You are on page 1of 28

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Making Pregnancy Safer (MPS) Indonesia 2001-2010 merupakan salah satu strategi
dalam konteks Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Visi
MPS adalah kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang
dilahirkan hidup dan sehat, sedangkan misinya adalah menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu dan bayi baru lahir. Salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010
adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 125/100.000 kelahiran hidup dan
Angka Kematian Bayi (AKB) baru lahir menjadi 16/1.000 kelahiran hidup (Endjun J.J.,
2002 dalam Ezra, 2009)
Berdasarkan klasifikasi Angka Kematian Ibu dari WHO, pada tahun 2011 di kawasan
ASEAN hanya Singapura yang memiliki Angka Kematian Ibu rendah, yakni mencapai
Angka Kematian Ibu <15 yaitu 3 per 100.000 kelahiran hidup. Indonesia merupakan salah
satu negara dengan AKI tertinggi asia, tertinggi ke-3 di kawasan ASEAN dan ke-2
tertinggi di kawasan SEAR dengan Angka Kematian Ibu 200-499 per 100.000 kelahiran
hidup. Untuk satu ibu yang akan melahirkan anak di Indonesia, risiko ibu tersebut
meninggal dunia sepuluh kali lipat dari seorang ibu di Malaysia dan Sri Lanka. Angka
Kematian Ibu masih sangat tinggi di Indonesia. Sebanyak 228 ibu meninggal dunia pada
setiap 100.000 kelahiran hidup. Angka itu lebih dari sepuluh kali AKI Malaysia (19) dan
Sri Lanka (24). Target Pemerintah adalah menurunkan Masalah Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Angka Kematian Ibu menjadi 102
per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Menurut hasil kajian kinerja IGD ObstetriGinekologi dari RSUP Cipto Mangunkusumo, yang merupakan Rumah Sakit rujukan
nasional, lima besar penyebab kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, eklampsia,
sepsis, infeksi dan gagal paru (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka
kematian ibu (AKI) terlihat adanya kecendrungan AKI sejak tahun 1994 sampai dengan
tahun 2007. Namun AKI pada tahun 2012 sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup
mengalami peningkatan dibanding tahun 2007sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Hal ini memacu untuk terus menelaah penyebab kematian ibu agar target MDGs (102 per
100.000 kelahiran hidup) dapat tercapai karena, meningkatnya derajat kesehatan ibu
maternal berdampak positif terhadap menurunnya angka kematian (Profil Kesehatan
Riau, 2013).

Untuk Provinsi Riau data Angka Kematian Ibu (AKI) masih tergolong tinggi.
Pada tahun 2013 sebesar 118 terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2012 sebesar 112,7.
Berdasarkan data tersebut, dilaporkan bahwa lebih dari 42% Kabupaten/Kota di Provinsi
Riau memiliki angka tertinggi di Kabupaten Indragiri Hilir yakni 305 per 100.000
kelahiran hidup yakni dan Kota Pekanbaru memiliki angka terendah 44 per 100.000
kelahiran hidup. Sedangkan data penyebab kematian ibu di Provinsi Riau tahun 20102012, kasus yang menjadi penyebab tertinggi kematian ibu adalah perdarahan sedangkan
kasus yang lainnya seperti hipertensi, partus, abortus, infeksi, faktor lainnya yang
dominan (Profil Kesehatan Riau, 2013).
Perdarahan masih menjadi penyebab utama kematian ibu pada tahap persalinan.
Menurut manuaba ( 2009), dalam tahap persalinan pada manusia setiap saat terancam
adanya penyulit persalinan yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga
memerlukan pengawasan, pertolongan dan pelayanan dengan fasilitas yang memadai.
Menurut Saifudin (2002) dalam Nurasiah (2011), diperkirakan 50% kematian ibu pada
masa nifas 24 jam pertama dan penyebab kematian ibu di Indonesia adalah 30 % dari
perdarahan pasca persalinan. Dua pertiga dari perdarahan pasca persalinan disebabkan
oleh atonia uteri. Sedangkan atonia uteri merupakan salah satu penyulit persalinan dalam
tahap persalinan yang harus ditangani dengan intervensi segera.
Persalinan merupakan suatu proses fisiologi yang memungkinkan terjadinya
serangkaian perubahan yang besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui
jalan lahir (Rohani,dkk 2011). Persalinan pada manusia dibagi menjadi empat tahap yaitu
kala I, kala II, kala III, kala IV dan kemungkinan penyulit dapat terjadi pada setiap tahap
tersebut serta bentuk intervensi atau tindakan dari luar (Manuaba, 2009).
Periode persalinan merupakan salah satu periode yang mengandung risiko bagi
ibu hamil apabila mengalami komplikasi yang dapat meningkatkan resiko kematian ibu
dan kematian bayi. Menurut Rohani, dkk (2011), proses persalinan dipengaruhi oleh
bekerjanya beberapa faktor yang berperan penting yaitu kekuatan mendorong janin keluar
(power), faktor jalan lahir (passage), faktor janin (passenger) dan dua faktor yag secara
tidak langsung mempengaruhi jalannya persalinan, yakni faktor psikologi dan penolong.
Apabila faktor-faktor ini dapat bekerja sama dengan baik, maka proses persalinan akan
berlangsung secara normal atau spontan. Namun, apabila salah satu faktor tersebut
mengalami kelainan maka akan menimbulkan gangguan pada persalinan atau
penyimpangan (distosia) yang merupakan penyulit di dalam persalinan.
Adapun faktor penyebab penyulit dalam persalinan yang mungkin terjadi pada kala I
diantaranya yaitu adanya riwayat bedah caessarea, partus preterm, gawat janin, KPD,

preeklamsia berat, makrosomi, persalinan fase aktif dengan palpasi kepala janin masih
5/5, sedangkan untuk penyebab kala II diantaranya adalah presentasi bukan belakang
kepala, presentasi ganda, tali pusat menumbung, syok, fase laten berkepanjangan, dan
partus lama, untuk kala III sendiri yaitu adanya retensio plasenta, sisa plasenta, antonia
uteri, kelainan darah serta luka laserasi, dan kala IV yang biasanya terjadi adalah adanya
perdarahan postpartum, yang terbagi menjadi dua yaitu perdarahan sekunder dan
perdarahan primer (Prawirohardjo, 2008).
Dari hasil penelitian Filderia Hutagalung (2011), tentang hubungan antara usia,
paritas dengan persalinan kala II lama, diperoleh hasil bahwa adanya hubungan antara
usia, paritas dengan persalinan kala II lama, dimana persalinan kala II lama termasuk ke
dalam faktor penyebab penyulit persalinan. Sedangkan Menurut Fadlun (2012), deteksi
dini yaitu melakukan tindakan untuk mengetahui seawal mungkin adanya komplikasi dan
penyakit ibu selama kehamilan yang dapat menjadi penyulit ataupun komplikasi yang
dapat membahayakan ibu dan bayi dalam persalinan, serta nifas. Adapun hal yang harus
dilakukan dalam deteksi dini adalah dengan melakukan pemeriksaan kehamilan (Ante
Natal Care) secara rutin.
Dari hasil penelitian Sita Faradiba (2012), tentang karakteristik penyulit
persalinan pada ibu bersalin di Rsia Siti Fatimah Makassar, bahwa karakteristik penyulit
persalinan pada ibu bersalin yang lebih banyak ditemukan adalah riwayat penyakit yang
merupakan penyulit persalinan dibandingkan penyakit yang bukan merupakan penyulit
persalinan. Dari hasil penelitian, peneliti berkesimpulan bahwa penyakit-penyakit yang
diderita oleh ibu yang didapat baik sebelum hamil maupun setelah hamil, mungkin akan
mempengaruhi kehamilannya dan dapat menjadi faktor penyulit dalam proses persalinan.
Untuk mencegah terjadinya penyulit persalinan pada ibu bersalin dengan riwayat penyakit
beresiko, perlu ditingkatkan frekuensi pemeriksaan ANC (Ante Natal Care) secara teratur.
Persalinan dengan penyulit sangat beresiko karena dapat berdampak pada
kematian ibu dan janin. Maka untuk meminimalkan resiko persalinan dengan penyulit,
harus dilakukan intervensi atau penanganan tindakan dari luar dengan segera dan tepat.
Menurut Manuaba (2010), intervensi persalinan tersebut dilakukan untuk mencapai well
health baby dan well health mother. Adapun Intervensi atau penanganan dari luar, seperti
melakukan induksi persalinan, menggunakan vakum ekstraksi atau forsep serta
pertolongan persalinan dengan sectio secarea (Bobak, 2005).
Pada umumnya persalinan mengalami kesulitan untuk berjalan spontan normal
seperti partus lama, distosia atau komplikasi lain yang disebabkan oleh faktor disproporsi
kepala panggul, kelainan letak, dan gangguan kontraksi uterus (his yang tidak adekuat)

(Rohani, 2011). Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi ibu bersalin dengan penyulit persalinan. Tujuannya adalah agar membantu
penurunan angka kematian ibu dan bayi dan mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi,
bagaimanapun kecilnya harus dicegah, serta kesehatan ibu sendiri dapat dipertahankan
agar janin dalam kandungan tidak terganggu dan tidak kekurangan suatu apapun.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan penyulit
persalinan di Puskesmas tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini adalah Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi ibu bersalin dengan
penyulit persalinan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru tahun
2015?
C. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah terdapat hubungan antara usia pada ibu bersalin dengan penyulit persalinan di
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru Tahun 2015?
2. Apakah terdapat hubungan antara paritas pada ibu bersalin dengan penyulit persalinan
di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru Tahun 2015?
3. Apakah terdapat hubungan antara riwayat penyakit pada ibu bersalin dengan penyulit
persalinan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru Tahun 2015?
4. Apakah terdapat hubungan antara his persalinan dengan penyulit persalinan di
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru Tahun 2015?
5. Apakah terdapat hubungan antara passage dengan penyulit persalinan di Puskesmas
Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru Tahun 2015?
6. Apakah terdapat hubungan antara kelainan-kelainan persalinan pada ibu bersalin
dengan penyulit persalinan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru
Tahun 2015?
D. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan penyulit
persalinan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui hubungan Umur pada ibu bersalin dengan penyulit persalinan
di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru tahun 2015.
b) Untuk mengetahui hubungan paritas pada ibu bersalin dengan penyulit persalinan
di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru tahun 2015.

c) Untuk mengetahui hubungan pemeriksaan antenatal pada ibu bersalin dengan


penyulit persalinan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru tahun
2015.
d) Untuk mengetahui hubungan kelainan kelainan saat persalinan pada ibu bersalin
dengan penyulit persalinan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota
Pekanbaru tahun 2015
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi
pihak penentu kebijakan dan instansi terkait untuk memprioritaskan program
kesehatan dalam upaya menurunkan angka kematian pada ibu dan deteksi dini ibu
bersalin dengan penyulit persalinan, sehingga angka kejadian ibu bersalin dengan
penyulit persalinan dapat menurun khususnya diwilayah kota Pekanbaru.
2. Bagi STIKes HangTuah Pekanbaru Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kepustakaan dan bahan
pengayaan teori, khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin
dengan penyulit persalinan untuk peserta didik yang akan datang dan menambah
bahan kepustakaan di STIKes HangTuah Pekanbaru.
3. Bagi Peneliti
Kegiatan ini dapat menambah pengetahuan tentang penyulit persalinan dan
sebagai aplikasi dari mata kuliah metode penelitian dan Biostatistik.

F. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup yang digunakan peneliti dengan desain case control dengan
jenis penelitian analitik untuk mengetahui apakah umur ibu, paritas ibu, pemeriksaan
kehamilan dan kelainan-kelainan pada tahap persalinan berhubungan dengan kejadian
penyulit persalinan di Puskesmas Pekanbaru tahun 2015.
G. Penelitian Sejenis
Keterangan
Topik
penelitian

Penelitian
sekarang
Faktor-faktor
yang

Tabel 1.1
Penelitian Sejenis
Filderia
Siti Faradiba
Hutagalung
Hubungan antara Karakteristik
usia, paritas
penyulit

Ezra Marisi D
Sinaga
Karakteristik ibu
yang mengalami

mempengaruhi
ibu bersalin
dengan penyulit
persalinan di
Puskesmas
tahun 205
Desain
Variabel

Case Control
Umur ibu,
Paritas, riwayat
penyakit,
kelainankelainan tahap
persalinan

Subjek

Sebagian ibu
bersalin yang
mengalami
penyulit
persalinan dan
ibu bersalin
dengan
persalinan
normal

Tempat

Puskesmas
Pekanbaru

dengan
persalinan Kala
II Lama di di
RSUD dr. Moch.
Soewandhie
Surabaya tahun
2011
Cross Sectional
Usia,
paritas

persalinan pada
ibu bersalin di
rsia siti fatimah
makassar tahun
2012

persalinan
dengan seksio
sesarea yang
dirawat inap di
rumah sakit umum
daerah sidikalang
tahun 2007
Case Control
Case Control
Usia,paritas,letak 1.Sosiodemografi :
janin,ukuran
Umur, Suku,
panggul,riwayat
Agama, Tingkat
penyakit
pendidikan,
Perkerjaan, Sumber
biaya. 2. Mediko
Obstetri :Paritas,
jarak Persalinan,
Riwayat obstetri
Jelek Indikasi
3.Seksio Sesar :
Indikasi Medis,
indikasi Sosial.
4.Pelayanan
Rumah Sakit :
Lama rawatan,
Keadaan ibu
sewaktu pulang,
Keadaan bayi
sewaktu pulang
Semua ibu
Pasien postpartum Ibu yang
bersalin dan yang yang mengalami
mengalami
mengalami
penyulit pada
persalinan
persalinan kala II persalinan yang
dengan seksio
lama semua ibu
tercatat
sesarea yang
bersalin di
dan pasien yang
dirawat inap
RSUD dr. Moch. bersalin normal
Rumah Sakit
Soewandhie
Umum Daerah
Surabaya,
Sidikalang
periode
bulan JanuariMaret 2011
Ruang bersalin
Instalasi
Ruang kebidanan
RSUD dr. Moch. kebidanan RSIA
Rumah Sakit
Soewandhie
Siti Fatimah
Umum Daerah
Surabaya
Makassar
Sidikalang

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep Persalinan
1. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah suatu proses yang dimulai dengan adanya kontraksi uterus
yang menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi, kelahiran
plasenta dan merupakan proses alamiah serta adanya kontraksi yang berlangsung
dalam waktu tertentu tanpa adanya penyulit (Rohani,2011).
Menurut Nurasiah (2012), persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi
(janin dan plasenta) yang telah cukup bulan dan dapat hidup diluajalan lahir lain
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Persalinan dikatakan normal
bila proses lahirnya bayi dengan letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri,
tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang berlangsung 24 jam.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37 - 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin (Saifuddin, 2006).
Menurut Manuaba (2009) ada 3 bentuk persalinan, yakni :
a) Persalinan spontan, terjadi jika persalinan berlangsung dengan tenaga sendiri
b) Persalinan buatan, terjadi jika persalinan dengan rangsangan sehingga terdapat
kekuatan untuk persalinan
c) Persalinan anjuran, yang paling ideal tentunya adalah persalinan spontan

2. Tahap Persalinan
Menurut Sarwono (2006), persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu :
a. Kala I (Pembukaan)
Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Menurut
Rohani (2011), proses ini dibagi dalam 2 fase, yakni :
1) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal
kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap
sampai pembukaan 3 cm. berlangsung dalam 7-8 jam
2) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan
dibagi dalam 3 subfase, yaitu :
a) Periode akselerasi, berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm
b) Periode dilatasi maksimal, berlangsung selama 2 jam, pembukaan
berlangsung cepat menjadi 9 jam
c) Periode deselerasi, berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan jadi 10
cm atau lengkap.
b. Kala II (Pengeluaran janin)
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya
berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Menurut
Nurasiah (2012), tanda pasti pada kala II ditentukan melaui pemeriksaan dalam
yaitu pembukaan serviks telah lengkap dan terlihatnya bagian kepala bayi melalui
introitus vagina.
c. Kala III (Pengeluaran plasenta)
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit setelah bayi lahir.
d. Kala IV (Pengawasan)
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum. Saat yang
paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa postpartum. Maka dari
itu, observasi harus dilakukan untuk mencegah kematian ibu akibat perdarahan.
Observasi yang dilakukan seperti :
1)
2)
3)
4)

Tingkat kesadaran
Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi dan pernapasan
Kontraksi uterus
Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya
tidak melebihi 400-500 cc.

3. Etiologi
Dalam proses persalinan dipengaruhi oleh lima faktor seperti power, passage
dan passanger, selain itu terdapat dua faktor yang merupakan faktor lain yang secara

tidak langsung dapat mempengaruhi jalannya persalinan yakni faktor psikologi dan
faktor penolong (Rohani, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan yaitu :
a. Power (tenaga/kekuatan)
Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot-otot
perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligamen. Kekuatan primer yang
diperlukan dalam persalinan adalah his, sedangkan kekuatan sekundernya adalah
tenaga mengedan ibu.
1) His (kontraksi uterus)
His adalah kekuatan kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim
bekerja dengan baik dan sempurna. Sifat his yang baik adalah kontraksi
simetris, fundus dominan, terkoordinasi dan relaksasi. Walaupun his itu
kontraksi yang fisiologis akan tetapi bertentangan dengan kontraksi fisiologis
lainnya, bersifat nyeri. Tiap his dimulai sebagai gelombang dari salah satu
sudut dimana tuba masuk ke dalam dinding uterus. di tempat tersebut ada
suatu pace maker darimana gelombang tersebut berasal (Nurasiah, 2012).
Menurut Rohani (2011), sifat his yang normal adalah sebagai berikut :
a) Kontraksi otot rahim dimulai dari salah satu tanduk rahim atau cornu
b) Fundal dominan, yaitu kekuatan paling tinggi di fundus uterus
c) Kekuatannya seperti gerakan memeras isi rahim
d) Otot rahim yang berkontraksi tidak kembali ke panjang semula, sehingga
terjadi retraksi dan pembentukan segmen bawah rahim
e) Pada setiap his terjadi perubahan pada serviks yaitu menipis dan membuka.
Adapun pembagian his dan sifat-sifatnya yaitu :
a) His pendahuluan : his tidak kuat, datangnya tidak teratur, menyebabkan
keluarnya lendir darah (bloody show)
b) His pembukaan (kala I) : menyebabkan pembukaan serviks, semakin kuat
dan teratur
c) His pengeluaran (kala II) : untuk mengeluarkan janin, sangat kuat, teratur,
simetris, terkordinasi
d) His pelepasan plasenta (kala III) : kontraksi sedang untuk melepaskan dan
melahirkan plasenta
e) His pengiring (kala IV) : kontraksi lemah, masih sedikit nyeri, terjadi
pengecilan dalam beberapa jam atau hari.
2) Tenaga Mengedan
Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah atau
dipecahkan, serta sebagian presentasi sudah berada di dasar panggul, sifat
kontraksi berubah, yakni bersifat mendorong keluar dibantu dengan keinginan

10

ibu untuk mengedan atau usaha volunter. Keinginan mengedan ini disebabkan
oleh :
a) Kontraksi otot-otot dindig perut yang mengakibatkan peninggian tekanan
intra abdominal dan tekanan ini menekan uterus pada semua sisi dan
menambah kekuatan untuk mendorong keluar.
b) Tenaga ini serupa dengan tenga mengedan sewaktu buang air besar
(BAB), tapi jauh lebih kuat.
c) Saat kepala sampai ke dasar panggul, timbul refleks yang mengakibatkan
ibu menutup glotisnya, mengkontraksikan otot-otot perut dan menekan
diafragma ke bawah.
d) Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil bila pembukaan sudah lengkap
dan paling efektif sewaktu ada his
e) Tanpa tenaga mengedan bayi tidak akan lahir.
b. Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar
panggul, vagina dan introitus. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya
terhadap jalan lahir yang relatif kaku, oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul
harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.
Jalan lahir dibagi atas :
1) Bagian keras : tulang tulang panggul
2) Bagian lunak : uterus, otot dasar panggul dan perineum.
Menurut Manuaba (2010), jalan lahir merupakan komponen yang tetap,
artinya dalam konsep obstetri modern tidak diolah untuk dapat melancarkan
proses

persalinan

kecuali

jalan

lunak

pada

keadaan

tertentu

tanpa

membahayakan janin. Dengan demikian, jalan lahir tulang sangat menentukan


proses persalinan apakah dapat berlangsung melalui jalan biasa atau melalui
tindakan operasi dengan kekuatan dari luar.
c. Passanger (Janin dan Plasenta)
Cara penumpang (passanger) atau janin bergerak di sepanjang jalan lahir
merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yaitu ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Karena plasenta juga harus melewati
jalan lahir, maka dianggap sebagai bagian passenger yang menyertai janin.
Namun plasenta jarang menghambat proses persalinan normal.
Kepala janin (bayi) merupakan bagian penting dalam proses persalinan dan
memiliki ciri sebagai berikut :

11

1) Bentuk kepala oval, sehingga setelah bagian besarnya lahir, maka bagian
lainnya lebih mudah lahir
2) Persendian kepala berbentuk kogel, sehingga dapat digerakkan ke segala arah
dan memberikan kemungkinan untuk melakukan putar paksi dalam
3) Letak persendian kepala sedikit ke belakang, sehingga kepala melakukan
fleksi untuk putar paksi dalam.
Setelah persalinan kepala, badan janin tidak akan mengalami kesulitan. Pada
beberapa kasus dengan anak yang besar pada ibu dengan diabetes mellitus,
terjadi kemungkinan kegagalan persalinan bahu. Persalinan bahu yang berat
cukup berbahaya karena dapat terjadi asfiksia. Persendian leher yang masih
lemah dapat merusak pusat-pusat vital janin yang berakibat fatal.
d. Psikologis
Keadaan psikologis ibu mempengaruhi proses persalinan. Ibu bersalin
yang didampingi oleh suami dan orang yang dicintainya cenderung mengalami
proses persalinan yang lebih lancar dibanding dengan ibu bersalin tanpa
pendamping. Ini menunjukkan bahwa dukungan mental berdampak positif bagi
kedaan psikis ibu yang berpengaruh terhadap kelancaran proses persalinan.
Perubahan psikologis dan prilaku ibu, terutama yang terjadi selama fase
laten, aktif dan transisi pada kala I persalinan memiliki karakteristik masingmasing. Sebagian besar ibu hamil yang memasuki masa persalinan akan merasa
takut. Apalagi untuk seorang primigravida yang pertama kali beradaptasi dengan
ruang bersalin. Hal ini harus disadari dan tidak boleh diremehkan oleh petugas
kesehatan yang akan memberikan pertolongan persalinan. Ibu hamil yang akan
bersalin mengharapkan penolong yang dapat dipercaya dan dapat memberikan
bimbingan dan informasi mengenai keadaannya.
Kondisi psikologis ibu bersalin dapat juga dipengaruhi oleh dukungan dari
pasangannya, orang terdekat, keluarga, penolong, fasilitas dan lingkungan tempat
bersalin, bayi yang dikandungnya merupakan bayi yang diharapkan atau tidak.
e. Penolong
Peran dari penolong persalinan adalah untuk mengantisipasi dan menangani
komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Kompetensi dan
pengetahuan yang dimiliki penolong juga sangat bermanfaat untuk melancarkan
proses persalinan dan mencegah kematian maternal dan neonatal. Dengan

12

kompetensi yang baik diharapkan, penolong tidak melakukan kesalahan atau


malpraktik dalam memberikan asuhan .
Tidak hanya aspek tindakan yang diberikan, tetapi aspek konseling dan
pemberian informasi yang jelas dibutuhkan oleh ibu bersalin untuk mengurangi
tingkat kecemasan ibu dan keluarga (Saswita dkk, 2011).
B. Konsep Penyulit persalinan
1. Pengertian
Penyulit persalinan adalah hal-hal yang berhubungan langsung dengan
persalinan menyebabkan hambatan bagi persalinan yang lancar (Fadlun,dkk 2011).
Persalinan dengan penyulit (distosia) merupakan keadaan saat persalinan yang
sulit atau abnormal yang terjadi akibat adanya kelainan yang mempengaruhi jalannya
persalinan sehingga memerlukan intervensi persalinan untuk mencapai Well Born
Baby dan Well Health Mother (Manuaba, 2010).
2. Penyulit Pada Tahap Persalinan
Kemungkinan penyulit dapat terjadi pada setiap tahap persalinan. Berikut
tahap persalinan dan penyulit yang mungkin terjadi (Manuaba, 2009) :
Kal

Batasan

Penyulit Yang Mungkin Terjadi

a
I

Pembukaan 0 sampai lengkap.

1) Pembukaan lengkap, ketuban pecah

Waktu antara 10-14 jam

sebagai akhir dari kala I.


2) His kuat, mengancam rahim
robek/pecah
3) Gangguan janin dalam rahim (keadaan
gawat janin)
4) Selaput janin pecah pada pembukaan

II

Persalinan janin. Berlangsung

kecil
5) Gangguan pembukaan pintu jalan lahir.
Di kala II ini, pengawasan lebih ketat

1-2 jam

1) Keadaan gawat ibu dan janin dapat


terjadi setiap waktu
2) Gangguan kekuatan untuk persalinan

III

Persalinan plasenta.
Berlangsung 10-15 menit

3)
4)
1)
2)

janin
Gangguan putar paksi kepala
Ancaman robekan rahim.
Kontraksi otot rahim kuat
Gangguan pelepasan plasenta (retensi

13

IV

plasenta)
3) Ancaman perdarahan
1) Bahaya perdarahan mengancam pada 2

Observasi 2 jam pasca


melahirkan di ruangan

jam pertama
2) Kontraksi otot rahim dapat lemah dan

tersendiri

menimbulkan perdarahan
3. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyulit persalinan adalah sebagai
berikut :
a. Faktor Biologis
1) Umur Ibu
Status reproduksi adalah 20-35 tahun (usia di bawah 20 tahun dan
diatas 35 tahun adalah usia beresiko untuk hamil dan melahirkan) (Pinem,
2009). Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita
hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih
tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Kematian

maternal

meningkat

kembali

sesudah

usia

30-35

tahun

(Prawirohardjo, 2007). Usia pada kematian Pada maternal dan melahirkan


pada usia di bawah 20 tahun beresiko karena wanita hamil kurang dari 20
tahun

dapat

merugikan

kesehatan

ibu

maupun

pertumbuhan

dan

perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil,


begitu juga usia diatas 35 tahun akan mempengaruhi tenaga (power) saat
persalinan dan alasan medis lainnya.
Menurut Kusumawati (2006) dalam Wulandari (2011), menyatakan
bahwa faktor risiko untuk persalinan sulit pada ibu yang belum pernah
melahirkan pada kelompok umur ibu di bawah 20 tahun dan pada kelompok
umur diatas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi
sehat (20-35 tahun). Umur ibu hamil merupakan faktor risiko distosia (penyulit
persalinan) yang memerlukan tindakan. Ibu hamil yang berumur kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun berisiko 4 kali untuk terjadi distosia, dibandingkan
ibu hamil yang berumur antara 20 hingga 35 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian Hutagalung (2011), tentang hubungan

antara usia, paritas dengan persalinan kala II lama yang dilakukan di RSUD
dr.Moch.Soewandhie Surabaya tahun 2011. Diperoleh hasil H 0 ditolak, yaitu
ada hubungan antara usia dengan persalinan Kala II Lama di RSUD

14

dr.Moch.Soewandhie Surabaya. Adanya hubungan antara usia dengan


persalinan kala II lama tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
obstetri William (2005) yang menyatakan bahwa pada penelitian sebelumnya
yang mengisyaratkan bahwa wanita yang berusia sekitar 35 tahun ke atas
lebih beresiko tinggi mengalami penyulit obstetri serta morbiditas dan
mortalitas perinatal karena uterus yang tidak lentur atau elastis sehingga
memiliki kemungkinan terjadi persalinan kala II lama. Oleh karena itu dalam
penelitian yang dilakukan oleh Filderia Hutagalung (2011), menyatakan
bahwa banyak ibu yang berusia 20 hingga 30 tahun dengan jumlah sebanyak
160 ibu yang bersalin di RSUD dr. Moch.Soewandhie Surabaya, karena ingin
mempersiapkan proses persalinan mereka dengan baik terhindar dari resikoresiko yang tidak dinginkan terjadi pada dirinya juga janinnya.
Menurut Poedji Rochjati (2003) dikutip dalam Hutagalung (2011),
bahwa ibu hamil yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi
terhadap kehamilan dan persalinan, dimana pada usia tersebut terjadi
perubahan pada jaringan alat-alat reproduksi dan jalan lahir tidak lentur dan
bahaya yang dapat terjadi pada kelompok ini adalah antara lain persalinan
lama akibat power yang antara lain tenaga ibu dan kelainan-kelainan HIS.
2) Paritas
Paritas adalah keadaan wanita berkaitan dengan jumlah anak yang
dilahirkan. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi
kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan
obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau
dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi
adalah tidak direncanakan.
Menurut Lia (2010) dalam penelitian Wulandari (2001), bahwa paritas
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi
persalinan. Pada primipara proses persalinan kala II akan berlangsung lebih
lama dibanding pada multipara, karena ibu belum berpengalaman melahirkan,
otot-otot jalan lahir masih kaku dan belum dapat mengejan dengan baik.
Sedangkan pada multipara proses persalinan pada kala II akan terjadi lebih

15

cepat karena adanya pengalaman persalinan yang lalu dan disebabkan otototot jalan lahir yang lebih lemas.
Kala II lama merupakan salah satu penyulit dalam persalinan dan
faktor yang mempengaruhi kala II lama antara lain adalah kelainan letak
janin, kelainan kelainan panggul, kelainan his dan mengejan, pimpinan
partus yang salah, janin besar atau ada kelainan kongenital, paritas, ketuban
pecah dini.
Hal ini juga berhubungan dengan penelitian Filderia Hutagalung
(2011), bahwa Adanya hubungan antara paritas dengan persalinan kala II lama
tersebut didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Cunning Cam dkk
dalam bukunya Obstetric William (2005) yang menyatakan bahwa wanita
dengan Paritas tinggi beresiko mengalami persalinan lama karena disebabkan
uterus mengalami kekendoran pada dinding rahim, jika dalam penelitian ini
ditemukan ibu yang paritas tinggi tergolong dalam grandemulti atau ibu yang
melahirkan lebih dari 5 kali stadium hidup, karena ibu sering melahirkan maka
kemungkinan akan banyak ditemui keadaan kesehatan terganggu (anemia atau
kurang gizi). Kekendoran pada dinding perut, tampak ibu dengan perut
menggantung dan kekendoran pada dinding rahim. Bahaya yang dapat
mengancam pada kelompok ini adalah robekan pada dinding rahim, kelainan
his (atomia uteri), perdarahan post partum (pasca persalinan), persalinan lama,
kelainan letak, dll
3) Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran mempunyai pengaruh terhadap persalinan. Jarak kelahiran
yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, karena jika interval persalinan kurang
dari 2 tahun akan menyebabkan masalah pada sistem reproduksi wanita
(Manuaba, 2009).
Jarak kelahiran yang pendek akan beresiko menyebabkan komplikasi
ataupun penyulit pada persalinan. Dengan jarak kelahiran yang pendek,
seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah
melahirkan sebelumnya, hal ini dapat menimbulkan kelemahan, sehingga bisa
menyebabkan meningkatnya anemia. Menurut Manuaba (2010), anemia dapat
membahayakan saat persalinan karena terganggunya his (kekuatan mengejan,
kala II lama dan sering memerlukan tindakan operasi agar tidak
membahayakan ibu dan bayi yang akan dilahirkan.

16

4) Riwayat Penyakit
Menurut Rohani (2011), dengan mengetahui adanya riwayat penyakit bisa
mendeteksi adanya komplikasi, kelainan maupun penyulit pada persalinan dan
kehamilan.
Pada penelitian Siti Faradiba (2012), tentang karakteristik penyulit
persalinan pada ibu bersalin di rsia Siti Fatimah Makassar, mengatakan bahwa
penyakit yang diderita oleh ibu yang didapat baik sebelum hamil maupun
sementara hamil mungkin akan mempengaruhi kehamilannya dan dapat
menjadi faktor penyulit dalam proses persalinan. Sehingga hal ini harus
dideteksi dan dicegah sedini mungkin karena dapat mengakibatkan kematian
bagi ibu maupun janin yang dikandungnya. Dalam hasil penelitiannya,
ditemukan kasus terbanyak pada riwayat penyakit yang merupakan penyulit
persalinan yaitu sebanyak 22 kasus (52.4%), dan terendah pada penyakit yang
bukan merupakan penyulit persalinan yaitu sebanyak 20 kasus (47.6%).

5) Riwayat Obstetrik
Adapun penyakit-penyakit yang sering timbul kembali dan menyertai ibu
hamil maupun bersalin adalah Hepatitis, TBC, Diabetes Melitus, Penyakit
Jantung, Asma Bronkial, Hipertensi, Penyakit infeksi, dan lainnya. Ibu
dengan keadaan tersebut termasuk dalam kelompok ibu hamil risiko tinggi
sehingga dapat mempengaruhi persalinannya.
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko adalah pernah
mengalami hiperemesis, perdarahan, abortus, preeklamsi dan eklamsi.
Dengan memperoleh informasi tentang ibu secara lengkap pada masa lalu,
diharapkan risiko kehamilan yang dapat memperberat keadaan ibu dan janin
dapat diatasi dengan pengawasan obstetric yang lebih baik.
Riwayat persalinan yang berisiko tinggi adalah persalinan yang pernah
mengalami bedah caesar sebelumnya, ekstraksi vacuum, forcep, melahirkan
premature/BBLR, partus lama, ketuban pecah dini dan melahirkan bayi lahir
mati. Riwayat persalinan seksio sesarea mempunyai risiko lebih besar untuk
terjadinya persalinan seksio sesarea pada kehamilan berikutnya.
6) Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)
Menurut Fadlun (2012), pemeriksaan kehamilan bisa menghindari risiko
adanya kelainan, komplikasi dan penyakit saat persalinan. Ketidakpatuhan
dalam pemeriksaan kehamilan dapat menyebabkan tidak dapat diketahuinya

17

berbagai komplikasi ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan atau komplikasi


hamil sehingga tidak segera dapat diatasi.
Asuhan antenatal atau antenatal care (ANC) adalah upaya preventif
program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan
neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan
(Prawirohardjo, 2009).
Pemeriksaan ANC sangat penting untuk mendeteksi secara dini komplikasi
dan penyulit persalinan, serta mendidik wanita dan keluarga tentang
kehamilan, persalinan dan nifas.
1) Trimester I
: 4 minggu sekali (< 14 minggu)
2) Trimester II
: 2 minggu sekali (< 28 minggu)
3) Trimester III
: 1 minggu sekali ( 28 minggu)
Menurut Manuaba (2010), ibu hamil dianjurkan untuk melakukan
antenatal care sebanyak 4 kali kunjungan, yaitu pada setiap trimester,
sedangkan trimester terakhir sebanyak dua kali.
Sebagaimana juga dikemukakan dalam Prawirohardjo (2009), kunjungan
antenatal ini diberi kode angka K yang merupakan singkatan dari kunjungan.
Pemeriksaan antenatal yang lengap adalah K1, K2, K3 dan K4. Hal ini berarti,
minimal dilakukan sekali kunjungan antenatal hingga usia kehamilan 28
minggu, sekali kunjungan antenatal selama kehamilan 28-36 minggu dan
sebanyak dua kali kunjungan antenatal pada usia kehamilan diatas 36 minggu.
Dalam pemeriksaan antenatal pengkajian yang dilakukan seperti anamnesa,
melakukan pemerikasaan fisik (fisik umum, obstetri, laboratorium, periksa
dalam), dan pemeriksaan penunjang (ultrasonografi).
Bila kehamilan termasuk risiko tinggi perhatian dan jadwal kunjungan
harus lebih ketat. Namun, bila kehamilan normal jadwal asuhan cukup empat
kali. Selama melakukan kunjungan untuk asuhan antenatal, para ibu hamil
akan mendapatkan serangkaian pelayanan yang terkait dengan upaya
memastikan ada tidaknya kehamilan dan penelurusan berbagai kemungkinan
adanya penyulit atau gangguan kesehatan selama kehamilan yang mungkin
dapat mengganggu kualitas dan luaran kehamilan. Identifikasi kehamilan
diperoleh melalui pengenalan perubahan anatomik dan fisiologik kehamilan.
Bila

diperlukan,

dapat

dilakukan

uji

menggunakan berbagai metode yang tersedia.


7) Kelainan kelainan pada tahap persalinan

hormonal

kehamilan

dengan

18

Menurut Manuaba (2010), dengan mengetahui faktor-faktor yang


mempengaruhi jalannya persalinan, maka jika terjadi penyimpangan atau
kelainan pada faktor yang dapat mempengaruhi jalannya persalinan, kita dapat
memutuskan intervensi persalinan untuk mencapai kelahiran bayi yang baik
dan ibu yang sehat, persalinan yang memerlukan bantuan dari luar karena
terjadi penyimpangan dari ketiga faktor.
Penyimpangan yang disebut juga distosia tersebut merupakan persalinan
sulit yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima
faktor yang mempengaruhi persalinan dan dapat menimbulkan berbagai
penyulit persalinan.
Kelainan-kelainan yang dipengaruhi pada masing-masing faktor seperti
berikut:
1) Power/kekuatan
Kelainan pada his (inersia uteri, tetani uteri, inkoordinasi otot rahim
dan akibat upaya mengedan ibu (kelelahan ibu mengejan, salah pimpinan
pada kala II). Berikut bentuk kelainan kontraksi otot rahim (his) :
a) Inersia uteri
His yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his normal yang
terbagi menjadi inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder. Inersia
uteri primer apabila sejak semula kekuatannya sudah lemah,
sedangkan inersia uteri sekunder yakni his pernah cukup kuat tetapi
kemudian melemah. Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi
pada pembukaan, pada bagian terendah terdapat kaput dan mungkin
ketuban telah pecah. His yang lemah dapat menimbulkan bahaya
terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan konsultasi atau
merujuk penderita ke rumah sakit, puskesmas atau dokter spesialis.
b) Tetania uteri
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat
kesempatan relaksasi otot rahim. Akibat dari tetani uteri dapat terjadi
partus presipitus dan asfiksia intrauterin sampai kematian janin dalam
rahim. Partus presipitus adalah persalinan yang berlangsung dalam
waktu tiga jam, yang berakibat fatal seperti terjadinya persalinan tidak
pada tempatnya, terjadi trauma janin karena tidak terdapat persiapan
dalam persalinan, trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan
perdarahan inversio uteri.

19

c) Inkoordinasi kontraksi otot rahim


Keadaan inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan
sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan
atau pengeluaran janin dari dalam rahim. Penyebab inkoordinasi
kontraksi otot rahim adalah faktor usia penderita relatif tua, pimpinan
persalinan karena induksi persalinan dengan oksitosin, rasa takut dan
cemas.
2) Passage/Jalan lahir
Perubahan struktur pelvis (kelainan bentuk panggul, kesempitan
panggul, ketidakseimbangan sefalopelvik, kelainan jalan lahir lunak).
Berikut bentuk kelainan-kelainan menurut Rohani (2011) yang
mengganggu dalam persalinan :
a) Serviks
Serviks yang kaku. Terdapat pada primi tua primer atau sekunder

dan serviks juga mengalami banyak cacat perlukaan.


Serviks gantung. Ostium uteri eksternum terbuka lebar, namun
ostium uteri internum tidak terbuka. Untuk ostium uteri internum

terbuka, namun ostium uteri internum tidak terbuka


Edema serviks. Terutama karena sempitnya panggul, serviks
terjepit antara kepala dan jalan lahir sehingga terjadi gangguan

sirkulasi darah dan cairan yang menimbulkan edema serviks.


Serviks dupleks karena kelainan kongenital
b) Vagina, kelainan vagina yang dapat mengganggu perjalanan persalinan:
Vagina septum : transvaginal septum vagina, longitudinal septum
vagina
Tumor pada vagina
c) Himen dan perineum. Kelainan pada himen imperforata atau himen
elastik pada perineum, terjadi kekakuan sehingga memerlukan
episiotomi yang luas.
Dengan demikian, jalan lahir tulang sangat menentukan proses
persalinan apakah dapat berlangsung melalui jalan biasa atau melalui
tindakan operasi dengan kekuatan dari luar. Dan yang perlu mendapatkan
perhatian adalah adanya kemungkinan ketidakseimbangan antara kepala
dan jalan lahir dalam bentuk disproporsi sefalopelvik (CPD).
3) Passangers/janin dan plasenta

20

Janin dapat mempengaruhi jalannya kelahiran karena ukuran dan


presentasinya. Kepala banyak mengalami cedera pada persalinan sehingga
dapat membahayakan hidup dan kehidupan janin. Pada persalinan, oleh
karena tulang-tulang masih dibatasi fontanel dan sutura yang belum keras,
maka pinggir tulang dapat menyisip antara tulang satu dengan tulang yang
lain disebut moulage/molase, sehingga kepala bayi bertambah kecil.
Biasanya apabila kepala janin sudah lahir, maka bagian-bagian lain dari
janin akan dengan mudah menyusul. Plasenta juga harus melalui jalan
sehingga dapat juga dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin.
Namun, plasenta jarang menghambat proses persalinan pada kelahiran
normal.
Menurut Bobak (2005), sebab sebab pada janin meliputi kelainan
presentasi atau kelainan posisi, bayi besar dan jumlah bayi. Seperti yang
dijelaskan juga dalam Manuaba (2010), Adapun kelainan-kelainan bentuk
dan besar janin, seperti anensefalus, hidrosefalus, janin makrosomia,
kelainan pada letak kepala (presentasi puncak, presentasi muka, presentasi
dahi, kelainan posisi oksiput), kelainan letak janin (seperti letak sungsang,
letak lintang), presentasi rangkap (seperti kepala tangan, kepala kaki,
kepala tali pusat).
Setelah persalinan kepala, badan janin tidak akan mengalami
kesulitan. Pada beberapa kasus dengan anak yang besar pada ibu dengan
diabetes mellitus, terjadi kemungkinan kegagalan persalinan bahu.
Persalinan bahu yang berat cukup berbahaya karena dapat terjadi asfiksia.
Persendian leher yang masih lemah dapat merusak pusat-pusat vital janin
yang berakibat fatal.
Pada letak sungsang, dengan mekanisme persalinan kepala dapat
mengalami kesulitan karena persalinan kepala terbatas dengan waktu
sekitar 8 menit dan tulang dasar kepala tidak mempunyai mekanisme
molase, yang dapat memperkecil volume tanpa merusak jaringan otak.
Dengan demikian, persalinan kepala pada letak sungsang atau versi
ekstraksi letak lintang harus dipertimbangan agar tidak menimbulkan
morbiditas yang lebih tinggi.
Pada keadaan presentasi rangkap akibat volume janin yang melalui
jalan lahir makin besar, terjadi juga jepitan bagian kecil yang dapat
menimbulkan persoalan baru. Kedudukan rangkap yang paling berbahaya

21

adalah antara kepala dan tali pusat, sehingga makin turun kepala makin
terjepit tali pusat menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam
rahim.
4) Posisi Ibu
Menurut Bobak (2005), hubungan fungsional antara kontraksi uterus,
janin dan panggul ibu berubah akibat perubahan posisi ibu. Selain itu,
pengaturan posisi dapat memberi keuntungan atau kerugian mekanis
terhadap mekanisme persalinan dengan mengubah efek gravitasi dan
hubungan anatar bagian-bagian tubuh yang penting bagi kemajuan
persalinan.
Terhambatnya gerakan maternal atau pembatasan persalinan terhadap
posisi rekumben atau litotomi bisa mengganggu persalinan. Insiden
distosia meningkat, menyebabkan kebutuhan untuk melakukan augmentasi
persalinan, penggunaan forsep, ekstraksi vakum dan kelahiran sesaria
meningkat.
5) Respons Psikologis
Dalam hal ini, respon ibu terhadap persalinan yang berhubungan
dengan pengalaman, persiapan, budaya dan warisannya serta sistem
pendukung. Hormon yang dilepas sebagai respons terhadap stres dapat
menyebabkan distosia atau penyulit.
Sumber stres bervariasi pada setiap individu, tetapi nyeri dan tidak
adanya pendukung merupakan dua faktor yang mempengaruhi. Tirah
baring dan pembatasan gerak ibu menambah stres psikologis yang
berpotensi menambah stres fisiologis akibat imobilisasi pada wanita
bersalin yang tidak mendapat pengobatan. Apabila rasa cemas berlebihan,
hal ini dapat menghambat dilatasi serviks normal mengakibatkan partus
lama dan meningkatkan persepsi nyeri. Sebaliknya jika tidak ada
partisipasi dan ibu sangat pasif, maka akan mengakibatkan his menjadi
lemah sehingga proses persalinan menjadi terhambat, sehingga harus
diakhiri engan tindakan pembadahan (sectio cesarea).
Perasaan cemas juga menyebabkan kadar hormon yang berhubungan
dengan stres meningkat. Efek kadar hormon yang tinggi dalam
menghambat persalinan telah didokumentasi dngan baik dan dapat
dikaitkan dengan pola persalinan distosia (penyulit).

22

C. Kerangka Teori
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyulit persalinan :

Faktor Biologis

1. Usia Ibu
2. Paritas
3. Jarak Kelahiran

Pemeriksaan Kehamilan
(Antenatal Care)
Riwayat Penyakit
Riwayat Obstetrik

Kelainan-kelainan Pada
Tahap Persalinan

Penyulit
Persalinan

1. Power

a. His
b. Tenaga mengejan
2. Passage
3. Passangers
4. Posisi Ibu
5. Respons Psikologis

Sumber : Manuaba, 2010, Prawirohardjo, 2007, Rohani, 2011

Gambar 2.1
Kerangka Teori

D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibentuk konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan
menggenaralisasikan suatu pengertian. Oleh sebab itu, kerangka konsep tidak dapat
diukur dan diamati secara langsung (Notoatmojo, 2005).
Gambar 2.2
Kerangka Konsep
1.Variabel
Usia IbuDependen
2. Paritas
3. Riwayat Penyakit
4. His
5. Passage
6. Passanger

Variabel Independen
Penyulit Persalinan

23

E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan di
dalam perencanaan penelitian. Jadi, hipotesa di dalam suatu penelitian berarti jawaban
sementara penelitian, yang kebenarannya dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah
melalui pembuktian dari hasil penelitian, maka hipotesa ini dapat benar atau salah,
diteima atau ditolak ( Notoatmodjo, 2005).
Adapaun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan usia ibu dengan penyulit persalinan
2. Ada hubungan paritas ibu dengan penyulit persalinan
3. Ada hubungan riwayat penyakit dengan penyulit persalinan
4. Ada hubungan his dengan penyulit persalinan
5. Ada hubungan passage dengan penyulit persalinan
6. Ada hubungan passanger dengan penyulit persalinan

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan case control yang digunakan
untuk menentukan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Jenis penelitian
adalah retrospektif yang berusaha melihat kebelakang, artinya mengumpulkan data
dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi. Kemudian dari efek tersebut ditelusuri
penyebabnya atau variabel-variabel yang mempengaruhi akibat tersebut (Notoatmodjo,
2005). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adakah hubungan usia ibu, paritas,
antenatal care dan kelainan-kelainan pada tahap persalinan dengan penyulit persalinan di
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru.
B. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian, atau objek yang diteliti tersebut
(Notoatmodjo, 2010). Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang bersalin
di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru dari tahun 2012-2014.

24

C. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).

Besar sampel menurut

Arikunto, (2002) jika populasi kurang dari 100 orang maka sampel yang diambil
menggunakan tehnik total populasi. Sampel pada penelitian ini didapatkan ... responden
sesuai dengan kriteria inklusi.
1. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Pasien postpartum yang mengalami penyulit pada persalinan yang tercatat dalam
rekam medik.
2. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Rekam medik yang tidak menyajikan data-data yang diteliti
b. Rekam medik yang hilang atau tercecer
Karena besar populasi sudah diketahui sebelumnya, maka perhitungan besar
sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo,2005) sebagai
berikut:

Keterangan :
n
= Jumlah Sampel
P1
= Proporsi pemaparan pada kelompok kasus
P2
= Proporsi pemaparan pada kelompok control
Z
= Tingkat kemaknaan (untuk = 0,05 adalah 1,96)
Z
= Tingkat kuasa / kekuatan yang diinginkan (0,84)

D. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Februari Maret tahun 2015
E. Cara Pengambilan Data

25

Data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari Puskesmas Rawat Inap
Simpang Tiga Kota Pekanbaru tahun 2015, buku sumber yang terkait dengan judul
penelitian dan penelusuran serta pencatatan dari media elektronik atau internet.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data
(Notoatmodjo, 2010). Untuk mendapatkan data-data penelitian tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian abortus imminens di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin
Achmad Pekanbaru tahun 2015, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa
lembar checklist.

G. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian


Definisi operasional merupakan definisi yang membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti. Sedangkan variabel penelitian
merupakan ukuran yang dimliki dalam anggota dari kelompok berbeda (Notoatmodjo,
2010).
Tabel. 3.1
Definisi Operasional Dan Variabel Penelitian
No

Variabel

Definisi
Operasional

Cara Ukur Alat

Ukur

Hasil Ukur
Skala

Ukur

Variabel Independent
1.

Penyulit
Persalinan

suatu hal yang


berhubungan
langsung dengan
persalinan dan
menyebabkan
hambatan bagi
persalinan yang
lancar

3.

Usia Ibu

Lamanya
hidup
seseorang
sejak dia
dilahirkan

Mengambil data
kejadian penyulit
persalinan dari
buku register
yang mengalami
penyulit
persalinan

Lembar
checklist

Variabel Dependent
Mengambil data
Lembar
kejadian penyulit checklist
persalinan dari
buku register
dengan kategori
umur :
- Berisiko bila

1. Kasus =
penyulit
persalinan
2. Kontrol =
persalinan
normal
tanpa
penyulit

Nominal

Berisiko
Tidak

Ordinal

Berisiko

26

4.

Paritas

Jumlah
kelahiran bayi
hidup maupun
mati yang diisi
dalam catatan
rekam medik

5.

Riwayat
Penyakit

penyakit yang
pernah diderita
ibu yang
mempunyai
risiko terhadap
kehamilan dan
persalinan

3.

His

Kekuatan
kontraksi uterus
karena otot-otot
polos rahim
bekerja dengan
baik dan
sempurna.

4.

Passage

Jalan lahir
terdiri atas
panggul ibu,
yakni bagian
tulang yang

< 20- >35


tahun
- Tidak berisiko
bila 20-30
tahun
Mengambil data
kejadian penyulit
persalinan dari
buku register
dengan kategori :
- Primipara jika
melahirkan 1
orang anak
- Multipara jika
melahirkan 25 orang anak
- Grande
multipara jika
jumlah anak >
5 orang
Melihat status
pasien di rekam
medis

Lembar
checklist

Paritas
berisiko >3

Ordinal

Paritas tidak
beresiko
2-3

Lembar
checklist

1. Penyulit
2. Bukan
penyulit

Ordinal

Melihat status
pasien di rekam
medis

Lembar
checklist

1. His
normal
2. His
kurang
3. His
terlalu
kuat

Ordinal

Melihat status
pasien di rekam
medis

Lembar
checklist

Kategori
Ukuran
panggul ibu :
1. Panggul
normal

Ordinal

27

padat, dasar
panggul, vagina
dan introitus

5.

Passanger

Cara
Melihat status
penumpang
pasien di rekam
(passanger) atau medis
janin bergerak di
sepanjang jalan
lahir merupakan
akibat interaksi
beberapa faktor,
yaitu ukuran
kepala janin,
presentasi, letak,
sikap dan posisi
janin.

2. Panggul
sempit

Lembar
checklist

1. Letak
Ordinal
normal
2. Sungsang
3. Presentasi
ganda

H. Teknik Pengolahan Data


1. Pengolahan Data
Menurut Hastono, 2010 dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang
harus dilalui, yaitu :
a) Editing (Pengeditan Data)
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian check list apakah jawaban
yang ada sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.
b) Coding (Pengkodean Data)
Kegiatan merubah data dalam bentuk bilangan atau angka, untuk mempermudah pada
saat analisa data dan mempercepat pada saat entry data
c) Processing (Pemasukan Data)
Setelah semua isian check list terisi penuh dan benar, dan telah melewati pengkodean
langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis. Proses data
dilakukan dengan cara mengentry (memasukan data) dari daftar check list keprogram
computer.
d) Cleaning Data ( Pembersihan Data)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukan, perlu
dilakukan pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan dalam
pengkodean, ketidak lengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau
koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning).
G. Teknik Analisa Data
1. Analisis Univariat

28

Analisis Univariat adalah analisa yang dilakukan untuk mengetahui distribusi


frekuensi variabel dependen dan variabel independen dari hasil penelitian. Pada
umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap
variabel (Notoadmodjo, 2010).
Adapun variabel dependen pada penelitian ini adalah kejadian abortus imminens
dan variabel independen yang diteliti yaitu umur ibu, paritas, jarak kehamilan dan
pendidikan.
2. Analisis Bivariat
Menurut Notoatmodjo (2010) analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan
terhadap dua variabel yang diduga yang berhubungan atau berkorelasi. Analisa ini
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen yaitu abortus imminens
dan variabel independen yaitu umur ibu, paritas, jarak kehamilan dan pendidikan dengan
menggunakan uji statistik Chi-square dengan tingkat kemaknaan = 0.05, bila value
0,05 berarti ada hubungan yang bermakna diantara variabel tersebut, dan bila value >
0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna diantara variabel tersebut (Notoatmodjo,
2010) .

You might also like