You are on page 1of 76

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

BAB V
Muatan Padatan Tersuspensi
dan Sedimentologi
5.1.

Muatan Padatan Tersuspensi


Muatan padatan tersuspensi (MPT) atau material padat tersuspensi dan melayang

dalam kolom perairan

dikenal

dengan sebutan suspended solid atau suspended

particulate matter, merupakan partikel-partikel yang melayang dalam air, terdiri dari
komponen biotik dan komponen abiotik.

Komponen hayati terdiri dari fitoplankton,

zooplankton, bakteri, fungi. Sedangkan komponen nirhayati terdiri dari cangkang


plankton (partikel Silika), detritus dan partikel-partikel anorganik seperti cocolithophore
dan lainnya (Hartoko.2009a dan 2009b).

Keberadaan sedimen tersuspensi di perairan

dapat berpengaruh terhadap kualitas air dan organisme akuatik, baik secara langsung
maupun tidak langsung seperti kematian dan menurunnya produksi. Partikelpartikel
yang tersuspensi di dalam massa air tersebut dapat membatasi nilai produktivitas primer
perairan sebagai akibat terhambatnya penetrasi cahaya ke dalam badan air (Ritchie et
al., 1976).
Keberadaan muatan padatan tersuspensi dapat menyerap dan memantulkan
spektrum radiasi cahaya tampak yang menembus ke bawah permukaan air, namun
pengaruhnya lebih banyak bersifat sebagai pancaran balik (back scattering) sehingga
memperlihatkan wujud air yang keruh Maeden dan Kapetsky (1991). Butler et al. (1988)
dan Hartoko (2008) menyampaikan bahwa keberadaan partikel sedimen tersuspensi
dalam massa air ini dapat digunakan untuk menggolongkan kekeruhan masa air laut
sesuai warnanya ke dalam kelaskelas tertentu.

Robinson (1985), menyatakan bahwa

berdasarkan pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan, tidak ada suatu kepastian
bahwa tingkat penyerapan atau pancaran balik berhubungan secara linier dengan tingkat
keberadaan sedimen tersuspensi. Walaupun demikian, reflektansi spektral data satelit
atau perbandingan reflektansi dapat dipakai untuk menduga parameter kualitas air
tersebut.

Cholik (1988) mengatakan bahwa kekeruhan karena plankton selama tidak

berlebihan

umumnya

tidak

membahayakan

dalam

budidaya

tambak.

Sedangkan

kekeruhan karena detritus akan menganggu pernafasan. Lebih lanjut MPT berpengaruh
pada

penetrasi

cahaya

matahari

sehingga

mempengaruhi

kualitas

air

karena

produktivitas primer berlangsung baik jika penetrasi cahaya matahari cukup.

A_Hartoko

117

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.1. Teknik pembedaan kandungan MPT (merah) dan Klorofil (hijau) di perairan
laguna Segara Anakan, Cilacap. Data Landsat_ETM

A_Hartoko

118

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.2. Peneraan dan pengkelasan konsentrasi MPT di perairan Rembang


berdasarkan nilai spektral data Landsat_ETM
Hartoko (2008 dan 2010) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman, pengkelas
konsentrasi

padatan tersuspensi atau sedimen dapat dilakukan terutama dengan

menggunakan Band-1 dan Band-2 data satelit Landsat_ETM seperti pada Gambar
dan 6.2.

6.1

Karena sensor pada panjang gelombang tersebut secara spesifik akan

merekam padatan tersuspensi yang terpancar dari dalam

masa air laut.

Pengkelasan

secara numerik dapat dilakukan dengan teknik atau metoda pengelompokan nilai spektral
data satelit Band-1 dan Band-2 Landsat_ETM (Gambar 6.1 dan 6.2). Namun secara hati
hati dan cermat image-processing untuk analisa MPT harus dibedakan dan tidak keliru
dengan nilai klorofil dalam masa air laut seperti contoh pembedaan analisa MPT dan
klorofil di perairan laguna Segara Anakan, Cilacap seperti pada Gambar 6.1.

A_Hartoko

119

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


5.2.

Sedimentologi
Sedimen adalah sekumpulan rombakan material : batuan, mineral, dan bahan

organik yang mempunyai ukuran butir tertentu (Pethick, 1984).

Dackombe (1983),

kebanyakan sumber dari material sedimen adalah daratan, dimana erosi dan pelapukan
batuan berperan terhadap pengikisan daratan dan ditransportasikan ke laut. Sedimen
pantai menurut Pethick (1984) berasal dari tiga sumber, yaitu erosi sungai, erosi pantai,
dan erosi dasar laut, dimana pada kenyataannya justru sungai yang memberikan suplai
yang relatif besar (kurang lebih 90%) terhadap transport sedimen yang terjadi di pantai.
Hampir semua keping dan serpihan batu yang merupakan pecahan batu padat
permukaan bumi mengendap di suatu tempat sebagai sedimen. Lingkungan pengendap
berbeda satu sama lain dan sangat mempengaruhi ciri sedimen yang dihasilkan (Susanna
1997). Lingkungan tempat pengendapan beragam dari lereng curam pegunungan,
lembah sungai, pantai sampai dasar laut dangkal di pinggir pulau dan laut dalam.
Sedimen laut (marine sediment) adalah termasuk bagian siklus metamorfosa dari
partikel batuan asal, sumber, transport, sifat kimiawi, atau perubahan lain, proses
deposisi/ pengendapan dan konsolidai (Sverdrup, et.al. 1961).

Sumber sedimen dapat

dikelompokan kedalam 6 kelompok : (1). Bahan detritus, (2). Bahan organik,(3). Bahan
anorganik (4). Bahan anorganik (5). Transformasi kimiawi di laut (6). Bahan dari luar
angkasa. Material Terrigenous, berasal dari proses pelapukan batuan terrigenous mulai
dari ukuran koloida sampai batuan besar. Diantaranya terdiri dari mineral utama seperti
quarts, mica, fieldspar, pyroxenes, amphiboles dan logam berat. Sedimen vulkanik
biasanya adalah abu dan material lava vulkanik.
Wibisono (2005) dan Hartoko (2010 in press), asal usul sedimen laut dapat dibedakan
atas :
1. Lithogenous
Jenis sedimen ini berasal dari pelapukan batuan dari daratan, lempeng kontinental
yang berasal dari kegiatan vulkanik.

Biasanya berupa batuan dan pasir berwarna

keabuan.
2. Biogenous
Sedimen berasal dari organisme laut yang telah mati dan terdiri atas remah-remah
tulang, patahan coral, cangkang Moluska (Gastropoda dan Bivalvia), algae berkapur
(calcareous/ coralline algae), tanaman maupun hewan mikro seperti pasir cangkang
silica dari plankton.
3. Produk Transformasi Kimiwawi/ Hidrogenous

A_Hartoko

120

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


Sedimen ini berasal dari perubahan atau reaksi komponen kimia yang larut dalam air
laut dengan konsentrasi yang tinggi sehingga terjadi pengendapan (deposisi) di dasar
laut. Diantaranya adalah butiran hitam (black magnetic spherules) yang terdiri dari
zat besi dengan ukuran sekitar 0,2 mm.
4. Cosmogenous
Sedimen ini berasal dari luar angkasa dimana partikel dari benda-benda angkasa
ditemukan di dasar laut dan mengandung banyak unsur besi sehingga mempunyai
respon magnetik berukuran 10-640 meter.

Gambar 5.3.Profil pantai dan zona hewan di wilayah pasang-surut

A_Hartoko

121

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.4. Proses pelapukan secara mekanis dan secara biologis

A_Hartoko

122

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.5.

A_Hartoko

123

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

A_Hartoko

124

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


Gambar 5.6.

Gambar 5.7.

A_Hartoko

125

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Tabel 5.1. Laju Bio-Erosi (Bioerotion Rates) di Beberapa Wilayah Pesisir di Dunia
Wilayah
(Locality)
I.Growing reef
Bermuda
Bermuda

Substrat

Jenis BioErosi

Laju-Bio Erosi

Pengarang

Reef
Reef

2-3 tonnes ha a-1


1,3 mm a-1

Bardach,1941
Bromley, 1978

Mariana Island
Orphege Island,
GBR

Atoll
Reef

Fish
Bioerosion
(fish,Clionids)
Fish
Tridacna
crocea

1,1-1,6 tonnes m2 a-

Cloud, 1959
Hammer and
Jones, 1976

Florida

Reef

Cliona Boring

Florida

Reef

Barbados

Fringing
Reef

Bioerosion,
esp. Cliona
Diaderma

Barbados

Fringing
Reef

Cliona Boring

746-4303 mm3
rewored
1 m coral head in
150 years
97 tonnes sediment
ha a-1 4098
reworked

II. Carbonate
rocks
Puorto Rico
Read Sea

Reef
limestone
Coral reef
limestone

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

A_Hartoko

Intertidal
notch retreat
Surface
lowering
Echinometra
boring
Aemoea
grazing
Lidorina ziczac
L. meleaguis
Nodollitorina
tuberculata
Nerita
tesselata
Nerita
versicolor

100 cm m2 a-1

Hein and Risk,


1973
Hudson, 1977
Hunter, 1977
Stearn and
Scollin, 1977
Kaye, 1959

80-377 gm m2a-1

1.0 mm a-1
Surface lowering
Tetraclita
squainosa, if 10-15
years old = 1 mm
a-1
4,9 cm a-1;9,96 cc
a-1;24.0 g a-1
1,5 mm a-10,99 cc
a-1; 2,4 g a-1
0,4 cm-1 a-1
0,15 cm3a-1
0,6 cm3 a-1
0,4 cm

a-1

0,8 cm3 a-1


1,3 cm3a-1

MacFayden,
1930
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
McLean, 1967
Moore and
Shedd, 1977
Neomann, 1964,
Otter, 1987,
McLean, 1974

126

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

Barbados

Beachrock

Heron Islands,
GBR

Beachrock

Cinarium pica
Acmaca

Virgin Islands
Bermuda, GBR

Bikini Atoll
SW Australia
Bermuda
Heron Island,
GBR
Aldabra
Aldabra
Aldabra
Aldabra
Oman

Reef
limestone
Eolianite
Beachrock

Beachrock
Reef
limestone
Iceland
spar
Calcite
Beachrock
Reef
limestone
Reef
limestone
Reef
limestone
Reef
limestone
Reef
limestone

Fissurela
Anaciliopleura
Chiton
Echinometra
lucunter
Surface
grazers

2,0 cm3 a-1


5,0 cm3 a-1
13,0 cm3 a-1
8,0 cm3 a-1
14,0 cm3a-1
1-2 mm a-1
18.0 cm3 a-1

Acanthozostrea

Up to 7kg m2a-1

Sponge boring

1.0-1,4 cm a-1
1,5 cm a-1

Cliona boring
Luhuphaga

Revelle and
Emery, 1957
Revelle and
Fairbridge, 1957
Rutzler, 1975
Stephenson,
1961
Trudgill, 1976a
Trudgill, 1976a
Trudgill, 1976a
Trudgill, 1976a
Vita-Finzi and
Cornelius, 1973

0,3 mm a-1
270-670 cm3100
cm-2 a-1

Surface
lowering

7 kg m2a-1

Surface
lowering

0,5 mm a-1

Sponge boring

0,9 cm a-1;0,87 cc
a-1

Surface
lowering
Intertidal
surface
Retreat
Lithophaga
boring
Lithotrya
boring

0,5-4.00 mm a-1

0,8 cm a-1;0,78 cc
a-1
0,26 mm a-1
0,0025 m a-1

Subaerial
surface
lowering
Lithophaga

A_Hartoko

127

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


PROSES SEDIMENTASI DI LAUTAN
Beberapa ahli mendefinisikan sedimen dalam beberapa pengertian. Pipkin (1977)
menyatakan bahwa sedimen adalah pecahan, mineral, atau material organik yang
ditransfortasikan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau
oleh airdan juga termasuk didalamnya material yang diendapakan dari material yang
melayang dalam air atau dalam bentuk larutan kimia. Sedangkan Gross (1990)
mendefinisikan sedimen laut sebagai akumulasi dari mineral-mineral dan pecahanpecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang dan tulang dari organisme
laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut.
Pettijohn

(1975)

mendefinisikan

sedimentasi

sebagai

proses

pembentukan

sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material
pembentuk

atau

asalnya

pada

suatu

tempat

yang

disebut

dengan

lingkungan

pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai laut
dalam.

Sungai yang mengalir dengan membawa berbagai jenis batuan akhirnya

bermuara di laut, sehingga di laut terjadi proses pengendapan batuan yang paling besar.
Hasil pengendapan di laut ini disebut sedimen marin.
Pengendapan pada suatu estuari dapat menghasilkan :
1. Delta yang terjadi di muara sungai yang lautnya dangkal dan sungainya membawa
banyak bahan endapan. Bentuk delta dapat dikelompokkan dalam 5 macam, yaitu:
a) Delta lobben, bentuknya menyerupai kaki burung. Biasanya tumbuh cepat besar,
karena sungai membawa banyak bahan endapan. Contohnya delta Missisippi dan
Delta Mahakam (Kaltim). Seperti halnya delta Mahakam terjadi karena tingginya
muatan sediment dan kuatnya dorongan masa air sungai Mahakam kea rah laut.
Maka karakter delta Mahakam adalah fresh-water dominated delta ecosystem.
Mencermati bentuk delta yang dapat mengembang ke semua arah menandakan
bahwa tidak terdapat tahanan kuat dari masa air laut. Apabila ada tekanan suatu
arus dari arah tertentu, maka bentuk delta akan berbelok mengikuti arah arus
atau arah gelombang yang terjadi di perairan tersebut.

A_Hartoko

128

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.8. Bentuk delta kaki burung (Loben)


b) Delta tumpul, bentuknya seperti busur. Keadaannya cenderung tetap (tidak
bertambah besar), misalnya delta Tiger dan sungai Nil.

Gambar 5.9. Bentuk delta tumpul

A_Hartoko

129

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


c) Delta runcing, bentuknya runcing ke atas menyerupai kerucut. Delta ini makin
lama makin sempit.

Gambar 5.10. Bentuk delta runcing


d) Estuaria, yaitu bagian yang rendah dan luas di mulut sungai. Contoh seperti pada
Laguna Segara Anakan, Cilacap

Gambar 5.11. Laguna Segara Anakan - Delta estuari

A_Hartoko

130

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


e) Delta berbelok, biasanya pertemuan sungai dan pantai samudra laut dalam.
Contohnya adalah di Delta Pantai Ayah Kebumen - Selatan Jawa, Delta Batang Gasan dan
Sungai Limau di Padang Pariaman Sumbar.

Gambar 5.12. Delta estuari berbelok ciri khas di pantai laut dalam Batang Gasan Sumbar

2. Endapan kapur, yang terdiri dari sisa binatang karang, lokan, atau rangka ikan.
Endapan kapur ini biasanya terjadi di laut dangkal.
3. Endapan pasir silikon, dihasilkan dari cangkang plankton yang berangka silikon.
Endapan ini terjadi di dasar laut yang dalam dan atau kemudian dapat dideposisikan di
pantai.
Berdasarkan Komposisi Lisitzin 1972. mengklasifikasikan jenis sedimen menjadi 4 jenis :
1.

Sedimen terrigenous : kandungan kalsium carbonat dan silica kecil (30%)

Gambar 5.13. Contoh Sedimen terrigenous (http://www.odp.usyd.edu.au)

A_Hartoko

131

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


2.

Sedimen Biogenic : kandungan kalsium carbonat dan silica lebih besar dari 30%

Gambar 5.14. Grafik Suplai sedimen (http://www.odp.usyd.edu.au)


3.

Sedimen Chemogenic : Sedimen hasil presipitasi kimiawi dari air laut artinya
kandungan komposisi kimiawi besar

4.

Sedimen Volcanogenic : tersusun terutama oleh material piro klastik dan polygenic
(lempung merah).

Sedimen laut dalam dapat dibagi menjadi 2 yaitu :


1. Sedimen Biogenik Pelagis
Dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri atas
berbagai struktur halus dan kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa
fitoplankton dan zooplankton laut. Karena umur organisme plankton hannya satu atau
dua minggu, terjadi suatu bentuk sisa-sisa organisme plankton secara perlahan,
tetapi kontinue di dalam kolam air untuk membentuk lapisan sedimen. Pembentukan
sedimen ini tergantung pada beberapa faktor lokal seperti kimia air dan kedalaman
serta jumlah produksi primer di permukaan air laut. Jadi, keberadan mikrofil dalam
sedimen laut dapat digunakan untuk menentukan kedalaman air dan produktifitas
permukaan laut pada zaman dulu.

A_Hartoko

132

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


Tabel 5.2. Genera Pelagis Pembentuk Sedimen Biogenik
Jenis Organisme

Calcareous (calcite Siliceous


shells)
(opal shells)

Phytoplankton (plant-like
photosynthesizers)

Coccoliths

Diatoms

Zooplankton (animal-like
grazers)

Foraminifera

Radiolaria

2. Sedimen Terigen Pelagis


Hampir semua sedimen Terigen di lingkungan pelagis terdiri atas materi-materi yang
berukuran sangat kecil. Ada dua cara materi tersebut sampai ke lingkungan pelagis.
Pertama dengan bantuan arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua melalui gerakan
es yaitu materi glasial yang dibawa oleh bongkahan es ke laut lepas dan mencair.
Bongkahan es besar yang mengapung, bongkahan es kecil dan pasir dapat ditemukan
pada sedimen pelagis yang berjarak beberapa ratus kilometer dari daerah gletser atau
tempat asalnya.

Tabel 5.3. Klasifikasi Sedimen Terigen Pelagis


Name

Size (mm)

Boulder

256 or more

Cobble

64-256

Pebble

4-64

Gravel or
Granule

2-4

Coarse sand

0.5-2

Medium sand

0.25-0.5

Fine sand

0.0625-0.25

Silt

0.0039-0.0625

Clay

0.0002-0.0039

Selain pengertian sedimen di atas ada pengertian lain tentang sedimen yaitu
batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh proses sedimentasi.

Sedangkan

sedimentasi adalah proses pengendapan sedimen oleh media air, angin, atau es pada
suatu cekungan pengendapan pada kondisi

tertentu. Dalam batuan sedimen dikenal

dengan istilah tekstur dan struktur. Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan

A_Hartoko

133

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


erat dengan ukuran, bentuk butir, dan susunan komponen mineral-mineral penyusunnya.
Studi tekstur paling bagus dilakukan pada contoh batuan yang kecil atau asahan tipis.
Struktur merupakan suatu kenampakan yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan
keadaan energi pembentuknya. Pembentukannya dapat pada waktu atau sesaat setelah
pengendapan. Struktur berhubungan dengan kenampakan batuan yang lebih besar,
paling bagus diamati di lapangan misal pada perlapisan batuan.
Sebagian besar batuan sedimen dibedakan dari batuan lain karena tersusun oleh
butiran hasil rombakan batuan lain yang lebih tua, butiran-butirannya mempunyai kontak
tangensial yang membentuk lubang-lubang bila dilihat dalam rangkaian tiga dimensi.
1. Tekstur Klastik
Untuk mendiskripsikan tekstur klastik kenampakan yang perlu diperhatikan adalah
ukuran dan tingkat keseragaman partikel serta bentuk. Ukuran butir sedimen
merupakan faktor penting dalam penamaan batuan sedimen, klasifikasi yang
digunakan biasanya adalah klasifikasi Wentworth. Tingkat keseragaman butir atau
sortasi merupakan tingkat kopentensi dan efisiensi media pengangkutnya, di bedakan
menjadi :
a. Sangat baik terpisahkan (Very well sorted).
b. Baik dipisahkan (Well sorted).
c. Cukup dipisahkan (Moderately sorted).
d. Kurang dipisahkan (Very poorly sorted).
Dalam mendiskripsikan bentuk partikel, dua sifat harus dibedakan yaitu Spericity dan
Roundness. Sphericity adalah pendekatan setiap individu partikel ke bentuk bola,
sepenuhnya tergantung pada bentuk asli partikel, sedangkan abrasi merupakan faktor
minor. Istilah deskriptif paling bagus dipakai untuk partikel pasir atau yang lebih
kasar berdasarkan diameter maximum, menengah (intermediate) dan minimum. Ada
empat bentuk dasar yang dipakai yaitu equant, tabular, prolate, dan bladed.
Roundness

adalah

suatu

ukuran

adanya

abrasi

yang

menyebabkan

proses

pembundaran pada sudut-sudut atau ujung-ujung fragmen. Istilah kualitas yang


dipakai yaitu angular, subangular, subrounded, rounded, dan well rounded.
2. Tekstur Non-Klastik
Tekstur non klastik terutama dihasilkan oleh presipitasi kimiawi dan aktifitas
organisme. Contoh-contoh batuannya adalah :

A_Hartoko

134

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


a. Evaporit yaitu batuan hasil penguapan garam batu, anhidrit, gips, garam
kali dan lain-lain.
b. Sedimen organik, sisa-sisa dari zat-zat hidup misal gambut (peat).
c. Sedimen silika misal nodul dan konkresi.
Struktur sedimen umumnya dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :
a. Struktur anorganik terutama pelapisan, contoh : graded beds, cross beds,
mudcraks.
b. Struktur biogenik terdiri dari struktur jejak dan boring.
c. Struktur deformasi terdiri dari convolute bedding, ball and pillow dan
diapiric.
Berbagai sifat fisik sedimen ditelaah sesuai dengan tujuan dan kegunaannya.
Diantaranya adalah tekstur sedimen yang meliputi ukuran butir (grain size), bentuk butir
(partikel shape), dan hubungan antar butir (fabrik), struktur sedimen, komposisi mineral,
serta kandungan biota. Dari berbagai sifat fisik tersebut ukuran butur menjadi sangat
penting karena umumnya menjadi dasar dalam penamaan sedimen yang bersangkutan
serta membantu analisa proses pengendapan karena ukuran butir berhubungan erat
dengan dinamika transfortasi dan deposisi (Krumbein dan Sloss (1983)). Berkaitan
dengan sedimentasi mekanik ukuran butir akan mencerminkan resistensi butiran sedimen
terhadap

proses

pelapukan

erosi/abrasi

serta

mencerminkan

kemampuan

dalam

menentukan transfortasi dan deposisi.


Dengan melihat cara transfor sedimen dapat dilihat melalui :
1. Transport Sedimen di Pantai
Sverdrup

et.al.(1961);

Pettijohn

(1975),

Selley

(1988)

dan

Richard

(1992)

menyatakan bahwa cara transportasi sedimen dalam aliran air dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu :
a. Sedimen merayap (bed load) yaitu material yang terangkut secara menggeser
atau menggelinding di dasar aliran.
b. Sedimen loncat (saltation load) yaitu material yang meloncat-loncat bertumpu
pada dasar aliran.
c. Sedimen layang (suspended load) yaitu material yang terbawa arus dengan cara
melayang-layang dalam air.

A_Hartoko

135

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

2. Transport Sedimen Sepanjang Pantai


Transport sedimen sepanjang pantai merupakan gerakan sedimen di daerah pantai
yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya (Komar : 1983).
Transport sedimen ini terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai
akibat sedimen yang dibawanya (Carter, 1993). Menurut Triatmojo (1999) transfor
sedimen sepanjang pantai terdiri dari dua komponen utama yaitu transfor sedimen
dalam bentuk mata gergaji di garis pantai dan Transport sedimen sepanjang pantai di
surf-zone.
Transfor sedimen pantai banyak menimbulkan fenomena perubahan dasar perairan
seperti pendangkalan muara sungai erosi pantai perubahan garis pantai dan
sebagainya (Yuwono, 1994). Fenomena ini biasanya merupakan permasalahan
terutama pada daerah pelabuhan sehingga prediksinya sangat diperlukan dalam
perencanaan ataupun penentuan metode penanggulangan.

Menurut

Triatmojo

(1999) beberapa cara yang biasanya digunakan antara lain:


a.

Melakukan pengukuran debit sedimen pada setiap titik yang ditinjau, sehingga

secara

berantai

akan

dapat

diketahui

Transport

sedimen

yang

terjadi.

b. Menggunakan peta/ foto udara atau pengukuran yang menunjukan perubahan


elevasi dasar perairan dalam suatu periode tertentu. Cara ini akan memberikan hasil
yang baik jika di daerah pengukuran terdapat bangunan yang mampu menangkap
sedimen

seperti

training

jetty,

groin,

dan

sebagainya.

c. Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang dan sedimen pada daerah
yang di tinjau.
3. Sedimentasi Pada Muara Sungai
Muara sungai dapat dibedakan dalam tiga kelompok yang tergantung pada faktor
dominan yang mempengaruhi. Yaitu didominasi faktor gelombang, debit sungai atau
pasang surut. Pada kenyataannya ketiga sungai tersebut akan bekerja secra simultan,
walaupun salah satunya akan terlihat lebih dominan pada daerah muara dimana
gelombang lebih dominan biasanya akan mengakibatkan tertutupnya muara sungai
akibat transfor sedimen sepanjang pantai yang dibawanya masuk ke alur sungai.
Menurut Pettijohn (1975), sedimentasi merupakan proses pembentukan sedimen
atau endapan atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan atau akumulasi

A_Hartoko

136

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


dari material pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan
lingkungan pengendapan seperti delta, danau, pantai, estuaria, laut dangkal sampai laut
dalam. Lebih lanjut dinyatakan bahwa sedimentasi yang terjadi di estuaria, contohnya di
muara sungai terjadi akibat menumpuknya sedimen di muara, baik yang berasal dari
sungai

maupun

dari

hasil

erosi

pantai

di

sekitarnya.

Sedangkan

Chay

(2002),

menyatakan proses sedimentasi merupakan usaha alam untuk mencapai keseimbangan,


karena perbedaan ketinggian antara daratan dengan dasar laut merupakan sesuatu yang
seimbang. Seperti halnya di Indonesia yang merupakan daerah tropis dengan banyak
hujan umumnya sungaisungai besar membawa lumpur ke laut.

Proses erosi,

pengangkutan, dan pengendapan sedimen tergantung pada dua faktor, yaitu sifat fisika
kimia sedimen itu sendiri dan kondisi hidrologi di sekitarnya (McDowell dan OConner,
1977 dalam Lutfie, 1998). Pada estuaria yang pengaruhnya kuat, akan banyak ditemui
substrat pasir, karena hanya partikel yang berukuran besar saja yang bisa mengendap
lebih cepat, sedangkan yang berukuran kecil akan terbawa ke tempat yang lebih jauh
oleh aktivitas arus dan gelombang. Baik air tawar dan air laut mempunyai tendensi untuk
mengendapkan butiran kasar terlebih dahulu (Nybakken, 1988).
Keberadaan sedimen di estuaria pada umumnya didominasi oleh substrat lumpur,
yang sering kali sangat lunak. Substrat berlumpur ini berasal dari sedimen yang dibawa
ke estuaria, baik oleh air laut maupun air tawar. Mengenai air tawar, pengangkutan
partikel lumpur dalam bentuk suspensi. Ketika partikel suspensi ini mencapai dan
bercampur dengan air laut di estuaria, kehadiran berbagai ion yang berasal dari air laut
menyebabkan partikel lumpur menggumpal membentuk partikel yang lebih besar dan
lebih berat serta membentuk dasar lumpur yang khas (Nybakken, 1988).

Menurut

Painter (1976), laju pergerakan dan penyebaran sedimen dalam perairan adalah fungsi
dari karakteristik sedimen yang meliputi ukuran dan densitas serta karakteristik dari
aliran terutama kecepatan aliran dan temperaturnya.

Sedangkan menurut Hartoko

(2008) muasal MPT banyak dijumpai di wilayah pesisir karena masukan dari land
washing atau dari muara sungai atau estuari. Penyebaran MPT atau suspended solid
secara spasial di wilayah pesisir biasanya mengikuti aliran arus masa air dari muara
sungai sehingga membentuk lidah MPT namun tidak selalu demikian tergantung
kekuatan masa air sungai. Selain itu sebaran spasial di biasanya sangat dipengaruhi oleh
pola arus pantai atau rib current , pola Eddy current atau siklus arus pasang surut di
wilayah pesisir tersebut.
Menurut Selley (1988), cara pengangkutan sedimen dalam perairan terdiri dari
tiga macam, yaitu :

A_Hartoko

137

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


a. Sedimen bergerak merayap (bed load), adalah material yang terangkut secara
menggeser dan menggelinding ke dasar perairan.
b. Sedimen bergerak meloncatloncat (saltation load), adalah material yang meloncat
loncat bertumpu pada dasar perairan.
c. Sedimen bergerak melayang (suspended load), adalah material yang terbawa arus
dengan cara melayanglayang dalam air.

Menurut Nurhajati et al. (1986), tanah terdiri dari partikel-partikel tanah dari
berbagai ukuran. Partikel-partikel tanah ini dibagi ke dalam kelompok-kelompok atas
dasar ukuran diameternya, tanpa memandang komposisi kimia, warna, berat atau sifat
lainnya. Pada Tabel 6.1. dapat dilihat klasifikasi partikel-partikel tanah menurut United
State Departement of Agriculture (USDA) dan sistem pembagian menurut Internasional
Soil Science Society.

5.15.

A_Hartoko

138

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

5.16.

A_Hartoko

139

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

5.17.

A_Hartoko

140

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Sumber : Hjulstrom, 1939. Recent Marine Sediment. Parker D Trask. American


Association of Petrolium Geologist. Tulsa Oklahoma (dalam Sverdrup et.al.1961)
Gambar 5.18. Hubungan antara rerata velositas arus di sungai dan erosi, transportasi dan
deposisi

A_Hartoko

141

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

5.19

A_Hartoko

142

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

5..20

A_Hartoko

143

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Tabel

5.4.

Klasifikasi partikel-partikel
Internasional

tanah

menurut

Sistem

USDA

USDA

Internasional

Diameter (mm)

Diameter (mm)

Pasir sangat kasar

2,00 - 1,00

Pasir kasar

1,00 - 0,50

2,00 - 0,20

Pasir sedang

0,50 - 0,25

Pasir halus

0,25 - 0,10

0,20 - 0,02

Pasir sangat halus

0,10 - 0,05

0,05 - 0,002

0,02 - 0,002

dibawah 0,002

di bawah 0,002

dan

Sistem

Jenis tanah

Debu
Liat

Gambar 5.21. Segitiga Tekstur Tanah (Hardjowigeno, 1992)

A_Hartoko

144

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Keterangan :
1.

Liat

2.

Liat berdebu

3.

Liat berpasir

4.

Lumpur berliat

5.

Lumpur liat berdebu

6.

Lumpur berdebu

7.

Debu

8.

Lumpur

9.

Lumpur liat berpasir

10. Lumpur berpasir


11. Pasir berlumpur
12. Pasir
Tekstur substrat dasar laut/ pantai dapat mempengaruhi kandungan bahan organik
dalam tanah. Tekstur liat memiliki tekstur halus, dimana makin tinggi jumlah liat dalam
substrat dasar maka makin tinggi pula kandungan bahan organiknya. Tekstur substrat
dasar berpasir memiliki kandungan bahan organik yang rendah, dimana tanah berpasir
memungkinkan terjadinya oksidasi yang baik, sehingga bahan organik akan cepat habis
(Nurhajati et al., 1986 dan Hartoko,2009).

Muatan Padatan Tersuspensi adalah

kandungan zat-zat yang terdapat dalam air. Zat-zat tersebut adalah zat-zat anorganik
seperti debu dan serasah, serta zat-zat organik seperti fitoplankton, zooplankton, dan
organisme renik lainnya. MPT berpengaruh pada kecerahan perairan, semakin tinggi
kandungan MPT maka akan semakin keruh perairan tersebut sehingga cahaya matahari
tidak

dapat

masuk

secara

optimal.

Kurangnya

cahaya

matahari

yang

masuk

menyebabkan kurang optimumnya proses fotosistesis. Keberadaan sedimen tersuspensi


di perairan dapat berpengaruh terhadap kualitas air dan organisme akuatik, baik secara
langsung maupun tidak langsung seperti kematian dan menurunnya produksi. Partikel
partikel yang tersuspensi di dalam massa air tersebut dapat membatasi nilai produktivitas
primer perairan sebagai akibat terhambatnya penetrasi cahaya ke dalam badan air
(Ritchie et al., 1976).
Menurut Maeden dan Kapetsky (1991), keberadaan muatan padatan tersuspensi
di perairan laut dapat menyerap dan memantulkan spektrum radiasi cahaya tampak yang

A_Hartoko

145

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


menembus ke bawah permukaan air, namun pengaruhnya lebih banyak bersifat sebagai
pancaran balik (back scattering) sehingga memperlihatkan wujud air yang keruh.
Menurut Butler et al. (1988), keberadaan sedimen tersuspensi dalam massa air ini dapat
digunakan untuk menggolongkan permukaan air sesuai warnanya ke dalam kelaskelas
tertentu. Robinson (1985), menyatakan bahwa berdasarkan pengamatan dan penelitian
yang telah dilakukan, tidak ada suatu kepastian bahwa tingkat penyerapan atau pancaran
balik berhubungan linier dengan tingkat keberadaan sedimen tersuspensi. Walaupun
demikian, reflektansi spektral atau perbandingan reflektansi dapat dipakai untuk
menduga

parameter

kualitas

air

tersebut.

Hartoko

(2008)

mengatakan

bahwa

berdasarkan hasil banyak kajian menunjukkan bahwa konsentrasi dan sebaran spasial di
perairan wilayah pesisir dapat di tera melalui panjang gelombang 0,4 mikrometer (band1) dan 0,5 mikro meter (band-2) dari data satelit Landsat.

Prosedure Pengambilan Sedimen di Laut

Gambar 5.22. Sediment Grab

A_Hartoko

146

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.23. Sampel Sediment Grab


Prosedur Analisis Tekstur Sedimen
Analisis tekstur sedimen dilakukan untuk mengetahui komposisi dan jenis tekstur
sedimen di lokasi penelitian. Sampel tekstur sedimen diperoleh dari pralon dianalisis
dengan menggunakan metode pemipetan. Fraksi pasir dipisahkan dengan metode
penyaringan basah (wet sieving).

Sedang metoda penyaringan kering (dry sieving)

adalah sebagai berikut :


1. Sampel sedimen dikeringkan dengan oven pada suhu 105 C sampai kering.
2. Setelah kering sampel sedimen ditumbuk dengan mengunakan mortar sampai halus.
3. Menimbang sampel sedimen sebanyak 25 gram.
4. Sedimen dicuci pada Sieve shaker (penyaring bertingkat) pada mesh size 0,0725 mm
yang diletakkan dalam baskom / kontainer. Kemudian tambahkan akuades (kurang
lebih 1 liter) hingga permukaan sieve tercelup, saring terus hingga didapatkan dua
sampel yaitu sampel yang lolos dan mengendap di dasar baskom dan sampel yang
tertinggal dalam saringan.

A_Hartoko

147

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


5. Sieve dan isinya dipanaskan dalam oven 100 C.
6. Angkat sieve secara perlahan dari oven dan letakkan di atas kertas putih, tuangkan
sedimen kering pada kertas tersebut. Apabila terdapat material yang mengumpul
dalam sieve akibat pengeringan dengan oven, bersihkan dengan pelan-pelan dengan
menggunakan sikat yang kering dan bersih, kemudian ditimbang menggunakan
timbangan elektrik.
7. Pemisahan telah selesai, material yang masih berada dalam sieve 0,0725 mm adalah
fraksi pasir, sedangkan fraksi silt-clay didapatkan dari pengurangan berat sampel
awal dengan fraksi pasir.
8. Analisis selanjutnya, adalah penentuan ukuran fraksi pasir dengan penyaringan kering
(dry sieving) dengan menggunakan sieve shaker mesh size 0,850 mm 0,0725 mm
selama 15 menit. Sedangkan fraksi silt dan clay ditentukan menggunakan analisis
pemipetan.
9. Tiap selang waktu tertentu, ambil 20 mL sampel larutan sedimen (menggunakan
gelas ukur 1 liter) dengan pipet pada kedalaman yang sudah ditentukan dibawah
permukaan suspensi sedimen. Selang waktu pemipetan dapat dilihat dalam tabel 6.2
berikut.
Tabel 5.6. Waktu tenggelam analisa butir sedimen
Jarak tenggelam

Waktu

(cm)

Jam

Menit

Detik

20

58

10

56

10

44

10

31

10

Sumber : Buchanan (1971) dalam Wilkinson dan Baker (1984)


Hasil pemipetan dipindahkan ke dalam cawan aluminium foil dan dipanaskan pada
suhu 100 C sampai kering.
10. Hasil pemipetan dikonversi ke dalm volume 1 liter sehingga didapatkan A gram, B
gram, dan seterusnya. Berat material yang diperoleh akan mewakili jumlah dari
semua partikel yang berukuran lebih kecil dari ukuran partikel-partikel yang terambil.
11. Setelah perhitungan selesai didapatkan prosentase masing-masing fraksi yaitu pasir
(sand), debu (silt), dan liat (clay)

A_Hartoko

148

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.24. Sieve Shaker Elektrik

A_Hartoko

149

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.25. Contoh plot Percent Cummulative Percent Sediment Diameter

A_Hartoko

154

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

5.3.

Hasil Analisa Sedimen di Beberapa Wilayah Pesisir di Indonesia


Pada penelitian ini, data

lapangan terdiri dari data muatan padatan

tersuspensi (MPT) dan tekstur dasar perairan. Data ini merupakan data pendukung
dalam penyusunan model dan analisa citra.
5.3.1. Muatan padatan tersuspensi (MPT) di Laguna Segara Anakan Cilacap
Dari hasil analisa muatan padatan tersuspensi yang didapatkan pada perairan
laguna Segara Anakan pada bulan Juni dan Agustus 2007 menunjukkan perbedaan
yang cukup signifikan. Pada bulan Juni muatan padatan tersuspensi yang didapatkan
berkisar antara 33 - 646 mg/l, sedangkan pada bulan Agustus antara 1378-1874
mg/l. Untuk lebih jelasnya seperti terlihat pada tabel 6.3.
Tabel 5.6. Nilai MPT lapangan pada perairan Laguna Segara Anakan
Stasiun
1

Lintang
108o 47 34,49
0

Bujur

MPT (mg/l)
Juni 2007

Agustus 2007

646

1647

07 o 42 30,34
o

108 48 01,56

07 4029,41

277

1686

108o 49 13,88

07o 4025,48

69

1378

33

1812

108 50 16,7
o

07 4002,93
o

108 50 46,19

07 4136,47

179

1557

108o 51 47,85

07 o 4043,66

100

1874

121

1400

108 52 01,79

07 4145,99

Dari gambar 5.12 terlihat adanya perbedaan hasil yang signifikan. Pada
penelitian bulan Juni 2007, kandungan MPT tertinggi berada pada stasiun 1 dan
terendah pada stasiun 4.

Pada bulan Agustus 2007 kandungan MPT terendah

terdapat pada stasiun 3 dan tertinggi pada stasiun 6.

A_Hartoko

155

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

MPT (mg/l)

2000
1800

Juni 2007
Agustus 2007

1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
1

Stasiun

Gambar 5.26. Nilai MPT di Laguna Segara Anakan Cilacap


5.3.2. Tekstur dasar perairan
Laguna Segara Anakan di Cilacap merupakan tempat bertemunya air sungai
yang mengalir ke laut dengan arus pasang surut air laut yang keluar masuk ke
sungai. Aktivitas ini menyebabkan pengaruh yang kuat terjadinya sedimentasi, baik
yang berasal dari sungai maupun dari laut atau sedimen yang tercuci dari daratan
disekitarnya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari analisa komposisi dan tekstur

sedimen pada kawasan ini, sebagian besar didominasi oleh liat berlumpur, kemudian
lumpur berpasir dan liat berpasir.

A_Hartoko

156

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


Tabel 5.7. Hasil Tekstur pada perairan Kawasan Segara Anakan
Stasiun

Fraksi (%)

Tekstur

Pasir

Debu

Liat

(>2 mm)

(0,05 0,002 mm

(< 0,002

mm)

71.4

2.8

25.8

Lumpur berpasir

43.8

5.2

51

6.6

41.3

52.1

Liat berlumpur

5.2

43.2

51.6

Liat berlumpur

41.32

2.8

55.9

Liat berpasir

43.7

7.6

48.7

Liat berpasir

6.4

44.5

49.1

Liat berlumpur

Liat berpasir

Berdasarkan tabel 5.4. terlihat fraksi pasir tertinggi berada pada stasiun 1,
sedangkan fraksi liat pada tengah laguna menunjukkan kisaran nilai yang hampir

Komposisi sedimen (%)

sama. Sebagaimana terlihat pada gambar 5.14.

80
60

Pasir

40

Liat
Debu

20
0
1

Stasiun

Gambar 5.27. Komposisi dan Tekstur Sedimen di laguna Segara Anakan Cilacap

A_Hartoko

157

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


5.3.3.

Pengendalian Sedimentasi di Laguna Segara Anakan


Kekeruhan merupakan faktor utama penyebab sedimentasi dan ancaman

terhadap keberadaan laguna Segara Anakan. Sumber utama pengendapan di laguna


tersebut adalah partikel lumpur dari Sungai Citanduy dan sungai-sungai lain yang
bermuara di laguna Segara Anakan. Jika sedimentasi di Laguna tersebut berlangsung
terus menerus akan berakibat sangat fatal, kita akan kehilangan estuari

yang

sangat banyak manfaatnya. Untuk itu perlu dilakukan penanggulangan. Salah


satu upaya yang telah dilakukan adalah penyodetan Sungai Citanduy. Namun hal ini
menimbulkan

pro-kontra

diantara dua

pihak. Bagi

pihak yang

setuju,

cara

penyodetan adalah cara yang diyakini dapat menyelesaukan masalah pengendapan


di laguna dalam waktu pendek. Umumnya mereka berpendapat penyelamatan
ekosistem Laguna Segara Anakan merupakan suatu yang sangat penting dan
mendesak sehingga harus dilakukan segera dengan berbagai cara yang berdampak
jangka

pendek

atau

berdampak

langsung.

Bagi

pihak

yang

kurang

setuju

menganggap bahwa penyelamatan ekosistem laguna adalah penting, namun dalam


mengatasi masalah ini jangan menimbulkan masalah baru atau hanya memindahkan
masalah. Penyodetan akan menyelamatkan ekosistem laguna tetapi pada saat yang
sama dikhawatirkan akan menimbulkan masalah pada perairan pantai sebelah barat
Pulau Nusakambangan (pantai Pengandaran, Jawa Barat). Pro dan kontra tersebut
nampaknya sulit untuk dipertemukan karena tidak hanya perbedaan pertimbangan
teknis akademis, tetapi juga menyangkut kepentingan daerah yang berbeda.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu upaya lain diluar penyodetan. Salah
satu alternatifnya adalah penataan dan perbaikan tata guna lahan di kawasan DAS
Sungai Citanduy. Cara tersebut sangat aman dan ramah lingkungan meskipun
membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama. Alternatif tersebut dapat
dilengkapi dengan upaya pembuatan waduk sebelum Sungai Citanduy bermuara ke
laguna. Waduk berfungsi sebagai

perangkap sedimen agar tidak mengendap di

laguna. Waduk bersifat sementara dan dapat tidak difungsikan kembali jika proses
penataan DAS telah selesai dan berfungsi dengan baik (Suradi, 2005).

A_Hartoko

158

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.28. Grafik Laju Seddimentasi Pantai Tuban, Jatim

A_Hartoko

159

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

PENGARUH SEDIMEN dan DINAMIKA WILAYAH PESISIR dan LAUTAN


Pengaruh sedimen yang tersuspensi ditentukan oleh sifat sedimen itu sendiri
dan keadaan tanah tempat sedimen terendapkan. Adapun pengaruh sedimen bagi
kegiatan manusia dibagi dalam 2 kelompok, yaitu:

Pengaruh Positif

1. Sebagai Sumber Energi


Sumber energi dari bahan organik bukan hanya minyak dan gas bumi, tetapi
lumpur di dasar laut ternyata dapat dijadikan baterai. Daniel R. Bond dan Derek
Lovley dari University of Massachusetts berhasil membuah langkah awal untuk
membuat fuel cell dari campuran air laut, bakteri dan lumpur. Sumber energi ini
ramah lingkungan dan tidak bakal habis, selain itu dapat juga digunakan untuk
menghilangkan

polusi.

Adalah

bakteri

dari

keluarga

Geobacteraceae

yang

memetabolisme bahan organik apa saja yang terkandung di dalam lumpur


sedimentasi dasar laut untuk menghasilkan energi. Sedimentasi dasar laut dapat
berupa bagian tumbuhan atau binatang laut yang telah mati, dapat juga bahan
polutan organik beracun seperti benzena.

Dalam proses memecah bahan organik

menjadi energi, Geobacteraceae menghasilkan sebuah aliran elektron yang jika


tertangkap dapat menghasilkan listrik. Bakteri menarik elektron dari karbon yang
terdapat pada sedimentasi laut untuk mengubahnya menjadi karbon dioksida yang
mereka butuhkan dalam metabolisme dan pertumbuhan. Lalu elektron itu oleh
bakteri hanya ditimbun ke dalam mineral besi atau sulfat di dasar laut.
Untuk membuka keran pasokan elektron, Derek Lovley, menempatkan
lumpur sedimentasi yang mengandung bakteri pada sebuah tangki ikan, dalam
beberapa minggu bakteri berkembang semakin banyak. Sebuah kawat grafit anoda
atau kutub positif ditanamkan di dalam lumpur dan kawat grafit katoda atau kutub
negatif ke dalam air laut, kedua kawat dihubungkan dengan kawat tembaga. Bakteri
di

dalam

lumpur

menarik

elektron-elektron

dari

senyawa-senyawa

organik

disekelilingnya dan memindahkannya ke anoda. Elektron lalu mengalir melalui kawat


tembaga menuju katoda, layaknya sebuah baterai menghasilkan arus listrik.
Sebenarnya pengetahuan tentang sedimentasi dasar laut dapat menghasilkan
energi telah muncul awal tahun lalu. Peneliti dari Oregon State University di Corvallis
menemukan bahwa baterai dapat dibuat dengan menanamkan sebuah elektroda di
dalam sedimentasi dasar laut dan elektroda lainnya di celupkan di dalam air laut.

A_Hartoko

160

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


Temuan ini memperkuat dugaan bahwa dasar laut dapat dieksploitasi sebagai
sumber energi tingkat rendah alamiah yang mampu menghidupkan peralatan
penelitian seperti alat monitor arus, suhu atau untuk suar navigasi laut. Namun,
tampaknya baterai lumpur laut ini masih cukup lama untuk tersedia karena
mengeksploitasi lumpur sedimentasi laut cukup sulit, terutama dalam skala besar.
Perlu pengembangan teknologi sehingga bateria yang dihasilkan lebih efisien.
Menurut Greg Zeikus dari Michigan State University di East Lansing, diperlukan
beberapa kilometer persegi dasar laut untuk dapat menghasilkan jumlah listrik yang
dapat digunakan.
2. Kesuburan Tanah
Sedimen yang berasal dari daerah yang subur

akan mempersubur dan

memperbaiki tekstur tanah berpasir tempatnya mengendap.


3. Pembuatan Pupuk
Sedimen dapat dijadikan pupuk contohnya sedimen yang mengandung NPK
tinggi dan logamnya rendah sehingga dapat dimanfaatkan untuk pertanian rakyat,
biayanya yang cukup murah dapat dijangkau berbagai para petani kecil.
4. Manfaat Bahan Mineral yang Dikandung
Batuan sedimen hasil sedimentasi memiliki kandugan bahan mineral yang
dapat dimanfaatkan oleh manusia antara lain:
a)

Bahan Binaan : Batu granit, batu kapur dan pasir digunakan sebagai batu jalan
(untuk kawasan yang kurang batuan granit), dan membina bangunan, dll.

b)

Bahan Industri : lumpur dan mineral lempung digunakan sebagai untuk


membuat tile, pasir silika digunakan sebagai membuat gelas dan bahan kaca,
kepingan marmar dan batu kapur mempunyai nilai yang tinggi dan merupakan
bahan mentah utama yang digunakan untuk membuat simen, Adapun kehadiran
endapan pasir besi di pantai merupakan hasil erosi batuan sedimen yang lebih
tua. Batuan ini terdapat sebagai tebing pantai seperti di Desa Mala ataupun
dinding sungai. Hasil erosi ini kemudian terendapkan di paras pantai teluk
seringkali berselangseling dengan jenis pasir lainnya seperti di pantai Teluk
Mala. Pasir besi tersebut digunakan sebagai bahan baku magnet.

c)

Bahan Mineral Ekonomi : emas, timah, dan permata.

A_Hartoko

161

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


d)

Bahan Tenaga : Arang batu merupakan sejenis batuan berasal daripada endapan
tumbuhan

kuno,

yang

membentuk

lapisan

sedimen.

Setelah

mengalami

timbusan yang dalam dan lama (suhu dan tekanan tinggi), lapisan ini berubah
menjadi arang batu. Arang batu merupakan

petunjuk yang baik, yang

menunjukkan sedimen itu terendap di sekitaran daratan.


5. Sebagai Penyimpan CO2
Pakar dari Universitas Harvard memaparkan sebuah solusi inovatif untuk
menyimpan karbon dioksida yang dihasilkan dari kegiatan manusia yang kini
semakin menumpuk di atmosfer dan menyebabkan pemanasan global di dalam
sedimen di dasar lautan. Mereka menemukan bahwa sedimen di laut dalam dapat
menyediakan tempat yang permanen dan tak terbatas untuk menyimpan gas rumah
kaca ini, dan memperkirakan bahwa sedimen lantai samudera di wilayah Amerika
cukup luas untuk menyimpan emisi karbon dioksida nasional untuk ribuan tahun
yang akan datang.

Gambar 5.29.Siklus Karbon (http://www.odp.usyd.edu.au)

A_Hartoko

162

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


Harvard's Kurt Zenz House dan Daniel P. Schrag, bersama dengan koleganya
dari Massachusetts Institute of Technology dan Columbia University, menjelaskan
secara rinci keuntungan menyimpan kelebihan karbon dioksida ribuan meter di
bawah permukaan laut dalam Prosiding National Academy of Sciences.
Memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat tanpa akibat negatif pada
iklim bumi adalah salah satu tantangan yang ada saat ini, demikian kata Schrag,
profesor pada earth and planetary sciences, Fakultas Seni dan Sains Harvard yang
juga menjabat sebagai direktur pada Harvard's Center for the Environment. Sejak
digunakannya bahan bakar fosil sebagai bahan bakar utama di abad ke-21, maka
diperlukan tempat penyimpanan yang permanen untuk menyimpan sebagian gas
karbon dioksida yang ada di atmosfer agar kandungan gas rumah kaca ini tidak terus
bertambah dan mempengaruhi iklim di bumi.
Schrag dan kolega-koleganya mengatakan

bahwa metode ideal untuk

menyimpan karbon dioksida adalah dengan cara menginjeksikan gas tersebut ke


dalam sedimen di laut dengan ketebalan ratusan meter. Kombinasi dari temperatur
yang rendah dan tekanan yang tinggi pada kedalaman laut 3000 meter akan
membuat karbon dioksida berubah menjadi cairan yang lebih berat dari air laut di
sekitarnya,

yang

memungkinkannya

untuk

tidak

terlepas

dari

tempat

penyimpanannya.
Menginjeksikan karbon dioksida ke dalam sedimen lantai samudera akan
dapat mengurangi pengaruh buruknya terhadap kerusakan kehidupan di laut dan
jelas lebih aman daripada menyemprotkannya secara langsung pada sebuah jebakan
gas di laut. Hal ini juga akan lebih menjamin bahwa tidak ada gas yang keluar ke
atmosfer melalui proses percampuran oleh arus laut. Pada temperatur dan tekanan
di laut dalam yang cukup ekstrim, karbon dioksida bergerak dalam fasa cairnya
untuk membentuk kristal hidrat yang solid dan tak bergerak, dan mempercepat
kestabilan sistem. Para ilmuwan mengatakan bahwa gas tersebut akan cukup aman
dalam tempat penyimpanannya dan tahan terhadap gempa bumi atau proses-proses
geomekanik

lainnya.

Beberapa

peneliti

lain

ada

yang

mengusulkan

untuk

menyimpan karbon dioksida ini dalam formasi geologi seperti pada lapangan gas
alam, tetapi reservoir di daratan seperti itu memiliki resiko kebocoran yang tinggi.
Sedimen di laut dalam berperan sangat besar sebagai reservoir penyimpanan,
demikian kata House, mahasiswa pasca sarjana di Harvard's Department of Earth
and Planetary Sciences. Sekitar 22% atau 1,3 juta kilometer persegi lantai samudera
di zona ekonomi eksklusif Amerika Serikat memiliki kedalaman lebih dari 3000

A_Hartoko

163

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


meter. Diperkirakan emisi karbon dioksida tahunan dapat disimpan di bawah
sedimen pada suatu area seluas 80 kilometer persegi saja, sehingga lantai samudera
di wilayah Amerika dapat digunakan untuk menyimpan kelebihan karbon dioksida
untuk waktu ribuan tahun lamanya. Menurut para peneliti, di luar wilayah 200 mil
zona ekonomi Amerika Serikat, kapasitas total penyimpanan sedimen laut dalam
adalah tak terbatas. Para peneliti menyatakan bahwa sedimen yang tipis dan
impermeabel (tak kedap) tak cocok untuk menyimpan karbon dioksida, seperti pada
daerah dengan kemiringan yang terjal, dimana proses longsor (lanslide) dapat
menyebabkan gas terlepas dari tempat penyimpanannya. Mereka mengatakan
bahwa pengkajian lebih lanjut dalam hal kelayakan mekanik dalam membawa
karbon dioksida ke lantai samudera, juga studi tentang dampak dari tinggi muka
laut.
6. Membantu Proses Pengembangan Dan Pembangunan
Selain manfaat-manfaat di atas sedimen laut dapat dimanfaatkan untuk membantu
proses pengembangan dan pembangunan seperti di Pelabuhan Kuala Tanjung
Kabupaten Asahan. Pelabuhan ini berbatasan langsung dengan dengan Selat Malaka,
sehingga kapal besar dapat menyandar. Dengan kemudahan ini perekonomian
masyarakat di sana akan meningkat.
7. Komoditi Ekspor
Pasir laut merupakan endapan sedimen dasar laut yang telah banyak di eksploitasi
sebagai komoditi ekspor terutama ke Singapura sebagai bahan konsruksi. Ekploitasi
besar-besaran terutama dilakukan di bagian selatan Selat Malaka, yaitu sekitar
daerah Kepulauan Riau (Kepri).
8. Media Tanam yang Baik
Bakau tumbuh karena kestabilan sedimentasi lumpur menuju pantai juga agitasi
gelombang yang tidak terlampau kuat. Dengan tumbuhnya bakau dapat mencegah
abrasi pantai. Tumbuhan bakau juga berfungsi sebagai perangkap sedimen.

A_Hartoko

164

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


Pengaruh Negatif

1.

Polusi

Sedimen dapat mengakibatkan polusi dalam dua bentuk yaitu secara fisik dan secara
kimia.

Polusi secara fisik termasuk sifat turbuditas sedimen (pembatasan penetrasi

matahari) dan sedimentasi (pengurangan kapasitas waduk di hilir). Polusi kimia oleh
sedimen misalnya pengikatan logam-logam dan phospor yang bersifat kimia organik
hidrophobik.

2.

Mengurangi Permeabilitas Tanah

Sedimen yang berasal dari daerah miskin dan mengalami erosi yang parah akan
memiskinkan tanah yang diendapinya, dan akan meninggikan permukaan tanah
serta dapat mengurangi permeabilitas tanah.

3.

Menganggu Arus Air

Pengendapan sedimen yang berlebihan terutama yang mengandung banyak lempung


akan mengurangi kelancaran aliran air pada waduk yang kemudian berdampak
terhadap cadangan energi untuk pembangkit tenaga listrik serta timbulnya bahaya
banjir akan mengancam kehidupan masyarakat.

4.

Merubah Garis Pantai.

Sedimen yang berasal dari erosi dan ekresi pantai menyebabkan perubahan garis
pantai.

A_Hartoko

165

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

A_Hartoko

166

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

A_Hartoko

167

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

5.

Menggangu Ekosistem Laut

a) Terumbu Karang
Pengaruh

sedimentasi

langsung

terhadap

hewan

karang

yaitu

akan

mematikan langsung karang bila ukuran sedimen cukup besar atau banyak sehingga
menutup polip karang. Ekosistem karang yang makin berkurang akan menurunkan
pula jumlah makhluk laut lainnya terutama yang dimanfaatkan dalam kehidupan
manusia, karena karang dapat dijadikan sebagai sumber makanan dan tempat
berlindung dari musuh bagi mahluk hidup laut.
Terumbu karang memiliki fungsi ekosistem yang penting yaitu menyediakan barang
dan jasa bagi ratusan juta penduduk khususnya di negara-negara berkembang.
Makanan dan pendapatan dari perikanan yang disediakan oleh terumbu karang bagi
masyarakat

lokal

adalah

bagian

dari

nilai

penting

tersebut.

Selain

itu

keanekaragaman hayati terumbu karang yang luar biasa, memiliki nilai ilmu
pengetahuan, farmasi, dan pendidikan. Lebih jauh, terumbu karang memiliki potensi
wisata yang menarik serta memiliki fungsi tak ternilai dalam melindungi pesisir dari
erosi pantai. Wisata yang berkaitan dengan terumbu karang akan memberikan nilai
yang besar, baik pada wisata yang telah berjalan ataupun yang berpotensi.

Gambar 5.30 . Kerusakan Terumbu Karang


Sedimen dapat menyebabkan menutup permukaan koloni karang dan
membuat larva karang dan hewan lain yang hidup menetap di dasar sukar

A_Hartoko

168

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


menempel di dasar, menutup permukaan koloni karang dan membuat larva karang
dan hewan lain yang hidup menetap di dasar sukar menempel di dasar, Beberapa
jenis karang tertentu (yang hidup di dekat muara sungai), dapat beradaptasi dengan
baik terhadap perairan berlumpur. Jenis-jenis karang ini beradaptasi, dengan
menggunakan sustansi organic yang menempel pada sediment sebagai sumber
makanannya. Tetapi hasil penelitian terakhir juga menunjukkan bahwa bila sediment
yang halus bercampur dalam perairan yang kaya nutrisi, akan membentuk gumpalan
lengket yang dikenal dengan istilah salju laut (marine flocs). Salju laut ini dapat
memperbesar dampak yang ditimbulkan sedimennya dan dapat membunuh hewanhewan kecil dalam waktu satu jam.
b) Biota laut
Sedimentasi di perairan laut dan menutupi dasar laut dengan lumpur, sehingga akan
membunuh biota bentos di dasar laut yang menjadi sumber makanan bagi berbagai
jenis ikan. Hal ini juga akan mempengaruhi kegiatan manusia dalam penangkapan
ikan.

6.

Berpengaruh Dalam Penurunan Penetrasi Cahaya Matahari

Pengaruh tidak langsung adalah menurunnya penetrasi cahaya matahari yang


penting untuk proses fotosintesis zooxanthellae. Selain itu banyaknya energi yang
dikeluarkan

oleh

binatang

karang

tersebut

untuk

menghalau

sedimen

mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan karang.

7.

Pendangkalan Badan Air

Pengendapan sedimen di dasar badan air, akan mengurangi kedalaman badan air itu
sendiri. Kondisi ini berpengaruh negatif terhadap proses pemijahan ikan, karena
biasanya ikan membutuhkan kedalaman tertentu untuk melakukan pemijahan. Jadi,
ketika badan air menjadi dangkal, maka proses pemijahan ikan akan terganggu dan
ini akan menghambat proses regenerasi ikan. Apabila kejadian ini berlangsung
secara terus menerus, maka tidak menutup kemungkinan jumlah ikan akan
berkurang, karena ruang untuk memijah tidak ada lagi. Kekeruhan di dalam air juga
memberikan pengaruh buruk terhadap kehidupan ikan. Air yang terlalu keruh akan
mengganggu penglihatan ikan dalam air, yaitu jarak pandang ikan menjadi terbatas.
Keterbatasan jarak pandang ikan ini, akan memperkecil kesempatan ikan untuk
bergerak secara leluasa. Kondisi ini akan menyebabkan ikan mengalami kesulitan

A_Hartoko

169

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


dalam mencari sumber makanan bagi dirinya, sehingga ketika sumber makanan di
sekitar ia tinggal telah habis, maka ikan akan mengalami kelaparan dan pada
akhirnya akan sakit dan mati. Hal ini tentu saja mempengaruhi dalam hasil
penangkapan ikan yang dilakukan oleh manusia.

8.

Memperkeruh Air Laut

Sedimentasi
berdampak

lumpur
pada

akan

menyebabkan

produktivitas

primer

kekeruhan
perairan

air

laut

laut

yang

meningkat
menjadi

dan

sumber

perekenomian masyarakat nelayan dan petambak misalnya terjadi diwilayah di


Sidoarjo dan sekitarnya.
Kondisi keruh suatu perairan biasanya disebabkan oleh bahan organik dan anorganik
tersuspensi di dalam massa air sebagai hasil dari erosi tanah, limbah pertambangan,
pembongkaran sampah dan aliran pembuangan limbah, limbah kertas dan juga
sejumlah buangan limbah industri (Alabaster dan Loyd, 1980). Beberapa bahan
padatan ini mempunyai kemungkinan beracun seperti berbagai garam garam dari
logam, sedangkan lainnya seperti buangan limbah organik dapat menyebabkan
penurunan oksigen di dalam air selama berlangsungnya pemecahan limbah oleh
mikroorganisme.
Kuantitas dan kualitas dari material padatan yang terdapat di dalam massa air
sebagian besar ada di bawah kontrol dari pergerakan air yang mana mengangkut,
memecah dan

merubah ciri ciri

dari bahan padatan. Pengendapan bahan ini

sangat dipengaruhi oleh gaya tarik bumi, ukuran dan tingkat

kepadatan partikel.

Semakin besar dan padat suatu material padatan akan lebih mudah diendapkan
dibanding dengan partikel yang berukuran kecil dan kurang padat. Barangkali arus
laut dapat mencegah partikel dari pengendapan dan mensuspensikan kembali
menjadi

material

yang

terendapkan.

Senyawa

kimia

di

air

dan

salinitas,

kemungkinan juga mempengaruhi proses penggumpalan dan sedimentasi. Padatan


tersuspensi dapat mempengaruhi kerusakan insang dan masuk ke jaringan epithelial
(Ellis, 1944; Eller, 1975; Raghavan et al., 1979). Jika kerusakan sangat parah akan
mengakibatkan kematian. Kecepatan mortalitas bervariasi dengan species dan juga
dengan kondisi alam dari material tersuspensi. Ellis (1944) mempunyai argumentasi
bahwa partikel yang lebih besar pada tingkat kesadahan yang besar dan akan lebih
besar kemungkinannya dalam merusak jaringan insang. Adanya padatan tersuspensi
menunjukkan juga implikasi didalam penyakit seperti fin rot (Myxobacteria) (Herbert

A_Hartoko

170

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


dan Meckens, 1961; Herbert dan Richard, 1963) dan menunjukkan pertumbuhan
yang jelek bagi ikan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa pengaruh turbiditas dapat
menyebabkan peningkatan hilangnya bahan makanan

dan akhirnya menghambat

pertumbuhan (Sigller et al., 1984). Tingkat kekeruhan di bawah 100 mg/L


mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kebanyakan ikan (Beveridge, 1991).

9.

Penyempitan Laguna

Dampak sedimentasi tidak hanya pendangkalan dan penyempitan laguna, tetapi juga
hilangnya potensi ikan, udang serta berbagai jenis biota laut di pesisir selatan Pulau
Jawa, Masalahnya, luasan areal laguna yang semakin sempit sehingga berdampak
kepada bencana banjir dan hilangnya mata pencaharian warga.

A_Hartoko

171

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.31. Perubahan Garis Pantai/Tanah timbul karena Sedimentasi Demak

A_Hartoko

172

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 6.22. MPT perairan Rembang

Sedimentasi di wilayah perairan P. Karimun - Kepri


Hasil analisa citra menunjukkan bahwa kondisi kawasan perairan Propinsi
Kepulauan Riau mempunyai tingkat sedimentasi yang tinggi. Sebaran sedimentasi
tertinggi terjadi di Perairan Kabupaten Karimun kemudian diikuti oleh Kota Batam
dan Kabupaten kepulauan Riau. Tingginya tingkat sedimentasi di kawasan perairan
ini disebabkan oleh adanya sebaran pola arus di Selat Malaka yang membawa massa
air dengan kandungan sedimen tinggi dari wilayah perairan Bengkalis dan Sungai
Kampr ke wilayah ini. Sebaran sedimentasi berjalan dari Utara di daerah bengkalis
Kampar menuju P Karimun Besar ke arah Selatan menuju pulau - pulau di bagian
Selatan, seperti P Parit, P Tulang, P Lumut, P Kundur, P Ungar, P Durai dan P
Sanglang Besar terus bergerak ke bagian Selatan. Tingginya tingkat sedimentasi ini
dapat ditandai oleh tingginya nilai turbidity yang terjadi pada hasil pengamatan
lapangan yang dilakukan di berbagai stasiun pengamatan menunjukkan sebesar 20
sampai dengan 25 NTU dengan kisaran nilai total padatan tersuspensi sebesar 53.33

A_Hartoko

173

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


sampai dengan 66.67 mg/L.

Didasarkan pada tingkat turbiditas dari masing -

masing lokasi wilayah stasiun pengamatan setelah dibandingkan dengan baku mutu
kualitas air untuk kepentingan budidaya laut, kesemuanya menunjukkan tingkat
kelayakan yang cukup baik. Namun tingkat kekeruhan perairan di wilayah bagian
Selatan P Karimun Besar, P Kundur sampai dengan pulau Durai menunjukkan
terjadinya tingkat kekeruhan yang lebih tinggi. Di kawasan ini menunjukkan tingkat
turbidity pada kisaran nilai antara 15 sampai dengan 25 NTU sedangkan kandungan
padatan tersuspensi antara 40 sampai dengan 66.67 mg/L. Sedangkan di kawasan P
Sugi menunujukkan tingkat turbidity dan total padatan tersuspensi jauh lebih
rendah, yaitu antara 4 sampai dengan 10 NTU dan 10.67 sampai dengan 26.67
mg/L. Kriteria kualitas air untuk kegiatan budidaya laut secara umum diperlukan
turbidity pada tingkat di bawah 30 NTU dan total padatan tersuspensi di bawah 80
mg/L (Breveridge, 1991). Padahal rumput laut ini memerlukan cahaya matahari
yang cukup untuk melangsungkan proses fotosintesa yang menghasilkan energi
untuk kehidupan dan pertumbuhan mereka.

A_Hartoko

174

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.32. Sedimentasi di Wilayah Perairan Riau Kepulauan

Kawasan Delta Mahakam


Sesuai namanya, kawasan ini merupakan muara Sungai Mahakam. Secara
geografis delta Mahakam terletak pada posisi strategis karena berdekatan dengan
pusat-pusat kegiatan Prop. Kaltim, yaitu jalur menuju Kota Samarinda, serta
tumbuhnya kegiatan industri minyak di sekitar kawasan ini (TotalFinalElf E&P).

A_Hartoko

175

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

PERKEMBANGAN LUAS TAMBAK DI DELTA MAHAKAM


90000

85000

80000

LUAS (HA)

70000

67000

60000
52300

50000
40000
30000
20000

15246

10000
0

420
1986

3678
1992

1996

1998

1999

2001

TAHUN
Gambar 5.33. Perkembangan Luas Tambak di Delta Mahakam (Dutrieux, 2001)
Kawasan delta ini terletak pada zona intertidal dengan topografi sangat datar
(kelerengan 0,1%). Secara umum delta ini didominasi oleh kawasan hutan mangrove
seluas lebih dari 100.000 ha, dimana sebagian besar telah terkonversi menjadi
kawasan budidaya tambak. Seperti dijelaskan dalam grafik di atas, dari mulai tahun
1986 sampai dengan tahun 2001 telah dikembangkan lahan tambak seluas 85.000
ha. Pada sisi lain pembukaan tambak ini memberikan dampak berupa berkurangnya
fungsi yang diemban kawasan hutan mangrove dalam keseimbangan lingkungan
perairan di kawasan ini. Gambar berikut ini menggambarkan perkembangan dan
permasalahan kawasan mangrove di Delta Mahakam.

A_Hartoko

176

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.34. Analisis Wilayah Mega Sedimentasi Delta Mahakam Dengan Citra
Landsat_MSS 1983 Sebelum Dibuka Untuk Pertambakan

A_Hartoko

177

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.35. Citra Radarsat Delta Mahakam

A_Hartoko

178

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.36. Vegetasi nipah (Nypa fruticans,atas) dan bakau (Rhizopora.sp, bawah)
Di Kanal Delta Mahakam

A_Hartoko

179

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.37. Pengukuran parameter kualitas perairan pada tambak (atas) dan
pada kanal (bawah) di Delta Mahakam

A_Hartoko

180

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.38. Pengukuran Parameter Kualitas Air Tambak


Secara umum permasalahan yang harus segera diatasi di Delta Mahakam
adalah degradasi area mangrove menjadi fungsi lain. Hal ini memerlukan upaya
penghentian kegiatan tersebut melalui mekanisme perijinan kegiatan, serta upayaupaya rehabilitasi dengan cara penghijauan nipah dan rhizopora sesuai karakter zona
vegetasi ini. Di bidang kegiatan perikanan diarahkan pada optimalisasi kegiatan
pertambakan yang telah ada.

A_Hartoko

181

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

A_Hartoko

182

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Substrat Dasar , Habitat Pesisir dan Organisme Bentik Yang Berasosiasi

A_Hartoko

183

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

A_Hartoko

184

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

A_Hartoko

185

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 6.12. Hubungan tekstur sedimen dan habitat penyu

A_Hartoko

186

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 5.39. Habitat dan substrat Gurita (Octopus. Sp) di pantai barat Sumatra

A_Hartoko

187

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Padang Lamun
Padang lamun (seagrass) di wilayah Kab. Pesisir Selatan meliputi dua jenis
yaitu Enhalus acroides dan Thallasea hemperinchii. Survei struktur komunitas
makrobentos di perairan Teluk Bayur dan Bungus (Sumatera Barat) bertujuan
mengungkapkan komposisi jenis, indeks keanekaragaman jenis dan kepadatannya.
Pengambilan contoh dilakukan pada bulan Juni dan September 1998 dengan
menggunakan grab Smith Mc Intyre (0,05m2) dan disaring dengan saringan 0,5 mm.
Dari hasil yang diperoIeh, makrobentos yang dikoleksi dari ke dua perairan tersebut
dapat

dibagi

menjadi

grup utama

yaitu

polychaeta,

moluska,

krustasea,

ekhinodermata dan taksa rendah lain yang digolongkan ke dalarn grup lainnya.
Jumlah jenis dari perairan Teluk Bayur pada bulan Juni dan September masingmasing berkisar antara 2 dan 49 jenis dan antara 2 dan 67 jenis. Jumlah jenis dari
Teluk Bungus pada bulan Juni dan September masing-masing berkisar antara 4 dan
48 jenis dan antara 5 dan 37 jenis. Indeks keanekaragaman jenis (H) dari perairan
Teluk Bayur dan Bungus pada bulan Juni dan September bernilai sekitar 4,00. Indeks
kemerataan dari perairan Teluk Bungus lebih tinggi nilainya daripada perairan Teluk
Bayur. Kepadatan rata-rata makrobentos dari perairan Teluk Bayur pada bulan Juni
dan September masing-masing berkisar antata 43,33 dan 2.973,33 ekor/m2 dan
antara 206,67 dan 5.980,00 ekor/m2 dan dari perairan Teluk Bungus masing-masing
berkisar antara. 146,67 dan 2.853,33 ekor/m2 dan antara 20,00 dan 1.400,00
ekor/m2. Baik jumlah jenis maupun kepadatan rata-rata makrobentos dari perairan
Teluk Bayur dan Bungus pada bulan Juni dan September tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan.
Estuari.

Estuari atau perairan payau merupakan badan perairan yang berada di

muara sungai yang masuk ke laut, teluk dan rawa pasang surut. Ciri khas dari
perairan ini dasarnya didominasi oleh lumpur dan salinitasnya cenderung berfluktuasi
harian dengan arus air yang lambat. Formasi vegetasi di daerah ini dominasi
tumbuhan nipah (Nypa fruticans) dan mangrove, perairan ini oleh masyarakat desadesa

pantai

digunakan

untuk

memproduksi

molusca

(Bivalvia/lokan

dan

Monovalva/langkitang) dan kepiting bakau. Kawasan estuari umumnya tersedia di


setiap desa-desa pantai yang merupakan potensi budidaya perairan payau.

A_Hartoko

188

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Estuari di Kabupaten Padang Pariaman


Terdapat 5 sumber air dari daratan (sungai) yang terus mengalir ke laut
yaitu: Batang Sungai Limau yang mengalir ke pantai Desa Tanjung, Batang yang
mengalir ke pantai Desa Malai Bawah, Batang Naras yang mengalir ke pantai Desa
Padang Birik-Birik, Batang Anai dan Batang Ulakan Tapakis yang mengalir ke pantai
Sunur kecamatan Nan Sabaris dan pantai Desa Tiram Kecamatan Ulakan Tapakis
yang mengakibatkan terbentuknya muara di sepanjang pantai tersebut. Umumnya
muara yang terbentuk dan banyak dijumpai adalah muara daratan pesisir serta
muara laguna. Luas dari muara masing-masingnya belum diketahui. Pemanfaatan
kawasan muara/estuaria disepanjang aliran sungai belumlah maksimal, karena
orientasi

masyarakat

masih

kepada

kegiatan

penangkapan.

Muara/estuaria

merupakan tempat penangkapan kepiting bakau, kerang, udang dan dapat juga
sebagai daerah wisata.

A_Hartoko

189

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


Estuari di Kota Padang
Terdapat 21 sungai yang mengalir di kota Padang, tetapi hanya 4 yang terus
mengalir ke laut. Sedangkan yang lainnya merupakan anak sungai dari yang empat
tersebut. Sungai-sungai yang mengalir ke laut tersebut adalah : Batang Kuranji,
Sungai Banjir Kanal, Batang Arau dan Batang Kandis. Umumnya muara yang
terbentuk di sepanjang pantai adalah muara daratan pesisir dan muara laguna.
Walaupun muara/estuaria begitu penting sebagai media bagi organisme terutama
ikan

dan

kepiting,

tetapi

dengan

meningkatnya

pertumbuhan

pabrik

yang

memanfaatkan aliran sungai sebagai daerah pembuangan limbah industri sehingga


kawasan muara/estuaria akhir aliran menjadi tercemar. Warna air kuning karena
terlalu banyak menampung limbah daratan. Kawasan muara/estuaria di sepanjang
aliran sungai belum dimanfaatkan secara maksimal, karena orientasi masyarakat
masih tertuju kepada kegiatan penangkapan. Sedangkan muara/estuaria merupakan
tempat penangkapan kepiting bakau, kerang, udang dan dapat juga sebagai daerah
wisata.

A_Hartoko

190

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Estuari di Kabupaten Pesisir Selatan


Di Kabupaten Pesisir Selatan terdapat 18 sungai yang terdiri dari 11 buah
sungai besar dan 7 buah sungai kecil. Dari semua sungai tersebut hanya 6 (enam)
sungai yang terus mengalir ke laut yaitu : Batang Tarusan, Batang Kapas, Batang
Surantih, Batang Air Haji. Batang Air Muara Sakai dan Batang Silaut yang
mengakibatkan terbentuknya muara di sepanjang pantai tersebut. Umumnya muara
yang terbentuk dan banyak dijumpai adalah muara daratan pesisir serta muara
laguna.

A_Hartoko

191

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia


Organisme Berasosiasi dengan Substrat Dasar

Gambar . Sebaran spasial substrat dasar (%-silt) dan asosiasi jenis udang
(perikanan demersal) di perairan Semarang (A.Hartoko & P Wibowo)

A_Hartoko

192

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 6.3. dan 6.4. Ikan demersal

Gambar 5.40 . Jenis sumberdaya perikanan (atas) dan jenis-jenis Moluska demersal
perairan Semarang (Photo : P Wibowo)

A_Hartoko

193

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar . Biota endemik demersal Portunus.sp di pantai selatan Jawa (atas) dan
Nephrops.sp di pantai barat Sumatra

A_Hartoko

194

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Gambar 6.9. Bulubabi pada substrat pasir

Gambar 5.41. Jenis Subtrat Terumbu Karang Perairan Pantai Palu

Gambar 5.42. Jenis Subtrat Batuan Perairan Pantai Palu

A_Hartoko

195

Oseanografi dan Sumberdaya Perikanan Kelautan Indonesia

Tabel

5.8. Peningkatan kelimpahan Polychaeta dan penurunan Gastropoda pada


substrat tambak dengan perlakuan polimer Chitosan (Hartoko, 2009d)

Bl-1. Polychaeta
Gastropoda
Bl-2. Polychaeta
Gastropoda
Bl-3. Polychaeta
Gastropoda

Kelimpahan Bentos (Ind/m2)


Tambak Dengan
Tambak Tanpa
Kitosan
Kitosan
755
110
456
598
849
141
457
550
912
440

125
583

Gambar 5.43. Jenis makrobentos di substrat tambak udang (Hartoko,2009d)


Sumber : Gambar diambil dari situs internet http : // images google. co. id

A_Hartoko

196

You might also like