You are on page 1of 22

SEMINAR

MANAJEMEN
KEKAYAAN
NEGARA

KEKAYAAN DAERAH: GAGASANNYA DI


INDONESIA KE DEPAN TERMASUK
PENGINTEGRASIAN SECARA NASIONAL
KELAS 9B REGULER
KELOMPOK IV
HANA KURNIATI
HENDRAYANI
LUTFIA NUR AFIFAH
RINO ROMADHONI
RIZAL ASH-SHIDDIQIE
DIPLOMA IV AKUNTANSI STAN

KEKAYAAN DAERAH: GAGASANNYA DI INDONESIA KE DEPAN


TERMASUK PENGINTEGRASIAN SECARA NASIONAL

Ruang lingkup kekayaan daerah di Indonesia secara umum meliputi dua hal, yaitu
kekayaan yang dikuasai daerah (domain publik) dan kekayaan yang dimiliki daerah
(domain privat). Kekayaan yang dikuasai daerah meliputi bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalam wilayah suatu daerah, sementara kekayaan yang dimiliki
daerah terbagi menjadi kekayaan daerah yang tidak dipisahkan pada SKPD dan kekayaan
daerah yang dipisahkan pada BUMD atau Perusahaan Daerah.
Dari pengertian kekayaan daerah di atas, dapat dilihat bahwa kekayaan daerah
meliputi berbagai aspek, tidak hanya berupa tanah, bangunan, jalan dan lainnya, tetapi juga
potensi sumber daya alam yang berada di bumi dan perairan. Akan tetapi, yang akan
menjadi pokok bahasan pada makalah ini adalah sebagian kecil dari kekayaan daerah
tersebut, khususnya kekayaan daerah yang tidak dipisahkan pada SKPD, atau yang disebut
sebagai Barang Milik Daerah.

A.

Barang Milik Daerah


Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

Barang Milik Daerah (BMD) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan lainnya yang sah meliputi
perolehan dari hibah/sumbangan atau yang sejenis, perolehan dari pelaksanaan
perjanjian/kontrak, perolehan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
perolehan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Barang
Milik Daerah meliputi persediaan, aset tetap, dan aset lainnya yang pada akhir tahun
anggaran akan disajikan pada neraca pemerintah daerah.
Berdasarkan PP Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, pengelolaan BMN/D dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian
hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Pengelolaan BMN/D ini
mencakup 11 aktivitas, yaitu perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan,
pemusnahan, penatausahaan dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Dalam pengelolaan BMN, Menteri Keuangan merupakan Pengelola Barang Milik
Negara. Sedangkan dalam pengelolaan BMD, Gubernur/Bupati/Walikota merupakan

pemegang kekuasaan pengelolaan BMD, yang bertindak sebagai pengelola BMD adalah
Sekretaris Daerah. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah Pengguna BMD.
Dalam hal pelaporan, Kuasa Pengguna Barang harus menyusun Laporan Barang
Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagai bahan untuk menyusun neraca satuan
kerja untuk disampaikan kepada Pengguna Barang. Selanjutnya Pengguna

Barang

menghimpun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagai bahan
penyusunan Laporan Barang Pengguna Semesteran dan Tahunan. Laporan Barang
Pengguna digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca Kementerian/Lembaga/satuan
kerja perangkat daerah untuk disampaikan kepada Pengelola Barang.
Pengelola Barang harus menyusun Laporan Barang Pengelola Semesteran dan
Tahunan. Pengelola Barang harus menghimpun Laporan Barang Pengguna Semesteran dan
Tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagai bahan penyusunan Laporan Barang
Milik Negara/Daerah. Laporan Barang Milik Negara/Daerah digunakan sebagai bahan
untuk menyusun neraca Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah. Neraca merupakan salah
satu bagian dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD). Selama ini penyusunan Laporan Keuangan Pusat dan Daerah
dibuat terpisah dan tidak dilakukan pengintegrasian. Termasuk pula pemerintah
kabupaten/kota yang tidak melakukan pengintegrasian dengan pemerintah propinsi. Jadi
masing-masing laporan keuangan benar-benar berdiri sendiri, tidak ada sinkronisasi sama
sekali.

B.

Permasalahan dan Tantangan Pengelolaan BMD di Indonesia


Sebenarnya dengan keluarnya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, posisi kekayaan negara
menjadi semakin baik. Namun demikian, untuk menindaklanjuti pengelolaan kekayaan
negara agar lebih professional, diperlukan aturan tersendiri sebagai bagian dari upaya
empowering professional management di bidang pengelolaan kekayaan negara, mengingat
fungsi strategis pengelolaan kekayaan negara yang berupa penggunaan dan pemanfaatan
barang milik negara untuk kepentingan nasional.
Aset Kota Bandung Senilai Rp 668 Miliar Hilang, itulah bunyi headline Tempo.co
pada 23 Oktober 2013 lalu. Tak tercatatnya aset senilai 668 miliar tersebut merupakan
akibat dari pemindahan kepemilikan yang luput dari pengetahuan Pemerintah Kota dan
perluasan wilayah aset Pemerintah Kota Bandung. Di tahun yang sama, Pemerintah
Kabupaten Malang menyatakan bahwa hingga Maret 2013, hanya 16% (382 bidang) tanah
3

milik daerah yang sudah bersertifikat. Belum disertifikatkannya tanah milik daerah
tersebut kerap menimbulkan sengketa antara Pemerintah Kabupaten dengan warga. Selain
itu, diakui pula bahwa sistem pencatatan, pelaporan, penataan dan pengelolaan aset
Kabupaten Malang masih amburadul karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan
SKPD dalam mengelola Barang Milik Daerah. Buruknya pengelolaan BMD oleh
Pemerintah Daerah juga berakibat pada tergadainya pulau-pulau milik pemerintah yang
kini menjadi milik perusahaan atau orang pribadi, seperti yang terjadi di Kabupaten
Serang.
Dari sekian banyak permasalahan terkait pengelolaan BMD dapat diringkas menjadi
poin-poin berikut:
1.

Belum validnya data BMD terutama akibat tidak jelasnya status hukum aset daerah,
pencatatan aset yang tidak tertib, nilai aset yang tidak sesuai dengan nilai
sesungguhnya, dan ketidaklengkapan data aset milik daerah. Data yang belum valid
ini menyebabkan tidak tersedianya database yang akurat dalam rangka penyusunan
laporan keuangan pemerintah daerah, sehingga pelaporan BMD pada neraca
cenderung tidak memadai dan dapat mengakibatkan misleading dalam pengambilan
keputusan

pemerintah.

Ketiadaan

database

dan

ketidakjelasan

status

kepemilikan/penguasaan aset juga dapat mengarah pada terjadinya sengketa dan


gugatan kepemilikan, penguasaan dan pemanfaatan yang dapat terjadi antara Pemda
dan warga serta antarpemerintah sendiri. Selain itu, masalah ini mengakibatkan
adanya aset yang idle dan/atau tidak dimanfaatkan secara optimal, bahkan menjurus
pada kondisi di mana di satu pihak ada SKPD yang mempunyai/menguasai aset
berlebih/idle sementara di pihak lain ada SKPD yang membutuhkan/kekurangan aset
tersebut. Ketidakmampuan menghitung aset daerah sangat berkaitan erat dengan
belum lengkapnya data BMD ini.
2.

Sistem pengaturan pengelolaan yang tidak seragam karena belum harmonisnya


peraturan pengelolaan BMD. Pengaturan ini masih tersebar dalam berbagai
instrumen hukum, baik dalam bentuk Perda, Keppres, Permendagri, PMK maupun
Peraturan Pemerintah. Belum ada persamaan persepsi dalam pengelolaan BMD serta
belum memadainya peraturan. Sebenarnya dengan keluarnya UU Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, posisi kekayaan negara menjadi semakin baik. Namun
demikian, untuk menindaklanjuti pengelolaan kekayaan negara agar lebih
professional, diperlukan aturan tersendiri sebagai bagian dari upaya empowering
4

professional management di bidang pengelolaan kekayaan negara, mengingat fungsi


strategis pengelolaan kekayaan negara yang berupa penggunaan dan pemanfaatan
barang milik negara untuk kepentingan nasional.
3.

Belum efektifnya peran lembaga pengawas, terutama peran DPRD. Pengawasan


DPRD terhadap pemindahtanganan BMD dinilai belum efektif mengingat banyaknya
permasalahan terkait tukar menukar (ruislag) dan penjualan aset daerah akibat
prosesnya tidak diawasi oleh DPRD.

4.

Sudut pandang pengelolaan BMD umumnya masih terbatas pada aspek pengadaan,
pemanfaatan dan penghapusan, sehingga aspek lainnya menjadi terabaikan. Salah
satu contoh adalah disepelekannya aspek perencanaan kebutuhan BMD yang pada
akhirnya akan berdampak pada pengelolaan aset yang cenderung cost-oriented
daripada benefit-oriented.

5.

Kurangnya pengetahuan dan kemampuan SDM pengelola barang.


Permasalahan seputar BMD inilah yang menjadi penyebab banyaknya Pemerintah

Daerah yang LKPD-nya belum memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian, terutama
karena Pemerintah Daerah belum melakukan inventarisasi dan penilaian atas BMD yang
berada dalam pengelolaannya. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun
2013, terhadap 415 LKPD tahun 2012, BPK memberikan opini WTP atas 113 LKPD, opini
WDP atas 267 LKPD, opini TW atas 4 LKPD, dan opini TMP atas 31 LKPD. Total
permasalahan aset tetap yang mempengaruhi opini LKPD sebanyak 331 kasus. Salah satu
aspek yang membutuhkan perhatian pemerintah adalah lemahnya praktik pengamanan aset,
baik pengamanan pencataan maupun pengamanan fisik aset tetap.

Tabel 1. Opini LKPD Tahun 2008 s.d. 2012 Berdasarkan Tingkat Pemerintahan
Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2013 BPK-RI

Permasalahan Aset Tetap


1

Aset Tetap tidak didukung catatan

13
34

Aset tetap tidak dirinci


101
Penatausahaan tidak memadai

33

Belum dilakukan inventarisasi dan


penilaian
Tidak diketahui keberadaannya
65

Dikuasai pihak lain


84

Belum didukung bukti kepemilikan

Grafik 1. Rincian permasalah asset tetap


Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2013 BPK-RI

Sebagai contoh, terdapat temuan BPK atas laporan keuangan Pemerintah


Kabupaten Garut tahun 2010 (memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian) yang
menitikberatkan pada belum tertibnya penatausahaan persediaan dan aset tetap, di mana
penatausahaan persediaan di beberapa SKPD dinilai belum memadai dan aset tetap senilai
203,8 miliar tidak dapat ditelusuri keberadaannya. Contoh lain adalah LKPD Kabupaten
Jeneponto, Sulawesi Selatan yang mendapat opini disclaimer pada tahun 2011 karena
pengadaan kendaraan dinas sebesar 1,7 miliar yang dinilai melanggar ketentuan
pengelolaan Barang Milik Daerah. Berbagai kasus pengelolaan BMD ini menuntut
pemerintah daerah untuk cepat tanggap menyelesaikan permasalahan BMD di wilayahnya,
baik dalam bentuk pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK maupun perbaikan
internal lain terkait pengelolaan BMD.
Ke depannya, tantangan pengelolaan BMD di Indonesia meliputi disusun dan
dilaksanakannya kebijakan pengelolaan BMD yang ideal dan didukung oleh berbagai
aspek, antara lain aspek birokrasi/organisasi, sistem dan prosedur, SDM serta teknologi
informasi untuk mengarah pada amanat UUD 1945 di mana setiap kekayaan yang dimiliki
dan dikuasai negara/daerah dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk
menuju kondisi yang demikian tentu dibutuhkan waktu dan proses yang panjang. Oleh
karena itu, diperlukan sinkronisasi antara peraturan dan tata kelola pemerintahan yang

mengacu pada Good Governance, serta pengelolaan BMD yang menaati asas fungsional,
kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Selain itu,
diperlukan pula dukungan dari DPRD dan aparat pengawas lainnya seperti Inspektorat
Daerah, BPK, dan BPKP untuk mengawal proses pengelolaan aset milik daerah.

C.

Gagasan Perbaikan Pengelolaan BMD di Indonesia


Untuk mengatasi permasalahan BMD yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia

sekaligus menjawab tantangan pengelolaan BMD ke depannya, maka berikut ini adalah
gagasan perbaikan bagi pengelolaan BMD di Indonesia.
1.

Memperbaiki dan melengkapi data BMD yang meliputi jumlah, nilai, kondisi dan
status kepemilikan/penguasaannya. Perbaikan ini terutama dilakukan pada proses
pencatatan dan penilaian aset milik daerah sehingga diperoleh data yang lengkap
untuk dilaporkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Ke depannya,
diproyeksikan akan dilakukan penyatuan pencatatan dan pelaporan BMD secara
nasional beserta BMN dalam laporan keuangan pemerintah untuk memperoleh
gambaran menyeluruh mengenai aset yang dimiliki Republik Indonesia. Penyatuan
ini merupakan langkah bagi konsolidasi fiskal dan statistik keuangan pemerintah
sesuai Government Financial Statistics (GFS) untuk meningkatkan kualitas
pelaporan keuangan pemerintah.

2.

Memperbaiki dan meningkatkan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)


yang memadai, terutama terkait pengamanan asset. Serta pembangunan jaringan
system berbasis IT yang terintegrasi. Penggunaan teknologi secara tepat guna dalam
pengelolaan BMD tentu saja akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Pengawasan dan inventarisasi akan lebih mudah dilaksanakan.

3.

Ketentuan dan peraturan mengenai pengelolaan BMD harus disusun secara integral
dan menyeluruh serta tidak bertentangan. Selain itu, ketentuan dan peraturan tersebut
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika, jelas dan bahasa
hukumnya mudah dimengerti agar tidak menimbulkan berbagai interpretasi dalam
pelaksanaannya. Tidak kalah pentingnya adalah kepatuhan pengelola BMD terhadap
ketentuan dan peraturan tersebut untuk menjamin pengelolaan BMD yang lebih baik.

4.

Pengawasan DPRD atas aset daerah harus ditingkatkan, terlebih karena diamanatkan
dalam Pasal 55 ayat 1 PP 27 Tahun 2014 yang membahas mengenai persetujuan
pemindahtangannan BMD. Selain itu, diperlukan peran dan partisipasi lembaga audit
internal seperti Inspektorat Daerah dan badan pengawas eksternal seperti BPKP dan
7

BPK agar pengelolaan BMD diselenggarakan secara taat asas dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
5.

If we fail to plan, then we plan to fail merupakan idiom yang menekankan


pentingnya aspek perencanaan yang baik dalam setiap proses, termasuk pengelolaan
BMD. Dengan perencanaan yang dirancang dengan baik, pengadaan dan
pemanfaatan BMD menjadi lebih optimal karena memperhatikan kebutuhan SKPD.
BMD yang idle, pemborosan anggaran, dan keterlambatan pengadaan BMD dapat
dihindari

dengan

adanya

perencanaan.

Namun

demikian,

hal

ini

tidak

mengesampingkan pentingnya aspek pengelolaan yang lain. Kesebelas aktivitas


pengelolaan harus dilaksanakan dengan baik dan taat terhadap peraturan yang
berlaku.
6.

SDM pengelola BMD harus diberikan pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk
menjamin pelaksanaan tugasnya. Pendidikan dan pelatihan ini sebaiknya bersifat
berkelanjutan karena beragamnya peraturan terkait pengelolaan BMD yang
dikeluarkan serta bervariasinya kondisi dan kompleksitas pengelolaan BMD yang
menuntut diperlukannya keahlian dan kompetensi khusus bagi para pengelola BMD.

D.

Integrasi BMD Secara Nasional


Salah satu gagasan bagi perbaikan pengelolaan BMD adalah penyatuan (integrasi)

BMD secara nasional sehingga dapat diperoleh total kekayaan yang dimiliki negara,
yang berasal dari gabungan Barang Milik Negara dan Barang Milik Daerah serta kekayaan
negara/daerah yang dipisahkan. Hal ini merupakan langkah pemerintah dalam konsolidasi
fiskal terkait penyusunan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah. Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Kementerian Keuangan telah menyusun Laporan Statistik Keuangan
Pemerintah dari tahun 2008-2011. Penyusunan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah
disusun dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) seluruh Indonesia. Terdapat perbedaan klasifikasi dan
penilaian antara Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan
Laporan Statistik Keuangan Pemerintah sehingga perlu dilakukan mapping dari nama akun
di laporan keuangan ke akun di statistik keuangan pemerintah. Selain itu, terdapat beberapa
perbedaan antara Permendagri 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah dengan Government Finance Statistics (GFS) yang merupakan standar laporan
statistik keuangan pemerintah yang disusun berdasarkan pedoman internasional. Perbedaan
tersebut antara lain mencakup sebagian akun di Permendagri 13 tahun 2006 belum sejalan
8

dengan bagan akun standar pemerintah pusat, klasifikasi investasi, serta pengaturan
pengeluaran mengenai aktiva tetap dan tidak tetap.
GFS sangat bermanfaat untuk menyajikan informasi surplus/defisit dan kekayaan
bersih. BMD merupakan bagian dari kekayaan negara. Sebagaimana disinggung
sebelumnya, hal tersebut dapat terlaksana jika telah ada penyatuan pencatatan dan
pelaporan antara BMN dan BMD secara nasional, sehingga, aset yang dimiliki oleh
Indonesia dapat teradministrasi dengan baik. Administrasi yang baik, tentu saja merupakan
langkah awal perbaikan atas manajemen dan pengawasan atas aset milik negara. Sesuatu
dapat dikerjakan dengan lebih baik jika kita mengenal apa yang kita kerjakan.
Untuk merealisasikannya, tentu saja bukan hal mudah. Ada banyak hambatan dan
tantangan dalam prosesnya. Sejatinya, integrasi pencatatan dan pelaporan BMD
merupakan salah satu bentuk perbaikan dan upgrading atas pengelolaan BMD yang sudah
berjalan di Indonesia. Beberapa hambatan implementasi integrasi pencatatan dan
pengelolaan BMD, antara lain:
1.

Kapasitas dan kemampuan SDM yang belum memadai saat ini dan kemampuan
aparatur yang bertanggung jawab atas pencatatan dan pelaporan terkait BMD dirasa
kurang. Kurangnya sosialisasi dan komitmen dari aparatur terkait menjadikan
kegiatan pencatatan dan pelaporan BMD sekedar formalitas penggugur kewajiban.
Luasnya cakupan peraturan dan ilmu pengetahuan seperti keuangan negara,
pengadaan barang dan jasa, serta akuntansi menjadi salah satu tantangan tersendiri.
Belum lagi dengan penerapan basis akrual terhadap pelaporan pemerintah, yang tentu
saja mempengaruhi penilaian, pencatatan, dan pelaporan aset-aset yang dimiliki oleh
daerah.

2.

Seperti disinggung sebelumnya, data BMD yang tersedia saat ini bukan merupakan
data yang dapat dijamin validitasnya. Sumber data yang diintegrasikan nantinya tidak
lain dan tidak bukan diambil dari database masing-masing Satuan Kerja Perangkat
Daerah, untuk nantinya dikonsolidasikan sehingga menjadi database BMD secara
nasional. Garbage in garbage out, output laporan konsolidasi tentu saja ditentukan
oleh input, data yang digunakan dalam menyusun laporan konsolidasi tersebut.

3.

Pengawasan dan pengendalian internal yang masih lemah. Kerusakan, kehilangan,


penggunaan BMD tidak untuk peruntukannya merupakan kejadian yang sering
ditemui. Pencatatan jumlah BMD yang tidak sesuai dengan fisiknya merupakan salah
satu risiko yang terjadi akibat lemahnya pengendalian internal atas pengamanan
pencatatan dan fisik aset.
9

4.

Salah satu prasyarat dalam integrasi adalah adanya keseragaman. Masih tersebarnya
peraturan terkait pengelolaan BMD dalam berbagai instrumen hukum, merupakan
suatu hambatan tersendiri dalam integrasi pencatatan dan pengelolaan BMD.

5.

Belum mendukungnya jaringan infrastruktur di Indonesia. Integrasi secara nasional


tentu saja membutuhkan pemanfaatan teknologi. Pemerintah perlu membangun suatu
sistem informasi manajemen aset berbasis teknologi informasi, sehingga akan
memudahkan dalam proses administrasi dan pengawasan. Besarnya biaya yang
dibutuhkan juga merupakan pertimbangan dan hambatan dalam penerapan SIM
berbasis TI.
Walaupun hambatan yang dihadapi dalam pengintegrasian BMD cukuplah besar,

tetapi kita juga harus melihat dari segi positifnya. Integrasi BMD ini tidak hanya
memberikan manfaat dengan tercatatnya secara utuh seluruh Barang Milik Negara dan
Barang Milik Daerah, tetapi juga memberikan manfaat lebih dalam pengelolaannya. Ketika
seluruh aset telah tercatat dan terpelihara dengan baik maka proses perencanaan aset dalam
jangka panjang akan lebih baik lagi. Mulai dari perencanaan dalam pengadaan aset, apakah
benar kita memerlukan aset baru? Tidak adakah aset idle yang masih bisa kita manfaatkan?
Sehingga ke depannya anggaran dapat lebih dihemat dengan memanfaatkan aset idle yang
masih dimiliki.
Dalam proses pemanfaatan, ketika memang aset tersebut tidak digunakan lagi untuk
tugas pokok dan fungsi suatu satker, maka aset tersebut dapat dimintakan persetujuan
untuk pemanfaatan aset tersebut. Sesuai dengan PP Nomor 27 Tahun 2014 ada lima jenis
pemanfaatan yang bisa diajukan persetujuannya yaitu Sewa, Pinjam Pakai, Kerja Sama
Pemanfaatan, Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna, dan Kerja Sama Penyediaan
Infrastruktur. Dari pemanfaatan tersebut tentu saja negara/daerah akan mendapat imbal
jasa berupa penerimaan. Dengan begitu aset akan tetap memberikan manfaat walau tidak
digunakan secara langsung oleh negara/daerah untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Dalam prakteknya sekarang ini tentu saja kita melihat banyak sekali BMD
yang masih idle dan tidak digunakan padahal mungkin biaya terus dikeluarkan untuk aset
tersebut (biaya pemeliharaan) yang tentu saja akan memberatkan anggaran daerah tersebut.
Pengintegrasian BMD tidak hanya memberi manfaat dalam hal administrasi, tetapi juga
memberikan manfaat yang bisa menambah penerimaan daerah.
Pada bagian selanjutnya akan kami bahas terkait penerapan integrasi aset di beberapa
negara.

10

E.

Studi Kasus Integrasi BMD

1.

Pendekatan Terpadu terhadap Sistem Pengelolaan Aset yang Strategis


(Integrated Strategic Aset Management ISAM)
Pendekatan ini berdasarkan pada publikasi oleh Lembaga Pengadaan dan Konstruksi

Australasia (The Australian Procurement and Construction Council APCC) yang


berjudul Asset Management 2001 (Pengelolaan Aset 2001), Kontribusi Lembaga
Kolaboratif Pengelolaan Aset Terpadu (The Australian Aset Management Collaborative
Groups AAMCoG), serta Lembaga Riset untuk Pengelolaan Infrastruktur dan Aset
(Cooperative Research Centre for Infrastructure and Engineering Aset Management
CIEAM)
Pendekatan Terpadu pada Sistem Pengelolaan Aset yang Strategis (Integrated
Strategic Asset Management - ISAM) menggabungkan unsur-unsur ekonomi, engineering,
teknologi, kelestarian alam, dan kemanusiaan untuk membentuk sebuah pendekatan
terpadu dan holistik dalam pengadaan dan pemeliharaan bangunan aset. Pendekatan ini
mengakui bahwa kombinasi dari unsur-unsur tersebut mempengaruhi pengelolaan aset
secara kesatuan, yang mana pedoman ini menelusuri peran, hubungan, dan ketergantungan
antara unsur-unsur di atas. Pendekatan terpadu ini mempunya fokus jangka panjang untuk
membentuk suatu sistem pengelolaan aset dan infrastruktur yang berupa satu kesatuan,
namun tidak menelantarkan pertimbangan operasional. Pedoman ini bertujuan untuk
menyediakan dasar dari pengambilan keputusan dan implementasi sistim pengelolaan aset.
Sistem pendekatan terpadu yang diajukan menggabungkan dan memperluas
kerangka dan kinerja pengelolaan aset sebelumnya, dengan beberapa unsur-unsur baru
yang harus dipertimbangkan:

Lingkungan: Apresiasi yang lebih besar pada interaksi antara aset yang diadakan dan
lingkungan alam.

Keberlanjutan (Sustainability): Memastikan bahwa kebutuhan sosial, ekonomi, dan


lingkungan suatu masyarat terpenuhi dan dipelihara secara sehat untuk generasi masa
depan (Sustainability Victoria 2010).

Ketahanan: Peningkatan penekanan pada aset, lingkungan dan masyarakat untuk


merespon dan pulih dari dampak-dampak eksternal.

Pengelolaan aset secara keseluruhan: Keputusan dan tindakan mengenai aset


dipertimbangkan secara satu kesatuan proses, dimulai dari awal perencanaan sampai
dengan akhir pembuangan.

11

Peningkatan tuntutan masyarakat: Kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi


yang selalu berevolusi berujung pada harapan warga negara yang lebih tinggi dalam
hal penyediaan jasa lokal yang bersifat instan. Keterkaitan dalam kebijakankebijakan, sumber daya alam, dan proyek yang bersangkutan akan menghasilkan
pengadaan aset yang lebih berkualitas, efisien, dan tepat waktu.

Pengelolaan Informasi: Kebutuhan informasi dan kemampuan yang lebih menuntut


dan kompleks.
Kepemilikan, pengaturan, dan operasi dari suatu aset sekarang tidak lagi ditentukan

oleh suatu individu, tetapi telah diperluas menjadi jaringan individu yang bersangkutan.
Oleh karena itu, selain tata cara pemerintahan (governance) yang konvensional, terdapat
berbagai macam bentuk model hibrida seperti kemitraan sektor publik (pemerintah) dan
swasta (public-private partnership), aliansi, dan kontrak kerja ke pihak ketiga. Hal ini
memerlukan pendekatan tata cara pemerintahan (governance) yang lebih inovatif dan
bervariasi., agar model-model diatas dapat mengelola berbagai macam resiko dan
oportunitas yang terkait dengan kinerja aset tersebut.
Prinsip-prinsip berikut memandu bagaimana pendekatan terpadu sistem pengelolaan
aset yang strategis (Integrated approach to Strategic Asset Management) berkaitan secara
keseluruhan dengan perencanaan pemerintah dan organisasi swasta yang lebih luas.

Aset diadakan untuk mendukung pemberian pelayanan terhadap masyarakat. Oleh


karena itu solusi-solusi non-aset harus dipertimbangkan secara matang.

Lembaga dan badan-badan permerintah diwajibkan untuk mengelola aset sesuai dan
konsisten dengan kerangka kerja kebijakan pemerintah, dan memperhitungkan biaya
aset dari segi umur hidup aset (secara keseluruhan), tuntutan pengadaan layanan di
masa depan, dan perseimbangan antara belanja modal dan persyaratan pemeliharaan
aset.

Sistem pengelolaan aset seharusnya terintegrasi dalam perencanaan strategis lembaga


pemerintah dan/atau perencanaan organisasi swasta yang bersangkutan.

Keputusan-keputusan yang bersangkutan dengan pengelolaan aset seharusnya


mengambil pertimbangan yang sifatnya keberlanjutan dan keseluruhan, yang
meliputi aspek-aspek: lingkungan, sosial, ekonomi, dan tata kepemerintahan
(governance).

Prinsip-prinsip dalam Pendekatan Terpadu terhadap sistem Pengelolaan Aset yang


Strategis, struktur tata cara kepemerintahan (governance) seharusnya menjelaskan
12

secara transparan responsibilitas para pengelola aset untuk memastikan kerja


fungsional suatu aset dan akuntabilitas dalam pengadaan layanan.

2.

Computerized maintenance management system (CMMS)


Dari buku Physical Asset Management N.A.J. Hasting, CMMS adalah sistem

informasi manajemen aset berbasis komputer yang dirancang bagi penggunanya untuk
membuat dan merancang dokumentasi atas fungsi manajemen aset. Tidak diragukan lagi
bahwa informasi berbasis komputer sangat diperlukan dalam hal menangani banyaknya
data yang diperlukan dalam pengelolaan aset.
Beberapa modul atau daftar aplikasi dalam CMMS adalah sebagai berikut:

Asset Register including listing of maintainable assets

Routine Maintenance Lists

Routine Maintenance Prompts

Work Requests

Work Order Management

Data Logging

Estimating, Costing and Cost Reports

Budgeting, budgetary reports


13

Spare Parts and Consumables Inventory Management.

Suppliers, Purchasing.

Global Positioning Systems.

Work Procedures including safety.

Tools and Equipment Inventory.

Planning and Scheduling.

Labour categories, personnel, availability, rosters, assignment.

Work history and analysis.

Management Reports.
Dari fungsi-fungsi tersebut membentuk data flow yang diharapkan mampu

mendukung manajemen aset termasuk di dalamnya Life Cycle aset dan pemanfaatan aset
(ROA)

3.

Public asset management (PAM)


Public Aset Management merupakan pengembangan dari EAM (Enterprise Asset

Management) yang merupakan satu kesatuan antara CMMS dan GIS (Geographic
Information System). GIS adalah sistem komputer yang secara khusus dirancang untuk
merekam, menyimpan, mengolah, menganalisis dan menampilkan semua data geografis.
GIS menjadi sangat penting dalam kaitan terhadap aset khususnya tanah dan bangunan
dikarenakan semua aset publik saling berhubungan satu sama lain. Standarisasi data aset
publik melalui GIS akan memungkinkan interoperabilitas, memberikan pengguna

14

kemampuan untuk menggunakan kembali, mengkoordinasikan, dan berbagi informasi


dengan cara yang efisien dan efektif.
Di Amerika Serikat badan standar GIS adalah GIS-ESRI (Environmental Systems
Research Institute). Sebuah platform GIS-ESRI dikombinasikan dengan payung hukum
manajemen aset publik secara keseluruhan baik aset fisik (bangunan atau infrastruktur)
maupun aset non fisik (izin mendirikan bangunan, AMDAL, dsb), sehingga pengembangan
penggunaan lahan dan perencanaan daerah lain yang saling berhubungan dengan aset
pemerintah dan aktivitas kerja lokal lainnya dapat membantu menjalankan fungsi kota
terstruktur dan tidak terjadi tumpang tindih. Mengingat pentingnya bahwa aset publik
mempengaruhi aset publik lainnya, dan kegiatan kerja merupakan sumber penting
pendapatan dan berbagai titik interaksi warga.

4.

Integrasi BMD di negara Kroasia


Sampai dengan tahun 2013, pemerintah Kroasia telah merumuskan berbagai strategi

dan rencana pengembangan strategis terkait state property, tetapi sayangnya, tanpa analisis
mendalam, pengelolaan dan penilaian aset keuangan dan non-keuangan yang dimiliki oleh
pemerintah, badan-badan pemerintah, unit pemerintahan lokal yang mandiri, perusahaan,
instansi atau lembaga pemerintah lainnya tidak berjalan dengan optimal. Masalah yang
dihadapi pemerintah Kroasia, yaitu:

Pencatatan Aset
Belum ada register tunggal aset negara di Kroasia dan daftar aset nonkeuangan

sangat bermasalah. Terdapat beberapa register aset terpisah milik pemerintah, seperti
Central Register of State Property, Concession Register, Agricultural Land Register,
Cultural Heritage Register, dan lain-lain. Berbeda dengan aset nonkeuangan, aset
keuangan dapat dievaluasi dan dinilai dari segi ukuran dan struktur. The Croatian National
Bank (CNB) dan Eurostat memiliki informasi yang lengkap dan tersedia untuk umum
mengenai aset keuangan dari semua sektor ekonomi di Kroasia, termasuk aset umum
pemerintah (yang meliputi aset keuangan pemerintah, dana jaminan sosial, dan aset
pemerintah lokal).

Penerimaan Pemerintah dari Pemanfaatan Aset


Pemerintah Kroasia sulit menilai dampak keuangan penerimaan dari state property.

Informasi ini adalah kunci untuk perencanaan anggaran, manajemen risiko dan
pembiayaan kewajiban pemerintah.

15

Aset Nonkeuangan Pemerintah


Belum adanya registeraset negara membuat pemerintah sulit untuk memantau

penggunaan aset tersebut. Property Management Act tidak cukup mengatur pengelolaan
keseluruhanaset, melainkan lebih berfokus pada saham dan penyertaan modal pemerintah.
Menyikapi permasalahan yang dialami terkait pengelolaan aset pemerintah Kroasia,
pada 15 Januari 2014, register aset terpadu pertama milik negara Kroasia diresmikan dan
tersedia untuk umum di situs State Property Management Office (http://www.duudi.hr/).
Register terintegrasi yang akan terus diperbarui ini berisi lebih dari 380.000 entri berbeda
yang diklasifikasikan dalam sembilan kategori, di antaranya adalah sekitar 298.000 hutan
dan lahan kehutanan dan sekitar 28.000 flat milik negara. Total aset tersebut diperkirakan
lebih tinggi daripada 21,4 miliar eurosebagaimanayang diperkirakan oleh Eurostat, kantor
statistik Uni Eropa.
Kepala State Property Management Office, Mladen Pejnovic, menyatakan bahwa
relatif mudah untuk melakukan penilaian saham milik negara, dengan kepemilikan saham
pemerintah Kroasia di 690 perusahaan, tetapi sulit memperkirakan nilai real estate milik
negara yang berbasis market-value. Register ini akan secara bertahap diperbarui dan
diperluas untuk mencakup jenis state property baru milik negara seperti konsesi dan lahan
pertanian.

16

Tabel 2. Register Aset Negara Kroasia


Sumber: http://www.duudi.hr/

F.

Gagasan Pelaksanaan Integrasi BMD di Indonesia


Banyak manfaat yang diperoleh saat suatu negara mengetahui dengan pasti jumlah

kekayaan yang dimilikinya. Negara tersebut tentu saja akan mampu mengelola
kekayaannya dengan lebih baik, karena tahu batasan kemapanannya. Hal tersebutlah yang
ingin dicapai oleh pemerintah Indonesia, integrasi pencatatan dan pelaporan aset negara
secara nasional memang bukanlah hal yang mudah untuk dicapai. Ada segudang PR yang
masih mengantri untuk diselesaikan. Luas dan struktur geografis Indonesia juga
merupakan suatu tantangan tersendiri. Namun, bukan berarti tidak mungkin untuk
mewujudkan mimpi tersebut.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan terkait upaya integrasi BMD secara
nasional:
1.

Manusia merupakan unsur utama dalam sistem. Berhasil tidaknya suatu sistem
dipengaruhi salah satunya oleh manusia yang terlibat di dalamnya. Pelatihan dan
pendidikan secara memadai kepada SDM yang terkait dengan pengelolaan BMD.
Pendidikan dan pelatihan tersebut harus dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan.
Pemilihan perwakilan pegawai untuk menjadi Trainer (ToT) di masing-masing
instansinya tentu akan sangat membantu dalam upaya perbaikan administrasi dan
pengelolaan BMD. Pengelolaan Barang Milik Daerah harus diawali dari penyiapan
sumber daya manusia yang mumpuni dan memiliki pemahaman yang baik tentang
17

pengelolaan Barang Milik Daerah. Hal ini penting, karena dengan SDM yang
berkualitas maka penerapan pengelolaan Barang Milik Daerah dapat dilaksanakan
berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan,
efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Pengetahuan yang dapat diberikan antara
lain tentang dasar-dasar pengelolaan barang/aset milik daerah yang mencakup
pentingnya pengelolaan barang milik daerah, cakupan barang/aset milik daerah, dan
garis besar/dasar-dasar pengelolaanya. Di samping itu diuraikan berbagai peraturan
perundangan yang menjadi landasan pedoman kerja dalam menjalankan tugas dan
pekerjaan pengelolaan barang/aset milik daerah.
2.

Prinsip 3K (komitmen, konsistensi, dan konsekuen) harus melekat dan diterapkan


bagi seluruh bagian organisasi yang terkait. Dengan adanya integrasi BMD secara
nasional, tentu saja akan ada beberapa tambahan to-do list yang harus dikerjakan
oleh aparat terkait.

3.

Melaksanakan rekonsiliasi pada semua level pelaporan. Langkah ini merupakan


salah satu upaya untuk memperbaiki data BMD yang telah ada di database.
Perbaikan dan penyempurnaan pelaporan aset tetap bersifat bottom up, artinya dari
level terbawah, yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kelurahan dan
kecamatan yang dikoordinasikan oleh pengurus barang bersama perangkat
kelurahan/kecamatan. Rekonsiliasi meliputi pencatatan keluar masuk aset (barang),
yang

nantinya

akan

diteruskan

Badan

Pengelolaan

Aset

dan

Keuangan

Kabupaten/Kota sehingga dijadikan laporan keuangan pemerintah daerah pada akhir


tahun anggaran. Rekonsiliasi dilakukan secara berjenjang dan periodik. Upaya ini
dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan dan kekeliruan yang terjadi.
4.

Penertiban pencatatan (dimulai dari proses pengadaan) sebagai salah satu upaya
perbaikan database BMD. Dengan pengintegrasian seluruh BMD tentu saja database
yang akan dibutuhkan sangatlah besar sehingga hal tersebut harus dipersiapkan
dengan matang. Selain itu diperlukan pengembangan Risk Profile atas manajemen
aset.

5.

Perbaikan pengendalian internal terhadap pengamanan pencatatan dan fisik aset


tetap. Sebagaimana telah diketahui bahwa pengamanan BMD dan BMN masih
kurang maksimal, masih banyak tanah negara yang tidak bersertifikat dan aset lain
yang masih dikuasi oleh pihak lain. Sesuai dengan ikhtisar pemeriksaan BPK-RI
Tahun 2013 semester II sebanyak 24% kerugian negara karena aset berupa tanah,

18

kendaraan, dan aset lainnya dikuasai pihak lain sebanyak 31 kasus senilai Rp
568.714,93 juta yang terjadi di 30 entitas.

6.

Terkait infrastruktur dan modal.

7.

Pengembangan aplikasi yang direncanakan dengan matang. Dalam prosesnya


pengelolaan BMD cukuplah rumit, selain karena pengintegrasian yang tentu saja
aplikasi tersebut harus bisa menampung user yang banyak, tetapi juga transaksi yang
ada juga beraneka ragam. Proses pengintegrasian BMD dalam aplikasi tersebut juga
harus diperhatikan, tentu saja tidak mungkin menggunakan sistem real time, pasti
akan menggunakan sistem offline yang kemungkinan akan terjadi banyak masalah,
sebagaimana aplikasi SIMAK-BMN yang juga terdapat masalah terkait instalasinya,
permasalahan dalam transaksi, termasuk sinkronisasi dengan SAKPA.

8.

Migrasi Data. Karena pengintegrasian berarti kemungkinan besar akan menggunakan


aplikasi baru, tentu saja harus diperhatikan juga masalah migrasi data dari aplikasi
lama ke aplikasi baru, karena kemungkinan besar antar daerah akan memiliki
aplikasi SIMDA yang sedikit berbeda, bisa dari versinya atau penyesuaian yang
dilakukan masing-masing daerah.

9.

Disusunnya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pentingnya


database, urgensi dan spesifikasi sumber daya manusia, serta ketentuan hukum
tertulis mengenai integrasi antara pusat dengan daerah. Dalam ketentuan hukum
tersebut terdapat:
a. Penyelesaian drafting dan penyempurnaan legal drafting-nya
b. Seminar draft dikumplkan

19

c. Penyerahan RPP kepada KPMK sampai dengan penyelesaian menjadi PP pada


Sekretariat Negara;
10.

Penerapan CMMS atau yang sejenisnya dengan didukung penggunaan GIS dalam
data inventory aset khususnya tanah dan bangunan serta penggunaan data registrasi
digital misalnya RFID untuk aset bergerak sehingga akan lebih mudah dalam
pengelolaan aset mengingat semakin banyaknya aset pemerintah yang bila dilakukan
dengan sistem manual akan memakan waktu dan tidak efisien.

G.

Simpulan dan Saran


Sampai saat ini belum ada yang mengetahui berapa nilai keseluruhan kekayaan

negara kita. Ironis memang, tetapi apa mau dikata. Setiap tahun pemerintah melakukan
pengadaan barang yang dibiayai dari APBN. Setiap tahun pula berarti jumlah aset
bertambah. Namun sayang pencatatan atau inventarisasi barang milik negara belum
optimal. Kalaupun dilakukan inventarisasi biasanya setingkat kantor dan hanya untuk
kepentingan pemeriksaan oleh aparat pemeriksa seperti Itjen, BPKP, dan BPK. Belum ada
kesadaran untuk melakukan inventarisasi secara nasional sebagai bagian dari penyusunan
database kekayaan negara.
Ketiadaan database kekayaan negara membuat pengelolaan kekayaan negara
menjadi sulit. Padahal kekayaan negara kita begitu banyak, beragam, dan tersebar baik
secara geografis maupun penguasaannya oleh banyak kementerian/lembaga. Kekayaan
negara menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dapat berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara/daerah.
Setiap jenis kekayaan negara tersebut adalah unik sehingga diperlukan cara
penanganan yang berbeda-beda pula. Sebagai contoh, pengelolaan surat berharga tentu
berbeda dengan pengelolaan barang seperti tanah dan bangunan. Pengelolaan surat
berharga perlu pegawai yang mempunyai kompetensi di bidang obligasi, manajemen
resiko, dan manajemen portofolio. Kompetensi ini mutlak dibutuhkan agar mampu
mengelola surat berharga milik negara sehingga tidak menimbulkan kerugian. Pengelolaan
tanah dan bangunan selain melibatkan disiplin ilmu tehnik sipil dan appraisal, biasanya di
kota-kota besar masalahnya adalah sering berhadapan dengan aspek hukum berupa buktibukti kepemilikan.
Persoalan besar dalam pengelolaan kekayaan negara saat ini, paling tidak ada tiga
yaitu: belum adanya peraturan pemerintah yang mengatur, kurangnya sumber daya
20

manusia yang mempunyai kompetensi bidang pengelolaan kekayaan negara, dan ketiadaan
database kekayaan negara. Seperti mengurai benang kusut, persoalan pengelolaan
kekayaan negara harus dapat diselesaikan satu persatu dan kerja keras. Penyusunan
rancangan peraturan pemerintah tentang pengelolaan kekayaan negara sudah berlangsung
lama namun tidak kunjung selesai sampai keluarnya UU Perbendaharaan Negara yang
mensyaratkan perlunya peraturan pemerintah dalam pengelolaan kekayaan negara.

21

DAFTAR PUSTAKA

http://www.tempo.co/read/news/2013/10/23/058524137/Aset-Kota-Bandung-Senilai-Rp668-Miliar-Hilang
http://www.tempo.co/read/news/2013/03/05/058465175/Tanah-Milik-Pemkab-MalangBelum-Bersertifikat
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/02/058492886/Pulau-pulau-di-KabupatenSerang-Telah-Digadaikan
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2013 BPK-RI
http://birokrasi.kompasiana.com/2011/10/20/temuan-bpk-ri-atas-lkpd-garut-ta-2010-carutmarut-potret-pemerintahan-garut-404971.html
http://www.jpnn.com/read/2012/06/09/130031/Temuan-BPK-LKPD-Jeneponto,-AdaDana-Rp-4,5-Miliar-MeragukanBajo, Anto. 2013. Public Sector Assets and Liabilities Management in Croatia. Zagreb:
Institute of Public Finance.
http://www.vlada.hr/en/naslovnica/novosti_i_najave/2014/sijecanj/republika_hrvatska_prvi
_put_ima_javno_dostupan_registar_drzavne_imovine
http://podaci.duudi.hr/default.aspx?action=nekretnine&page=39304&posiljatelj=&vrsta_n
ek=&vrsta_vla=&pbr=&zup=
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/index.php/id/berita/1137-orasi-ilmiah-statistikkeuangan-pemerintah-republik-indonesia-proses-penyusunan-dan-kendala-yangdihadapinya
http://pbmkn.perbendaharaan.go.id/artikel.htm
Physical asset management Nicholas. A.J Hasting
Norman Easons Maintenance and Asset Management Information Systems
http://en.wikipedia.org/wiki/GIS
http://en.wikipedia.org/wiki/Computerized_maintenance_management_system
http://en.wikipedia.org/wiki/Enterprise_asset_management
http://www.amcouncil.com.au/
AAMCOG (The Australian Aset Management Collaborative Groups) Pedoman Sistem
Terpadu Pengelolaan Aset yang Strategis | Version 1.0 | 7 December 2012

22

You might also like