Professional Documents
Culture Documents
2.
3.
4.
Pembesaran abdomen
2.
3.
Identifikasi kerja jantung janin yang terpisah dan tersendiri dari kerja jantung wanita hamil.
2.
3.
Pengenalan mudigah dan janin setiap saat selama kehamilan dengan teknik sonografik atau pengenalan janin yang lebih
tua secara radiografis pada paruh kedua kehamilan.
Detak jantung janin dapat didengar lewat stetoskop khusus atau alat yang disebut dengan instrumen Doppler. Jantung
janin dapat dideteksi dengan stetoskop ketika usia kehamilan sekitar 18 - 20 minggu dan dengan instrumen Doppler pada
saat usia kehamilan 12 - 14 minggu.
Pergerakan janin dapat dirasakan oleh ibu yang tengah mengandung, umumnya ketika usia kehamilan 16 - 20 minggu.
Wanita yang pernah hamil sebelumnya dapat merasakan gerakan-gerakan lebih awal dibandingkan dengan yang baru
pertama kali hamil.
Mendeteksi pembesaran rahim menggunakan ultrasonografi, dapat terlihat ketika usia kehamilan sekitar enam minggu.
Detak jantung janin dapat terlihat ketika berusia enam minggu, meski tidak jelas. Detak itu 95% dapat terlihat jelas ketika
usia kehamilannya delapan minggu.
Manuver Leopold II, Palpasi lateral. Tangan pemeriksa dengan lembut menggeser kesamping uterus dengan palpasi cepat
Manuver Leopold III, manuver pelvik. Pemeriksa berbalik arah menghadap ke kaki pasien dan menggeser tangan nya dengan
lembut pada bagian bawah uterus, dan menekan kedua sisinya
Manuver Leopold IV, manuver pawlik. Manuver ini tidak selalu diperlukan dan harus diperiksa dengan lembut.
7. PERSALINAN NORMAL
Persalinan (partus) adalah peristiwa keluarnya janin dari uterus. Persalinan terdiri dari dua peristiwa utama yaitu proses
persalinan-kala I (labor) dan proses kelahiran-kala II (delivery).
3
Proses persalinan (labor) : proses dilatasi dan pendataran servik yang progresif akibat adanya kontraksi uterus yang
berulang serta proses meneran untuk mengawali ekspulsi produk konsepsi.
Persalinan dan kelahiran adalah peristiwa kompleks yang melibatkan prostaglandin, cytokine dan hormon seksual steroid.
Jenis persalinan didasarkan pada usia kehamilan sehingga dikenal adanya persalinan preterm yang terjadi pada kehamilan <
style="font-weight: bold;">persalinan aterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan > 37 minggu.
Menurut Friedman 1967, Persalinan kala I terdiri dari 2 fase :
Fase aktif :
Fase akselerasi
Fase deselerasi
Pada fase aktif, kecepatan dilatasi servik pada nulipara 1.2 cm dan pada multipara 1.5 cm. Lama kala I persalinan pada
nulipara 8 jam dan pada multipara 5 jam.
Evaluasi kemajuan persalinan
Persalinan Kala I dinilai melalui kecepatan perubahan pendataran dan dilatasi servik serta desensus bagian terendah janin.
Frekuensi dan durasi kontraksi uterus bukan tanda-tanda utuk menilai kemajuan proses persalinan pada kala I. Persalinan kala II
dimulai saat pembukaan lengkap. Kemajuan persalinan kala II dinilai dari desensus - fleksi dan putar paksi dalam bagian terendah
janin.
PENATALAKSANAAN PERSALINAN NORMAL
Faktor yang perlu dinilai dan dicatat dalam persalinan :
1.
Waktu terjadinya kontraksi uterus pertama kali, frekuensi kontraksi uterus, keadaan selaput ketuban, riwayat perdarahan
atau gangguan pada gerakan janin.
2.
3.
Tanda vital ibu, protein urine dan glukosa serta pola kontraksi uterus.
4.
5.
Keadaan selaput ketuban, dilatasi & pendataran servik dan derajat penurunan bagian terendah janin melalui pemeriksaan
dalam (vaginal toucher) kecuali bila terdapat kontraindikasi melakukan VT (perdarahan antepartum).
Golongan darah.
PERSALINAN KALA I
Bila perlu dapat diberikan cairan intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan kalori.
Dilakukan pencatatan keseimbangan cairan (produksi urine dan cairan intravena atau peroral).
Dapat dipertimbangkan pemberian analgesia bila pasien memerlukan oleh karena merasa sangat nyeri dan tidak bisa
hilangk dengan pemberian informasi mengenai jalannya persalinan.
Pada kasus resiko rendah dengarkan DJJ tiap 30 menit (pada kasus resiko tinggi setiap 15 menit) segera setelah kontraksi
uterus.
Pemantauan kontraksi uterus melalui palpasi dilakukan tiap 30 menit untUk menentukan frekuensi, durasi dan intensitas
his. Pada fase aktif penilaian dilatasi dan desensus dengan VT dilakukan tiap 2 jam.
Tindakan amniotomi rutin tidak boleh dilakukan sebelum dilatasi servik lengkap.
PERSALINAN KALA II
Pada awal kala II (dilatasi servik lengkap), terdapat reflek meneran dari ibu pada tiap kontraksi uterus.
Tekanan abdomen disertai dengan kontraksi uterus akan mendorong janin keluar dari jalan lahir.
Pada kala II, kemajuan persalinan ditentukan berdasarkan derajat desensus (gambar 12.2). Pada saat bagian terendah
janin berada setinggi spina ischiadica maka dikatakan penurunan pada stasion 0.
Pada primigravida, umumnya kala II berlangsung selama 50 menit dan pada multigravida 20 menit.
2.
Penatalaksanaan aktif
2.
3.
4.
Penatalaksanaan aktif
Cara ini diyakini dapat menurunkan angka kejadian perdarahan pasca persalinan dari 4% menjadi 2%.
1.
Setelah janin lahir, disuntikkan methergin 0.5 ml i.m (atau oksitosin bila terdapat kontra-indikasi pemberian methergin)
2.
Untuk menghindari inversio uteri traksi talipusat hanya dilakukan saat ada kontraksi uterus dan dengan meletakkan
tangan suprasimfisis
3.
4.
Tangan kiri melakukan masase fundus uteri, bila sudah timbul kontraksi uterus, tangan kiri dipindahkan supra-simfisis
dan kemudian dilakukan tarikan talipusat secara terkendali untuk melahirkan plasenta.
5.
Jangan melakukan tarikan pada talipusat untuk melahirkan plasenta pada saat tidak ada kontraksi uterus untuk mencegah
terjadinya inversio uteri.
Plasenta dan selaput ketuban diperiksa dengan jalan memegang talipusat untuk membuat plasenta dalam keadaan
tergantung dan memeriksa fetal surface untuk melihat adanya pembuluh darah yang melewati tepi selaput ketuban.
Selaput ketuban diperiksa untuk memastikan tidak adanya selaput yang tertinggal dalam uterus.
Maternal surface plasenta diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kotiledon yang tertinggal dalam
uterus.
Retensio Plasenta
Batasan umum yang digunakan untuk retensio plasenta adalah bila plasenta tetap berada dalam uterus selama 1 jam.
Etiologi:
1.
Inkarserasi dari plasenta yang sudah lepas seluruhnya dengan ostium servik yang sudah menutup.
2.
Atonia uteri.
3.
Plasenta akreta ( melekat pada desidua dan miometrium) atau plasenta perkreta ( menembus sampai peritoneum
viseralis/serosa).
Penatalaksanaan :
Bila perdarahan sangat banyak maka plasenta harus segera dilahirkan dengan cara-cara yang sudah dijelaskan atau
dilakukan plasenta manual.
Bila terdapat robekan perineum atau terdapat luka akibat tindakan episiotomi maka hal tersebut memerlukan perbaikan.
Pada persalinan dengan ekstraksi cunam, inspeksi jalan lahir harus meliputi servik.
Ruptura perinei
Dikenal 4 derajat ruptura perinei :
1.
Derajat I : cedera pada commisura posterior, mukosa vagina dan otot dibelakangnya menjadi terbuka.
2.
Derajat II : cedera dinding vagina bagian posterior dan otot perineum, sfingter ani utuh.
3.
Derajat III : robekan pada sfingter ani namun mukosa rektum utuh.
4.
2.
3.
4.
8. OEDEMA
A.
DEFINISI
Edema menurut Arthur C. Guyton adalah gelembung cairan dari beberapa organ atau jaringan yang merupakan terkumpulnya
kelebihan cairan limfe, tanpa peningkatan jumlah sel dalam mempengaruhi jaringan. Edema bisa terkumpul pada beberapa lokasi
pada tubuh, tetapi biasanya terdapat pada kaki dan pergelangan kaki.
Edema menurut Ida Bagus Gede Manuaba adalah peningkatan cairan interstisil dalam beberapa organ. Umumnya jumlah cairan
interstisil, yaitu keseimbangan homeostatis. Peningkatan sekresi cairan ke dalam interstisium atau kerusakan pembersihan cairan
ini juga dapat menyebabkan edema.
B.
GAMBARAN KLINIS
Edema menurut Arthur C.Guyton menunjukkan adanya cairan berlebihan pada jaringan tubuh. Pada banyak keadaan, edema terutama
terjadi pda kompartemen cairan estraselular, tapi juga dapat melibatkan cairan intracelular. (Mnrut buku ajar fisiologi kedokteran).
1)
Edema Intraseluler
Terjadinya pembengkakan intraseluler, karena dua kondisi, yaitu :
1.
2.
2)
Edema Ekstraseluler
Edema ini terjadi bila ada akumulasi cairan yang berlebihan dalam ekstraseluler. Terjadinya pembengkakan ekstraseluler, karena
dua kondisi yaitu :
1.
Kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstisial dengan melintasi kapiler.
2.
perikardial, dan rongga sendi, dapat sangat membengkok bila ada edema bersifat negatif sama seperti yang dijumpai pada jaringan
subkutan jarang yang juga bersifat negatif (subatmosferik).
Contoh, tekanan hidrostatik cairan interstisial besar 7-8 mmHg dalam rongga pleura, 3-5 mmHg dalam rongga sendi, dan 5-6
mmHg dalam rongga perikardial (menurut www. Google.co.id).
Selain pada edema perifer, edema dapat terjadi pada organ-organ tertentu, yaitu antara lain :
1.
Salah satu komplikasi yang paling serius dari abdormalitas hemodinamika serebral dan dinamika cairan adalah terbentuknya
edema otak. Karena otak berada di dalam ruang yang padat, maka akumulasi cairan edema akan mengkompresi pembuluh darah,
seringkali secara serius menyebabkan penurunan aliran darah dan kerusakan jaringan otak.
Edema otak menurut Arthur C. Guyton disebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler yang hebat dan kerusakan dinding kapiler.
Salah satu penyebab meningkatnya tekanan kapiler adalah peningkatan tekanan darah arteri serebral secara tiba-tiba hingga
mencapai nilai yang terlalu tinggi.
2.
Edema paru menurut Arthur C. Guyton terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja dalam tubuh. Faktor apapun
yang menyebabkan tekanan cairan interstisial paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif akan menyebabkan
pengisian mendadak pada ruang interstisial paru dan alveolus dengan sejumlah besar cairan bebas.
Pada kasus edema paru yang paling ringan, cairan edema selalu memasuki alveoli, jika edema ini menjadi cukup berat, dapat
menyebabkan kematian karena mati lemas (Sufokasi).
(Dikutip dari Buku Ajar Fisiologi Kedokteran)
3. Edema pada vulva
Edema pada daerah ini berhubungan dengan varises vena vulva dan edema ini apabila tidak segera diatasi akan menyebabkan
kesulitan dalam persalinan. Edema ini lebih sering dijumpai pad pre eklamsi. Apabila terdapat edema pada satu labium, maka
permukaan dalam perlu diperiksa untuk mengesampingkan adanya syangkroid sifilitikum (ulkus durum).
(Dikutip dari buku obstetri fisiologi)
C.
ETIOLOGI
Penyebab edema pada ibu bersalin yaitu sebagai berikut :
1.
Pada gagal jantung, jantung gagal memompa darah secara normal dari vena ke dalam arteri. Hal ini meningkatkan tekanan kapiler,
menyebabkan filtrasi kapiler makin bertambah. Apabila gagal jantung yang tidak diobati, semua faktor bekerja sama membentuk
edema ekstraseluler generalisata yang hebat. Ibu hamil dengan gagal jantung kanan yang bermakna, normalnya darah dipompa ke
paru-paru oleh jantung kanan tetapi darah tidak dapat keluar dengan mudah dari vena pulmonalis ke jantung kiri karena bagian kiri
karena bagian ini sangat lemah sehingga menyebabkan ibu mengalami edema paru berat. (dikutip dari Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran)
2.
3.
konsentrasi protein akan mengakibatkan peningkatan kapiler di seluruh tubuh sehingga terjadi, edema ekstraseluler dan dapat
mengakibatkan malnutrisi protein.
(Dikutip dari Buku Ajar Fisiologi Kedokteran)
4.
5.
a.
Peningkatan reaksi imun yang menyebabkan pelepasan histamin dan produk imun lainnya.
b.
Toksin
c.
Infeksi bakteri
d.
e.
PENCEGAHAN / PENATALAKSANAAN
Edema pada persalinan menurut Ida Bagus Gede Manuaba dapat dicegah atau diobati, yaitu sebagai berikut :
1.
2.
3.
Dapat diberikan sedativa atau obat-obat antihypertensif (apabila oedema terus berlanjut).
Faktor lain yang dapat mencegah edema menurut Arthur C. Guyton yaitu sebagai berikut :
1.
Faktor yang dihasilkan oleh compliance jaringan yang rendah pada tekanan negatif besarnya sekitar 3 mmHg.
2.
Faktor yang dihasilkan oleh peningkatan aliran limfe ialah sekitar 7 mmHg.
3.
Faktor yang disebabkan oleh bersihan protein dari ruang interstisial adalah 7 mmHg.
10