You are on page 1of 12

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Penyakit Luka Bakar
2.1.1 Pengertian
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera/injuri sebagai akibat kontak
langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (elektrick),
zat kimia (chemycal) atau radiasi (radiation).
2.1.2 Etiologi

2.1.3

a) Luka bakar Termal, terpapar atau kontak dengan api cairan panas atau
objek panas lainnya.
b) Luka bakar kimia, jaringan kulit kontak dengan asam atau basa kuat
c) Luka bakar eletrik, panas yang dari energi listrik yang dihantarkan
melalui tubuh
d) Luka bakar radiasi, terpapar dengan sumber radioaktif.
Fase Luka Bakar
a) Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway
tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar,
namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera
inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah
penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut
sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik.
b) Fase Sub Akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber
panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang

2.1.4

atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ
organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
c) Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
Derajat Luka Bakar
a. Kedalaman luka bakar
1. Derajar I (Superficial)
Hanya mengenai lapisan epidermis
Eritema ringan sampai merah
Kulit memucat bila ditekan
Tidak ada blister
Kulit hangat/kering
Nyeri/hiperethetic
Nyeri berkurang dengan pendinginan
Discomfort berakhir kira 48 jam
Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari
2. Derajat II (Partial Tickhness)
Mengenai epidermis dan dermis
Luka tampak merah sampai pink
Terbentuk blister
Edema
Nyeri
Sensitif trehadap udara dingin
3. Derajat III (Full Tickhness)
Mengenai semua lapisan kulit, lemka subkutan, permukaan otot,

persyarafan, pembuluh darah


Warna luka bervariasi putih,merah coklat dan hitam
Tanpa ada blister
Permukaan luka kering/keras
Edema
Sedikit nyeri atau tanpa nyeri
Penyembuhan luka lama
Perlu skingraft
Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak
dilakukan preventiv

4. Derajat IV
Mengenai semua lapiasan kulit , otot, tulang
b. Luas Luka Bakar
1. Rule Of Nine
Dikenal sejak tahun 1940
Tubuh dibagi dalam bagian anatomi
Setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah genitalia 1%
2. Lund and Browder
Modifikasi dari presentasi bagian-bagian tubuh menurut usia
3. Hand Palm
Menentukan luas LB dengan telapak tangan
Satu telapak tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh
yangamengalami luka bakar.
c. Berat ringannya luka bakar
Menurut American College of surgeon membagi dalam:
1. Luka bakar berat
20% pada orang dewasa
25% pada aanak dengan usia kurang dari 10 tahun
20% pada orang dewasa lebih dari 40 tahun
Luka mengenai wajah, telinga, mata, lengan,kaki,dan perineum
yang mengakibatkan ganguan fungsional atau kosmetik atau

2.1.5

menimbulkan disabiliti.
LB karena listrik voltage tinggi
Semua LB dengan yang disertai injuri inhalasi atau truma yang

berat.
2. Luka bakar sedang
15-25%mengenai orang dewasa
10-20%pada anak usia kurang dari 10 tahun
10-20%pada orang dewasa usia lebih dari 40 tahun
3. Luka bakar ringan
Tidak ada resiko gangguan kosmetik dan fungsional /disability
Penatalaksanaan
a. Fase emergent (Resusitasi)
Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan
membaiknya permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72
jam setelah injury. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah
untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ
vital.
1) Perawatan sebelum dirumah sakit (Pre hospital care)
6

Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada


tempat kejadian luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi
pelayanan

emergensi.

Pre-hospital

care

dimulai

dengan

memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan


atau menghilangkan sumber panas
a) Jauhkan penderita dari dari sumber luka bakar
Padamkan pakaian yang terbakar
Hilangkan zat kimia penyebab LB
Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia
Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan
menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan
arus (nonconductive).

b) Kaji ABC
Perhatikan jalan nafas (airway)
Pastikan pernafasan (breathing) adekwat
Kaji sirkulasi
c) Kaji trauma yang lain.
d) Pertahankan panas tubuh.
e) Perhatian kebutuhan untuk pemberian cairan intravena.
f) Segera kirim kerumah sakit.
2) Penanganan dibagian emergency
Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan
yang telah diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau
penanganan yang dilakukan tidak adekuat, maka pre hospital care
di berikan di bagian emergensi. Penanganan luka (debridemen dan
pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain
yang mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus
diutamakan.
a) Penaganan luka bakar ringan
Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan
pasien rawat jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien
dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan memperhatiakn
antara lain 1) kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau
mengikuti intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan
7

perawatan secara mandiri (self care), 2) lingkungan rumah.


Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan diri
serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan
maka klien dapat dipulangkan. Perawatan di bagian emergensi
terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen nyeri,
profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan
kesehatan.
(1) Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian
dosis ringan morphine atau meperidine dibagian emergensi.
Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh
pasien rawat jalan.
(2) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama
pada penderita LB baik yang ringan maupun tipe injuri
lainnya. Pada klien yang pernah mendapat imunisasi
tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat
diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak
diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan
karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang pertama dari
serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus
toxoid.
(3) Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan
luka (cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati;
membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan
pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal
dan balutan secara steril. Selain itu juga perawat
bertanggung

jawab

memberikan

pendidikan

tentang

perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi


agar klien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan
lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan
8

latihan ROM (range of motion) secara aktif untuk


mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk
menurunkan

pembentukan

edema

dan

kemungkinan

terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan


follow up juga harus dibicarakan dengan klien pada waktu
itu.
b) Penanganan luka bakar berat
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada
bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas,
kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin
terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang);
pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube
(NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management
nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan
luka.
(1) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan
trauma lain yang mungkin terjadi.
(2) Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan,
dan sirkulasi untuk lebih memastikan ada tidaknya
kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara dini.
Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain
yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang,
adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat
dengan segera diketahui dan ditangani.
(3) Resusitasi cairan
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka
resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian
intravena perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak
terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang
terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka
bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempattempat untuk pemberian intravena perifer terbatas, maka
dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena central

(seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau


femoral) oleh dokter mungkin diperlukan.
2.2 Asuhan Keperawatan Luka Bakar
2.2.1 Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi
Tanda: (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c. Integritas ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
d. Eliminasi
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan/cairan
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f. Neurosensori
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan
10

suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara
respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h. Pernafasan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka
bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas
dalam (ronkhi).
i. Keamanan
Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti
selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada
beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat,
dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung
sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. Cedera api: terdapat
area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa
hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema
lingkar mulut dan atau lingkar nasal. Cedera kimia: tampak luka
bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan
dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh;ulkus; nekrosis; atau
jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya
secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam
setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih
sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi
luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran
pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan
dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan
sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
11

2.2.2

Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning

and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan


sebagai berikut :
a.
Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka
b.

bakar daerah leher; kompresi jalan nafas.


Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan :
status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan

c.

perdarahan.
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi
asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar

d.

sirkumfisial dari dada atau leher.


Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak
adekuat;

kerusakan

perlinduingan

kulit;

jaringan

traumatik.

Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons


2.2.3

inflamasi.
Intervensi Keperawatan
a. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas .
Tujuan: Bersihan jalan nafas tetap efektif
Kriteria Evaluasi: Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal,
bebas dispnoe/cyanosis.
1. Kaji

Intervensi
Rasional
refleks gangguan/menelan; 1. Dugaan cedera inhalasi Takipnea,

perhatikan

pengaliran

air

liur,

penggunaan otot bantu, sianosis

ketidakmampuan menelan, serak,

dan

perubahan

batuk mengi

menunjukkan

terjadi

pernafasan/edema
2. frekuensi,
pernafasan

irama,
;

pucat/sianosis

kedalaman

perhatikan

adanya

dan

sputum

mengandung karbon atau merah

sputum
paru

distress
dan

kebutuhan intervensi medic


2. Obstruksi
jalan
nafas/distres
pernafasan dapat terjadi sangat
cepat atau lambat contoh sampai 48
jam setelah terbakar.
12

muda.
3. Dugaan adanya hipoksemia atau
3. Auskultasi paru, perhatikan stridor,
karbon monoksida
mengi/gemericik, penurunan bunyi
nafas, batuk rejan.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Kehilangan cairan melalui rute abnormal.
Tujuan: Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia
membaik.
Kriteria Evaluasi: Tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema,
elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.
Intervensi
Rasional
1. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan 1. Memberikan
pedoman

untuk

kapiler dan kekuatan nadi perifer.

penggantian cairan dan mengkaji

Awasi pengeluaran urine dan berat

respon kardiovaskuler.

jenisnya.
2. Observasi warna urine dan hemates
sesuai indikasi.

2. Penggantian cairan dititrasi untuk


meyakinkan rata-rata pengeluaran
urine 30-50 cc/jam pada orang
dewasa. Urine berwarna merah pada
kerusakan otot masif karena adanya

3. Perkirakan

drainase

luka

kehilangan yang tampak.

dan

darah dan keluarnya mioglobin.


3. Peningkatan permeabilitas kapiler,
perpindahan

protein,

proses

inflamasi dan kehilangan cairan


melalui evaporasi mempengaruhi
volume sirkulasi dan pengeluaran
urine.
c. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi
asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar
sirkumfisial dari dada atau leher.
Tujuan: Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.

13

Kriteria Evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam


renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
Intervensi
Rasional
1. Pantau laporan GDA dan kadar 1. Mengidentifikasi kemajuan
karbon monoksida serum.

penyimpangan
diharapkan.
merusak

2. Pasang atau bantu dengan selang

dan

dari

hasil

yang

Inhalasi

asap

dapat

alveoli,

mempengaruhi

pertukaran gas pada membran kapiler

endotrakeal dan temaptkan pasien

alveoli.
pada ventilator mekanis sesuai 2. Suplemen

oksigen

meningkatkan

pesanan bila terjadi insufisiensi

jumlah oksigen yang tersedia untuk

pernafasan

(dibuktikan

dengan

jaringan.

hipoksia,

hiperkapnia,

rales,

takipnea dan perubahan sensorium)


3. Anjurkan pernafasan dalam dengan
penggunaan

spirometri

diperlukan
dukungan

Ventilasi

mekanik

untuk
sampai

pernafasan
pasie

dapat

dilakukan secara mandiri.

insentif

setiap 2 jam selama tirah baring.

3. Pernafasan dalam mengembangkan


alveoli,

menurunkan

resiko

atelektasis.

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak


adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan
sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
Tujuan: Pasien bebas dari infeksi
Kriteria Evaluasi: Tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi
baik.
Intervensi
1. Pantau penampilan luka bakar (area

Rasional
1. Mengidentifikasi indikasi-indikasi

luka bakar, sisi donor dan status

kemajuan atau penyimapngan dari

balutan di atas sisi tandur bial

hasil yang diharapkan.

tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.

2. Mengikuti

prinsip

aseptik
14

2. Bersihkan area luka bakar setiap

melindungi pasien dari infeksi.

hari dan lepaskan jarinagn nekrotik


(debridemen) sesuai pesanan.
3. Berikan mandi kolam sesuai
pesanan,

implementasikan

perawatan yang ditentukan untuk

3. Kulit yang gundul menjadi media


yang baik untuk kultur pertumbuhan
baketri.

sisi donor, yang dapat ditutup


dengan balutan vaseline atau op site.

15

You might also like