You are on page 1of 30

PROPOSAL PENELITIAN

EVALUASI PANJANG RUNWAY BANDAR UDARA NUSAWIRU


KABUPATEN PANGANDARAN

Disusun Oleh :
Dadan Deri Gusmawan
H1D011004

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PURWOKERTO
2014

LEMBAR ASISTENSI

DAFTAR ISI
LEMBAR ASISTENSI......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................4
DAFTAR TABEL..............................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................6
1.1

Latar Belakang...................................................................................................6

1.2

Rumusan Masalah..............................................................................................9

1.3

Tujuan Penelitian................................................................................................9

1.4

Manfaat Penelitian..............................................................................................9

1.5

Batasan Masalah...............................................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................11


2.1

Bandara (Bandar Udara)...................................................................................11

2.2

Runway.............................................................................................................14

2.3

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Panjang Runway.....................................18

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................................24


3.1

Lokasi Penelitian...............................................................................................24

3.2

Studi Literatur dan Studi Pendahuluan..............................................................25

3.3

Teknik Penggumpulan Data..............................................................................25

3.4

Analisi Data......................................................................................................27

3.5

Pembahasan......................................................................................................28

3.6

Kesimpulan dan Saran......................................................................................28

3.7

Bagan Alir Penelitian (Flow Chart)..................................................................29

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................30

DAFTAR GAMBA

Gambar 1 Runway Tunggal....................................................................................15


Gambar 2 Runway Paralel......................................................................................16
Gambar 3 Runway Berpotongan............................................................................17
Gambar 4 Runway V Terbuka................................................................................17
Gambar 5 Lokasi Bandara Nusawiru.....................................................................24
Gambar 6 Tampak Atas Bandara Nusawiru...........................................................24
Gambar 7 Bagan Alir (Flow Chart) Penelitian......................................................30

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kriteria Klasifikasi Bandar Udara.............................................................12

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan gugusan pulau-pulau yang membentang
dari ujung barat hingga ujung timur wilayahnya. Hal tersebut menyebabkan
wilayah Indonesia memiliki topografi yang sangat beragam. Indonesia juga
termasuk sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk lima besar
terbanyak di dunia. Indonesia berada di peringkat ke-4 dengan jumlah
penduduk mencapai 253,60 juta jiwa (Detik.com, 2014). Kegiatan
pembangunan dan pertambahan penduduk serta keadaan topografi Indonesia
yang beragam mengakibatkan peningkatan akan kebutuhan termasuk
diantaranya kebutuhan transportasi. Oleh karena itu untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, pemerintah mengembangkan tiga sistem transportasi.
Salah satu transportasi yang sedang dikembangkan oleh pemerintah
adalah transportasi udara, selain transportasi darat dan laut. Transportasi udara
tentunya membutuhkan dukungan dari sarana dan prasarananya agar dapat
berjalan dengan baik. Salah satu prasarana transportasi udara adalah bandar
udara. Bandar udara adalah daerah atau tempat dimana pesawat lepas landas
atau mendarat. Bandar udara menjadi titik temu antara fasilitas transportasi
udara dengan transportasi darat. Dalam sejarahnya awal mula bandara
merupakan area lapangan rumput yang bisa didarati pesawat perintis atau
pesawat kecil dan mendarat menurut arah angin (Ade Anung, 2013).
Bandara merupakan salah satu infrastruktur yang wajib dimiliki oleh
setiap negara dan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dimana dalam

aktivitasnya di dalam bandara terjadi keluar masuknya barang dan orang yang
tentunya terjadi aktivitas ekonomi (Ade Anung, 2013).
Dari waktu ke waktu pengguna jasa transportasi udara semakin
meningkat, menunjukkan bahwa sektor transportasi udara nantinya akan
menjadi salah satu penghubung yang efektif bagi masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan mobilitasnya dari satu tempat ke tempat lain.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunjukkan, pada
2009 jumlah penumpang domestik sebesar 43.808.033 penumpang atau
meningkat 17,12% dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan juga terlihat
pada penumpang jalur internasional sebesar 21,98% atau sebesar 5.004.056
penumpang. Angka itu kemudian meningkat pada 2010 dengan 51.775.656
penumpang domestik dan 6.614.133 penumpang internasional atau masingmasing naik sebesar 18,19% dan 32,19%. Peningkatan berlanjut pada 2011.
Saat itu jumlah penumpang udara sebesar 60.039.292 untuk penumpang
domestik dan 8.152.133 untuk internasional. Peningkatan juga terjadi pada
muatan kargo melalui bandara. Sedangkan pada 2012 (periode Januari
November), jumlah penumpang sebanyak 49,7 juta orang atau naik 5,61%
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 47,0 juta orang
(Kemenhub, 2012).
Perkembangan jumlah penumpang berimbas pada jumlah lalu lintas di
bandara yang semakin meningkat. Hal tersebut juga berdampak pada
kebutuhan pesawat yang memiliki kapasitas yang besar agar dapat
mengangkut penumpang. Sedangkan pesawat yang memiliki kapasitas angkut
yang besar membutuhkan runway yang panjang. Runway adalah suatu daerah

persegi panjang yang ditentukan pada bandar udara di daratan atau perairan
yang dipergunakan untuk pendaratan dan lepas landas pesawat terbang
(Wikipedia, 2014). Elemen dasar runway meliputi perkerasan yang secara
struktural cukup untuk mendukung beban pesawat yang dilayaninya serta
dapat dengan aman dan nyaman dilalui oleh pesawat terbang. Sehingga perlu
dilakukan sebuah studi evaluasi terhadap bandara-bandara yang ada
khususnya Bandara Nusawiru Kabupaten Pangandaran untuk mengetahui
tingkat pelayanan runway yang diberikan sehingga terciptanya penerbangan
yang selamat, aman dan nyaman.
Di Kabupaten Pangandaran sendiri telah dibangun sebuah bandara
setingkat di atas bandara perintis dengan luas 50 Ha yaitu Bandara Nusawiru.
Area bandara dirancang untuk penerbangan komersil dan tempat latihan
sekolah penerbang. Kini, Bandara Nusawiru baru bisa menampung pesawatpesawat berbadan kecil, seperti jenis CN 235 dan Foker 27 yang
berpenumpang hingga 40 orang. Saat ini, Nusawiru dipakai pesawat-pesawat
milik Susi Air yang melayani rute Jakarta-Nusawiru dengan lama terbang
selama 1 jam. Bandara Nusawiru dibangun dan diresmikan pemerintah
provinsi Jawa Barat pada 1996. Pengelolanya berasal dari Dinas Perhubungan
Udara Jawa Barat. Tujuan pembangunan Nusawiru adalah untuk menunjang
pariwisata (Siswadi, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan
masalah yang timbul adalah:

a. berapakah nilai faktor koreksi lingkungan yang mempengaruhi panjang


runway Bandara Nusawiru?
b. berapakah kebutuhan panjang runway yang dapat melayani pesawat yang
sudah beroperasi?
c. berapakah kebutuhan panjang runway yang dapat melayani pesawat
rencana?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:
a. menghitung nilai faktor koreksi lingkungan yang mempengaruhi panjang
runway Bandara Nusawiru,
b. menghitung kebutuhan panjang runway di Bandara Nusawiru dengan
menggunakan pesawat terbesar yang sudah beroperasi, dan
c. menghitung kebutuhan panjang runway di Bandara Nusawiru dengan
menggunakan pesawat rencana terbesar.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah:
a. dapat dipergunakan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan,
wawasan dan pengalaman sebagai penerapan teori-teori yang didapat di
bangku perkuliahan,
b. sebagai pengembangan ilmu dan informasi di bidang Teknik Sipil
khususnya bagi mahasiswa teknik sipil Universitas Jenderal Soedirman
dan masyarakat luas pada umumnya, dan
c. dapat memberikan masukan kepada pengelola bandara maupun pemerintah
daerah setempat.

1.5 Batasan Masalah


Untuk meningkatkan tingkat pelayanan operasional suatu bandara maka
harus dimulai dari fasilitas-fasilitas yang terdapat pada bandara itu sendiri.
Fasilitas-fasilitas tersebut meliputi fasilitas sisi udara dan sisi darat. Fasilitas
sisi darat meliputi gedung terminal, tempat parkir pengunjung bandara, dan
tempat tunggu penumpang pesawat. Sedangkan fasilitas sisi udara yaitu
apron, runway, taxiway, dan alat bantu navigasi (air traffic control).
Pada penelitian ini untuk membatasi ruang lingkup penelitian, maka
dilakukan batasan-batasan sebagai berikut:
a. bandar udara yang dianalisis adalah Bandar Udara Nusawiru Kabupaten
Pangandaran, dan
b. penelitian dikhususkan pada analisis panjang runway bandara.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bandara (Bandar Udara)


Bandar Udara adalah daerah atau tempat dimana pesawat lepas landas
atau mendarat. Bandar udara menjadi titik temu antara fasilitas transportasi
udara dengan transportasi darat. Dalam sejarahnya awal mula bandara
merupakan area lapangan rumput yang bisa di darati pesawat perintis atau
pesawat kecil dan mendarat menurut arah angin. (Ade Anung, 2013)
Klasifikasi bandar udara terdiri atas beberapa kelas bandar udara yang
ditetapkan berdasarkan kapasitas pelayanan dan kegiatan operasional bandar
udara. Kapasitas pelayanan merupakan kemampuan bandar udara untuk
melayani jenis pesawat udara terbesar dan jumlah penumpang/barang yang
meliputi:
a. kode angka (code number) yaitu perhitungan panjang landasan pacu
berdasarkan referensi pesawat aeroplane reference field length (ARFL),
dan
b. kode huruf (code letter) yaitu perhitungan sesuai lebar sayap dan
lebar/jarak roda terluar pesawat. (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara,
2007).
Pengklasifikasian bandar udara dapat dilihat dengan jelas pada tabel 1.

Tabel 1 Kriteria Klasifikasi Bandar Udara


Kode
Angka
(Code
Number
)
1
2
3
4

Panjang Landasan
Pacu Berdasarkan
ARFL
ARFL < 800 m
800 m ARFL <
1200 m
1200 m ARFL <
1800 m
1800 m ARFL

Kode Huruf
(Code Letter)

Bentang
Sayap (Wing
Span)

Jarak Roda
Utama Terluar
(OMG)

WS < 15 m
15 m WS

OMG < 4,5 m


4,5 m OMG

< 24 m
24 m WS

<6m
6 m OMG <

< 36 m
36 m WS

9m
9 m OMG <

< 52 m
52 m WS

14 m
9 m OMG <

< 56 m
56 m WS

14 m
14 m OMG

B
C
D
E
F

< 80 m
< 16 m
(sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2007)
Peran bandar udara pada saat sekarang semakin penting bagi
perkembangan transportasi udara. Menurut Undang Undang No. 1 Tentang
Penerbangan dan PM.69 Tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan
Nasional, bandar udara memiliki peran sebagai berikut:
a. simpul dalam jaringan transportasi udara yang digambarkan sebagai titik
lokasi bandar udara yang menjadi pertemuan beberapa jaringan dan rute
penerbangan sesuai hierarki bandar udara;
b. pintu gerbang kegiatan perekonomian

dalam

upaya

pemerataan

pembangunan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta keselarasan


pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang digambarkan
sebagai lokasi dan wilayah di sekitar bandar udara yang menjadi pintu
masuk dan keluar kegiatan perekonomian;

c. tempat kegiatan alih moda transportasi, dalam bentuk interkoneksi antar


moda pada simpul transportasi guna memenuhi tuntutan peningkatan
kualitas pelayanan yang terpadu dan berkesinambungan yang digambarkan
sebagai tempat perpindahan moda transportasi udara ke moda transportasi
lain atau sebaliknya;
d. pendorong dan penunjang kegiatan industri, perdagangan dan/atau
pariwisata dalam menggerakan dinamika pembangunan nasional, serta
keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya, digambarkan sebagai
lokasi bandar udara yang memudahkan transportasi udara pada wilayah di
sekitamya;
e. pembuka isolasi daerah, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang
dapat membuka daerah terisolir karena kondisi geografis dan/atau karena
sulitnya moda transportasi lain;
f. pengembangan daerah perbatasan, digambarkan dengan lokasi bandar
udara yang memperhatikan tingkat prioritas pengembangan daerah
perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia di kepulauan dan/atau di
daratan;
g. penanganan bencana, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang
memperhatikan kemudahan transportasi udara untuk penanganan bencana
alam pada wilayah sekitarnya; dan
h. prasarana memperkokoh Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara,
digambarkan dengan titik-titik lokasi bandar udara yang dihubungkan
dengan jaringan dan rute penerbangan yang mempersatukan wilayah dan
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.2 Runway
Runway adalah suatu daerah persegi panjang yang ditentukan pada
bandar udara di daratan atau perairan yang dipergunakan untuk pendaratan
dan lepas landas pesawat terbang (Wikipedia, 2014). Menurut Susetyo
(2012), Jumlah runway sangat tergantung pada volume lalu lintas, dan
orientasi runway yang tergantung pada arah angin dominan. Runway juga
sangat dipengaruhi oleh penghubungnya, yaitu exit taxiway dan taxiway. Oleh
karena itu, dalam bukunya, Horonjeff dan McKelvey (1994) menyatakan
sistem yang terbentuk dari runway dan exit taxiway diatur sedemikian rupa
sehingga :
a. memberikan keterlambatan dan gangguan sekecil mungkin dalam operasi
pendaratan dan lepas landas,
b. memberikan jarak taxiway yang sependek mungkin dari daerah terminal
menuju ujung runway, dan
c. memberikan jumlah exit taxiway yang cukup sehingga pesawat yang
mendarat dapat meninggalkan runway secepat mungkin.
Penerapan konfigurasi runway pada bandara-bandara di dunia sangat
banyak macamnya. Hal ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. perbedaan kapasitas maksimum,
b. perbedaan arah dan kecepatan angin,
c. kompleksitas pengendalian lalu-lintas udara, dan
d. kelengkapan alat bantu navigasi.
Macam-macam konfigurasi yang dipakai bandara di dunia umumnya
mengacu pada beberapa bentuk dasar yaitu sebagai berikut.
a. Runway Tunggal
Konfigurasi landas pacu ini merupakan jenis paling sederhana, sebagian
besar lapangan terbang di Indonesia adalah landasan tunggal. Kapasitas
landasan pacu tunggal dalam kondisi Visual Flight Rule (VFR) antara 45-100
gerakan tiap jam, sedangkan dalam kondisi IFR (Instrument Flight Rule)

kapasitasnya berkurang menjadi 40-50 gerakan tergantung kepada komposisi


campuran pesawat dan tersedianya alat bantu navigasi (Sudarman, 2012).

b. Runway Pararel
Menurut Sudarman (2012), konfigurasi landas pacu ini memungkinkan
Gambar 1 Runway Tunggal
peningkatan kapasitas, semakin banyak jumlah landasan pacu semakin besar
kapasitas bandar udara yang bersangkutan. Kapasitas landasan sejajar
terutama tergantung kepada jumlah landasan dan pemisahan antara dua
landasan. Pemisahan landasan dibagi menjadi tiga:
1) berdekatan (close) mempunyai jarak sumbu ke sumbu 213 m (untuk
lapangan terbang pesawat transport), minimum 1067 dalam kondisi
IFR,
2) landasan sejajar menengah (intermediate) dipisahkan dengan jarak
107 m 1524 m, dan
3) landasan sejajar jauh (far) dipisahkan dengan jarak 1310 m atau
lebih.

Gambar 2 Runway Paralel


c. Runway Berpotongan
Konfigurasi landas pacu ini terdiri dari dua atau lebih landas pacu yang
berbeda arah satu dari yang lainnya. Hal ini didasarkan atas kebutuhan untuk
mengatasi arah angin yang bertiup lebih dari satu arah dan berdampak pada
angin samping (cross winds) yang kuat jika menghandalkan satu (Sudarman,
2012).

Gambar 3 Runway Berpotongan


d. Runway V terbuka

Konfigurasi landas pacu ini memberi manfaat hampir sama dengan jenis
intersecting runway. Jika tiupan angin tidak terlalu kuat, kedua landas pacu
dapat digunakan bersama-sama (Sudarman, 2012).

Gambar 4 Runway V Terbuka

2.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Panjang Runway


Panjang landas pacu/runway sebuah bandar udara ditentukan oleh
berbagai faktor, baik itu faktor internal ataupun eksternal. Berikut adalah
penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi panjang runway suatu
bandara.
a. Jenis Pesawat Rencana
Setiap jenis pesawat mempunyai karakteristik dan kinerja yang spesifik
sesuai dengan kriteria desain pada pasawat tersebut. Selain itu, berat pesawat
juga mempunyai mempunyai pengaruh terhadap kebutuhan panjang landasan
pacu untuk tinggal landas (take-off) maupun pendaratan (landing). Karena itu
karakteristik dan kinerja pesawat udara menjadi dasar utama dalam penentuan
kebutuhan panjang ladas pacu bandar udara (Akbar,2014). Menurut Wibowo,
(2014)

berdasarkan

tenaga

penggeraknya

pesawat

terbang

dapat

dikelompokkan menjadi:
1) Piston Engine yaitu pesawat terbang yang digerakkan oleh baling-baling
yang beradaya mesin bolak-balik dan bensin sebagai bahan bakarnya.
Kebanyakan dipakai oleh pesawat penerbangan umum yang kecil;
2) Turboprop yaitu jenis pesawat yang digerakkan oleh baling-baling dan
berdaya mesin turbin;
3) Turbojet yaitu pesawat terbang yang tidak menggunakan baling-baling
sebagai pendorong, tetapi mendapatkan gaya dorong langsung dari mesin
turbin. Pesawat terbang jet lama seperti Comet 707 dan DC-8 dahulu
digerakkan oleh mesin turbojet, tetapi karena alasan ekonomi kemudian
diganti dengan mesin turbofan; dan
4) Turbofan yaitu jenis pesawat turbojet yang ditambah kipas angin pada
bagian depan atau belakang mesin turbojet.
b. Kondisi Lingkungan Sekitar

Menurut Sri (2006), kondisi lingkungan sekitar untuk lapangan terbang


lebih menuntut keterbukaan alam sekitarnya. Ini berkaitan dengan manuver
pesawat berbadan besar untuk mengambil ancang-ancang melakukan landing
(pendaratan) dan take off ( tinggal landas).
c. Suhu Udara
Suhu udara di permukaan landasan pacu suatu bandar udara berpengaruh
terhadap kebutuhan panjang landas pacu. Berdasarkan standar ISA
(International Standard Atmospheric Conditions), suhu standar yang
ditetapkan untuk perhitungan panjang landas pacu adalah sebesar 15C
(27F). Artinya, kinerja dan karakteristik kebutuhan panjang dasar untuk
masing-masing jenis pesawat udara ditetapkan pada suhu tersebut. Panjang
dasar kebutuhan panjang untuk masing-masing jenis pesawat udara disebut
sebagai ARFL (Aeroplane Reference Field of Length). Adapun faktor koreksi
terhadap suhu yang terjadi pada sebuah bandar udara adalah bahwa setiap
perbedaan 1C panjang landas pacu ditambah sebanyak 0,50 1,00 % dari
kebutuhan panjang landasan pacu untuk take-off (Akbar, 2014).
Sedangkan menurut Hidayat (2014), untuk setiap kenaikan 1000 m dari
permukaan laut temperatur akan turun 6,5oC. Dengan dasar ini ICAO
menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus :
Ft = 1 + 0,01 [T (15 0,0065 x h)]..........(persamaan 1)
Dimana
Ft : Faktor koreksi suhu
T : Suhu di bandara (oC)
h : Elevasi bandara
d. Keadaan Angin
Menurut Akbar (2014), untuk keperluan perencanaan, faktor angin baik
itu berupa angin haluan (head-wind) ataupun angin buritan (tail-wind) perlu
dipertimbangkan. Dalam perhitungan kebutuhan panjang landas pacu,

keadaan angin pada umumnya diasumsikan dalam kondisi calm sehingga


diabaikan.
e. Kemiringan Memanjang (Longitudinal Slope)
Faktor kemiringan memanjang landas pacu akan mempengaruhi
kebutuhan panjang landas pacu cukup dominan dibandingkan dengan landas
pacu horisontal atau rata. Kemiringan 1% akan menyebabkan kebutuhan
panjang landas pacu bertambah sekitar 5% tergantung dari jenis pesawat
yang beroperasi (Akbar, 2014).
Menurut Hidayat (2014), faktor koreksi kemiringan runway dapat
dihitung dengan persamaan berikut:
Fs = 1 + ( 0,1 x S )..............(persamaan 2)
Dimana
Fs : Faktor koreksi kemiringan
S : Kemiringan runway (%)

f. Permukaan Landas Pacu


Struktur permukaan landas pacu disyaratkan sedemikian rupa sehingga
efek gesekan roda pesawat tidak banyak berpengaruh terhadap kebutuhan
panjang landas pacu (Akbar, 2014). Menurut Hidayat (2014), untuk kondisi
permukaan runway hal yang sangat dihindari adalah genangan tipis air
(standing water) karena membahayakan operasi pesawat. Genangan air
mengakibatkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat yang
membuat daya pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi
adalah terhadap kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas. Menurut
hasil penelitian NASA dan FAA tinggi maksimum genangan air adalah 1,27
cm. Oleh karena itu drainase Bandara harus baik untuk membuang air
permukaan secepat mungkin. Jadi panjang runway minimum dengan metoda
ARFL dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
PL
ARFL=
..( persamaan 3)
Fe Ft Fs
Dimana PL: Panjang runway aktual
Ft : Faktor koreksi temperatur
Fe : Faktor koreksi elevasi
Fs : Faktor koreksi kemiringan
g. Elevasi Permukaan Landas Pacu
Elevasi atau ketinggian permukaan landas pacu di atas permukaan air
laut rata-rata (Mean Sea Level MSL) akan berpengaruh langsung terhadap
kebutuhan panjang landas pacu. Semakin tinggi permukaan landas pacu,
maka semakin besar kebutuhan panjang landasan pacu. Dalam perencanaan
bandar udara pada umumnya dipergunakan ketinggian fisik terhadap MSL
(Akbar, 2014).

Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO) bahwa


panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 meter (1000 ft)
dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut.
Maka rumusnya adalah:
Fe = 1 + 0,07 (h / 300).............(persamaan 4)
Dimana Fe : Faktor koreksi elevasi
h : Elevasi di atas permukaan laut ( m )
h. Aeroplane Reference Field Length (ARFL)
Menurut Sri (2006), dalam perhitungan panjang landasan, dipakai suatu
standar yang disebut ARFL (Aeroplane Reference Field Length). Menurut
ICAO (International Civil Aviation Organization) yang merupakan organisasi
internasional paling penting yang berhubungan dengan pembangunan
lapangan terbang, ARFL adalah landasan minimum yang dibutuhkan untuk
lepas landas, pada berat maksimum saat lepas landas yang diijinkan, elevasi
muka laut, kondisi standar atmosfer, keadaan tanpa angin bertiup, dan
landasan tanpa kemiringan (kemiringan = 0).
ARFL dimiliki setiap pesawat dan berlainan sesuai pabrik pembuat
pesawat yang mengeluarkan. Dapat kita lihat bahwa perbedaan di dalam
kebutuhan panjang landasan banyak disebabkan oleh faktor-faktor lokal yang
mempengaruhi kemampuan pesawat. Panjang landasan yang dibutuhkan oleh
pesawat sesuai dengan kemampuannya menurut perhitungan pabrik itulah
yang disebut dengan ARFL. Karena itu bila ada suatu landasan dipertanyakan
terhadap kemampuan pesawat yang akan mendarat di landasan tersebut harus
dikonversikan ke ARFL.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Bandar Udara Nusawiru terletak di Kecamatan Cijulang, Kabupaten
Pangandaran Jawa Barat. Tepatnya berada pada koordinat: 743'11"S dan
10829'20"E. Lokasi Bandara Nusawiru dapat dilihat pada gambar.

Gambar 5 Lokasi Bandara Nusawiru

Gambar 6 Tampak Atas Bandara Nusawiru

3.2 Studi Literatur dan Studi Pendahuluan


Dalam memulai suatu penelitian maka studi literatur dan studi
pendahuluan sangat diperlukan guna mendukung penelitian tersebut. Studi
literatur diperlukan sebagai referensi untuk membantu dalam mencapai tujuan
penulisan. Studi literatur yang penulis lakukan adalah dengan mencari
referensi di internet serta mencari buku-buku atau penelitian serupa yang
terdapat di perpustakaan. Selain studi literatur, penulis juga melakukan studi
pendahuluan. Studi pendahuluan ini dilakukan untuk melihat kondisi secara
langsung terhadap kebutuhan landasan pacu (runway) Bandar Udara
Nusawiru Kabupaten Pangandaran.

3.3 Teknik Penggumpulan Data


Pada penyusunan proposal penelitian ini terdapat dua jenis data, yaitu
data primer dan data sekunder. Data diperoleh dari berbagai sumber yang
akan dijelaskan pada uraian di bawah ini.
a. Data Primer
1) Pengamatan langsung (Observasi), yaitu melakukan pengamatan
langsung di lapangan mengenai keadaan eksisting dari Bandara
Nusawiru Kabupaten Pangandaran.
2) Wawancara (Interview), yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan
semua pihak yang mempunyai wewenang atau yang berkaitan dengan
pengelolaan Bandara Nusawiru Kabupaten Pangandaran.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara


Kabupaten Pangandaran dan pihak maskapai penerbangan yang beroperasi di
Bandara Nusawiru Kabupaten Pangandaran. Data-data yang diperlukan
adalah sebagai berikut.
1) Kelas Bandara
Kelas Bandara Nusawiru sangat pening untuk mengetahui dan
menganalisis kebutuhan panjang runway yang harus harus dipenuhi
ketika menggunakan pesawat eksisting atau menggunakan pesawat
rencana.
2) Layout Bandar Udara Nusawiru
Layout bandar udara meliputi landasan pacu (runway) serta luas dan
panjangnya.
3) Jumlah Penumpang
Data jumlah penumpang dapat mencakup sekurang-kurangnya tiga
tahun ke belakang.
4) Jumlah Pesawat Terbang
Data jumlah pesawat terbang sangat dibutuhkan untuk mengetahui
kapasitas dan kebutuhan landasan pacu (runway) dalam melayani
pesawat terbang yang telah ada di Bandara Nusawiru Kabupaten
Pangandaran.

5) Jenis Pesawat dan Rute Penerbangan


Data jenis dan rute penerbangan yang dilayani oleh Bandara Nusawiru
Kabupaten Pangandaran.
6) Kondisi Lingkungan Bandar Udara Nusawiru
Data kondisi lingkungan lapangan terbang
temperatur/suhu,

angin

permukaan,

kemiringan

yaitu

meliputi

landasan

pacu

(runway), ketinggian bandara dari muka air laut dan kondisi permukaan
landasan.
7) Spesifikasi Komponen Tinjauan
Spesifikasi komponen tinjauan yaitu landasan pacu (runway) Bandara
Nusawiru Kabupaten Pangandaran.

3.4 Analisi Data


Data primer dan sekunder yang telah diperoleh akan diolah untuk
perencanaan landasan pacu (runway) dan desain landasan pacu (runway).
Pada perencanaan metode ARFL (Aeroplane Reference Field Lenght) yang
digunakan sebagai data kebutuhan landasan pacu (runway) dalam keadaan
ideal adalah tergantung pada jenis pesawat rencana yang digunakan. Adapun
tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:
a. Menghitung faktor koreksi terhadap ketinggian (Fe) bahwa panjang
runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 meter (1000 ft)
dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut. Dapat dihitung
menggunakan (persamaan 4).
Fe = 1 + 0,07 (h / 300).............(persamaan 4)
b. Menghitung faktor koreksi terhadap temperatur/suhu (Ft) bahwa setiap
perbedaan 1C panjang landas pacu ditambah sebanyak 0,50 1,00 %
dari kebutuhan panjang landasan pacu untuk take-off. Dapat dihitung
menggunakan (persamaan 1).

Ft = 1 + 0,01 [T (15 0,0065 x h)]..........(persamaan 1)


c. Menghitung koreksi terhadap kemiringan landasan pacu (runway). Dapat
dihitung menggunakan (persamaan 2).
Fs = 1 + ( 0,1 x S )..............(persamaan 2)
d. Setelah melakukan perhitungan terhadap faktor-faktor koreksi di atas,
kemudian menghitung panjang landasan pacu (runway) menggunakan
(persamaan 3).
ARFL=

PL
..( persamaan 3)
Fe Ft Fs

3.5 Pembahasan
Setelah melakukan pengumpulan data dan analisis data, maka tahapan
selanjutnya adalah pembahasan. Dalam sub bab pembahasan ini akan
dilakukan pengkajian mengenai kebutuhan panjang runway Bandara
Nusawiru

Kabupaten

Pangandaran
Mulai
menggunakan metode analitis (ARFL).

setelah

dilakukan

perhitungan

Studi Literatur dan Studi Pendahuluan

3.6 Kesimpulan dan Saran


Pengumpulan
Primer dan
Setelah
dilakukanData
pengolahan
danSekunder
analisa data, maka akan ditarik suatu

kesimpulan yang menjawab tujuan dari penulisan tugas ini. Dasar penarikan
Input Data

kesimpulannya adalah sebagai berikut. Runway bandara dapat dikatakan


Datatelah ada lebih besar atau sama dengan
aman jika panjang Analisis
runway yang

panjang runway hasil analisis. Selain itu, diperlukan juga saran dari para ahli
untukEksisting
perbaikan
iniRencana
demi kepentingan
bersama. Pesawat Rencana Terbesar
Kondisi penulisan
Landasantugas
Pacu
untuk Melayani
Kondisi
3.7 Bagan Alir Penelitian (Flow Chart)
Berikut adalah tahapan (Flow Chart) penelitian yang dilakukan :
Hasil Penelitian
Kesimpulan dan Saran
Selesai

DAFTAR PUSTAKA

Undang Undang No. 1 Tentang Penerbangan dan PM.69 Tahun 2013 tentang
Tatanan Kebandarudaraan Nasional
Hidayat, Dede Rahmat. 2014. Analisi dan Perencanaan Runway dan Alat Bantu
Pendaratan Bandar Udara Nusawiru Kabupaten Pangandaran. Nomor - :
2.
Wiyanti, Sri Dwi. 2006. Pengaruh Lingkungan Lapangan Terbang pada
Perencanaan Panjang Landasan dengan Standar ARFL. Teodolita.
Nomor1: 40-45.
Susetyo, Arief. 2012. Studi dan Perencanaan Penambahan Runway di Bandar
Udara Internasional Juanda Surabaya, Skripsi, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Wibowo, Saputro. 2014. Evaluasi Panjang Runway Bandara Tunggul Wulung
Cilacap, Jawa Tengah., Skripsi, Fakultas Sains dan Teknik Universitas
Jenderal Soedirman.
Koran Sindo. Pentingnya Pengembangan Bandara. 18 September 2014.
http://www.koran-sindo.com/node/301266 .
Siswadi, Anwar. Bandara Nusawiru Dikembangkan Untuk Pesawat
Boeing.
21
November
2014.
http://www.tempo.co/read/news/2013/03/25/058469199/
BandaraNusawiru-Dikembangkan-Untuk-Pesawat-Boeing .

Gambar 7 Bagan Alir (Flow Chart) Penelitian

You might also like