolan
tersebut dapat bergerak di permukaan bola mata.

PENYEBAB
Hingga sekarang para dokter masih belum dapat mengetahui penyebab pasti dari
episkleritis. Namun, ada beberapa kondisi kesehatan tertentu yang selalu berhubungan dengan
terjadinya episkleritis. Kondisi- kondisi tersebut adalah penyakit yang mempengaruhi tulang,
tulang rawan, tendon atau jaringan ikat lain dari tubuh, seperti:

rheumatoid arthritis

ankylosing spondylitis

lupus (systemic lupus erythematosus)

inflammatory bowel diseases seperti Crohns disease and ulcerative colitis

gout

bacterial atau viral infection seperti Lyme disease, syphilis atau herpes zoster

beberapa penyakit lain yang kurang umum, penyebab episkleritis termasuk jenis

kanker tertentu, penyakit kulit, gangguan defisiensi imun dan, yang pasling jarang berhubungan
adalah gigitan serangga.

PATOFISIOLOGI
Sebuah kondisi peradangan jinak mata eksternal, episkleritis paling sering terjadi pada
orang dewasa muda. Perempuan tampaknya akan terpengaruh sedikit lebih sering dibandingkan
pria. Kelainan ini idiopatik pada sebagian besar kasus, namun dalam kasus tertentu mungkin ada
hubungan dengan beberapa penyakit sistemik yang mendasari seperti rheumatoid arthritis,
poliarteritis nodosa, lupus eritematosus sistemik, penyakit radang usus, sarkoidosis,
granulomatosis Wegener, asam urat, herpes zoster atau sifilis.

DIAGNOSIS
Dokter umum atau dokter spesialis mata akan menanyakan beberapa gejala-gejala yang
dialami pasien dan akan melakukan pemeriksaan pada mata pasien. Dokter juga mungkin akan
mempertanyakan mengenai riwayat kesehatan pasien.

Para dokter juga dapat melakukan beberapa tes lebih lanjut, seperti tes darah, untuk
mengetahui apakah episkleritis terkait dengan kondisi kesehatan yang mendasarinya.
Jika kondisi pasien sangat parah atau tidak berespon dengan pengobatan, seorang dokter
umum mungkin akan merujuk pasien ke dokter spesialis mata.

PROGNOSIS
Prognosis akhirnya baik karena biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam 1-2
minggu, dan tidak akan mempengaruhi visus.

TERAPI
Episkleritis biasanya akan hilang sendiri dalam waktu sekitar 10 hari dan biasanya tidak
memerlukan pengobatan apapun.
Air mata buatan (misalnya hypromellose) dapat berguna dalam menghilangkan gejala
mata kering.
Obat-obat
Jika gejala semakin parah atau bertahan lama, dokter mungkin akan meresepkan
beberapa obat berikut:

A non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID), seperti flurbiprofen. Obat ini

akan membantu meredakan nyeri dan bengkak dan mengurangi peradangan.

Steroid eye drops, seperti dexamethasone. Obat ini akan membantu untuk

mengurangi peradangan dan mempercepat pemulihan pasien. Namun, ada beberapa risiko terkait
dengan penggunaan tetes mata steroid, sehingga pasien perlu dipantau ketat oleh dokter.
Setiap penemuan kondisi kesehatan yang mendasari terjadinya episkleritis juga
memerlukan pengobatan. Pasien mungkin akan dirujuk ke spesialis lain seperti rheumatologist
(seorang dokter yang mengkhususkan diri dalam mengidentifikasi dan mengobati kondisi yang
mempengaruhi sistem muskuloskeletal, terutama sendi dan jaringan sekitarnya) untuk

pengobatan.

KOMPLIKASI
Sebuah komplikasi episkleritis yang mungkin terjadi adalah iritis. Sekitar satu dari 10
orang dengan episkleritis akan berkembang ke arah iritis ringan.

You might also like