You are on page 1of 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Pengertian dan Lokasi
1.1.1. Pengertian Sampah
Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan
sendirinya. Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda
atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau harus
dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup.
Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah
sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat. Juli
Soemirat (1994) berpendapat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang
punya dan bersifat padat.
Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah
sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang
berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya.

1.1.2. Pengertian Tempat Pembuangan Akhir (TPA)


Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) ialah tempat untuk menimbun sampah dan
merupakan bentuk tertua perlakuan sampah. TPA dapat berbentuk tempat pembuangan
dalam (di mana pembuang sampah membawa sampah di tempat produksi) begitupun tempat
yang digunakan oleh produsen.
Tempat Pembuangan Akhir merupakan tempat di mana sampah mencapai tahap terakhir
dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
TPA merupkan tempat di mana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan
perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.

1.1.3. Lokasi TPA


Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah yang dipilih adalah TPA Sukosari yang terletak
di Desa Sukosari, Kecamatan Jumantono, Karanganyar, Jawa Tengah. Letak TPA ini berjarak
5 km dari Kabupaten Karanganyar.
1

Gambar 01. Peta administratif Kabupaten Karanganyar


Sumber: http://abuzadan.staff.uns.ac.id/files/2011/07/peta-administratif2.jpg

Gambar 02. Lokasi Desa Sukosari, Kecamatan Jumantono


Sumber: http://abuzadan.staff.uns.ac.id/files/2011/07/peta-administratif2.jpg

Gambar 03. Denah TPA Sukosari


Sumber: Dok. Pribadi, 2014

1.2. Latar Belakang


Telah lama sampah menjadi permasalahan serius di kota-kota besar di Indonesia.
Peningkatan jumlah penduduk ini berbanding lurus dengan sampah yang dihasilkan setiap
harinya. Sampah merupakan konsekuensi kehidupan yang sering menimbulkan masalah, karena
jumlahnya akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan beragam
aktivitasnya. Apabila tidak dikelola dengan baik, sampah ini akan mencemari lingkungan
Seiring dengan pertambahan penduduk yang semakin tinggi serta

perubahan pola

konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah


yang semakin beragam. Hal ini berarti bahwa kebiasaan membuang harus diubah menjadi
mengolah. Konsep yang dapat digunakan untuk mengolah sampah adalah 3R, 4R, atau 5R.
Sesuai Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah menjelaskan bahwa TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sangatlah berperan penting
dalam hal ini. TPA harus memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara
aman bagi manusia dan lingkungan. Pada dasarnya, TPA memang dirancang sebagai tempat
dimana sampah akan diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan.
Pemahaman mengenai pengelolaan dan pengolahan sampah yang ada pada suatu kota
akan diperoleh melalui observasi yang dilakukan pada sebuah TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Salah satu TPA yang kami pilih adalah TPA Sukosari yang berada di Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah. Berkembangnya pembangunan dan meningkatnya pola hidup yang konsumtif di
Kabupaten Karanganyar, dapat dilihat dari pertambahan volume sampah setiap tahunnya.
Volume sampah yang dihasilkan adalah 400 m3/hari (2009) menjadi 425 m3/hari (2010) dengan
jumlah timbulan total 390.000 liter/hari (2008) dan 400.000 liter/hari (2009). Sampah-sampah
tersebut kemudian diangkut ke TPA Sukosari yang telah menggunakan sistem controlled landfill.
Pengangkutan ini ditangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Kabupaten Karanganyar.

1.3. Permasalahan
a. Bagaimana potensi sampah yang ada di TPA Sukosari Karanganyar?
b. Bagaimana penanganan sampah pada TPA Sukosari Karanganyar?
c. Apa kekurangan dan kelebihan dari sistem pengelolaan sampah di TPA Sukosari
Karanganyar?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA PENANGGULANGAN SAMPAH
2.1 Sampah
2.1.1 Definisi Sampah
Sampah adalah semua zat/benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik yang berasal dari
rumah-rumah maupun sisa-sisa proses industri (Entjang, 1997). Sampah, menurut Soekidjo
(2007) adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia atau
benda-benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan
dibuang.

Gambar 04. Tumpukan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir


(TPA).
Sumber: kanalsatu.com

2.1.2 Hakikat Sampah


Sampah dan limbah pada dasarnya merupakan sisa dari proses pengubahan energi yang
tidak bisa sempurna. Hal ini sesuai dengan hukum termodinamika kedua yang banyak
digunakan dalam ilmu fisika. Meskipun energi tidak pernah hilang dari alam raya tetapi akan
diubah ke dalam bentuk yang kurang bermanfaat. Hukum tersebut kemudian dijadikan salah
satu asas dasar ilmu lingkungan yang menyatakan bahwa tak ada sistem pengubahan energi
yang betul-betul efisien. Artinya, selalu ada sisa atau disebut entropy.
Ketika manusia makan, maka sebagian akan diubah menjadi energi untuk beraktivitas
dan sisanya akan diubah menjadi limbah kotoran atau disebut entropy. Begitu pula dalam
proses produksi di industri, tidak semua bahan mentah dapat diubah menjadi barang jadi, tetapi
sebagian akan diubah menjadi sampah atau limbah. Sama halnya dalam kegiatan rumah tangga,
di mana tidak semua barang-barang konsumsi akan habis semuanya, melainkan sebagian akan
dibuang dalam bentuk sampah, baik sampah organik maupun anorganik.
4

2.1.3 Sumber dan Jenis Sampah


Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
proses. Sampah dapat berupa padat, cair, dan gas. Sampah yang berupa gas disebut emisi, yang
biasa juga dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah banyak dihasilkan oleh
aktivitas industri yang kemudian dikenal dengan istilah limbah. Tidak hanya dari sektor industri,
limbah dapat pula dihasilkan dari kegiatan pertambangan, manufaktur (proses pabrik), dan
konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan
jumlah sampah yang kira-kira berbanding lurus dengan jumlah konsumsinya.
Berdasarkan asal lokasinya, sampah berasal dari 8 sumber berikut ini:
a. Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes)
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah
dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau belum, bekas
pembungkus baik kertas, plastik, daun, dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahanbahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman.
b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat hiburan,
terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol,
daun, dan sebagainya.
c. Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah ini berasal dari perkantoran, baik perkantoran pendidikan, perdagangan,
departemen, perusahaan, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon,
klip, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat anorganik dan mudah terbakar.
d. Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas-kertas,
kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang
jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya.
e. Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes)
Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari
pembangunan industri serta segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya
sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng, dan
sebagainya.
f.

Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan


Sampah ini merupakan hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya jerami, sisa sayurmayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah, dan sebagainya.

g. Sampah yang berasal dari pertambangan


Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jenisnya tergantung dari jenis usaha
pertambangan itu sendiri, maisalnya batu-batuan, tanah/cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran
(arang), dan sebagainya.
h. Sampah yang berasal dari petenakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa kotoran-kotoran ternak,
sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan sebagainya (Notoatmojo, 2003).
Sementara itu, berdasarkan penghasilnya, sumber sampah dapat dibagi ke dalam enam
jenis, yaitu sampah alam, sampah manusia, sampah konsumsi, sampah nuklir, sampah industri,
dan sampah pertambangan.
Sampah alam merupakan sampah yang diproduksi di kehidupan liar. Munculnya
sampah diakibatkan oleh adanya proses daur ulang yang bersifat alami, contohnya daun-daun
kering di hutan yang kelak akan terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah
ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan permukiman atau
perkotaan.

Gambar 05. Dedaunan yang Berguguran sebagai Contoh Sampah


Alam.
Sumber: billyshare99.blogspot.com

Sampah manusia atau disebut juga human waste adalah istilah yang biasa digunakan
terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin (air seni). Sampah manusia
dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai sarana
perkembangan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Salah satu perkembangan
utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah
manusia dengan cara hidup yang sehat dengan lingkungan atau sanitasi yang bersih. Sampah
manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang, misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh manusia sebagai pengguna
barang, dengan kata lain sampah konsumsi adalah sampah yang sengaja dibuang oleh manusia
ke tempat sampah. Ini adalah jenis sampah yang umum dikenal oleh manusia. Meskipun
demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah
yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri. Sampah yang sangat berbahaya adalah
sampah atau limbah radioaktif yang berasal dari Sampah nuklir. Sampah nuklir merupakan hasil
dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya
bagi lingkungan hidup dan juga manusia. Karena itu,sampah nuklir disimpan di tempat-tempat
yang jauh dari sentuhan dan aktivitas manusia seperti di bekas tambang garam dan dasar laut.

Gambar 06. Tumpukan Sampah Konsumsi.


Sumber: dettawimma23.blogspot.com

Sementara itu, berdasarkan sifatnya sampah dibagi ke dalam dua jenis, yakni sampah
organik (sampah yang dapat diurai atau degradable) dan sampah anorganik (sampah yang tidak
dapat diurai atau undegradable).
Sampah organik atau juga disebut sampah basah merupakan jenis sampah yang berasal
dari jasad hidup sehingga mudah busuk dan dapat hancur secara alamiah. Contohnya adalah
sayuran, daging, ikan, nasi, rumput, daun, dan ranting.

Gambar 07. Benda yang Tergolong Sampah Organik.


Sumber: topkids.tv

Sampah anorganik atau sampah kering adalah sampah yang tersusun dari senyawa nonorganik yang berasal dari mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Contohnya ialah
gelas/kaca, plastik dan berbagai produk turunannya, kaleng, styrofoam, dan logam. Sampah
anorganik bersifat sulit terurai (undegradable), atau tepatnya dapat terurai namun dalam
jangka waktu yang sangat lama.

Gambar 08. Benda yang Tergolong Sampah


Anorganik.
Sumber: topkids.tv

2.2 Pengelolaan Sampah


Pada awalnya ketika jumlah penduduk masih sedikit, sampah bukan merupakan sebuah
permasalahan. Namun, seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya,
maka sampah semakin besar jumlah dan variasinya. Karena itu, diperlukan pengelolaan yang tidak
sederhana untuk menangani sampah dalam jumlah besar, terutama di daerah perkotaan.
Pengelolaan sampah mutlak diperlukan mengingat dampak buruknya bagi kesehatan dan
lingkungan. Sampah menjadi tempat berkembangbiaknya organisma penyebab dan pembawa
penyakit. Sampah juga dapat mencemari lingkungan dan mengganggu keseimbangan lingkungan.
Karena itu, pemerintah di berbagai belahan dunia berupaya menanganinya walaupun dengan biaya
yang tidak sedikit. Pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya belum dilaksanakan secara
terpadu.
Sampah dari berbagai sumber, baik dari rumah tangga, pasar, industri dan lain-lain, langsung
diangkut menuju Tempat Penampungan Sementara (TPS) tanpa melaui proses pemilahan dan
pengolahan. Dari TPS, sampah kemudian diangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk
kemudian ditimbun. Pengelolaan seperti ini mengabaikan nilai sampah sebagai sumber daya.

Gambar 09. Tempat Penampungan Sementara


(TPS).
Sumber: beritajakarta.com

Gambar 10. Tempat Penampungan Akhir (TPA).


Sumber: poskotakaltim.com

Upaya pertama dalam pengelolaan sampah secara terpadu adalah pemilahan yang dilakukan
mulai dari sumber penghasil sampah, baik dari rumah tangga, pasar, industri, fasilitas umum, daerah
komersial dan sumber lainnya. Sampah organik (sisa makanan, daun, dan lain-lain) dipisah dengan
sampah anorganik (plastik, kaca dan sebagainya). Sampah yang telah dipilah dapat didaur ulang di
tempat sumber sampah atau dapat dibawa atau dijual untuk dilakukan proses daur ulang di industri
daur ulang. Sampah tersebut dapat pula dipakai ulang sebelum diangkut ke TPS atau dibuat kompos
untuk digunakan di lokasi sumber sampah.
Sampah dari sumber sampah juga dapat dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
terdekat setelah melalui proses pemilahan. Di TPS, sampah dikumpulkan dan dipilah kembali dan
diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah tersebut juga dapat didaur ulang di industri
daur ulang. Pemilahan sampah dapat pula dilakukan di TPA. Sebagian sampah dapat didaur ulang
dan dibuat kompos yang dapat dijual ke konsumen. Sisanya atau residu dari proses tersebut dapat

ditimbun dengan menggunakan metode sanitary landfill. Hasil dari sanitary landfill adalah abu yang
dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat batako dan sebagai bahan campuran kompos.
Batako dan kompos yang dihasilkan dapat dijual ke konsumen.

Gambar 11. Skema Pengolahan Sampah Terpadu.


Sumber: tsabitah.files.wordpress.com

2.3 Metode Pengolahan Sampah


2.3.1 Pengolahan Sampah Secara Umum
Sampah yang telah terkumpul dapat diolah lebih lanjut, baik di lokasi sumber sampah
maupun setelah sampai di TPA. Tujuannya agar sampah dapat dimanfaatkan kembali,
sehingga dapat mengurangi tumpukan sampah serta memperoleh nilai ekonomi dari sampah.
Beberapa pengolahan sampah yang biasanya dilakukan adalah:
1. Pengolahan sampah organik
Di Indonesia, sebagian besar sampah merupakan sampah organik. Data menunjukkan
bahwa rata-rata komposisi sampah di beberapa kota besar di Indonesia adalah: organik
(25%), kertas (10%), plastik (18%), kayu (12%), logam (11%), kain (11%), gelas (11%), lainlain (12%).
Sampah organik dapat dimanfaatkan secara langsung, tanpa melalui proses tertentu
untuk pakan ternak, khususnya ikan. Sampah organik juga dapat diproses untuk berbagai
keperluan diantaranya adalah pakan ternak dan kompos.
a. Sampah organik untuk pakan ternak

10

Sampah organik, khususnya sisa makanan, dapat diolah lebih lanjut menjadi pakan
ternak. Sampah yang telah dipilah kemudian masuk dalam pabrik untuk dijadikan
pakan ternak. Dari sampah organik dapat dihasilkan pelet untuk pakan ikan.
b. Kompos
Sampah organik juga bisa dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Dengan bantuan
mikro organisma (mikroba), sampah organik bisa dimanfaatkan untuk pemupukan
tanaman, yaitu melalui proses pengomposan. Kompos adalah hasil penguraian
parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford,
2003).
Sementara itu, pengomposan adalah proses di mana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan
bahan organik sebagai sumber energi. Jadi, pada prinsipnya semua bahan-bahan
organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampahsampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah
pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula,
limbah pabrik kelapa sawit, dan lain-lain. Bahan organik yang sulit untuk
dikomposkan antara lain ialah tulang, tanduk, dan rambut.
2. Pengolahan Sampah Anorganik
Sampah anorganik biasanya berupa botol, kertas, plastik, kaleng, sampah bekas alat-alat
elektronik dan lain-lain. Sampah ini sering kita jumpai di beberapa tempat seperti sungai,
halaman rumah, lahan pertanian dan di jalan-jalan. Sifatnya sukar diurai oleh
mikroorganisma, sehingga akan bertahan lama menjadi sampah. Sampah plastik bisa
bertahan sampai ratusan tahun, sehingga dampaknya akan sangat lama. Untuk mengatasi
masalah sampah anorganik, dapat dilakukan cara-cara berikut ini.
a. Reduce (Mengurangi penggunaan)
Penanganan sampah anorganik dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu reduce,
reuse, dan recycle (daur ulang) atau yang sering disebut dengan istilah 3R.
Mengurangi sampah bisa dilakukan, yaitu melalui pola hidup sederhana dengan
selalu memperhatikan hal-hal berikut:
1) Menentukan prioritas sebelum membeli barang.
2) Mengurangi atau menghindari konsumsi/penggunaan barang yang tidak dapat
didaur ulang oleh alam.

11

3) Mengurangi atau menghindari konsumsi/penggunaan barang yang tidak dapat


didaur ulang oleh alam.
4) Membeli produk yang tahan lama.
5) Menggunakan produk selama mungkin, tidak terlalu menganut mode.
6) Menggunakan kembali barang-barang yang masih layak pakai juga merupakan
salah satu perilaku yang menguntungkan, baik secara ekonomis maupun
ekologis, misalnya
botol minuman, sirup dan alat elektronik. Sampah alat elektronik bisa dijual
kepada tukang barang bekas ataupun toko servis alat-alat elektronik, karena
memang biasanya terdapat komponen yang masih layak untuk digunakan.
b. Reuse (Menggunakan ulang)
Banyak sekali barang-barang yang setelah digunakan bisa digunakan ulang dengan
fungsi yang sama dengan fungsi awalnya tanpa melalui proses pengolahan.
c. Recycle (Daur ulang)
Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas
kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan
produk/material bekas pakai. Material yang dapat didaur ulang di antaranya:
1) Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, krim kopi; baik yang putih bening maupun
yang berwarna, terutama gelas atau kaca yang tebal.
2) Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali kertas
yang
berlapis (minyak atau plastik).
3) Logam bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue, rangka meja, besi
rangka beton.
4) Plastik bekas wadah sampo, air mineral, jerigen, ember.
Pengolahan sampah anorganik dengan cara daur ulang merupakan salah satu cara yang
efektif, karena selain menguntungkan secara ekonomis juga secara ekologis. Proses daur
ulang sampah dapat dilakukan dalam skala yang besar maupun kecil.

2.3.2

Pengolahan Sampah Secara Tradisional


Masyarakat pada umumnya memiliki beberapa cara atau teknik tradisional dalam

mengelola sampah rumah tangga sehingga dapat melakukan pengendalian

atau

penanggulangan akan terjadinya pencemaran, antara lain sebagai berikut:


1. Dibuatnya Selokan Aliran Air Limbah

12

Saat ini hampir setiap rumah memiliki selokan aliran air limbah yang menjadi jalur
mengalirnya
limbah cair milik masyarakat. Upaya ini sendiri sangat baik guna mencegah terjadinya
aliran limbah cair yang tidak terkontrol di lingkungan masyarakat yang dapat
menimbulkan bau busuk.
2. Tersedianya Tempat Sampah di Pekarangan Rumah
Tempat sampah merupakan media penampungan sampah sementara sehingga sampah
milik pribadi maupun masyarakat tidak dibuang ke sembarangan tempat. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah banjir. Jika sampah-sampah jalanan diletakkan pada
tempatnya maka akan mencegah banjir. Karena apabila sampah dibuang ke sembarangan
tempat, dikhawatirkan saat hujan nanti sampah-sampah tersebut dapat menghalagi
jalannya air pada selokan.
Sampah jalanan yang berserakan juga dapat mengurangi nilai estetika dan menghadirkan
berbagai wabah penyakit. Selain itu, sampah yang dipilah antara sampah kering dan
sampah basah dapat membantu proses pengolahan sampah menjadi suatu produk yang
lebih berguna lewat aktivitas daur ulang sampah.
3. Pembakaran Sampah
Metode ini merupakan cara paling mudah yang dapat dilakukan masyarakat dalam upaya
pengendalian pencemaran akibat adanya tumpukan sampah. Metode ini juga tidak
membutuhkan biaya yang besar. Masyarakat dapat memanfaatkan pekarangan milik
mereka untuk membakar sampah di sekitarnya. Secara berkelompok, masyarakat juga
bisa memilih salah satu lokasi yang cocok di lingkungan di lingkungan di mana mereka
berada sebagai tempat penampungan sampah sementara dan melakukan proses
pembakaran sampah dalam jumlah yang banyak. Sekarang ini juga telah berkembang alat
pembakar sampah yang dibuat seefisien mungkin sehingga dapat membantu masyarakat
dalam menanggulangi masalah sampah di lingkungan sekitar mereka.
Pada dasarnya metode ini memang tidak memberikan suatu dampak penambahan nilai
guns dari sampah tersebut. Tetapi harus kita ingat bahwa dengan metode ini kita dapat
mengurangi jumlah sampah di lingkungan sehingga mencegah terjadinya pengurangan
nilai estetika lingkungan, mencegah terjadinya banjir akibat tumpukan sampah pada
selokan air, dan mencegah adanya wabah penyakit bagi warga setempat.
4. Pemanfaatan Ulang Sampah
Saat ini sudut pandang masyarakat belum seutuhnya memandang bahwa sampah adalah
barang yang bermanfaat. Padahal jika sudut pandang ini telah dimiliki oleh setiap

13

masyarakat, pengelolaan sampah akan menjadi semakin ringan. Hal ini disebabkan setiap
kita merasa penting untuk memanfaatkan sampah yang ada untuk kembali dapat
memenuhi keperluan kita. Upaya pengendalian pencemaran dapat dilakukan jika setiap
kita dapat memanfaatkan sampah seefisien mungkin guna mengurangi ragam dan
jumlahnya yang terus bertambah.
Untuk skala pemanfaatan, reuse dan recycle banyak ditemukan dalam lingkungan rumah
tangga. Reuse atau penggunaan-ulang adalah tindakan memanfaatkan-ulang apa
adanya sebagian atau seluruh sampah atau limbah atau barang-barang bekas lainnya
untuk menghasilkan produk/barang lain atau untuk kebutuhan lain yang bermanfaat.
Contohnya adalah memanfaatkan botol kemasan strawberry jam atau peanut butter
untuk wadah pemeliharaan ikan cupang (laga), wadah bumbu dapur, dan
sebagainya. Sedangkan recycling atau mendaur-ulang adalah tindakan mendaur-ulang
sebagian atau seluruh sampah atau limbah untuk menghasilkan produk/barang lain yang
lazimnya berbeda bentuk dan sifatnya dari produk/barang aslinya. Contohnya adalah
pendaur-ulangan kertas-kertas bekas untuk menghasilkan kertas seni (artistic paper) atau
kertas koran, mendaur sisa makanan menjadi pupuk, dan sebagainya.

2.3.3

Metode 3R 4R 5R
Sistem pengelolaan sampah terpadu setidaknya mengkombinasikan pendekatan
pengurangan sumber sampah, daur ulang dan guna ulang, pengomposan, insinerasi dan
pembuangan akhir. Pemgurangan sumber sampah untuk industri berarti perlunya teknologi
proses yang nirlimbah serta packing produk yang ringkas/minim serta ramah lingkungan,
sedangkan bagi rumah tangga berarti menanamkan kebiasaan untuk tidak boros dalam
penggunaan barang-barang keseharian. Untuk pendekatan daur ulang dan guna ulang,
diterapkan khususnya pada sampah non-organik seperti kertas, plastik, alumunium, gelas,
logam, dan lain-lain. Sementara untuk sampah organik diolah, salah satunya dengan
pengomposan (urip Santosa, 2008).
Pemikiran konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan
teknologi pengolahan sampah perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk
melakukan penanganan sampah perkotaan skala kawasan sehingga dapat mengurangi volume
sampah sesedikit mungkin, serta terciptanya industri kecil daur ulang yang dikelola oleh
masyarakat atau pemerintah daerah setempat. Konsep zero waste yaitu didasari oleh
penerapan prinsip 3R yang terdiri dari Reduce (pengurangan pemakaian), Reuse (penggunaan
kembali), dan Recycle (pendaur-ulangan samah). Prinsip 3R merupakan prinsip yang paling

14

dasar dalam penanganan sampah minimal dalam skala rumah tangga. Sementara itu, terdapat
juga prinsip 4R, yang terdiri dari elemen-elemen 3R ditambah dengan kegiatan replace
(mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 4R dilengkapi lagi dengan prinsip 5R, yang terdiri
dari elemen 4R ditambah dengan kegiatan replant (penanaman kembali). Penanganan sampah
tahap 4R sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat
perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya pengelolaan
sampah.
1. Reduce
Reduce dilakukan dengan cara sebisa mungkin dilakukan minimalisasi barang atau
material yang dikonsumsi. Karena semakin banyak penggunaan material, akan semakin
banyak pula sampah yang dihasilkan.
Menurut Suyoto (2008), tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program reduce
antara lain sebagai berikut:
-

Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah
besar

Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lain

Gunakan baterai yang dapat dicharge kembali

Jual atau berikan sampah yang terpilah kepada pihak yang memerlukan

Ubah pola makan (pola makan sehat: mengkonsumsi makanan segar, kurangi
makanan kaleng/instan)

Membeli barang dalam kemasan besar (versus kemasan sachet)

2. Reuse
Prinsip reuse dilakukan dengan cara sebisa mungkin memilih barang-barang yang bisa
dipakai kembali. Dan juga menghindari pemakaian barang-barang yang hanya sekali
pakai. Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi
sampah. Menurut Suyoto (2008), tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan
program reuse antara lain sebagai berikut:
-

Pilih produk dengan pengemas yang dapat didaur ulang

Gunakan produk yang dapat diisi ulang (refill)

Kurangi penggunaan bahan sekali pakai

Plastik kresek digunakan untuk tempat sampah

Kaleng/baskom besar digunakan untuk pot bunga atau tempat sampah

Gelas atau botol plastik untuk pot bibit, dan macam-macam kerajinan

Bekas kemasan plastik tebal isi ulang digunakan sebagai tas-

15

Styrofoam digunakan untuk alas pot atau lem

Potongan kain/baju bekas untuk lap, keset, dan lain-lain

Kertas koran digunakan untuk pembungkus

3. Recycle
Prinsip recycle dilakukan dengan cara mendaur ulang barang-barang yang sudah tidak
berguna lagi. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri
non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
Menurut Suyoto (2008), tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program
recycle ialah sebagai berikut:
-

Mengubah sampah plastik menjadi souvenir

Lakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos

Mengubah sampah kertas menjadi lukisan atau mainan miniatur

4. Replace
Prinsip replace dilakukan dengan cara lebih memperhatikan barang yang digunakan
sehari-hari, serta mengganti barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang
yang lebih tahan lama. Prinsip ini mengedepankan penggunaan bahan-bahan yang ramah
lingkungan seperti mengganti kantong plastik dengan keranjang saat berbelanja, atau
hindari penggunaan styrofoam karena banyak mengandung zat kimia berbahaya.
5. Replant
Prinsip replant dapat dilakukan dengan cara membuat hijau lingkungan sekitar baik
lingkungan rumah, perkantoran, pertokoan, lahan kosong dan lain-lain. Penanaman
kembali ini sebagian menggunakan barang atau bahan yang diolah dari sampah.

16

Tabel 1. Upaya 5R di perumahan dan fasilitas sosial

Tabel 2. Upaya 5R di fasilitas umum

17

Tabel 3. Upaya 5R di daerah komersial

2.3.4

Metode Insinerasi
Insinerasi (incineration) merupakan suatu teknologi pengolahan limbah yang
melibatkan pembakaran limbah pada temperatur tinggi. Teknologi insinerasi dan sistem
pengolahan limbah temperatur tinggi lainnya digambarkan sebagai perlakuan termal. Pada
hakikatnya, insinerasi barang-barang sisa atau sampah mengkonversi limbah menjadi panas
yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi seperti listrik. Salah satu cara teknologi
pengolahan limbah adalah dengan teknologi insinerasi, dan alat yang digunakan biasa disebut
dengan insinerator. Pengolahan limbah dengan insinerator terutama bertujuan untuk
mengurangi volume dari limbah itu sendiri hingga sekecil mungkin, kemudian juga untuk

18

mengolah limbah tersebut supaya menjadi tidak berbahaya bagi lingkungan serta stabil secara
kimiawi.
Teknologi insinerasi berfungsi sebagai suatu alternatif untuk metode-metode
pengolahan limbah landfill dan proses biologis seperti pengomposan dan biogas. Teknologi ini
mempunyai manfaat-manfaat kuat, terutama sekali untuk pengolahan limbah jenis tertentu di
daerah-daerah relung seperti limbah klinis (limbah rumah sakit atau farmasi) dan limbahlimbah berbahaya tertentu di mana patogen dan toksin-toksinnya hanya dapat dihancurkan
dengan temperatur tinggi. Potensi pembangkitan listrik yang menggunakan pembakaran
sampah perkotaan dan metode-metode non-thermal lainnya dari energi yang berbasis limbah
seperti biogas sedang terus meningkat yang dilihat sebagai suatu strategi penganekaragaman
energi potensial.
Terdapat berbagai jenis insinerator yang telah dikembangkan, namun teknologi
insinerasi yang paling umum digunakan seperti Rotary Kiln Incinerator, Multiple Health
Incinerator, dan Fluidized Bed Incinerator. Dua teknologi yang terakhir disebutkan merupakan
teknologi utama yang paling banyak digunakan dan dikembangkan untuk teknologi insinerasi.

Bagan 1. Bagan Proses Insinerasi.


Sumber: Power Point Ir. Yenni Ruslinda, MT.

19

Gambar 12. Salah Satu Contoh Insinerator.


Sumber: Power Point Ir. Yenni Ruslinda, MT.

Bagan 2. Proses yang Terjadi dalam Insinerator.


Sumber: Power Point Ir. Yenni Ruslinda, MT.

2.4

Dampak Sampah terhadap Manusia dan Lingkungan


Sampah yang dibuang ke lingkungan menimbulkan dampak bagi manusia dan
lingkungan. Dampak terhadap manusia terutama menurunnya tingkat kesehatan. Di samping

20

itu, sampah juga mengurangi estetika serta menimbulkan bau tidak sedap. Sampah juga
berdampak terhadap lingkungan, baik ekosistem perairan maupun ekosistem darat.
1. Dampak sampah terhadap ekosistem perairan
Sampah yang dibuang dari berbagai sumber dapat dibedakan menjadi sampah organik
dan anorganik. Pada satu sisi, sampah organik dapat menjadi makanan bagi ikan dan
makhluk hidup lainnya, tetapi pada sisi lain juga dapat sampah juga dapat mengurangi
kadar oksigen dalam lingkungan perairan. Sampah anorganik dapat mengurangi sinar
matahari yang masuk ke dalam lingkungan perairan. Akibatnya, proses esensial dalam
ekosistem seperti fotosintesis menjadi terganggu.
Sampah organik maupun anorganik juga membuat air menjadi keruh. Kondisi ini akan
mengurangi organisma yang dapat hidup dalam kondisi tersebut. Akibatnya populasi
hewan maupun tumbuhan tertentu berkurang. Cairan rembesan sampah yang masuk ke
dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisma termasuk ikan dapat
mati sehingga beberapa spesies akan lenyap. Hal ini mengakibatkan berubahnya
ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan
menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang
sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.
2. Dampak sampah terhadap ekosistem daratan
Sampah yang dibuang ke dalam ekosistem darat dapat mengundang organisma tertentu
untuk datang dan berkembangbiak. Organisma yang biasanya memanfaatkan sampah,
terutama sampah organik, adalah tikus, lalat, kecoa dan lain-lain. Populasi hewan tersebut
dapat meningkat tajam karena musuh alami mereka sangat jarang.
3. Dampak sampah terhadap kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak
terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organismadan menarik bagi
berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi
bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
a. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari
sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit
demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah
yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
b. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah
suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya

21

masuk ke dalam pencernaaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa
makanan/sampah.
d. Sampah beracun.
e. Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat
mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari
sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

22

BAB III
PENANGANAN SAMPAH DI TPA SUKOSARI KARANGANYAR
3.1 Potensi Sampah yang Ada
3.1.1

Sumber Sampah
Sumber sampah yang berada pada TPA Sukosari ini yaitu berasal dari seluruh
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sumber sampah ini diantaranya berasal dari
permukiman warga seperti sampah rumah tangga, sampah dari fasilitas umum, serta
sampah pasar yang berada di daerah Karanganyar.
Setiap harinya, sampah yang ditampung pada TPA ini sekitar 60 ton. Perhitungan ini
berasal dari rincian 30 truk dengan kapasitas 2 ton tiap truknya. Sampah-sampah tersebut
biasanya akan dibuang pada tempat sampah dalam skala kecil yang terdapat pada area
permukiman masing-masing. Dari tempat sampah tersebut, kemudian akan diangkut oleh
bak motor atau bak dorong sampah yang biasanya terdapat pada RT atau RW masing-masing
yang kemudian akan ditransfer menuju TPS (Tempat Pembuangan Sementara), Depo
Transfer, atau Bak sampah yang dapat menampung sampah dalam skala yang lebih besar.
Dari penampungan yang lebih besar ini, sampah akan diangkut oleh truk sampah yang akan
dibawa menuju TPA (Tempat pembuangan Akhir) Sukosari yang berjarak sekitar 5 km dari
Kabupaten Karanganyar.
Berikut ini merupakan bagan mekanisme pengelolaan sampah yang ada di
Kabupaten Karanganyar.

Gambar 13. Mekanisme Pengelolaan Sampah di TPA Sukosari


Sumber: Dok. Pribadi, 2014

23

3.1.2

Jenis Sampah
Jenis sampah yang berasal dari sumber yang ditampung pada TPA Sukosari ini
diantaranya adalah sampah organik dan anorganik. Adapun penjelasan dari keduanya adalah
sebagai berikut.
a. Sampah Organik
Sampah organik yang terdapat pada TPA Sukosari ini sebagian besar merupakan
sampah pohon, daun, dan ranting-ranting pohon. Selain itu terdapat sampah sayuran
dan sisa-sisa makanan yang berasal dari sampah pasar. Sampah-sampah organic ini
disebut sampah basah yang mudah busuk dan terurai secara alamiah.
b. Sampah Anorganik
Sampah anorganik yang terdapat pada TPA Sukosari ini merupakan sampah plastik,
botol, kertas, dan sebagainya. Sampah-sampah ini tidak dapat terurai dengan tanah,
sehingga sudah seharusnya ada penanganan khusus untuk sampah-sampah anorganik
ini.

Gambar 14. Campuran sampah organik dan anorganik yang belum dipilah
Sumber. Dok. Pribadi, 2014

Gambar 15. Campuran sampah organik dan anorganik dari bak sampah
Sumber. Dok. Pribadi, 2014

24

3.1.3

Pemanfaatan Sampah
Sampah yang selama ini dikenal sebagai sesuatu yang tidak digunakan dan tidak
berguna ternyata masih dapat dimanfaatkan. Seperti yang ada pada TPA Sukosari ini,
sampah-sampah tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik, yaitu diantaranya adalah
sebagai berikut.
a. Pemanfaatan Sampah Organik
Sampah organik yang terdapat pada TPA ini dimanfaatkan oleh pihak pengelola TPA
sebagai pupuk kompos. Sampah organik ini dimanfaatkan dan diolah sedemikian rupa
hingga menjadi pupuk kompos yang akan digunakan untuk pupuk-pupuk tanaman kota.

Gambar 16. Pemanfaatan sampah organic untuk pupuk kompos


Sumber. Dok. Pribadi, 2014

b. Pemanfaatan Sampah Anorganik


Sedangkan untuk pemanfaatan sampah anorganik yang tidak dapat terurai ini akan
dipilah oleh para pemulung yang tinggal di sekitar lokasi. Sampah anorganik ini akan
didaur ulang (recycle) dengan menerapkan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dengan
tenaga manual. Setelah didaur ulang, sampah-sampah tersebut akan menjadi baru
kembali dan dapat dijual serta dapat dijadikan penghasilan bagi para pemulung
tersebut.

25

Gambar 17. Sampah anorganik yang sudah dipilah


Sumber. Dok. Pribadi, 2014

3.2 Penanganan
3.2.1

Pengolahan Kompos
Salah satu penanggulangan dan penanganan sampah yang dilakukan pada TPA
Sukosari, Karanganyar selain dengan teknik urugan adalah mengolah sampah yang berupa
daun-daun menjadi kompos untuk digunakan sebagai pupuk alami. Pupuk yang dihasilkan ini
akan digunakan sebagai pupuk di taman-taman kota yang ada di wilayah karanganyar.
Untuk dapat memilah daun-daun kering ini, petugas TPA dibantu oleh pemulungpemulung yang memilah antara sampah organik dan sampah anorganik. Untuk sampah
anorganik yang telah dipilah oleh pemulung akan dijual kepada pemulung, sedangkan untuk
sampah organik yang berupa dedaunan akan diolah menjadi pupuk kompos dengan
pengolahan yang simple namun efektif dari hasil dan kinerjanya. Pada TPA Sukosari,
Karanganyar ini terdapat tempat khusus yang disediakan untuk mengolah sampah-sampah
organik tersebut menjadi kompos, sehingga tidak bercampur dengan sampah-sampah yang
lain yang belum dipilah.
Untuk mengubah sampah menjadi kompos diperlukan beberapa tahap, di antaranya
adalah sebagai berikut.
a. Sampah organik yang berupa daun-daun kering setelah melalui tahap pemilahan akan
digiling terlebih dahulu sebelum menuju ke proses selanjutnya. Penggilingan dedaunan
ini bertujuan untuk mengubah dedaunan yang berukuran besar menjadi partikel-partikel
kecil agar lebih mudah dalam pengolahannya menjadi pupuk kompos. Untuk penggilingan
dedaunan ini menggunakan sebuah alat khusus yang disediakan.

26

Gambar 18: Alat Penggilingan Sampah Organik


Sumber : Dok. Pribadi, 2014

Gambar (18) adalah gambar alat yang digunakan untuk menggiling sampah menjadi
partikel-partikel yang lebih kecil dari sebelumnya. Pada alat ini dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu : (1) bagian pertama adalah bagian yang merupakan tempat penggilingan sampah
yang menjadi tempat memasukkan sanmpah ke dalam penggilingan. Fungsi dari bagian
ini adalah untuk mengubah dedauan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. (2) bagian
yang kedua adalah bagian yang merupakan tempat yang digunakan untuk mengalirkan
dedauan-dedauan yang sudah digiling dari tempat penggilingan ke tempat yang sudah
disediakan.

Gambar 19. Bagian Penggilingan pada Alat


Penggilingan Sampah Organik
Sumber : Dok. Pribadi, 2014

Gambar 20. Bagian Pengalir Sampah dari Alat


Penggilingan Sampah Organik
Sumber : Dok. Pribadi, 2014

b. Setelah melalui tahap penggilingan, maka sampah-sampah organik tersebut mempunyai


bentuk yang lebih kecil dari sebelumnya. Setelah melalui tahap pertama, sampah-sampah
tersebut akan diangin-anginkan saja pada tempat yang terbuka namun tetap berada
dalam satu kawasan saja. Tahap ini bertujuan untuk mengeringkan sampah-sampah
organik tersebut agar lebih mudah untuk difermentasikan.

27

Gambar disamping adalah gambar sampahsampah organik yang sudah digiling dan
hanya dibiarkan dalam keadaan terbuka
karena hanya untuk diangin-anginkan saja
agar lebih cepat kering sehingga mudah untuk
difermentasi.

Angin-angin

ini

dilakukan

selama kurang lebih 3 hari saja.


Gambar 21. Tahap Angin-angin pada
Pengolahan Sampah
Sumber : Dok. Pribadi, 2014

c. Setelah melalui tahap kedua yaitu angin-angin pada sampah yang sudah digiling, maka
tahap ketiga adalah tahap Filter atau penyaringan yang bertujuan untuk menyaring
sampah yang sudah digiling sesuai dengan ukuran yang ditentukan dengan sampahsampah yang masih mempunyai ukuran yang besar.
Pada tahap kedua ini, sampah-sampah akan dimasukkan ke dalam sebuah alat untuk
filtrasi sehingga akan menghasilkan sampah dengan partikel yang lebih halus dan siap
untuk di fermentasikan. Pada pengolahan pupuk kompos untuk TPA Sukosari ini hanya
mempunyai satu alat penyaring saja.

Gambar 22. Alat Penyaring Sampah


Sumber : Dok. Pribadi, 2014

Gambar diatas adalah gambar alat yang digunakan untuk menyaring partikel-partikel
besar pada sampah-sampah yang telah diangin-anginkan. Alat ini berbentuk seperti
tabung dengan dua buah diameter yang berbeda pada setiap ujung alatnya. Pada bagian
badan alat, hanya menggunakan rangkaian besi-besi kecil namun tetap longgar dan

28

terbuka untuk memudahkan penyaringan sampah. Sampah yang melebihi ukuran akan
keluar terperangakap oleh alat ini karena lubang-lubang alat ini sangat kecil.
Tahap ketiga (Filtrasi/ Penyaringan) ini menghasilkan sampah yang sudah berwujud
seperti kompos dengan partikel-partikel halus, sudah tidak ada sampah-sampah ukuran
besar yang terlihat pada hasil proses ini. Setelah melalui proses ketiga maka sampah siap
untuk menuju tahap pengolahan selanjutnya yaitu tahap fermentasi.
d. Tahap keempat dari pengolahan sampah menjadi kompos adalah tahap fermentasi.
Tahap ini merupakan tahap terakhir sebelum pupuk kompos di packing, pada tahap ini
sampah-sampah yang sudah menjadi bentuk kompos tersebutb akan dibiarkan dalam
sebuah wadah yang ditutup dengan plastik untuk fermentasi. Pada TPA Sukosari,
Karanganyar ini terdapat banyak tempat-tempat yang digunakan untuk fermentasi.

Gambar 23. Tahap Fermentasi


Sumber : Dok. pribadi, 2014

Gambar 24. Tahap Fermentasi


Sumber : Dok. pribadi, 2014

Gambar 23 merupakan gambar proses fermentasi yang ada di sebuah tempat yang
berbeda dari proses-proses sebelumnya. Pada tempat ini terdapat 12 kotak tempat
fermentasi yang digunakan untuk fermentasi sampah-sampah tersebut sampai menjadi
pupuk. Pada tempat ini terlihat sampah-sampah yang ditutupi dengan plastik putih untuk
membantu mempercepat fermentasi sampah menjadi pupuk kompos.
Gambar 24 adalah gambar kotak fermentasi yang berada satu tempat dengan tempat
penggilingan dan penyaringan sampah. Pada tempat ini terdapat 4 kotak fermentasi.
Letak kotak ini berada di sebelah samping tempat pengolahan. Sama dengan sebelumnya,
sampah-sampah tersebut ditutup oleh plastik untuk mempercepat fermentasi
berlangsung.
Tahap fermentasi ini dilakukan dengan cara meletakkan sampah pada sebuah kotak
penampungan , setelah itu sampah akan ditutup dengan plastik selama 10 hari sampai
sampah menjadi pupuk dan siap untuk digunakan sebagai kompos. Tahap ini akan
menghasillkan sampah yang siap untuk di gunakan.

29

e. Produk telah siap digunakan


Setelah melalui empat tahap pengolahan kompos, yaitu penggilingan, angin-angin,
penyaringan, dan fermentasi maka sampah-sampah organik tersebut akan menjadi
sebuah kompos / pupuk yang siap digunakan. Kompos yang sudah siap digunakan ini akan
dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman yang ada di taman-taman kota Karanganyar.

Gambar 25. Kompos yang siap digunakan


Sumber : Dok. pribadi, 2014

Gambar 25 adalah gambar kompos yang merupakan hasil dari pengolahan sampah
organik yang ada di TPA Sukosari, Karanganyar. Pupuk kompos ini sudah bisa digunakan
untuk tanaman. Hasil yang diperoleh setiap hari untuk kompos sekitar 100 kg .

3.2.2

Kolam Licit
Untuk penanganan yang kedua adalah pemanfaatan kolam licit pada TPA yang
berguna untuk mengubah air lindi menjadi air yang sudah tidak mengandung zat-zat
beracun. Adapun proses pada kolam licit adalah sebagai berikut.
Sampah ditimbun
pada zona aktif

Dipantau

Air Lindi disaring


menggunakan batuan

Dialirkan ke sungai

Masuk ke kolam licit

Diproses untuk
menghilangkan zat
beracun

Bagan 3. Mekanisme kerja kolam licit


Sumber. Dok. Pribadi, 2014

30

a. Sampah Ditimbun pada Zona Aktif


Setelah sampah basah dari TPS-TPS di Karanganyar, sampah akan ditimbun ke area
penimbunan sampah. Setelah sampah dipilah-pilah oleh pemulung antara sampah
organik dan anorganik , maka sampah yang tidak digunakan akan dialihkan menuju ke
dalam zona aktif. Zona aktif ini merupakan zona yang nantinya akan diterapkan proses
land fill atau proses pengurugan jika sudah penuh.
Pada zona aktif, sekeliling zona aktif ini dilapisi oleh geo membran dan geo textile.
Membran2 ini digunakan untuk menahan air lindi yang dihasilkan oleh sampah langsung
masuk ke dalam tanah dan mencemari tanah. Lapisan ini akan mengalirkan air lindi
menuju ke bawah yang akan diterima oleh batu-batuan yang nantinya akan mengalirkan
air lindi dan menyaring nya.

Gambar 26. Zona Aktif


Sumber : Dok. pribadi, 2014

Gambar 27. Zona Aktif


Sumber : Dok. pribadi, 2014

Gambar 26 adalah gambar tumpukan sampah yang sudah dipilah oleh pemulung dan
sampah organik sudah dipisahkan untuk dijadikan kompos. Tumpukan sampah-sampah
ini berada di zona aktif yang siap untuk diurug, namun sebelum diurug sampah-sampah
ini tetap menghasilkan air lindi yang harus di alirkan dan diolah dahulu dalam kolam licit
sebelum dialirkan ke sungai.
Gambar 27 adalah gambar zona aktif yang pada bagian samping sudah dilapisi dengan
geo membrane dan geo textile. Dua lapisan geo tersebut ditunjukkan dengan dikotak
kuning pada gambar.

31

Geo Textile
Geo
Membrane

Gambar 28. Detail Geo Textile dan Geo


Membran
Sumber : Dok. pribadi, 2014

Gambar 28 merupakan gambar detail geo textile dan geo membrane, dengan adanya
lapisan ini maka air lindi dari sampah tidak akan langsung masuk ke dalam tanah dan
mencemari tanah. Lapisan ini terdiri dari dua macam yaitu geo textile yang berwarna
putih, lapisan ini berada di bagian luar memiliki teksture yang lembut seperti kapas.
Sementara lapisan kedua adalah lapisan geo membrane, lapisan ini berada di bagian
dalam. Tekstur dari geo membrane sendiri tahan air sehingga air lindi tidak bisa
menerobos masuk ke dalam tanah.
b. Air Lindi Disaring Menggunakan Bebatuan
Air lindi yang dihasilkan oleh sampah tidak akan masuk ke dalam tanah pada bagian
samping zona aktif karena terdapat lapisan geo, oleh karena itu air lindi akan turun ke
bawah ke permukaan tanah. Namun, pada permukaan tanah zona aktif iini sudah
diganti dengan bebatuan-bebatuan bulat yang memiliki diameter cukup besar. Guna
bebatuan ini adalah untuk menyaring air lindi sebelum masuk ke dalam kolam licit.
Selain sebagai penyaring, bebatuan ini juga digunakan untuk memperlancar aliran
menuju ke kolam licit.

32

Gambar 29. Bebatuan pada Area Zona Aktif


Sumber : Dok. pribadi, 2014

c. Masuk ke kolam licit dan diproses untuk menghilangkan zat beracun


Setelah disaring oleh bebatuan, air lindi ini akan dialirkan masuk ke kolam licit. Dalam
proses untuk menghilangkan zat-zat beracun yang ada pada sampah, proses ini
berlangsung pada kolam licit berbentuk kotak-kotak yang terdapat di bawah tebing
geomembran dan geotekstil. Pada proses ini akan terlihat zat-zat beracun yang telah
tersaring, berupa gumpalan-gumpalan warna coklat yang timbul di atas permukaan air.
Selain proses penghilangan racun tersebut, terdapat penangkap gas metan yang
terletak di tengah-tengah bebatuan. Penangkap gas metan ini berfungsi supaya gas
metan yang berasal dari sampah tidak mencemari lingkungan.

Gambar 30. Kolam penyaring air licit


Sumber. Dok. Pribadi, 2014

33

Gambar 31. Penangkap gas metan


Sumber. Dok. Pribadi, 2014

d. Dialirkan ke sungai dan dipantau


Setelah melalui proses penghilangan racun, air lindi yang sudah tidak tercemar ini akan
dialirkan ke sungai yang berada di bawah kolam licit dan zona aktif dengan melalui
gorong-gorong. Tetapi dalam pengaliran ke sungai, air ini tetap dipantau dengan cara
pengambilan sample air dan diuji pada laboratorium guna mengetahui air tersebut
sudah atau tetap aman dan terbebas dari zat-zat beracun.

Gambar 32. Gorong-gorong


Sumber. Dok. Pribadi, 2014

3.2.3

Sumur Pantau
Untuk penanganan sampah selain dengan penimbunan, pengelolaan untuk menjadi
kompos, dan penggunaan sumur licit, juga menggunakan sumur pantau. Sumur pantau ini
adalah sebuah sumur yang digunakan untuk memantau air tanah apakah air yang dihasilkan
oleh timbunan tanah mencemari air atau tidak. Mekanisme kerja sumur pantau adalah
sebagai berikut.

34

Sampah Ditimbun
mengeluarkan air
Lindi

Air Lindi di
netralkan pada
sumur Licit

Air dari sumur pantau


diuji melalui uji
laboratorium

Air setelah di
netralkan dialirkan
menuju sungai

Air dipantau
(diambil) dari sumur
pantau

Bagan 4. Mekanisme kerja sumur pantau


Sumber. Dok. Pribadi, 2014

a. Tahap pertama adalah sampah ditimbun dengan menggunakan tanah agar tidak bau,
selain menggunakan tanah di bawah timbunan sampah juga dilapisi dengan geo textile
dan geo membran yang digunakan untuk mencegah air lindi langsung masuk ke dalam
tanah. Sampah yang ditimbun ini akan menghasilkan air lindi yang mengandung banyak
bahan-bahan berbahaya sehingga harus melalui proses netralisasi terlebih dahulu
sehingga tidak mencemari air tanah.

Gambar 33. Tumpukan Sampah


Sumber : Dok. pribadi, 2014

Gambar 33 adalah gambar tumpukan sampah yang dibawahnya sudah diberi batu-batu bulat
untuk lebih memudahkan pengaliran air lindi menuju ke sumur licit sehingga air lindi tidak
langsung menuju ke dalam tanah.
b. Tahap yang kedua adalah air lindi yang ada dan mengalir akan dialirkan melalui sumur licit
yang berada di bagian belakang tempat pembuangan sampah. Pada sumur ini air-air lindi

35

yang penuh dengan bahan kimia berbahaya akan dinetralisir sebelum dialirkan ke dalam
tanah. Jika dilihat pada permukaan air lindi yang berada di sumur licit ini terdapat buih-buih
orange kecoklatan. Buih-buih ini adalah lemak dan kotoran-kotoran dari air lindi yang
dihasilkan oleh sampah.
Sumur licit yang digunakan untuk
menetralisir air lindi.

Gambar 34. Sumur licit


Sumber : Dok. pribadi, 2014

Gambar 34 adalah gambar sumur kotak-kotak sumur licit yang berisi air lindi yang berasal
dari tumpukan-tumpukan sampah. Air-air pada sumur licit ini akan dinetralisir terlebih
dahulu sebelum dialirkan menuju sungai.
c. Tahap ketiga adalah air yang sudah dinetralisir dianggap sudah aman bila dialirkan menuju
tanah, air ini dianggap sudah tidak berbahaya bagi air tanah. Air yang telah dinetralisir oleh
sumur licit akan dialirkan menuju sungai yang letaknya berada di bawah sumur-sumur licit
ini yang nantinya akan dialirkan melalui sungai.
Gorong-gorong yang mengalirkan
air menuju sungai, sungai berada
di bagian bawah dari pengelolaan
sampah ini.

Gambar 35. Gorong-gorong


Sumber : Dok. pribadi, 2014

Gambar 35 adalah gambar gorong-gorong yang berada di depan area sumur licit. Goronggorong ini merupakan gorong-gorong yang mengalirkan air yang sudah dinetralisir pada
sumur licit menuju ke sungai yang berada di bawah area pengelolaan sampah ini. jadi setelah
air netral maka akan dialirkan kebawah menuju sungai.
36

d. Setelah air dialirkan menuju sungai, maka pihak pengelola pengelolaan sampah akan dengan
teratur memantau air tanah apakah air tanah masih layak untuk digunakan karena telah
tercampur oleh air hasil pengelolaan licit atau tidak. Pemantauan ini dibantu dengan adanya
sumur pantau yang disediakan pada area TPA Sukosari, Karanganyar ini. Untuk area TPA ini
terdapat dua buah sumur pantau, yang satu berada di dekat kantor pengelola dan yang
lainnya berada di area sumur licit.

Gambar 36. Sumur Resapan Dekat dengan


Kantor Pengelola
Sumber : Dok. pribadi, 2014

Gambar 37. Sumur Resapan pada Area


Sumur Licit
Sumber : Dok. pribadi, 2014

Sumur pantau pada TPA Sukosari, Karanganyar ini terdapat dua buah sumur. Gambar 12
adalah gambar sumur pantau pertama , sumur ini berada di dekat kantor pengelola
sedangkan sumur resapan yang kedua berada di area sumur licit yang ditunjukkan oleh
lingkaran merah pada gambar 37.
Mekanisme pemantauan air ini adalah dengan mengambil uji sample dari air pada sumur
dengan menggunakan timba manual. Setelah air sudah didapatkan maka air akan langsung
diujikan di laboratorium. Dari hasil laboratorium inilah dapat disimpulkan apakah air
tercemar atau masih aman saat air sudah dialiri dengan air lindi namun sudah dinetralisir.
Untuk daerah TPA Sukosari ini relatif air tanah yang ada masih tetap aman untuk digunakan
oleh warga.
3.3 Kelebihan dan Kekurangan
Berdasarkan teori dan analisa mengenai pengelolaan sampah pada TPA Sukosari, dapat
diketahui bahwa TPA Sukosari memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan dalam
pengelolaannya, antara lain sebagai berikut.
37

3.3.1

Kelebihan
a. Tidak seperti kebanyakan TPA pada umumnya, TPA Sukosari tidak dipenuhi bau busuk
yang berasal dari tumpukan sampah yang menggunung. Hal ini dikarenakan hamparan
sampah pada TPA Sukosari diurug perlapis dengan tanah yang mampu secara efisien
meredam bau busuk yang ditimbulkan sampah, sekaligus juga membuat sampah lebih
cepat terurai sehingga tidak selamanya menumpuk dan bisa digantikan dengan sampah
yang baru.
b. TPA Sukosari memiliki sekitar 20 pasukan kuning atau laskar mandiri yang bertugas
memilih dan memisahkan antara sampah organik dan sampah nonorganik. Petugas itu
termasuk petugas operator alat berat bulldozer, pembuat kompos, kebersihan dan
penjaga malam.
c. TPA Sukosari memiliki tempat pengolahan sampah organik untuk dijadikan kompos atau
pupuk organik, sehingga sampah organik di TPA ini bersifat zero waste.
d. Sampah anorganik akan diberikan kepada pemulung. Sampah anorganik yang tidak
diambil oleh pemulung akan ditimbun dengan tanah urug sehingga tidak memancarkan
bau, terbukti dengan tidak terciumnya bau menyengat pada area TPA Sukosari.
e. TPA Sukosari memiliki pengelolaan air luruhan sampah atau lindi dengan pantauan
pengelola melalui sumur pantau secara berkala untuk memantau apakah air tanah telah
tercemar limbah sampah dengan cara mengambil sampel air tanah dan melakukan uji
lab terhadapnya.
f.

TPA Sukosari memiliki sumur licit yang berfungsi untuk menetralisir air lindi dari sampah
sehingga air yang dialirkan ke dalam tanah tidak mengandung bahan berbahaya dan
tidak mencemari lingkungan.

g. TPA Sukosari memiliki alat penangkap gas metan sehingga gas metan yang timbul dari
sampah tidak akan mencemari udara di area TPA dan sekitarnya.
h. Sarana dan prasarana serta metode yang digunakan untuk penimbunan dan
pengelolaan sampah pada TPA Sukosari sudah tergolong memadai dan memenuhi
standar.
3.3.2

Kekurangan
a. Jadwal pengoperasian pengurugan (landfill) sampah tidak teratur, sehingga tumpukan
sampah di TPA Sukosari ini masih menggunung, walaupun memang tidak mengeluarkan
bau menyengat. Jika jadwal pengurugan direncanakan secara teratur, gunungan
sampah tidak akan begitu tinggi karena sampah-sampah lama yang telah ditimbun akan
terurai, dan akan menyisakan space untuk diisi oleh sampah baru.

38

b. TPA Sukosari baru memiliki pengolahan sampah organik; belum dilengkapi dengan
pengolahan sampah anorganik. Perlakuan TPA Sukosari terhadap sampah anorganik
dengan pengurugan belum bersifat zero waste, karena bagaimanapun masih
menyisakan sampah, apalagi sampah anorganik membutuhkan waktu yang sangat lama
untuk dapat terurai secara sempurna. Seharusnya, sampah anorganik pun diolah
menjadi benda lain yang masih dapat dipergunakan dan bernilai ekonomi, sehingga
sampah anorganik pun dapat bersifat zero waste selayaknya sampah organik.

39

BAB IV
SARAN DAN IDE

4.1

Saran
1. Proses pelaksanaan operasional dilapangan harus sesuai prosedur. Dengan adanya
prosedur pengoperasian secara baik, akan membuat umur pakai sanitary landfill lebih
lama dan menjaga lingkungan sekitarnya.
2. Perawatan masing-masing unit pengolahan air lindi sebaiknya perlu dilakukan secara
kontinu supaya kinerja masing-masing unit pengolahan tetap maksimal.
3. Perlu adanya pengelolaan sampah anorganik agar sampah tidak hanya ditimbun namun
sampah anorganik juga bisa diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Dengan adanya
pengolahan sampah anorganik juga akan mengurangi volume tumpukan sampah yang
ada di TPA Sukosari Karanganyar ini sehingga tanah yang digunakan untuk pengurugan
mempunyai umur yang lebih lama.

4.2

Ide
Dengan permasalahan lahan yang makin lama makin habis karena tumpukan sampah
yang semakin menggunung dan tidak diolah. Sehingga perlu adanya sebuah teknologi yang
bisa mengurangi volume sampah tiap harinya adalah dengan mengolah sampah anorganik dan
organik menjadi habis terolah menjadi sesuatu yang berguna. Salah satu teknologi yang bisa
diterapkan adalah teknologi Hydrothermal yang diberi nama RRS (Resource Recycling
System). RSS memanfaatkan tekanan dan uap suhu tinggi (30 atm, 200C) yang lebih ramah
lingkungan, relatif murah, dan lebih sederhana teknologinya, sehingga kandungan lokal
komponennya bisa mendekati 90%. Artinya, uang tidak perlu dibelanjakan ke negara lain.
Teknologi ini sesuai dengan kebutuhan pengolahan sampah di Indonesia yang
umumnya terdiri dari 80% bahan organik dan campuran plastik. Sampah campuran ini dapat
menghasilkan bahan bakar padat yang bisa dicampur (co-firing) dengan batu bara yang bisa
digunakan sebagai bahan bakar pada pabrik semen, pembangkit PLTU, dan keperluan rumah
tangga. Dengan nilai ekonomi yang dimilikinya, investasi yang sudah ditanam dapat kembali
dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Proses awal pada Resource Recycling System adalah penghancuran, pengeringan,
dan penghilangan bau yang dilakukan bersamaan dengan menggunakan Multi-purpose
Material Conversion System(MMCS). MMCS menggunakan gas bertekanan dengan suhu tinggi.

40

Prinsip kerja alat ini cukup sederhana, yaitu pertama-tama sampah dimasukkan ke dalam
reaktor, kemudian disusul dengan memasukkan uap bertekanan tinggi (30 atm, 200C) dari
boiler. Dengan bantuan blender, sampah yang ada di dalam reaktor akan terurai dalam waktu
sekitar 30-60 menit. Kemudian dihasilkan produk menyerupai bubuk batu bara melalui
pemisahan uap air. Karena hanya menggunakan uap air panas dan uap bertekanan tinggi, alat
pengolah sampah ini tidak menghasilkan zat kimia berbahaya. Selain itu, bau yang menyengat
pada sampah juga hilang dan bakteri-bakteri mati karena tingginya suhu. Hasil pengolahan
sampah ini dapat dijadikan bahan bakar, baik untuk pembangkit listrik tenaga uap, pabrik
semen sebagai campuran batu bara, maupun untuk kebutuhan rumah tangga berupa briket.

Gambar 38. Diagram Teknologi RRS


Sumber : http://cheed.nus.edu.sg/stf/chewch/NEW/biomass_gasification.htm

Untuk pengolahan sampah, teknologi RRS mempunyai keunggulan teknik dan nilai
ekonominya, antara lain:
1. Bebas polusi macam-macam gas buangan, seperti CO2, NOx, SOx, dan debu.
2. Limbah air dapat diproses ulang dan digunakan kembali oleh boiler.
3. Menghasilkan bahan bakar padat yang dapat mendampingi batu bara sebagai bahan
bakar.
4. Biaya investasi dan operasi jauh lebih murah daripada teknik pembakaran konvensional,
yaitu sekitar separuh harga.
5. Karena bebas polusi, masyarakat lebih mudah menerima keberadaan RRS.

41

Gambar 39. Diagram Teknologi RRS


Sumber : http://cheed.nus.edu.sg/stf/chewch/NEW/biomass_gasification.htm

Konsep RRS adalah pemanfaatan kembali sumber kekayaan yang sudah dianggap
tidak berguna secara ekonomis, seperti sampah rumah tangga (Municipal Solid Waste).
Keuntungan teknologi ini adalah ramah lingkungan, lebih sederhana, relatif murah dengan
komponen lokal sekitar 90%, dan menghasilkan produk berkualitas yang bisa dijual sehingga
modal investasi dapat kembali dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sesuai dengan komposisi
sampah yang ada pada umumnya, yaitu sebagian besar terdiri dari campuran bahan organik
dan plastik, RRS mampu memproses sampah ini menjadi bahan bakar padat berupa bubuk
yang bisa digunakan untuk pembangkit lisrik tenaga uap, pabrik semen, atau bahan bakar
untuk keperluan rumah tangga.

Gambar 40. Diagram Teknologi RRS


Sumber : http://cheed.nus.edu.sg/stf/chewch/NEW/biomass_gasification.htm

42

KESIMPULAN

Secara keseluruhan, penanganan dan pengelolaan sampah sudah cukup baik karena sudah
memenuhi syarat-syarat pengelolaan sampah. Pada TPA Sukosari ini juga memiliki banyak kelebihan
dalam penanganan sampahnya, diantaranya adalah :
1. Sampah dipilah terlebih dahulu menjajdi sampah organik dan sampah anorganik yang dibantu
oleh pemulung.
2. Sampah organik yang telah dipilih akan diolah kembali menjadi kompos atau pupuk organik.
TPA Sukosari ini juga memiliki tempat pengelolaan untuk menghasilkan kompos.
3. Sampah anorganik yang tidak diambil oleh pemulung akan ditimbun dengan tanah urug
sehingga sampah tidak bau, terbukti dengan area TPA Sukosari ini tidak menimbulkan bau
menyengat berbeda dengan TPA yang lainnya/
4. Air lindi dari sampah akan dinetralisir dengan sumur licit sehingga air yang dialirkan ke dalam
tanah tidak mengandung bahan berbahaya.
5. Terdapat penangkap gas metan agar gas metan tidak mencemari udara di area TPA dan
sekitarnya.
6. Air tanah yang berada di area TPA Sukosari dan sekitarnya selalu dipantau oleh pengelola
dengan menggunakan sumur pantau secara berkala.
7. Dari segi sarana dan prasarana yang digunakan untuk penimbunan dan pengelolaan sudah
cukup memadahi dan lebih dari cukup sehingga kendala tidak terlalu ditem ukan pada TPA
Sukosari, Karanganyar ini.
Selain mempunyai banyak kelebihan, TPA Sukosari Karanganyar ini juga memiliki beberapa
kelemahan diantaranya adalah :
1. Jadwal pengoperasian tidak terlalu dijalankan dengan baik, karena itu banyak tumpukantumpukan sampah yang masih menggunung karena belum di landfill (diurug) karena jadwal
pengoperasian yang kurang teratur.
2. Sampah yang diolah pada TPA ini hanya sampah organik yang dijadikan sebagai pupuk kompos
sedangakan untuk sampah anorganik yang tidak diambil oleh pemulung hanya diurug saja
sehingga lama kelamaan tanah yang ada akan habis oleh tumpukan dan pengurukan sampah
oleh tanah.

43

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30773/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20777/4/Chapter%20II.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Tempat_pembuangan_akhir
http://pplp-dinciptakaru.jatengprov.go.id/sampah/file/777282715_tpa.pdf
http://www.slideshare.net/quirellabellinda/pengelolaan-sampah-3-r-31438626
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121BAGJA_WALUYA/Pengelolaan_Lingkungan_Hidup_untuk_Tk_SMA/BAB_6_PENGELOLAAN_SAMPAH.
pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30773/4/Chapter%20II.pdf
http://www.artikellingkunganhidup.com/cara-menerapkan-konsep-5-r.html
http://cyeciliapical.blogspot.com/2012/08/pengelolaan-sampah-rumah-tangga-secara.html
Power Point Ir. Marsudi, MT. pada Mata Kuliah Utilitas Lanjut Arsitektur Universitas Sebelas Maret
Power Point Ir. Yenny Ruslinda, MT. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas

44

You might also like