Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Gardina Aulin Nuha 140820301018
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS EKONOMI
MAGISTER AKUNTANSI
2014
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu prinsip akuntansi bagis suatu entitas adalah going concern atau
keberlangsungan usaha. Setiap entitas pasti akan selalu menganut prinsip tersebut.
Untuk mewujudkan suatu keberlangsungan usaha setiap perusahaan harus
melakukan tindakan ekonomi yang membawa perusahaan untuk tujuan going
concern. Kepastian akan keberlangsungan usaha suatu perusahaan dapat di lihat
dari kinerja yang telah dilakukan. Kinerja menjadi salah satu faktor pengukur
keberhasilan suatu perusahaan. Peningkatan efektivitas maupun efisiensi dapat
ditunjukkan oleh kinerja perusahaan. Dengan adanya peningkatan kinerja
perusahaan maka tujuan investor akan tercapai dan akhirnya secara simultan dapat
meningkatkan kinerja saham perusahaan.
Dalam meningkatkan kinerja saham membutuhkan suatu tata kelola
perusahaan yang baik ( Good Corporate Governance).
Kemudian salah satu rasio profitabilitas yaitu BEP dapat menjadi salah
satu faktor yang dapat meningkatkan kinerja saham. Basic Earning Power
merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan dasar untuk menghasilkan laba
dari aset perusahaan sebelum ada pengaruh dari pajak dan leverage.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mencoba untuk menguji FaktorFaktor yang Mempengaruhi Kinerja Saham dengan Manajemen Laba dan Kinerja
Perusahaan sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti merumuskan
masalah
penelitian yaitu.
a. Apakah GCG berpengaruh terhadap kinerja saham dengan manajemen
laba sebagai variabel intervening?
b. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap kinerja saham?
c. Apakah Basic Earning Power (BEP) berpengaruh terhadap kinerja saham
dengan kinerja perusahaan sebagai variabel intervening?
d. Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian, maka
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh GCG terhadap kinerja saham
dengan manajemen laba sebagai variabel intervening.
b. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kualitas audit terhadap kinerja
saham.
c. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Basic Earning Power (BEP)
terhadap kinerja saham dengan kinerja perusahaan sebagai variabel
intervening.
d. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh manajemen laba terhadap
kinerja perusahaan
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi manfaat
bagi beberapa pihak.
principal maupun agent memiliki kepentingan satu sama lain, yaitu principal
berkepentingan untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu
meningkat sedangkan agent berkepentingan untuk pemenuhan kebutuhannya baik
itu secara ekonomi maupun psikologis. Dari kepentingan yang berbeda tersebut
maka dapat muncul suatu konflik kepentingan di dalamnya.
Konflik kepentingan bisa terjadi ketika agent tidak bisa memenuhi harapan
principal ataupun sebaliknya. Menurut Eisenhardt (1989)
dalam Haryudanto
(2011) bahwa pada teori keagenan terdapat tiga asumsi sifat manusia, yaitu : (1)
pada dasarnya manusia mementingkan diri sendiri (self-interest), (2) daya pikir
manusia mengenai persepsi masa depan sangat terbatas (bounded rationality), dan
(3) manusia selalu berusaha untuk menghindari resiko (risk averse). Oleh karena
itu bukanlah tidak mungkin bahwa setiap individu akan mengutamakan
kepentingan dirinya termasuk seorang manajer sekalipun.
Permasalahan utama dalam teori ini adalah mengenai dua hal yaitu
adverse selection dan moral hazard. Menurut Yushita, 2010 dalam Aldhi, 2013,
adverse selection dan moral hazard adalah sebagai berikut:
1. Adverse selection
Adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang
melangsungkan/akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi
usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain.
2. Moral hazard
Adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang
melangsungkan/akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi
usaha
potensial
dapat
mengamati
tindakan-tindakan
mereka
dalam
dalam hal melihat kontribusi yang diberikan oleh agent apakah sesuai dengan
tujuan perusahaan, dan lebih lanjut lagi agent kemungkinan memiliki informasi
yang lebih banyak mengenai kondisi perusahaan, lingkungan kerja, ataupun
informasi penting lainnya ketimbang dengan apa yang diketahui oleh principal
dan hal itulah yang disebut sebagai asimetri informasi.
Govindarajan dan Anthony (2005) menjelaskan bahwa asimetri informasi
ini akan menyebabkan agent salah dalam menyajikan informasi kepada principal.
Kesalahan inilah yang akhirnya menjadi sesuatu yang dianggap sebagai bahaya
moral karena agen termotivasi untuk menyajikan sesuatu yang salah akibat dari
sistem pengendalian ataupun kepentingan agent sendiri. Kesalahan penyajian
informasi oleh agen kepada principal akhirnya mengarah pada praktek
manajemen laba. Oleh karena itu asimetri dalam teori agensi ini merupakan
kesempatan emas dilakukannya manajemen laba oleh manajer.
2.2 Good Corporate Governance (GCG)
Terdapat banyak definisi tentang Corporate Governance (Tata Kelola
Perusahaan). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam
Lestari (2011) , Corporate Governance didefinisikan sebagai seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola saham,
kreditor, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan
ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka untuk
mengatur
dan
mengendalikan
perusahaan.
Komite
Nasional
Kebijakan
guna
memberikan
nilai
tambah
pada
perusahaan
secara
strategi
dan
system
pengendalian
yang
prima
untuk
mempertahankan kesinambungannya.
2. Semakin banyak dan kompleksnya pihak-pihak yang berkepentingan dengan
perusahaan,
termasuk
rumitnya
pola
ownership
structures,
sehingga
senantiasa
perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran
bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang,
menyadari akan adanya tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan
wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung etika dan memelihara
bisnis yang sehat.
5. Independency (Independen)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Independen diperlukan
untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul oleh
para pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini menuntut adanya rentang
kekuasaan antara komposisi komisaris, komite dalam komisaris, dan pihak luar
seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus obyektif
tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu.
2.2.1
Kepemilikan Institusional
Konsentrasi kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang
dan
mampu
meningkatkan
kemakmuran
pemegang
saham.
Kepemilikan Manajemen
Kepemilikan manajemen (Wahidahwati, 2002) adalah pemegang saham
dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan
perusahaan, dengan adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan,
akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan meningkat
sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat. Kepemilikan oleh
manajemen yang besar akan efektif dalam memonitoring aktivitas perusahaan.
Menurut Shleifer dan Vishny (1988) dalam Laila (2011), kepemilikan manajemen
terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan
kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen, sehingga
permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah
juga sekaligus sebagai seorang pemilik.
Dengan kepemilikan yang cukup tinggi, manajer akan merasa ikut
memiliki perusahaan, sehingga akan berusaha semaksimal mungkin melakukan
tindakan-tindakan yang dapat memaksimalkan kemakmurannya. Hal tersebut
didasarkan pada logika, bahwa peningkatan saham yang dimiliki manajer akan
menurunkan kecenderungan manajer untuk melakukan tindakan yang berlebihan.
Dengan demikian, maka akan mempersatukan kepentingan manajer dengan
pemegang saham yang awalnya berbeda, hal ini berdampak positif meningkatkan
nilai perusahaan. Semakin besar kepemilikan saham manajemen pada perusahaan,
maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang
saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Kepemilikan saham manajemen
akan membantu penyatuan kepentingan manajer dan pemegang saham, sehingga
manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan
ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan
yang salah (Purwaningtyas, 2011).
2.2.3
dalam suatu perusahaan. Fungsi kontrol yang dilakukan oleh Dewan komisaris
merupakan salah satu praktek dari teori agensi. Di dalam suatu perusahaan,
Dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama dalan pelaksanaan fungsi
pengawasan dari principal dan mengontrol perilaku oportunis manajemen. Dewan
komisaris menjembatani kepentingan principal dan manajer di dalam perusahaan.
KNKG (2006) dalam Bukhori (2012) mendefinisikan Dewan komisaris
sebagai mekanisme pengendalian internal tertinggi yang bertanggung jawab
secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberi masukan kepada
direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Sementara
Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) mendefinisikan Dewan
komisaris sebagai inti Corporate Governance (tata kelola perusahaan) yang
ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi
manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas. Secara umum dewan komisaris merupakan wakil pemilik
kepentingan (shareholder) dalam perusahaan berbentuk perseroan terbatas yang
memiliki fungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilakukan manajemen
(direksi), dan bertanggung jawab untuk menilai apakah manajemen memenuhi
tanggung jawab mereka dalam mengelola dan mengembangkan perusahaan, serta
menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan.
KNKG (2006) dalam Bukhori (2012) membedakan dewan komisaris
menjadi dua kategori. Yang pertama adalah dewan komisaris independen dan yang
kedua adalah dewan komisaris non independen. Dewan komisaris independen
merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi dengan pihak
2.2.4
Komite Audit
Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih dari dewan komisaris
perusahaan
yang
bertanggung
jawab
untuk
membantu
auditor
dalam
2.
komite audit.
Anggota komite audit yang berasal dari komisaris, hanya sebanyak 1 (satu) orang.
Anggota komite audit yang berasal dari komisaris tersebut harus merupakan
komisaris independen Perusahaan Tercatat yang sekaligus menjadi ketua
komite audit.
3.
Anggota lainnya dari komite audit adalah berasal dari pihak eksternal yang
independen. Pihak eksternal adalah pihak diluar Perusahaan Tercatat yang
bukan merupakan komisaris, direksi dan karyawan Perusahaan Tercatat,
sedangkan independen adalah pihak diluar Perusahaan Tercatat yang tidak
memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi dengan Perusahaan Tercatat,
komisaris, direksi dan Pemegang Saham Utama Perusahaan tercatat dan
mampu memberikan pendapat profesional secara bebas sesuai dengan etika
profesionalnya, tidak memiliki kepentingan kepada siapapun.
2.3 Manajemen Laba
Terkait dengan asimetri informasi tersebut maka dapat menciptakan suatu
peluang manajer sebagai agen untuk memberikan informasi yang salah kepada
principal atau pemilik perusahaan dengan melakukan manajemen laba.
Manajemen laba merupakan suatu konsep yang memiliki berbagai definisi
Merchan, 1989 dalam Haryudanto, 2011 mendefinisikan manajemen laba sebagai
suatu tindakan manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan
agar terbentuk informasi mengenai keuntungan ekonomis (economic advantage)
yang sebenarnya tidak dialami oleh perusahaan. Copeland, 1968 dalam
Haryudanto 2011 juga mendefinisikan manajemen laba sebagai someability to
increase or decrease reported net income at will. Selain itu, definisi manajemen
laba dibagi dua oleh Sugir, 1998 dalam Haryudanto, 2011, yaitu :
1. Definisi sempit
Manajemen laba didefinisikan secara sempit sebagai perilaku manajer dalam
memainkan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya
laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi.
2. Definisi luas
Manajemen laba didefinisikan secara luas sebagai tindakan manajer untuk
meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit
usaha di tempat manajer tersebut bertanggungjawab tanpa mengakibatkan
peningkatan atau penurunan profitabilitas ekonomi jangka panjang tersebut.
cenderung
memilih
kebijakan
manajemen
laba
dengan
jangka waktu lebih dari satu tahun (satu periode akuntansi) dan akrual
diskresioner jangka panjang meliputi depresiasi, revaluasi aktiva, dan penyesuaian
nilai wajar atas instrumen keuangan.
Manajemen laba akrual dapat diukur dengan discretionary accruals
modified Jones models, dimana menurut Dechow (1995) model modifikasi Jones
memberikan pengujian yang kuat terhadap manajemen laba dibanding model
pengukuran lainnya. Perhitungan akrual abnormal diawali dengan perhitungan
total akrual. Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari
aktifitas operasi. Dimana model ini membagi total akrual menjadi empat
komponen utama akrual, yaitu: discretionary current accruals, discretionary
long-term accruals, nondiscretionary current accruals, dan nondiscretionary
long-term accruals. Discretionary current accruals dan discretionary long-term
accruals merupakan akrual yang berasal dari aset lancar (current assets),
sedangkan nondiscretionary current accruals dan nondiscretionary long-term
accruals merupakan akrual yang berasal dari aset tidak lancar (fixed assets).
Rentabilitas
atau
disebut
juga
Profitabilitas
menggambarkan
GCG (GOOD
CORPORATE
GOVERNANCE)
BASIC EARNING
POWER
MANAJEMEN
LABA
KINERJA
PERUSAHAAN
KINERJA
SAHAM
good
corporate
governance
yaitu
kepemilikan
institusional,
kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif
untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka
insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan
meningkat. Sehingga permasalahan keagenan akan hilang apabila seorang manajer
adalah sekaligus sebagai pemilik. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan
untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif
sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentasi saham tertentu yang
dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan
yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak
manajemen (Boediono, 2005:175)
Decho dkk (1996) dalam penelitiannya yang dikutip oleh Siregar dan
Utama (2005:477) menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan manipulasi
laba lebih besar kemungkinannya memiliki dewan komisaris yang didominasi
oleh manajemen dan lebih besar kemungkinannya memiliki direksi utama yang
merangkap menjadi komisaris utama. Karena itu adanya komisaris independen
diharapkan mampu meningkatkan peran dewan komisaris sehingga tercipta good
corporate governance di dalam perusahaan. Komite audit mempunyai peran yang
sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan
laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan
perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate governance.
Dengan berjalannya fungsi komite audit secara efektif, maka control terhadap
perusahaan akan lebih baik sehingga, konflik keagenan yang terjadi akibat
keinginan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri dapat
diminimalisasi. Dengan demikian, hipotesis kedua adalah:
H1: GCG berpengaruh terhadap kinerja saham dengan manajemen laba
sebagai variabel intervening
2.9.2 Pengaruh Kualitas Audit terhadap Kinerja Saham
Hussainey (2009) menyatakan bahwa kantor akuntan besar menyediakan
kualitas laporan keuangan yang lebih tinggi daripada kantor akuntan kecil.
Dengan demikian, investor dapat mengantisipasi laba masa depan hingga satu
tahun ke depan untuk perusahaan yang laporan keuangannya diaudit oleh kantor
akuntan publik Big Four. Hal ini berarti bahwa kualitas audit kantor akuntan
publik Big Four mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk menghasilkan
informasi laba yang berkualitas yaitu informasi laba yang tidak terlambat
dilaporkan dan wajar dalam penyajiannya. Sikap independensi bermakna bahwa
auditor tidak mudah dipengaruhi, Standar Profesi Akuntan Publik/SPAP (1994),
sehingga auditor akan melaporkan hasil yang ditemukannya selama proses
pelaksanaan audit secara wajar. Keadaan ini akan meningkatkan kepuasan klien
terhadap auditor tersebut. Dengan demikian, hipotesis kedua adalah:
H2: Kualitas audit bepengaruh terhadap Kinerja saham (Return Saham )
2.9.3 Pengaruh Basic Earning Power (BEP) terhadap kinerja saham dengan
kinerja perusahaan sebagai variabel intervening.
Hubungan antara BEP dengan kinerja saham adalah karena perusahaan
mempunyai dasar earning untuk menghasilkan laba, maka kinerja perusahaan
dapat meningkat lebih baik. Apabila kinerja perusahaan meningkat maka secara
simultan kinerja saham akan meningkat juga. Sehingga kinerja perusahaan akan
memberikan pengaruh positif terkait hubungan antara BEP dengan kinerja saham.
Dengan demikian, hipotesis ketiga adalah
H3: Basic Earning Power (BEP) berpengaruh terhadap kinerja saham
dengan kinerja perusahaan sebagai variabel intervening
2.9.4 Pengaruh manajemen laba terhadap kinerja perusahaan
Manajemen
melakukan
earnings
management
karena
bertujuan
dalam jangka panjang, memprediksi laba masa datang, atau menilai risiko
berinvestasi. Earnings management dilakukan untuk menghasilkan laba yang
dinikmati oleh investor sehingga apabila kinerja perusahaan tidak menunjukkan
hasil yang sesuai dengan kepentingannya, maka manajemen akan termotivasi
untuk melakukan earnings management, sehingga earnings management akan
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Hal ini berbeda dengan pendapat Herawati (2007) serta Klapper dan Love
(2002) yang menyatakan bahwa earnings management berpengaruh tidak
signifikan terhadap kinerja perusahaan. Pandangan lain menganggap bahwa
earnings management adalah upaya manajamen untuk memuaskan pemegang
saham dengan menurunkan risiko perusahaan. Perusahaan yang memiliki arus
laba yang stabil dianggap memiliki volatilitas arus laba yang rendah. Bagi
investor dan kreditor, perusahaan dengan volatilitas yang rendah memiliki risiko
kebangkrutan yang rendah pula, karena menyediakan jaminan laba di masa depan
yang lebih pasti. Dengan demikian, hipotesis keempat adalah
H4 : Earnings management berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
3. Data mengenai variabel penelitian yang akan diteliti tersedia lengkap dalam
laporan tahunan perusahaan yang diterbitkan pada tahun 2009-2013.
4. Satuan mata uang yang digunakan dalam laporan keuangan menggunakan
rupiah. Hal ini karena secara garis besar perusahaan menerbitkan laporan
keuangan dengan menggunakan rupiah. Hal ini merupakan upaya peneliti
untuk keseragaman sampel penelitian.
b. Kepemilikan Manajemen
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Herawaty, 2008) dan (Darwis,
2009) dalam Laila (2011):
komisaris Independen
X 100%
anggota dewan komisaris
d. Komite Audit
Jumlah anggota komite audit yang diukur dengan menghitung jumlah
anggota komite audit dari setiap perusahaan yang digunakan sebagai sampel
dalam penelitian ini (Rustiarini, 2010).
= anggota komite audit
Kualitas Audit
Kualitas audit dalam penelitian ini merupakan proses audit yang dilakukan
oleh KAP Big Four maupun KAP non Big Four untuk periode saat ini.
Pengukuran kualitas audit dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Hussainey (2009) yaitu menggunakan variabel dummy. Variabel
dummy adalah variabel yang berukuran kategori atau dikotomi dengan memberi
kode 0 (nol) untuk kelompok yang disebut dengan excluded group dan memberi
kode 1 (satu) untuk kelompok yang disebut dengan included group (Ghozali,
2005). Excluded group merupakan kelompok yang tidak termasuk dalam kategori
yaitu kantor akuntan publik non Big Four, sedangkan included group merupakan
kelompok yang termasuk dalam kategori yaitu kantor akuntan publik Big Four.
Berdasarkan buku Direktori Publik Ikatan Akuntan Indonesia tahun 2002 yang
dikutip dari Ramadhany (2004), yang termasuk kantor akuntan publik Big Four di
Indonesia adalah:
1) KAP Prasetio Utomo & Co yang pada tahun 2003 merger dengan
Hanadi, Sarwoko, & Sandjaja (berafiliasi dengan Ernst & Young).
2) KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (berafiliasi dengan Deloitte
penelitian
ini
diproksikan
dengan
Dimana,
EBIT = Earning before interest tax ( laba sebelum pajak)
Manajemen Laba
Pendeteksian accrual earnings management menggunakan model Kothari
et.al. (2005). Model tersebut mempunyai daya prediksi yang lebih kuat
dibandingkan dengan model sebelumnya yaitu model modifikasian Jones (1991)
karena model Kothari et.al (2005) dapat memberikan tambahan kontrol terhadap
proksi manipulasi laba.
Dimana:
NIit = Net Income perusahaan i pada tahun t
CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode t
TAit = Total akrual perusahaan i pada tahun t
REVit = Perubahan pendapatan perusahaan i tahun antara t dan t-1
RECit = Perubahan piutang i tahun antara t dan t-1
PPEit = Tingkat PPE perusahaan i pada tahun t
ROAit = ROA perusahaan i pada tahun t
Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada akhir tahun t-1
Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan ROE.
ROE = Laba bersih
Modal saham
Kinerja Saham
Kinerja saham dalam penelitian ini di proksikan dengan menggunakan
(Rt) = Pt Pt-1 + Dt
Pt-1
Dimana:
Rt = Return Saham Periode t
Pt= Harga investasi periode t
Pt-1 = Harga investasi periode t-1
Dt = Deviden periode t
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kuantitatif. Untuk dapat mempermudah dalam menganalisis digunakan Statistical
Package for Social Science (SPSS). Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk
mengetahui dispersi dan distribusi data. Sedangkan uji asumsi klasik dilakukan
untuk menguji kelayakan model regresi yang selanjutnya akan digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian. Pengujian tersebut meliputi:
a. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran tentang distribusi frekuensi
variabel-variabel penelitian, nilai maksimum, minimun, rata-rata (mean), dan
standar deviasi dari variabel-variabel yang diuji dalam penelitian.
b. Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak
yaitu dengan menggunakan Grafik Normal Probability Plot dan KolmogorovSmirnov (K-S). Deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
diagonal dari grafik, jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas (Ghozali, 2011). Sedangkan uji normalitas dengan menggunakan
uji non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S), residual data dikatakan
terdistribusi normal apabila nilai Asymp Sig lebih dari 0,05 (5%).
Uji Multikolienaritas
Untuk dapat mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas didalam
model regresi dapat dilakukan hal sebagai berikut (Ghozali, 2011).
a. Nilai R2 yang dihasilkan sangat tinggi, tetapi secara individual variabelvariabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel
dependen.
b. Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independen. Jika cukup tinggi
(umumnya diatas 0,90), maka terdapat multikolonieritas.
c. Dilihat dari nilai Tolerance dan lawannya serta Variance Inflation Factor
(VIF). Apabila nilai Tolerance 0,10 atau sama dengan VIF 10, dapat
diartikan tidak terjadi multikolonieritas, dan sebaliknya apabila nilai
Tolerance 0,10 atau sama dengan VIF 10 maka terjadi multikolonieritas.
Uji Heteroskedastisitas
Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.
Dimana, kriteria analisis yang digunakan adalah sebagai berikut (Ghozali,
2011).
a. Jika terdapat pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk suatu pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka telah terjadi
heteroskedastisitas.
b. Jika tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah
angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji glejser digunakan untuk meregresi nilai absolut residual terhadap
variabel independen (Ghozali, 2011). Jika variabel independen secara statistik
berpengaruh signifikan (kurang dari 0,05 atau 5%) terhadap variabel dependen,
maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya jika variabel independen
secara statistik tidak berpengaruh signifikan (lebih dari 0,05 atau 5%), maka
regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.
Uji Autokolerasi
Untuk menguji autorelasi dapat dilakukan dengan melakukan uji Durbin
Watson, dimana hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:
Ho: Tidak ada autokorelasi (r = 0)
Ha: Ada autokorelasi (r 0)
Jika nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du),
maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, atau tidak ada autokorelasi. Jika
nilai DW lebih rendah dari batas atas atau lower bound (dl), maka koefisien
autokorelasi lebih besar dari nol, atau autokorelasi positif. Namun jika nilai DW
lebih besar dari (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol, atau
autokorelasi negatif (Ghozali, 2011).
3.5 Uji Hipotesis
Uji analisis path
Untuk
pengujian
dengan
variabel
intervening
dilakukan
dengan
melakukan uji analisis path atau uji analisis jalur. Hal tersebut dikarenakan pada
hipotesis pertaman dan ketiga penelitian ini menerangkan akibat langsung dan
tidak langsung seperangkat variabel terukur sebagai variabel bebas terhadap
variabel terikat dan variabel intervening.
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh model yang digunakan
untuk dapat menjelaskan variabel terikat. Nilai koefisien determinasi antara 0 dan
1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan
variabel terikat sangat terbatas, begitu pula sebaliknya (Ghozali, 2011).
mempunyai
pengaruh
terhadap
variabel
dependennya.
Kriteria
DAFTAR PUSTAKA
Aldhi, G.V. 2013. Analisis Pengaruh Manajemen Laba Dan Tingkat Profitabilitas
Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi. Jember: Universitas Jember
Ardiati, AloysiaYanti. 2003. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Return Saham
dengan Kualitas Audit Sebagai Variabel Moderating. Simposium Nasional
Akuntansi VI. Surabaya.
Becker, C.L.M.L Defond, J.Jiambalvo, K.R Subramanyam. 1998. The Effect of
Audit Quality On Earnings Management. Contemporary Accounting
Research.
Bukhori, Iqbal. 2012. Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan. Skripsi. Semarang:
Universitas Diponegoro
Chen, Han Wen, Jeff Zeyun Chen, Gerald J. Lobo dan Yanyang Wang. 2011.
Effects on Audit Quality on Earnings Management and Cost of Equity
Capital: Evidence from China. Contemporary Accounting Research, Vol.
28, No.3. www. papers.ssrn.com (Diakses 5 Maret 2012).
Dechow, Sloan, and Sweeney. 1995. Detecting Earnings Management. The
Accounting Review. Vol. 70, No. 2 April 1995, pp. 193-225
Dopuch, N dan M. Pincus. 1998. Evidence on The Choice of Inventory
Accounting Methods: LIFO vs FIFO. Journal of Accounting Research.
Gerayli, Muhdi Safari, Abolfazl Momeni Yaanosari, and Ali Reza Maatoofi.
2011. Impact of Audit Quality on Earnings Management (Evidence From
Iran). International Research Journals of Finance and Economics, issue 66.
www.eurojournals.com (diakses 15 Maret 2012)
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Gideon, SB Boediono. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme
Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan
Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo.
Govindarajan,V. Dan Robert N. Anthony. 2005. Management Control System.
Jakarta: Salemba Empat
Gumanti, T. A. 2000. Earnings Management :Suatu Telaah Pustaka. Jurnal
Akuntansi & Keuangan, Vol. 2, No. 2, November 2000: 104-115
Statement
Information.http://www.ssrn.com.
tanggal 14 Oktober 2013.
Diakses