You are on page 1of 23

BAB 2.

TINJAUAN TEORI
2.1 Vulvitis
2.1.1 Pengertian
Vulva terdiri atas komponen- komponen sebagai berikut : mons veneris,
labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum dengan orifisium uretra
eksternum, glandula bartolini, dan glandula parauretralis. Peradangan pada
selaput lendir, labia dan sekitarnya di sebut sebagai Vulvitis.
2.1.2 Etiologi
Vulvitis disebabkan oleh hygiene yang kurang seperti wanita yang gemuk
dan tua, adanya infeksi gonococcus, candida albicans, trichomonas,
oxyuris, pendiculi pubis, diabetes, vulvitis juga dapat terjadi sekunder,
terhadap leucorrhoea dan fistel traktus genitalis.
2.1.3 Manifestasi Klinis
1. Perasaan panas dan nyeri terutama waktu kencing
2. Leucorhoe yang sering disertai perasaan gatal shingga terjadi iritasi
oleh garukan,
3. adanya gangguan coitus,
4. labia menjadi merah dan bengkak dan sering tertutup oleh secret.
2.1.4 Patofisiologi
Umumnya vulvitis dapat terbagi 3 golongan:
1) Lokal
Infeksi pada glandula bartholini sering timbul karena gonorea, infeksi
streptococcus, E.Coli
Infeksi pada orifisium uretra externa, glandula para uretralis erring
disebabkan karena gonorea
Infeksi pada kulit, rambut, glandula sebasea, glandula eksokrin
keringat, bisa timbul karena luka atau sebab lain
2) Timbul bersama-sama dengan vaginitis atau timbul akibat vaginitis
3) Permulaan atau menefestasi penyakit umum, antara lain
Penyakit kelamin klasic, yaitu gonorea, sfilis, ulkus mole,
limfogranuloma venerum
Vulvitis yang disebabkan virus, termasuk limfogranuloma venerum,
herpes genetalis dan kandiloma
Vulvitis pada DM
2.1.5 Penatalaksanaan

Terapi yang paling baik adalah dengan terapi causal. Misalnya pada
infeksi oleh kuman kuman dapat di berikan obat yang mengandung obat
antimikroba, atimycotika sering dengan kortison
Trichomonas dapat di obati dengan derivate imidasol, oxyuriasis
dengan piperasin, pediculi dengan DDT.
Pada anak- anak kita selalu harus ingat akan vulvitis gonorrhica, pada
orang dewasa kemungkinan diabetes selalu harus di pertimbangkan.
Secara umum dapat di berikan zitbad.
2.2 Vaginitis
2.2.1 Definisi
Vaginitis adalah diagnosis masalah ginekologis yang paling sering terjadi di
pelayanan primer. Pada sekitar 90% dari perempuan yang terkena, kondisi ini
disebabkan oleh vaginosis bakterial, kandidiasis atau trikomoniasis vulvovaginal.
Vaginitis merupakan infeksi vagina yang dapat terjadi secara langsung pada luka
vagina atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan,
terjadi ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal
terbatas (Wiknjosastro, 2007).
Vaginitis adalah infeksi pada vagina yang disebabkan oleh vaginisis
bakterial, kandidiasis/ trikomoniasis vulvo vaginal, dan zat yang bersifat iritatif
(Mochtar, 2003). Vaginosis bakterialis diketahui kemudian sebagai infeksi
superfisial pada vagina yang menyertai keadaan menghilangnya laktobasili yang
normal dan disertai oleh pertumbuhan berlebihan dari mikroorganisme lain dalam
konsentrasi yang tinggi.
Vaginosis bakterial didefinisikan sebagai suatu keadaan abnormal pada
ekosistem vagina yang dikarakterisasi oleh pergantian konsentrasi Lactobacillus
yang tinggi sebagai flora normal vagina oleh konsentrasi bakteri anaerob yang
tinggi, terutama Bacteroides sp., Mobilincus sp., Gardnerella vaginalis, dan
Mycoplasma hominis Jadi vaginosis bakterial bukan suatu infeksi yang
disebabkan oleh satu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan
pertumbuhan berlebih dari bakteri yang berkolonisasi di vagina.

Vaginosis Bakterial memperlihatkan bukti bahwa penyakit ini terjadi akibat


pertumbuhan hebat bakteri normal vagina. Gangguan keseimbangan pertumbuhan
bakteri ini menyebabkan terjadinya fluor albus yang sangat berbau.
Vaginosis Bakterial adalah penyebab utama dari fluor albus akan tetapi
jarang tanpa disertai keluhan lain. Vaginosis bakterial terjadi akibat digantinya
mikroflora vagina normal yang healthy ( terutama dari jenis Lactobacillus
jensenii dan Lactobacillus crispatus ) oleh sekelompok mikroorganisme.
Bakterial vaginosis adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus
Spp penghasil hidrogen peroksida (H2O2) yang merupakan flora normal vagina
dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh : Bacteroides Spp,
Mobilincus Spp, Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis). Jadi, bakterial
vaginosis bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul
akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari bakteri yang
berkolonisasi di vagina.
2.2.2 Epidemiologi
Vaginosis bakterialis merupakan penyebab flour albus yang umum
ditemukan pada wanita usia subur. Di USA keadaan ini merupakan sekitar 50%
penyebab vaginitis pada seluruh populasi wanita dan merupakan 10%-30%
penyebab vaginitis pada wanita hamil (Majeroni 1998). Sebelum tahun 1955,
penyakit ini dikenal dengan nama nonspecific vaginitis, Haemophilus vaginitis,
Gardnerella vaginitis, Corynebacterium vaginitis, nonspecific vaginosis atau
anaerobic vaginosis.
2.2.3

Etiologi
Bakterial vaginosis disebabkan oleh ketidakseimbangan flora alami bakteri

(bakteri yang biasa ditemukan dalam vagina wanita). Bakterial vaginosis tidak
sama dengan kandidiasis (infeksi jamur) atau kandidiasis (infeksi jamur)
Trichomonas vaginalis (trikomoniasis) yang tidak disebabkan oleh bakteri.
Bakterial vaginosis umumnya terjadi karena pengurangan jumlah hidrogen
peroksida normal yang memproduksi lactobacilli dalam vagina. Salah satu
penyebab bakterial vaginosis adalah organisme Gardnerella vaginitis, namun
organisme tersebut bukan satu-satunya penyebab bakterial vaginosis. Bila

beberapa jenis bakteri menjadi tidak seimbang, seorang wanita dapat mengalami
bakterial vaginosis. Meskipun tidak berbahaya, tetapi kondisi ini dapat
mengganggu.
Secara bersamaan, ada peningkatan konsentrasi bakteri jenis lain, terutama
bakteri anaerob (bakteri yang bisa tumbuh tanpa oksigen). Akibatnya, diagnosis
dan pengobatan tidak sesederhana seperti mengidentifikasi dan menghilangkan
salah satu jenis bakteri. Penggabungan bakteri menyebabkan infeksi yang tidak
diketahui.
Vaginitis dapat disebabkan oleh:
1. Infeksi
a. Bakteri (misalnya klamedia gonokokus)
b. Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes dan wanita
hamil serta pemakai antibiotic.
c. Protozoa (misalnya trikomonas vaginalis)
d. Virus (misalnya HPV dan Herpes)
2. Zat atau benda yang bersifat iritatif
Misalnya spermisida, pelumas, diafragma, penutup serviks dan spons,
pembilas vagina, pakaian dalam yang terlalu ketat yang tidak berpori dan
tidak menyerap keringat
3. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya
4. Perubahan hormonal.
2.2.4 Tanda dan Gejala
Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal dari
vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya menyengat
atau disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal sering tampak lebih
kental dibandingkan cairan yang normal dan warnanya bermacam-macam.
Misalnya bisa seperti keju atau kuning kehijauan atau kemerahan.
Infeksi vagina karena bakteri cenderung mengeluarkan cairan berwarna
putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah melakukan
hubungan seksual atau mencuci vagina dengan sabun, bau cairannya semakin
menyengat karena terjadi penurunan keasaman vagina sehingga bakteri semakin
banyak yang tumbuh. Vulva terasa gatal dan mengalami
iritasi.
Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa
terbakar pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari vagina
keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang pada wanita

penderita diabetes dan wanita yang mengkonsumsi antibiotik.Infeksi karena


Trichomonas vaginalis menghasilkan cairan berbusa yang berwarna putih, hijau
keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap. Gatal-gatalnya sangat
hebat.
Cairan yang encer dan terutama jika mengandung darah, bisa disebakan oleh
kanker vagina, serviks (leher rahim) atau endometrium. Polip pada serviks bisa
menyebabkan perdarahan vagina setelah melakukan hubungan seksual. Rasa gatal
atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan oleh infeksi virus papiloma
manusia maupun karsinoma in situ (kanker stadium awal yang belum menyebar
ke daerah lain). Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di vulva bisa disebabkan
oleh infeksi herpes atau abses. Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa disebabkan ole
kanker atau sifilis. Kutu kemaluan (pedikulosis pubis) bisa menyebabkan gatalgatal di daerah vulva.
Wanita dengan vaginistis biasanya ada yang tanpa gejala atau dengan
gejala, berikut ini adalah tanda dan gejala yang pada wanita vaginitis antara lain:
1. Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal dari
vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya
menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal sering
tampak lebih kental dibandingkan cairan yang normal dan warnanya
bermacam-macam. Misalnya bisa seperti keju, atau kuning kehijauan atau
kemerahan
2. Infeksi vagina karena bakteri cenderung mengeluarkan cairan berwarna putih,
abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah melakukan
hubungan seksual atau mencuci vagina dengan sabun, bau cairannya semakin
menyengat karena terjadi penurunan keasaman vagina sehingga bakteri
semakin banyak yang tumbuh. Vulva terasa agak gatal dan mengalami iritasi.
3. Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa terbakar
pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari vagina
keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang pada wanita
penderita diabetes dan wanita yang mengkonsumsi antibiotik
4. Infeksi karena Trichomonas vaginalis menghasilkan cairan berbusa yang
berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap
dan gatal-gatalnya sangat hebat.

5. Cairan yang encer dan terutama jika mengandung darah, bisa disebakan oleh
kanker vagina, serviks (leher rahim) atau endometrium
6. Polip pada serviks bisa menyebabkan perdarahan vagina setelah melakukan
hubungan seksual
7. Rasa gatal atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan oleh infeksi virus
papiloma manusia maupun karsinoma in situ (kanker stadium awal yang
belum menyebar ke daerah lain)
8. Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di vulva bisa disebabkan oleh infeksi
herpes atau abses
9. Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa disebabkan oleh kanker atau sifilis
10. Kutu kemaluan (pedikulosis pubis) bisa menyebabkan gatal-gatal di daerah
vulva.
2.2.5 Patofisiologi
Flora vagina terdiri atas banyak jenis kuman, antar lain basil doderlein,
streptokokkus, stafilokokkus, difteroid, yang dalam keadaan normal hidup dalam
simbiosis diantara mereka. Jika simbiosis ini terganggu dan kuman-kuman seperti
streptokokkus, stafilokokkus, basil koli dan lain-lain dapat berkembang biak,
timbullah vaginitis non spesifik. Antibiotik, kontrasepsi, hubungan seksual, stress
dan hormon dapat merubah lingkungan vagina dan dapat memungkinkan
organisme pathogen tumbuh. Pada vaginosis bkcterial dipercayai bahwa beberapa
kejadian yang provokatif menurunkan jumlah hydrogen peroksida yang
diproduksi C. acidophilus organism. Hasil dari perubahan pH yang terjadi
memungkinkan perkembangbiakan berbagai organisme yang biasanya ditekan
pertumbuhannya seperti G. vaginalis, M.Hominis, dan Mobiluncus spesies.
Organism tersebut memproduksi berbagai produk metabolik seperti amine,
yang akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan ekspoliasi sel epitel
vagina. Amine inilah yang menyebabkan adanya bau yang tidak enak pada infeksi
vaginosis bacterial dengan fisiologi yang sama, perubahan lingkungan vagina,
seperti peningkatan produksi glikogen pada saat kehamilan dan tingkat
progesterone karena kontrasepsi oral memperkuat penempelan C.albikans ke sel
epitel vagina dan memfasilitasi pertumbuhan jamur. Perubahan ini dapat
mentransformasi kondisi

kolonisasi organisme yang asimptomatik menjadi

infeksi yang simptomatik. Pada pasien dengan trikomoniasis perubahan tingkat

estrogen dan progesterone sebagaimana juga peningkatan pH vagina dan tingkat


glikogen dapat memperkuat pertumbuhan dan virulensi trikomonas vaginalis.
2.2.6

Jenis-jenis Vaginitis

Vaginitis dibedakan menjadi 3 jenis tergantung bakteri yang menginfeksi, yaitu:


a. Vaginitis trichomonas vaginalis
Infeksi ini disebabkan oleh trichomonas vaginalis yang mempunyai bentuk
kecil, berambut getar dan lincah bergerak. Gejala utamanya: terdapat
keputihan encer sampai kental, warna kekuning-kuningan, terasa gatal dan
terasa membakar, berbau, ada bintik pada dinding vagina.
b. Vaginitis kandidiasis
Infeksi ini disebabkan oleh jamur candida albikans. Vaginitis kandidiasis
sering dijumpai pada wanita hamil, karena terdapat perubahan asam basa.
Gejala vaginitis kandidiasis antara lain : terdapat keputihan kental bergumpal,
terasa sangat gatal dan mengganggu, pada dinding vagina sering dijumpai
membran putih yang bila dihapuskan dapat menimbulkan perdarahan.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi dari vaginitis yaitu sebagai berikut:
a. Postpartum endometritis
b. Selulitis tumpul vagina pasca histerektomi
c. Peradangan Panggul pasca kuretasi
d. Plasma sel endometritis
e. Vaginosis bakterialis juga berhubungan dengan keberadaan fetal fibronectin
yang terbukti meningkatkan kejadian korioamnionitis dan neonatal sepsis
f. Terjadi peningkatan risiko terjadinya persalinan kurang bulan, kontraksi
prematur atau kelahiran dengan BBLR
g. Lebih mudah terjadi infeksi Gonorrhoea dan Klamidia
h. Meningkatkan kerentanan terhadap HIV dan infeksi penyakit menular seksual
lainnya.
2.2.8 Prognosis
Prognosis bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita
walaupun tidak menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang
sama dapat dipakai. Prognosis bakterial vaginosis sangat baik, karena infeksinya
dapat disembuhkan. Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3
kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi angka
kesembuhan yang tinggi (84-96%).

2.2.9

Pengobatan
Cairan vagina akibat vaginitis perlu diobati secara khusus sesuai dengan

penyebabnya. Jika penyebabnya adalah infeksi, diberikan antibiotik, anti-jamur


atau anti-virus, tergantung kepada organisme penyebabnya. Untuk mengendalikan
gejalanya bisa dilakukan pembilasan vagina dengan campuran cuka dan air. Tetapi
pembilasan ini tidak boleh dilakukan terlalu lama dan terlalu sering karena bisa
meningkatkan resiko terjadinya

peradangan panggul.

Jika akibat infeksi labia (lipatan kulit di sekitar vagina dan uretra) menjadi
menempel satu sama lain, bisa dioleskan krim estrogen selama 7-10 hari. Selain
antibiotik, untuk infeksi bakteri juga diberikan jeli asam propionat agar cairan
vagina lebih asam sehingga mengurangi

pertumbuhan.bakteri. Pada infeksi

menular seksual, untuk mencegah berulangnya infeksi, kedua pasangan seksual


diobati pada saat.yang.sama. Penipisan lapisan vagina pasca menopause diatasi
dengan terapi sulih estrogen. Estrogen bisa diberikan dalam bentuk tablet, plester
kulit maupun krim yang dioleskan langsung ke vulva dan vagina.
Pengobatan Umum Untuk Vaginitis & Vulvitis
Jenis Infeksi
Jamur

Pengobatan
a. Miconazole, clotrimazole, atau terconazole (krim,

Bakteri

tablet vagina atau supositoria)


b. Fluconazole atau ketoonazole (tablet)
Biasanya metronidazole atau c;indamycin (tablet vagina)
atau metronidazole. Jika penyebabnya gonokokus biasanya

diberikan suntikan ceffriaxon dan tablet doxicylin.


Klamidia
Doxicylin atau ozithromycin (tablet)
Trikomonas
Metronidazole (tablet)
HPV
(kutil Asam triklorasetat (dioleskan ke kutil), untuk infeksi yang
genetalis)

berat

digunakan

larutan

nitrogen

atau

fluorouracil

(dioleskan dikutil)
Virus Herpes
Acyclovir (tablet atau salep)
Untuk mengurangi nyeri dan gatal-gatal bisa dibantu dengan kompres
dingin pada vulva atau berendam dalam air dingin. Untuk mengurangi gatal-gatal
yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa dioleskan krim atau salep corticosteroid
dan antihistamin per-oral (tablet). Krim atau tablet acyclovir diberikan untuk

mengurangi gejala dan memperpendek lamanya infeksi herpes. Untuk mengurangi


nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri.
2.2.10 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis vaginosis bakterialis ditegakkan bila 3 kriteria terpenuhi dari 5
1.
kriteria dibawah ini (Majeroni,1998):
a. Cairan vagina yang homogen (jumlah dan warnanya dapat bervariasi
b. PH vagina > 4.5, dengan menggunakan phenaphthazine paper (nitrazine
paper)
c. Uji Amin (+)
Uji Amin (KOH whiff test) : Pemberian setetes KOH 10% pada sekret vagina
diatas gelas objek akan menghasilkan bau amis yang karakteristik ( fishy /
musty odor ), bau amis muncul sebagai akibat pelepasan amin dan asam
organik hasil alkalisasi bakteri anaerob
d. Terdapat clue cell ( sel epitel vagina yang diliputi oleh coccobacillus yang
padat) > 20% pada preparat basah atau pewarnaan Gram.
Cara pemeriksaannya :
Pemeriksaan preparat basah;dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes
cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi
dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan
kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel
epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella
vaginalis).Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan
spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah
penanda bakterial vaginosis.
e. Tidak adanya / berkurangnya laktobasil pada pewarnaan Gram.
Skoring jumlah bakteri yang normal pada vagina atau vaginosis bakterial
dengan pewarnaan Gram :
Lactobacilli

Gardnerella/

Mobilincus sp

Bacteroides
(1+) : 1
(2+) : 2
(3+) : 3
(4+) : 3

(4+) : 0
(1+)-(2+) : 1
(3+) : 1
(3+)-(4+) : 2
(2+) : 2
(1+) : 3
(0) : 4
Keterangan: Skor 0-3 dinyatakan normal; 4-6 dinyatakan sebagai
intermediate; 7-10 dinyatakan sebagai vaginosis bakterial.

Kriteria diagnosis vaginosis bakterial berdasarkan pewarnan Gram:


1. Derajat 1: normal, di dominasi oleh Lactobacillus
2. Derajat 2: intermediate, jumlah Lactobacillus berkurang
3. Derajat 3: abnormal, tidak ditemukan Lactobacillus atau hanya
ditemukan beberapa kuman tersebut, disertai dengan bertambahnya
2.

jumlah Gardnerella vaginalis atau lainnya.


Uji H2O2
Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas

objek akan segera membentuk gelembung busa ( foaming bubbles) karena adanya
sel darah putih yang karakteristik untuk trikomoniasis atau pada vaginitis
deskuamatif, sedangkan pada vaginosis bakterialis atau kandidiasis vulvovaginal
tidak bereaksi.
2.2.11 Pencegahan
Pencegahan kandidiasis, jenis yang paling umum dari vaginitis, dimulai
dengan kebersihan yang baik: pengeringan sepenuhnya setelah mandi,
mengenakan pakaian segar, dan menyeka dari depan ke belakang setelah buang air
besar semua membantu untuk mencegah kontaminasi dari vagina dengan bakteri
berbahaya. Pencegahan vaginosis bakteri termasuk diet sehat dan perilaku serta
meminimalkan stres karena semua faktor ini dapat mempengaruhi keseimbangan
pH vagina. Mengkonsumsi bakteri baik dalam produk dengan hidup-budaya,
seperti yoghurt, atau hanya melalui suplemen probiotik, seseorang dapat
mengurangi

kemungkinan

mengembangkan

vaginitis

karena

antibiotik.

Pencegahan trikomoniasis berkisar seks aman-prosedur, seperti penggunaan


kondom.
2.3 Cervicitis
2.3.1 Definisi
Cervicitis ialah radang dari selaput lendir canalis cervicalis karena epitel
selaput lendir cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah
terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina (Sarwono, 2008). Pada
seorang multipara dalam keadaan normal canalis cervikalis bebas kuman, pada
seorang multipara dengan ostium uteri eksternum sudah lebih terbuka, batas atas

dari daerah bebas kuman ostium uteri internum. Walaupun begitu canalis
cervicalis terlindung dari infeksi oleh adanya lendir yang kental yang merupakan
barier terhadap kuman-kuman yang ada didalam vagina. Terjadinya cervisitis
dipermudah oleh adanya robekan serviks, terutama yang menimbulkan ectropion
(Sarwono, 2008).
Infeksi ini terjadi pada sebagian besar wanita yang telah melahirkan.
Terdapat perlukaan ringan pada mulut rahim. Gejala infeksi ini adalah leukorea
yang kadang sedikit atau banyak, dapat terjadi perdarahan (saat hubungan seks).
Pengobatan terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan setelah 42 hari
persalinan atau sebelum hubungan seks dimulai. Pada mulut rahim luka lokal
disembuhkan dengan cairan albutil tingtura, cairan nitrasargenti tingtura, dibakar
dengan pisau listrik, termokauter, mendinginkannya (cryosurgery). Penyembuhan
servisitis menahun sangat penting karena dapat menghindari keganasan dan
merupakan pintu masuk infeksi ke alat kelamin bagian atas.
2.3.2 Etiologi
Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti: trikomonas vaginalis,
kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina
seperti streptococcus, enterococus, e.coli, dan stapilococus. Kuman-kuman ini
menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kromik
dalam jaringan serviks yang mengalami trauma. Dapat juga disebabkan oleh
robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion atau alat kontrasepsi,
tindakan intrauterine seperti dilatasi dan lain-lain.
Servicitis dapat disebabkan oleh salah satu dari sejumlah infeksi, yang
paling umum adalah:
a.

Klamidia dan gonore, klamidia dengan akuntansi untuk sekitar 40% kasus.
Gonorroe, sediaan hapus dari fluor cerviks terutama purulen.

b.

Trichomonas vaginalis dan herpes simpleks adalah penyebab yang kurang


umum dari cervicitis.

c.

Peran Mycoplasma genitalium dan vaginosis bakteri dalam menyebabkan


servisitis masih dalam penyelidikan.

d.

Sekunder terhadap kolpitis.

e.

Tindakan intra dilatasi dll.

f.

Alat-alat atau obat kontrasepsi.

g.

Robekan serviks terutama yang menyebabkan ectroption/ extropin

2.3.3 Klasifikasi
1. Servisitis Akuta
a) Pengertian
Infeksi ini dapat disebabkan oleh gonokokus (gonorea) sebagai salah
satu infeksi hubungan seksual. Pada infeksi setelah keguguran dan 15
persalinan disebabkan oleh stafilokokus dan streptokokus.
b) Gejala
Gejala infeksi ini adalah pembengkakan mulut rahim, pengeluaran
cairan bernanah, adanya rasa nyeri yang dapat menjalar ke sekitarnya.
c) Pengobatan
Pengobatan pada infeksi ini dengan memberi antibiotika dosis tepat
dan menjaga kebersihan daerah kemaluan (Manuaba, 2009).
2. Servisitis kronika (Menahun)
a) Pengertian
Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah
melahirkan. Luka-luka kecil atau besar pada serviks karena partus atau
abortus memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam endoserviks dan
kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun (Prawirohardjo,
2008).
b) Gejala
Gejala infeksi ini adalah leukorea yang kadang sedikit atau banyak,
dapat terjadi perdarahan saat hubungan seks (Manuaba, 2009).
c) Pengobatan
Pengobatan terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan setelah
42 hari persalinan atau sebelum hubungan seks dimulai. Pada mulut rahim
luka lokal disembuhkan dengan cairan al-butil tingtura, cairan nitrasargenti
tingtura, dibakar dengan pisaulistrik, termokauter, mendinginkannya
(cryosurgery). Penyembuhan servisitis menahun sangat penting karena
dapat menghindari keganasan dan merupakan pintu masuk infeksi ke alat
kelamin bagian atas (Manuaba, 2009)
2.3.4 Patofisiologi
Beberapa gambaran patologis servisitis:

1. Serviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan


infiltrasi endokopik dalam stroma endocerviks. Servisitis ini tidak
menimbulkan gejala kecuali pengeluaran sekret yang agak putih
kekuningan.
2. Pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerahmerahan yang tidak terpisah secara jelas dan epitel portio disekitarnya,
sekret dikeluarkan terdiri atas mukus bercampur nanah.
3. Sobekan pada serviks uteri lebih luas dan mukosa endoserviks lebih
kelihatan dari luar (eksotropion). Mukosa dalam keadaan demikian ini
mudah kena infeksi dari vagina, karena radang menahun, serviks bisa
menjadi hipertropis dan mengeras, sekret bertambah banyak (Fauziyah,
2012).
2.3.5

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dari penyakit Servisitis adalah sebagai berikut:


a. Flour hebat, biasanya kental atau perullent dan biasanya berbau
b. Sering menimbulkan arusio (erythroplaki) pada portio
c. Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat melihat flour yang
purulent keluar dari kanalis servikalis. Kalau partio normal tidak ada
ectropion, maka harus diingat kemungkinan gonorrae
d. Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vilvitis
e. Pada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput
lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan oleh
ovulanobethi dan akibat retensi kelenjar-kelenjar serviks karena saluran
keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau karena peradangan
f. Gejala-gejala non spesifik seperti dipareuni, nyeri punggung kemih
g. Perdarahan saat melakukan hubungan seks.
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut dr. Achmad Mediana, SpOG dari Departemen Obstetri dan
Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto, pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada servisitis antara lain:
a. In Spekulo
Pemeriksaan ini menggunakan speculum cocor bebek yang dimasukkan ke
vagina. Gunanya untuk melihat keadaan permukaan di leher rahim. Dari
pemeriksaan ini dapat diketahui apakah permukaan leher rahim ada infeksi,

jengger ayam/kandiloma, varises, ataupun bila ada keganasan atau kanker


leher rahim.
b. Pemeriksaan Dalam/Colok Vaginal
Dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan in spekulo. Pemeriksaan ini
digunakan untuk melihat besar rahim atau ukurannya. Untuk memantau
keadaan serviks, vagina dan panggul.
c. Pemeriksaan Pap Smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi dini kelainan-kelainan yang ada
di leher rahim atau untuk menilai sel-sel leher rahim. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara mengambil getah serviks kemudian diperiksa di
laboratorium.
d. Kolposkopi
Dilakukan bila ada kecurigaan di daerah leher rahim dengan cara diteropong.
Alat kolposkopi terdiri atas dua alat pembesaran optik yang ditempatkan pada
penyangga yang terbuat dari besi. Kolposkopi dilengkapi dengan layer teve,
maka pasien bias melihat hasil peneropongan tersebut dari layer teve.
Pemeriksaan kolposkopi juga disertai alat untuk mengambil jaringan yang
dicurigai tersebut.
e. Biopsi
Adalah pengangkatan dan pemeriksaan jaringan leher rahim untuk tujuan
diagnosa. Jaringan diambil dengan semacam alat/jepitan, selanjutnya jaringan
yang telah diambil tersebut dikirim ke laboratorium.
f. Pemeriksaan BV (Bakterial Vaginosis) atau Swab Vagina
Dilakukan pada pasien-pasien yang terkena infeksi berulang. Misalnya,
infeksi di leher rahim. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil cairan
dari vagina pasien kemudian diperiksa di laboratorium.
2.3.7 Pengobatan
Pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita servisitis adalah sebagai berikut:
a. Antibiotikan terutama kalau dapat ditemukan genecoccus dalam sekret
b. Kalau servisitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam A9NO3
10% dan irigasi
c. Servisitis yang tidak mau sembuh dari tolong operatif dengan melakukan
konisasi, kalau sebabnya ekstropion dapat dilakukan lastik atau amputasi

d. Erosion dapat disembuhkan dengan obat keras seperti, A9NO3 10% atau
albothyl yang menyebabkan nekrose epitel silindris dengan harapan bahwa
kemudian dari ganti dengan epitel gepeng berlapis banyak
e. Servisitis kronik pengobatannya lebih baik dilakukan dengan jalan kauterisasi
radral dengan termokauter atau dengan krioterapi
f. Kalau serviks tidak spesifik dapat diobati dalam argentetas netrta
menyebabkan dengan epitel slindris, dengan harapan bahwa kamudian diganti
dan epitel gepeng berlapis banyak
g. Kauterisasi-radikal dengan termokauter, atau dengan krioterapi. Sesudah
kauterisasi terjadi nekrosis. Jaringan yang meradang terlepas dalam kira-kira
2 minggu dan diganti tambahan oleh jaringan menahun mencapai endoserviks
jauh kedalam

kanalis

crevikalis.

Perlu dilakukan

konisasi dengan

menganggkat sebagian besar mukosa endocerviks. Jia sobekan dan infeksi


sangat luas, maka dilakukan amputasi serviks.
2.3.8 Pencegahan
Pencegahan Servisitis dapat dilakukan dengan cara melakukan upaya
pencegahan:
a. Melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan yang setia
b. Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual
c. Bila terinfeksi, mencari pengobatan bersama pasangan seksual
d. Menghindari hubungan seksual bila ada gejala (Widyastuti, Rahmawati
dan Yuliasti Eka, 2009).

2.4 Pelvis Inflammatory Disease


2.4.1 Pengertian
Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah infeksi
pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium,
tubafalopii, ovarium, miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID
adalah infeksi yang paling peting dan merupakan komplikasi infeksi menular
seksual yang paling biasa (Sarwono,2011; h.227)

Pelvic Inflamatory Disease adalah suatu kumpulan radang pada saluran


genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium,
tuba fallopi, ovarium maupun miometrium secara perkontinuitatum maupun
secara hematogen ataupun sebagai akibat hubungan seksual. (Yani,2009;h.45)
Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi dari
uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan dengan
pembedahan dan kehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan inflamasi alat
kandungan tinggi termasuk kombinasi endometritis, salphingitis, abses tuba
ovarian dan peritonitis pelvis. Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi. Batas
antara infeksi rendah dan tinggi ialah ostium uteri internum (Marmi, 2013; h.198)
Menurut Yani (2009;h.45-50) bentuk-bentuk PID:
1.

Endometritis
Endometritis adalah suatu peradangan pada endometrium yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan.
Endometritis paling sering ditemukan terutama:
a.
Setelah seksio sesarea
b.
Partus lama atau pecah ketuban yang lama
Diagnosa banding endometritis meliputi infeksi traktus urinarius, infeksi
pernafasan, septicemia, tromboflebitis pelvis, dan abses pelvis.
Penatalaksanaan pada endometritis:
a.
b.
c.
d.
e.

Pemberian antibotika dan drainase yang memadai


Pemberian cairan intra vena dan elektrolit
Penggantian darah
Tirah baring dan analgesia
Tindakan bedah

Menurut Yani (2010;h.46-47) endometritis dibagi 2:


1)
Endometritis akut
Pada endometritis akut endometrium mengalami endema dan hiperemi
terutama terjadi pada post partum dan post abortus.
Penyebab :
a)
Infeksi gonorhoe dan infeksi pada abortus dan partus
b) Tindakan yang dilakukan di dalam uterus seperti pemasangan IUD,
kuretase
Gejala-gejala :
a)

Demam

b)
c)
d)

Lochia berbau
Lochia lama berdarah bahkan metrorhagia
Tidak menimbulkan nyeri jika radang tidak menjalar ke

parametrium atau perimetrium


Penatalaksanaan :
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah
berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar. Adapun pengobatannya
adalah:
a)
Uterotonik
b)
Istirahat, letak fowler
c) Antibiotik
2)
Endometritis kronika
Endometritis tidak sering ditemukan. Pada pemeriksaan microscopic
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit
Gejala-gejala klinis endometritis kronika :
a.) Leukorea
b.) Kelainan haid seperti menorhagie dan metrorhagie.
Pengobatannya tergantung pada penyebabnya, endometritis kronika
ditemukan :
a.) Pada tuberculosis
b.) Pada sisa-sisa abortus atau partus yang tertinggal
c.) Terdapat corpus alineum di cavum uteri
d.) Pada polip uterus dengan infeksi
e.) Pada tumor ganas uterus
f.) Pada salpingo ooforitis dan selulitis pelvic
2.
Myometritis
Biasanya tidak berdiri sendiri tetapi lanjutan dari endrometritis, maka gejalagejala dan terapinya sama dengan endrometritis. Diagnosa hanya dapat dibuat
3.

secara patologi anatomis.


Parametritis (celulit pelvica)
Parametritis yaitu radang dari jaringan longgar didalam ligament latum.
Radang ini biasanya unilateral.
Diagnose banding adnexitis lebih tinggi dan tidak sampai kedinding panggul
biasanya bilateral.
Etiologi parametritis dapat terjadi:
a.
Dari endometritis dengan 3 cara
1)
Percontinuitatum: endometritis, metritis, paraetritis
2)
Lymphogen
3)
Haematogen: phlebitis, periphelbitis, parametritis.
b.
Dari robekan servik

Perforasi uterus oleh alat-alat (sonde, kuret, IUD).


Gejala:
1)
Suhu tinggi dengan demam menggigil
2)
Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah,
derense dll. Terapi antibiotic.
4.
Salpingitis akut
Diagnose banding kehamilan ektopik, tidak ada demam, KED tidak tinggi,
dan leokosite tidak seberapa. Jika tes kehamilan positif, maka adneksitis
dapat dikesampingkan, tetapi jika negative keduanya mungkin.
Appendicitis tempat nyeri tekan lebih tinggi (Mc burney).
Salpingitis menjalar ke ovarium hingga terjadi oophoritis. Salpingitis dan
oophoritis diberi diberi nama adnexitis.
Etiologi paling sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh
staphylococcus, streptococcus dan bactery tbc.
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
a.
Naik dari kavum uteri
b.
Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari appendiks yang meradang
c.
Haematogen terutama salpingitis tuberculosa. Salpingitis biasanya
bilateral.
Gejala:
a.
Demam tinggi dengan menggigil
b.
Nyeri perut kanan kiri bawah, terutama jika ditekan
c.
Defense kanan dan kiri atas ligament pourpart
d.
Mual dan muntah ada gejala abdomen akut karena terjadi rangsangan
e.

peritoneum
Terkadang ada tendensi pada anus karena proses dekat pada rectum

dan sigmoid
f.
Pada periksa dalam, nyeri jika portio digoyangkan, nyeri kiri dan kanan
5.

dari uterus terkadang ada penebalan dari tuba.


Pelvioperitonitis (Perimetritis)
Biasanya terjadi sebagai lanjutan dari salpingoophoritis. Kadang kadang
terjadi dari endometritis.
Etiologi :
a.
GO
b.
Sepsis ( Post partum dan post abortus )
c.
Dari appendicitis.
Pelvioperitonitis dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan dari alat-alat
dalam rongga panggul dengan akibat perasaan nyeri atau ileus.
Dapat dibedakan menjadi 2 bentuk:

1)

a.

Bentuk yang menimbulkan perlekatan-perlekatan tanpa pembuatan

b.

nanah.
Bentuk dengan pembentukan nanah yang menimbulkan douglas abses.
Pelvioperitonitis akut
Gejala : Nyeri diperut bagian bawah.
Diagnosa :
Pada periksa dalam teraba infiltrat dalam cavum douglasi, tapi kadangkadang hanya ada penebalan lipatan cavum douglasi yang teraba sebagai
piggir yang keras. Sebagai akibat pelveoperitonitis dapat terjadi douglas
abces. Douglas abcas ini dapat pecah ke dalam rectum atau ke dalam
fornix posterior vaginae.
Douglas abses dapat terjadi karena :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Nanah yang keluar dari salpingitis purulenta.


Pyosalping yang pecah.
Haematocele retrouterina yang terinfeksi.
Abses ovarium yang pecah.
Dari abses appendiculer.
Pelveoperitonitis purulenta.
Perforasi usus pada typus abdominalis ( terutama dinegara yang

sedang berkembang).
Gejala :
a)
Demam intermitens, pasien menggigil.
b) Tanesmi ad anum.
Diagnosa :
a)
Pada periksa dalam teraba masa yang kenyal yang berfluktuasi
dalam cavum douglasi dan nyeri tekan.
b)
KED tinggi dan gambaran darah toksis.
Diagnosa banding :
a)
Haematocele retroutenia : terjadi lambat laun dan setelah beberapa
lama menjadi keras.
b) Tumor tumor retrouterin: biasanya batas batasanya jelas, kadang
kadang dapat digerakkan.
c) Abses dalam parametrium: terletak dalam ligamen sakro uterinum
Terapi :
a) Antibiotik bordspecrtum
b)
Istirahat dalam letak flower
c)
Opiat untuk mengurangi rasa nyeri
d) Infus untuk mempertahankan galance elektrolit
e)
Dekompresi dengan Abott Miller Tube

f)

Pada douglas abses dilakukan kolpotomia posterior , kalau setelah


kolpotomi tidak segera ada perbaikan harus dicari sebab-sebab ekstra

genital, misal perforasi usus karena typus abdominalis.


2.4.2 Etiologi
Kebanyakan PID merupakan sekuele dari infeksi serviks karena penyakit
menular seksual yang terutama disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae dan
Chlamidia trachomatis. Selain kedua organisme ini, mikroorganisme yang dapat
menyebabkan terjadinya PID adalah:
a.
Cytomegalovirus (CMV) : CMV ditemukan di saluran genital bagian atas
pada wanita yang mengalami PID, diduga merupakan penyebab yang penting
untuk terjadinya PID
b.
Mikroflora endogenic
c.
Gardnerella vaginalis
d.
Haemophilus influenza
e.
Organisme enteric gram negative (E.coli)
f.
Spesies peptococcus
g.
Streptococcus agalactia
h.
Bacteroides fragilis, yang dapat menyebabkan dekstruksi tuba dan epitel
(Marmi,2013;h.199)
2.4.3 Manifestasi Klinis
Gejala pelvic inflamatory desease :
1.
Tegang nyeri abdomen bagian bawah
2.
Tegang nyeri adneksa unilateral dan bilateral
3.
Tegang nyeri pada pergerakan servik
4.
Temperatur di atas 38 o C
5.
Pengeluaran cairan servik atau vagina abnormal
6.
Peningkatan C reaktif protein
7.
Pada pemeriksaan lendir servik dijumpai clamidia trachomatis atau
neisseria gonorhoe
8.
Laju endap darah meningkat
2.4.4 Komplikasi
Komplikasi penyakit radang panggul (PRP) dapat berupa penyakit menaun
dengan keluhan yang tidak pernah sembuh, terjadinya timbunan nanah dalam alat
genetalia bagian dalam ( abses saluran telur dan indung telur, pernanahan di pelvis
bagian bawah ), penyebaran melalui darah (sepsis), pernanahan pecah sehinggga
memerlukan tindakan darurat (Ida ayu chandranita manuaba,2006;h.19)
Menurut Ida ayu chandranita manuaba (2006;h.20) komplikasi lanjut
penyakit radang panggul dapat terjadi karena:

1.

Penyakit menahun dengan keluhan ketidaknyamanan di daerah kemaluan,


gangguan menstruasi nyeri saat menstruasi (dismenorea), nyeri saat

2.

berhubungan seks (disparenia). Dan keputian (leukorea) yang sulit sembuh.


Adanya infeksi penyakit hubungan seks atau melakukan gugur kandung

3.

yang kurang legeartis (sesuai prosedur).


Pengobatan penyakit hubungan sekssual yang gagal, yang mengakibatkan

gangguan fungsi alat genetalia bagian dalam.


2.4.5 Prognosis
Sekitar 25 % pasien PID mengalami akibat buruk jangka panjang. Infertilitas
terjadi sampai 20 %. Perempuan dengan riwayat PID mempunyai 6 sampai 10 kali
lebih tinggi risiko kehamilan ektopik. Telah dilaporkan terjadinya nyeri panggul
kronik dan dispareunia.
Sindroma

Fitz-Hugh-Crutis

adalah

terjadinya

perlengketan

fibrosa

perihepatik akibat proses peradangan PID. Ini dapat menyebabkan nyeri akut dan
nyeri tekan kuadran kanan atas (Sarwono,2011;h.231).
1.

Infertilitas
PID dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada tuba fallopi.
Jaringan parut tersebut dapat menyumbat saluran tuba fallopi dan mencegah

2.

sel telur untuk dibuahi.


Kehamilan ektopik
Jaringan parut yang terbentuk pada PID juga dapat mencegah sebuah sel telur
yang telah dibuahi melanjutkan perjalanannya menuju ke uterus. Sebaliknya,
sel telur yang dibuahi tersebut dapat mulai bertumbuh di tuba fallopi.
Akibatnya tuba fallopi dapat mengalami rupture (pecah) dan menyebabkan
terjadinya perdarahan pada rongga abdomen (perut) dan pelvis (panggul)
yang mengancam

jiwa penderitanya. Tindakan pembedahan emergensi

(darurat) mungkin sekali dibutuhkan apabila kehamilan ektopik tidak


3.

terdiagnosis secara dini.


Nyeri pelvis kronis. PID dapat menimbulkan nyeri pelvis yang bertahan
lama.
(Marmi,2013;h.203)

2.4.6 Penanganan
Terapi PID harus ditunjukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronik.

Banyak pasien yang berhasil diterapi dengan rawat jalan dan terapi rawat jalan
dini harus menjadi pendekatan terapeutik permulan. Pemilihan antibiotika harus
ditunjukan pada organisme etiologic utama ( N. gonorrhea atau C. trahomatis)
tetapi juga harus mengarah pada sifat polimikrobial PID.
Untuk pasien denagn PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral
mempunyai daya guna yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi
parenteral paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24
jam setelah ada perbaikan klinis.
1. Terapi Parenteral
a.
Rekomendasi terapi parenteral A
1)
Sefotetan 2 g intravena setiap 12 jam atau
2)
Sefoksitin 2 g intravena setiap 6 jam ditambah
3)
Doksisiklin 100 mg oral atau parental setiap 12 jam
b.
Rekomendasi terapi parenteral B
1)
Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah
2)
Gentamisin dosis muatan intravena atau intramuskuler (2 mg/kg
berat badan) diikuti dengan dosis pemeliharaan (1,5 mg/kg berat
badan) setiap 8 jam. Dapat digantikan dengan dosis tunggal harian.
c.
Terapi parenteral alternatif
Tiga terapi alternatif telah dicoba dan mereka mempunyai cakupan
spektrum yang luas.
1)
Levofloksasin 500 mg intravena 1x sehari dengan atau tanpa
2)

metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam atau.


Ofloksasin 400 mg intravena setiap 12 jam dengan atau tanpa

metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam.


3)
Ampisilin/sulbaktam 3 g intravena setiap 6 jam ditambah
doksisiklin 100 mg oral atau intravena setiap 12 jam.
2.
Terapi Oral
Terapi oral dapat dipertimbangkan umtuk penderita PID ringan atau sedang
karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang
mendapat terapi oral dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus
dire-evaluasi untuk memastikan diagnosanya dan diberikan terapi parenteral
baik dengan rawat jalan maupun inap.
a.
Rekomendasi terapi A
1) Levofloksasin 500 mg oral 1x setiap hari selama 14 hari atau

b.

doksisiklin 400 mg 2x sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa


2)
Metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari.
Rekomendasi terapi B

1)

Seftriaxon 250 mg intramuskuler dosis tunggal ditambah


doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa

2)

metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari, atau


Sefoksitin 2 g intramuskuler dosis tunggal dan probenesid
ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau

3)

tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari, atau


Sefalosporin generasi ketiga (misal seftizoksin atau sefotaksim)
ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari.
(Sarwono.2011;h.230)

dapus
Majeroni BA. Bacterial Vaginosis: an update. Am Fam Phys 1998: March 15.
Mochtar, Rustam. 2003. Sinopsis Obstetry I. Jakarta: EGC.
Wiknjsastro, Hanifah.

2007.

Ilmu Kandungan Edisi 2 Cetakan 5.

Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2009. Memahani Kesehatan Reproduksi
Wanita. EGC: Jakarta
Marmi. 2013. Kesehatan Reproduksi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta
Widyastuti,Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya: Yogyakarta

You might also like