You are on page 1of 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemampuan
untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat agar dapat membantu mahasiswa
untuk memahami materi-materi tentang Pendidikan Kewarganegaraan khususnya tentang
Nasionalisme.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini harus dikembangkan lebih lanjut, untuk segala
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk
penyempurnaan makalah ini lebih lanjut.
Akhir kata, semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi gerbang
awal dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang Pancasila.

Medan,

Agustus 2014

Kelompok I

DAFTAR ISI

Halaman

KATAPENGANTAR ...........................................................................i
DAFTAR ISI ....................................................................................ii
BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

A Latar Belakang...........................................................1
B Tujuan Pembahasan ...................................................2
C Rumusan Masalah.......................................................2
TINJAUAN TEORITIS

A Pendidikan Kewarganegaraan....................................3
B Pengertian Nasionalisme............................................4
C Bentuk dan Jenis dari Nasionalisme............................6
D Karakteristik Nasionalisme di Indonesia.....................9
E Prinsip Nasionalisme Indonesia................................13
BAB III PEMBAHASAN
A. Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia................3
B. Sejarah Lahirnya Nasionalisme...................................4
C. Peranan Nasionalisme di Indonesia............................6
D. Pengaruh Globalisasi Terhadap Nasionalisme.............9
E. Nasionalisme Indonesia Dewasa Ini..........................13
F. Upaya Meningkatkan Nasionalisme di Indonesia......13
G. Memperkuat Nasionalisme di Indonesia 13
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan dan Saran.................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakekatnya pendidikan kewarganegaraan sangat diperlukan dan memiliki nilai
kedudukan yang sangat strategis bagi nation and character building dalam arti seluasluasnya.Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan telah disadari bangsa yang tercermin dalam
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang system pendidikan Nasional. Pasal 39 ayat (2) ini
mengamatkan bahwa isi kurikulum setiap jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan
pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan.Namun dalam implementasinya
masih terdapat berbagai kelemahan.Khususnya di tingkat Perguruan Tinggi dimana Pendidikan
Kewarganegaraan lebih difokuskan kepada pendidikan kewiraan.Hasil analisis terhadap
perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia ketika itu menunjukkan adanya
kelemahan-kelemahan yang mendasar pada tingkat paradigma, sehingga mengakibatkan
ketidakjelasan, baik dalam tatanan konseptual maupun dalam tatanan praktis. Kelemahankelemahan tersebut paling tidak, terdiri atas empat kelemahan pokok, yaitu:
1. Kelemahan dalam konseptualisme pendidikan kewarganegaraan
2. Penekanan yang sangat berlebihan pada proses pendidikan moral behaviorisitik,
terperangkap pada proses penanaman nilai yang cenderung indroktinatif
3. Ketidakkonsistenan berbagai dimensi tujuan pendidikan kewarganegaraan ke dalam
kurikulum pedidikan kewarganegaraan
4. Keterisolasian proses pembelajaran dari konteks disiplin keilmuan dan lingkungan social
budaya.
Setelah reformasi UU No. 2/1989 diganti dengan UU No. 20/2003.Pasal 37 ayat (2)
menyebutkan kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan agama, pancasila dan
bahasa. Amanat UU ini lebih di tegaskan melalui keputusan Dirjen Dikti No. 43 Tahun 2006
yang mengharuskan pendidikan Indonesia mencantumkan pendidikan agama, kewarganegaraan
dan bahasa Indonesia dalam mata kuliahnya.
Pada Undang Undang dan keputusan Dirjen Dikti pendidikan kewarganegaraan di era
reformasi mengarah pada pendidikan yang dapat menghilangkan masalah social diantaranya
hancurnya nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat memudarnya kehidupan kewarganegaraan
dan nilai-nilai komunitas serta melemahnya atau memudarnya nilai dalam keluarga terutama
dalam kejujuran.
Menyadari kelemahan-kelemahan dalam pendidikan kewarganegaraan maka perlu
pengembangan yang dilandasi konsepsi secara ilmiah dengan menggunakan pendekatan holistic,
memiliki sandaran filosofi ilmiah yang kokoh, memiliki konsistensi antara tujuan idealnya
dengan struktur program kulikulernya yang mengacu pada misi fungsi pembentukan kepribadian
warga Negara yang mantap dan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia dalam Perjuangan Fisik merebut,
mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan telah mengalami pasang surut sesuai dengan
dinamika kehidupan bermasyarkat, berbangsa, dan bernegara.Semangat perjuangan bangsa telh

mengalami penurunan pada titik yang kritis. Hal ini disebabkan antara lain oleh pengaruh
globalisasi.
Globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatan
internasional, negar-negara maju yang ikut mengatur peraturan perpolitikan, perekonomian,
social budaya serta pertahanan, dan keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai
konflik kepentingan, baik antara Negara maju dan Negara berkembang antara Negara
berkembang dan lembaga internasional, maupun antarnegara berkembang, hak asasi manusia,
dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional.
Globalisasi yang juga ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi dan transportasi, membuat dunia menjadi
transparan seolah-olah menjadi sebuah kampung tanpa mengenal batas Negara. Kondisi ini
menciptakan struktur baru, yaitu strktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa , dan bernegara di Indonesia, serta akan mempengaruhi
pola pikir, sikap, dan tindakan masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, kondisi tersebut akan
mempengaruhi kondisi mental spiritual bangsa Indonesia.
Semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan
kekuatan yang luar biasa dalam masa Perjuangan Fisik. Sedangkan dalam menghadapi
globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan, kita memerlukan Perjuangan
Non Fisik sesuai dengan bidang profesi masing-masing. Perjuangan ini dilandasi oleh nilai-nilai
perjuangan bangsa Indonesia, sehingga kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran bernegara,
sikap dan perilaku yang cinta tanah air, dan mengutamakan persatuan serta kesatuan masingmasing bangsa dalam rangka bela Negara demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Perjuangan Non Fisik sesuai bidang profesi masing-masing tersebut memerlukan sarana
kegiatan pendidikan bagi setiap warga Negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai
calon cendikiawan pada khususnya, yatu melalui Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam kehidupan, manusia tidak terlepas dari perbuatan yang menciptakan hukum dan
peraturan. Peraturan yang menciptakan hukum ini, memerlukan sebuah lembaga / tempat untuk
menciptakan hal tersebut secara mendasar daerah inilah yang memerlukan hukum dan perbuatan
hukum disisi lain suatu daerah memerlukan sebuah pengikat masyarakat dalam pemersatu
kesatuan. Hal inilah yang membuat bagi daerah tersebut yang mempunyai hukum yang jelas,
memerlukan sebuah alat pemersatu membuat bagi daerah tersebut agar tidak terjadi perpecahan.
Daerah yang memerlukan hal ini adalah Negara, Sedangkan terhadap alat yang diperlukan untuk
mempersatukan bangsa serta keutuhan Negara adalah Nasionalisme. Secara umum Nasionalisme
dapat diartikan sebagai suatu alat pemersatu yang membuat bangsa serta negara lebih kuat dan
solid dalam menghadapi tekanan serta penjajahan yang terjadi untuk memecah belah negara
tersebut. Selain itu juga ada yang mengartikan nasionalisme adalah satu pahamyang menciptakan
dan mempertahankan kedaulatan suatu negara (Nation dalam bahasa inggris) dengan
mewujudkan suatu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.

Nasionalisme bangsa Indonesia tidak luput dari perjuangan leluhur-leluhur kita dimasa
lampau, namun yang terjadi saat ini banyak para pemuda yang melupakan bagaimana dulu
sulitnya memperebutkan kemerdekaan dari para penjajah.
Sesuai zamannya nasionalisme berkembang dengan penguasa yang berbeda pula. Jika
pada masa penjajahan bentuk nasionalisme kita adalah dengan mengangkat senjata mengusir
penjajah, dan jika pasca kemerdekaan kita juga harus menghadapi konflik dalam negeri
rasanasionalisme kita adalah dengan cara berpendapat, dengan cara memilih pemimpin yang baik
dan memiliki tanggung jawab untuk menjaga kemerdekaan kita, lalu nasionalisme sekarang ini
juga berbeda pula.
Dewasa ini nasionalisme Indonesia tidak hanya di uji dari luar seperti masa colonial atau
hanya konflik dalam negeri seperti pasca orde lama dan orde baru, namun serangan untuk
melemahkan nasionalisme kita datang dari luar dan dari dalam negeri sendiri.Banyak yang
beranggapan bahwa nasionalisme skarang ini semakin merosot, ditengah isu globalisasi,
dmokrasi, dan liberalisme yang semakin menggila.
Masyarakat merupakan nasionalisme kebangsaan dan sibuk mengurusi diri dan
kelompoknya sendiri tanpa peduli dengan asset-aset Negara yang harus dijaga.Hingga beberapa
waktu lalu terjadi kasus yang secara tiba-tiba menyeruakkan rasa nasionalisme kita dengan
menyerutkan slogan-slogan Ganyang Malaysia.dalam suatu decade terakhir ini muncul lagi
Nasionalisme itu ketika Rasa Sayang-Sayange dan Reog Ponorogo di klaim sebagai
budaya negri jiran itu.
Nasionalisme kita seakan muncul dengan paksaan yaitu ketika ada serangan atau ada
ancaman dari pihak luar kita baru bersatu teguh mengganya Negara-negara bersangkutan, namun
jika melihat kebelakang terjadinya saling klaim atas kebudayaan dan tradisi bangsa bukanlah
suatu kejahatan internasional jika dari dalam tubuh itu sendiri tidak memiliki rasa cinta terhadap
kekayaan bangsanya.
Bagaimana batik, reog ponorogo, pulau Ambalat dan Ligitan yang sekarang menjadi
milik Negara tetangga adalah salah kita sendiri sebagai pewaris kebudayaan yang tidak mampu
menghargai dan melestarika kebudayaan sendiri. Nasioalisme bangsa Indonesia terjadi pasang
surut akibat pengaruh global yang telah medarah dalam generasi Indonesia.Dalam kenyataan kini
rasa Nasionalisme Kulturan dan Politik itu tidak ada dalam kehidupan keseharian kita.
Fenomena yang membelit kita berkisar seputar rakyat susah mencari keadilan di negrinya
sendiri, korupsi yang merajalela mulai dari hulu sampai hilir di segala bidang, dan
pemberantasannya yang tebang pilih, pelanggaran HAM yang tidak bisa diselesaikan,
kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, tidak menghargai harkat dan
martabat orang lain, suap menyuap, dll. Realita ini seakan menafikan cita-cita kebangsaan yang
digaungkan se-abad yang lalu, itulah potret nasionalisme bangsa kita saat ini.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pentingnya pendidikan kewarganegaraan.
2. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya nasionalisme di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh globalisasi terhadap Nasionalisme.

4. Mengetahui nasionalisme Indonesia dewasa ini.


5. Mengetahui upaya meningkatkan nasionalisme Indonesia masa kini.
6. Mengetahui cara memperkuat nasionalisme di Indonesia
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendidikan kewarganegaraan di Indonesia saat ini ?
2. Bagaimana latar belakang lahirnya nasionalisme di Indonesia ?
3. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap Nasionalisme di Indonesia ?
4. Bagaimana nasionalime Indonesia dewasa ini ?
5. Bagaimana upaya meningkatkan nasionalisme Indonesia masa kini ?
6. Bagaimana memperkuat nasionalisme di Indonesia ?

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pendidikan Kewarganegaraan
Civic education diartikan sebagai pendidikan kewargaan dan pendidikan
kewarganegaraan. Sumantri (2001) setelah membandingkan pendapat Mahony dan Jack Allen
memberikan alasan civics aducation. Civic education ditandai dengan cirri-ciri :
1. Civic education adalah kegiatan meliputi seluruh program sekolah
2. Civic education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan
hidup dan perilaku lebih baik dalam masyarakat demokratis.
3. Civic education menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syaratsyarat objektif untuk hidup bernegara.
Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral
bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan
kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.
Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan
kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan
bangsa, wawasan Nusantara, serta Ketahanan Nasioanal dalam diri para mahasiswa calon
sarjana/ilmuan warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sedang mengkaji dan akan
menguasai iptek dan seni. Kualitas warga Negara akan ditentukan terutama oleh keyakinan dan
sikap hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di samping derajat penguasaan ilmu
pengetahuan dan tekologi yang dipelajarinya.
Standar isi pendidikan kewarganegaraan adalah pengembangan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nilai-nilai cinta tanah air;


Kesadaran berbangsa dan bernegara;
Keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara;
Nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
Kerelaan berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, serta
Kemampuan awal bela negara.

2.2 Pengertian Nasionalisme


Secara sederhana, nasionalisme dapat diartikan sebagai suatu paham yang menganggap
kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus disertakan kepada Negara kebangsaan (nation
state) atau sebagai sikap mental dan tingkah laku individu maupun masyarakat yang
menunjukkan adanya loyalitas dan pengabdian yang tinggi terhadap bangsa dan
negaranya. Pengertian nasionalisme menurut beberapa ahli, yaitu:
1. Menurut Ernest Renan, Nasionalisme adalah kehendak untuk bersatu dan bernegara

2. Menurut Otto Bauer, Nasionalisme adalah suatu persatuan perangai atau karakter yang
timbul karena perasaan senasib
3. Menurut Hans Kohn, Nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya National
Counciousness. Dengan perkataan lain nasionalisme adalah formalisasi (bentuk) dan
rasionalisasi dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara sendiri
4. Menurut L. Stoddard, Nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian
terbesar individu di mana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki
secara bersama di dalam suatu bangsa
5. Menurut Louis Sneyder, Nasionalisme adalah hasil dari perpaduan faktor-faktor politik,
ekonomi, sosial, dan intelektual.
Nasionalisme dapat difenisikan dalam dua pengertian:
a) Nasionalisme dalam arti sempit (Nasionalistis) perasaan kebangsaan atau cinta terhadap
bangsanya yang sangat tinggi dan berlebihan serta memandang rendah bangsa lain. Hal ini
sering disamakan dengan Jingoismedan Chauvinisme seperti yang dianut oleh bangsa
Jerman pada masa pemerintahan Adolf Hitler (1934-1945), yaitu Deutscland Uber Alles in
der Wetf (Jerman di atas segala-galanya di dunia).
b) Nasionalisme dalam arti luar perasaan cinta atau bangga terhadap tanah air dan
bangsanya, namun tanpa memandang rendah bangsa/ Negara lainnya. Dalam mengadakan
hubungan dengan bangsa lain selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan, kepentingan
dan keselamatan bangsanya, serta menempatkan bangsa lain sederajat dengan bangsanya.
Nasionalisme dalam arti luas inilah yang diapakai oleh bangsa Indonesia dalam memaknai
nasionalisme.
Nasionalisme menjadi dasar pembentukan Negara kebangsaan.Negara kebangsaan adalah
Negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan/ nasionalisme. Artinya,
adanya tekad masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu Negara yang
sama walaupun berbeda ras, agama, suku, etnis, atau golongannya. Rasa nasionalisme sudah
dianggap muncul ketika suatu bangsa memiliki cita-cita yang sama untuk mendirikan suatu
Negara kebangsaan. Paham nasionalisme akan menjadikan kita memiliki kesadaran akan adanya
bangsa dan Negara.
Nasionalisme telah menjadi persyaratan mutlah yang harus dipenuhi bagi kehidupan
sebuah bangsa.Paham nasionalisme membentuk kesadaran para pemeluknya bahwa loyalitas
tidak lagi diberika pada golongan atau kelompok kecil, seperti agama, ras, etnis, budaya (ikatan
primordial), namun ditujukan pada komunitas yang dianggap lebih tinggi yaitu bangsa dan
negara.Ditinjau dari segi historis (sejarah), perkembangan nasionalisme di Indonesia dilandasi
oleh adanya factor:
1. Persamaan nasib, penjajahan selama 350 tahun memberikan derita panjang bagi bangsan
ini, sehingga lahir persamaan nasib diantara rakyat pribumi
2. Kesatuan tempat tinggal, seluruh wilayah nusantara yang membentang dari Sabang
hingga Merauke
3. Adanya keinginan bersama untuk merdeka, penderitaan panjang akibat penjajahan
melahirkan keinginan bersama untuk merdeka melepaskan diri dari belenggu penjajahan
4. Cita-cita bersama untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan sebagai suatu Negara.

Adapun spirit kebangsaan (nasionalisme) pada bangsa Indonesia diakomodasi dalam Pancasila
sila ketiga yakni Persatuan Indonesia, dan ditandai dengan adaya ciri-ciri:
1. Memiliki rasa cinta pada tanah air (patriotisme)
2. Bangga manjadi bagian dari bangsa dan masyarakat Indonesia
3. Menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi ataupun golongan
4. Mengakui dan menghargai sepenuhnya keanekaragaman yang ada pada bangsa Indonesia
5. Bersedia mempertahankan dan turut memajukan Negara serta menjaga nama baik
bangsanya
6. Membangun rasa persaudaraan, solidaritas, perdamaian, dan anti kekerasan antar
kelompok masyarakat dengan semangat persatuan dan kesatuan
7. Memiliki kesadaran bahwa kita merupakan bagian dari masyarakat dunia, sehingga
bersedia untuk menciptakan perdamaian dunia dan menciptakan hubungan kerjasama
yang saling menguntungkan
2.3 Bentuk dan Jenis Nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan
(bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warga negara, etnis, budaya, keagamaan dan
ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme
mencampuradukkansebahagian atau semua elemen tersebut.
Nasionalisme Kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme
dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak
rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau
dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du
Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").
Nasionalisme Kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme
dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak
rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau
dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du
Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").
Nasionalisme Romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas)
adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik
secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme.
Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang
menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme
romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan
koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.
Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh
kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna
kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap
negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana

golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara
Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa
membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri
mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena
pemerintahan RRT berpaham komunisme.
Nasionalisme Kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu
digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga
diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu
selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan
sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk
kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta
nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayapkanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri
Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang
demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan
Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bilamana nasionalisme
kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat,
dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap
nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol
dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.
Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi
politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah
dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat
nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di
India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu.
Di Indonesia menganut prinsip Nasionalisme Pancasila. Pada prinsipnya Nasionalisme
Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa
dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila.
Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar
bangsa Indonesia senantiasa:
1. Menempatkan persatuan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
diatas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan.
2. Menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan Bangsa dan Negara.
3. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia tidak rendah diri.
4. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia
dan sesama bangsa.
5. Menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia.
6. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
7. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
8. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

9. Senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.


10. Berani membela kebenaran dan keadilan.
11. Merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia.
12. Menganggap pentingnya sikap saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa
lain.
Snyder membedakan empat jenis nasionalisme, yaitu:
1. Nasionalisme revolusioner, (terjadi di Perancis pada akhir abad ke18).
Untuk negeri yang dikatakan memiliki nasionalisme revolusioner, ketika elite politik sangat
berkeinginan untuk melakukan demokratisasi, tapi lembaga perwakilan yang ada jauh dari
memadai untuk mengimbanginya.
2. Nasionalisme kontrarevolusioner, (terjadi di Jerman sebelum Perang Dunia I). Negeri yang
bernasionalisme kontrarevolusioner, para elite politiknya menganggap diri selalu benar dan
untuk itu lewat lembaga perwakilan yang ada, mereka menyerang pihak yang mereka
anggap sebagai musuh atau melawan kepentingan mereka.
3. Nasionalisme sipil, (merujuk pada perkembangan di wilayah Britania dan Amerika hingga
sekarang). Suatu negeri dikatakan memiliki nasionalisme sipil ketika ia memiliki lembaga
perwakilan yang kuat, dan juga para elite politiknya memiliki kelenturan dalam
berdemokrasi.
4. Nasionalisme SARA (diterjemahkan dari kata ethnic nationalism) (terjadi di Yugoslavia atau
Rwanda). SARA di sini merujuk pada akronim zaman Orde Baru, yakni suku, agama, ras,
dan antar golongan, yang sering kali justru ditabukan untuk dibicarakan dalam negeri yang
sangat plural ini.Dapat dikatakan nasionalisme SARA jika para elite politik negara tersebut
tidak menganut paham demokrasi, dan mengekspresikan kepentingannya hanya untuk
membela satu kelompok tertentu lewat lembaga-lembaga perwakilan yang ada. Snyder
memilah empat jenis nasionalisme tersebut dan Ia membedakannya dari interseksi kuat atau
lemahnya lembaga perwakilan politik, dan lentur atau tidak lenturnya kepentingan elite
politik terhadap demokrasi.

2.4 Karakteristik Nasionalisme


Karakteristik Nasionalisme yang melambangkan kekuatan suatu negara dan aspirasi yang
berkelanjutan, kemakmuran, pemeliharaan rasa hormat dan penghargaan untuk hukum.
Nasionalisme tidak berdasarkan pada beberapa bentuk atau komposisi pada pemerintahan tetapi
seluruh badan negara, hal ini lebih ditekankan pada berbagi cerita oleh rakyat atau hal yang

lazim, kebudayaan atau lokasi geografi tetapi rakyat berkumpul bersama dibawah suatu gelar
rakyat dengan konstitusi yang sama.
1. Membanggakan pribadi bangsa dan sejarah kepahlawanan pada suatu Negara.
2. Pembelaan dari kaum patriot dalam melawan pihak asing.
3. Kebangkitan pada tradisi masa lalu sebagai bagian mengagungkan tradisi lama karena
nasionalisme memiliki hubungan kepercayaan dengan kebiasaan kuno. Seperti
nasionalisme orang mesir bahwa kaum patriot harus memiliki pengetahuan tentang
kebudayaan mesir yang tua dan hebat untuk menjaga kelangsungan dari sejarah.
4. Suatu negara cenderung mengubah fakta sejarah untuk kemuliaan dan kehebatan
negaranya.
5. Ada spesial lambang nasionalisme yang diberikan untuk sebuah kesucian. Bendera,
lambang nasionalisme dan lagu nasionalisme merupakan hal yang suci untuk semua umat
manusia sebagai kewajiban untuk pengorbanan pribadi.
2.5 Prinsip Nasionalisme Indonesia
Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar
bangsa Indonesia senantiasa:
1. Menempatkan persatuan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di
atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan
2. Menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan Bangsa dan Negara
3. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia tidak rendah diri
4. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan
sesama bangsa
5. Menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia
6. Mengembangkan sikap tenggang rasa
7. Tidak semena-mena terhadap orang lain
8. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
9. Senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
10. Berani membela kebenaran dan keadilan
11. Merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia.
12. Menganggap pentingnya sikap saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia


3.2 Sejarah lahirnya Nasionalisme
Kebanyakan teori menyebutkan bahwa nasionalisme dan nilai-nilainya berasal dari
Eropa. Sebelum abad ke-17, belum terbentuk satu negara nasional pun di Eropa. Yang ada pada
periode itu adalah kekuasaan kekaisaran-kekaisaran yang meliputi wilayah yang luas, misalnya
kekuasaan kekaisaran Romawi Kuno atau Kekaisaran Jerman di bawah pimpinan Karolus
Agung. Yang jelas, kekuasaan bergandengan tangan dengan gereja Katolik, sehingga masyarakat
menerima dan menaati pengu-asa yang mereka anggap sebagai titisan Tuhan di dunia.
Karena itu, kesadaran akan suatu wilayah (territory) sebagai miliksuku atau etnis
tertentu belum terbentuk di Eropa sebelum abad ke-17. Di awal abad ke-17 terjadi perang besarbesaran selama kurang lebih tiga puluh tahun antara suku bangsa-suku bangsa di Eropa.
Misalnya, perang Perancis melawan Spanyol, Prancis melawan Belanda, Swiss melawan Jerman,
dan Spanyol melawan Belanda, dan sebagainya. Untuk mengakhiri perang ini suku bangsa yang
terlibat dalam perang akhirnya sepakat untuk duduk bersama dalam sebuah perjanjian yang
diadakan di kota Westphalia di sebelah barat daya Jerman. Pada tahun 1648 disepakati Perjanjian
Westphalia yang mengatur pembagian teritori dan daerah-daerah kekuasaan negara-negara Eropa
yang umumnya masih dipertahankan sampai sekarang. Meskipun demikian, negara-bangsa
(nation-states) baru lahir pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Negara bangsa adalah
negara-negara yang lahir karena semangat nasionalisme. Semangat nasionalisme yang pertama
muncul di Eropa adalah nasionalisme romantis (romantic nationalisme) yang kemudian
dipercepat oleh munculnya revolusi Prancis dan penaklukan daerah-daerah selama era Napoleon
Bonaparte.
Beberapa gerakan nasionalisme pada waktu ini bersifat separatis, karena kesadaran
nasionalisme mendorong gerakan untuk melepaskan diri dari kekaisaran atau kerajaan tertentu.
Misalnya, setelah kejatuhan Napoleon Bo-naparte, Kongres Wina (18141815) memutuskan
bahwa Belgia yang sebelumnya dikuasai Prancis menjadi milik Belanda, dan lilma belas tahun
kemudian menjadi negara nasional yang merdeka. Atau, Revolusi Yunani tahun 18211829 di
mana Yunani ingin melepaskan diri dari belenggu kekuasaan Kekaiseran Ottoman dari Turki.
Sementara di belahan Eropa lain, nasionalisme muncul sebagai kesadaran untuk
menyatukan wilayah atau daerah yang terpecah-belah. Misalnya, Italia di bawah pimpinan
Giuseppe Mazzini, Camillo Cavour, dan Giusepe Garibaldi, mempersatukan dan membentuk
Italia menjadi sebuah negara-kebangsaan tahun 1848. Di Jerman sendiri, kelompok-kelompok
negara kecil akhirnya membentuk sebuah negara kesatuan Jerman dengan nama Prusia tahun
1871 di bawah Otto von Bismarck. Banyak negara kecil di bawah kekuasaan kekaiseran Austria
pun membentuk negara bangsa sejak awal abad 19 sampai masa setelah Perang Dunia I.
Sementara itu, Revolusi 1917 di Rusia telah melahirkan negara-bangsa Rusia.
Semangat nasionalisme menyebar ke seantero dunia dan mendorong negara-negara Asia
Afrika memperjuangkan kemerdekaannya. Ini terjadi setelah Perang Dunia I dan selama Perang
Dunia II. Hanya dalam dua puluh lima tahun pasca Perang Dunia II, ada sekitar 66 negara-

bangsa yang lahir. Indonesia termasuk salah satu dari negara bangsa yang baru lahir pasca
Perang Dunia II ini.
Di abad ini, semangat nasionalisme telah mendorong negara-negara di bawah bekas
Yugoslavia dan bekas Uni Soviet lahir sebagai negara-negara bangsa. Dapat dipastikan bahwa ke
depan, nasionalisme akan terus menjadi ideologi yang menginspirasi dan mendorong gerakan
pembentukan komunitas bersama berdasarkan karakteristik etnis, kultur, atau pun politik.
3.3 Peranan Nasionalisme di Indonesia
Perkembangan nasionalisme yang mengarah pada upaya untuk melakukan pergerakan
nasional guna melawan penjajah tidak bisa lepas dari peran berbagai golongan yang ada dalam
masyarakat, seperti golongan terpelajar/kaum cendekiawan, golongan profesional, dan golongan
pers.

Golongan Terpelajar

Golongan terpelajar dalam masyarakat Indonesia saat itu termasuk dalam kelompok elite
sebab masih sedikit penduduk pribumi yang dapat memperoleh pendidikan. Kesempatan
memperoleh pendidikan merupakan sebuah kesempatan yang istimewa bagi rakyat Indonesia.
Mereka memperoleh pendidikan melalui sekolah-sekolah yang didirikan kolonial yang dirasa
memiliki kualitas baik. Dengan pendidikan model barat yang mereka miliki, golongan terpelajar
dipandang sebagai orang yang memiliki pandangan yang luas sehingga tidak sekedar dikenal saja
tetapi mereka dianggap memiliki kepekaan yang tinggi. Sebab selain memperoleh pelajaran di
kelas mereka akan membentuk kelompok kecil untuk saling bertukar ide menyatakan pemikiran
mereka mengenai negara Indonesia melalui diskusi bersama. Meskipun mereka berasal dari
daerah yang berbeda tetapi mereka merasa senasip sepenanggunagan untuk mengatasi bersama
adanya penjajahan, kapitalisme, kemerosotan moral, peneterasi budaya, dan kemiskinan rakyat
Indonesia. Hingga akhirnya mereka membentuk perkumpulan yang selanjutnya menjadi
Oragnisasi Pergerakan Nasional. Mereka membentu organisasi-organisasi modern yang
berwawasan nasional. Mereka berusaha menanamkan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa,
menanamkan rasa nasionalisme, menanamkan semangat untuk memprioritaskan segalanya demi
kepentingan nasional daripada kepentingan pribadi melalui organisadi tersebut. Selanjutnya
melalui organisasi pergerakan nasional tersebut mereka melakukan gerakan untuk melawan
penjajahan yang selanjutnya membawa Indonesia pada kemerdekaan.
Jadi Golongan terpelajar memiliki peran yang besar bagi Indonesia meskipun
keberadaannya sangat terbatas (minoritas) tetapi golongan terpelajar inilah yang menjadi pelopor
pergerakan nasional Indonesia hingga akhirnya kita berjuangan melawan penjajah dan
memperoleh kemerdekaan.

Golongan Profesional

Golongan profesional merupakan mereka yang memiliki profesi tertentu seperti guru, dan
dokter. Keanggotaan golongan ini hanya terbatas pada orang seprofesinya. Golongan profesional
ini lebih banyak ada dan mengembangkan profesinya didaerah perkotaan. Golongan profesional
pada masa kolonial memiliki hubungan yang dekat dengan rakyat, sehingga mereka dapat
mengetahui keberadaan rakyat Indonesia pada saat itu. Sehingga golongan ini dapat
menggerakkan kekuatan rakyat untuk menentang kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.
a) Peran Guru
1

Guru merupakan ujung tombak perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai


kemerdekaannya dan berjuang memajukan bangsa Indonesia dari keterbelakangan.

Guru memberikan pendidikan dan pengajaran kepada generasi penerus bangsa melalui
lembaga-lembaga pendidikan yang ada baik itu sekolah yang didirikan oleh pemerintah
kolonial maupun sekolah yang didirikan oleh tokoh-tokoh bangsa Indonesia.

Melalui pendidikan tersebut guru dapat menanamkan rasa kebangsaan/ rasa nasionalisme
yang tinggi. Sehingga anak-anak kaum pribumi dapat menyadari dan tekanan dari
pemerintah kolonial Belanda.

Guru telah membangun dan membangkitkan kesadaran nasional bangsa Indonesia.

Guru telah mendidik dan melahirkan tokoh-tokoh pejuang yang dapat diandalkan dalam
memperjuangkan kebebasan bangsa Indonesia dari cengkeraman kaum penjajah.

Orang-orang pribumi mulai menghimpun kekuatan dan berjuang melalui organisasiorganisasi modern yang didirikannya. Organisasi-organisasi perjuangan yang didirikan
oleh kaum terpelajar bangsa Indonesia dijadikan sebagai wadah perjuangan di dalam
menentukan langkah-langkah untuk mengusir pemerintah kolonial Belanda dan berupaya
membebaskan bangsa dari segala bentuk penjajahan asing.

Bagi guru tempat perjuangan mereka adalah lembaga-lembaga pendidikan yang ada, di
sekolah tersebut guru membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai
kemerdekaannya.
Contoh lembaga pendidikan yang ada, yaitu :
1

Perguruan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara

Lembaga Pendidikan Perguruan Muhammadiyah didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan

Melalui gurulah dihasilkan tokoh-tokoh besar bangsa Indonesia maupun tokoh-tokoh


besar dunia. Di tangan gurulah terletak maju mundurnya sebuah bangsa. Jadi jika tidak ada guru
maka mungkin Indonesia tidak dapat terbebas dari Kekuasaan kolonial.
b) Peran Dokter
1

Pada masa kolonial dokter memiliki hubungan yang sangat dekat dengan kehidupan
rakyat.

Dokter dapat merasakan kesengsaraan dan penderitaan yang dialami rakyat Indonesia
melalui penyakit yang dideritanya. Ia mendengarkan berbagai keluhan yang dialami oleh
rakyat Indonesia. Penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh rakyat Indonesia
adalah akibat dari berbagai tekanan dan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial Belanda.

Ketergerakan hati mereka diwujudkan melalui perjuangan dengan membentuk wadah


organisasi yang bersifat sosial dan budaya yang diberinama Budi Utomo yang didirikan
20 Mei 1908 oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr.
Gunawan Mangunkusumo.

Golongan Pers

Pers sudah mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-19, dan masuknya pers di Indonesia
memberikan pengaruh yang cukup besar bagi bangsa Indonesia. Wujud perkembangan pers dapat
dilihat dalam bentuk surat kabar maupun majalah. Awalnya surat kabar yang beredar hanya
digunakan untuk orang-orang asing tetapi karena untuk mengejar pelanggan dari masyarakat
pribumi maka muncul surat kabar yang di modali orang Cina tetapi menggunakan bahasa
Melayu. Peran media :
1

Melalui surat kabar terdapat pendidikan politik, sebab melalui surat kabar tersebut
ternyata dimuat isu-isu mengenai masalah politik yang sedang berkembang sehingga
secara tidak langsung melalui surat kabar tersebut telah memberikan pendidikan politik
kepada masyarakat Indonesia.

Melalui Surat kabar/majalah mempunyai fungsi sosial dasar yaitu memperluas


pengetahuan bagi para pembacanya dan dapat membentuk pendapat (opini) umum.

Pendidikan sosial politik dapat disalurkan melalui tulisan-tulisan di surat kabar dan media
masa sehingga menumbuhkan pemikiran dan pandangan kritis pembaca yang dapat
membangkitkan kesadaran bersama bagi bangsa Indonesia.

Surat kabar merupakan media komunikasi cetak yang paling potensial untuk memuat
berita, wawasan dan polemik (tukar pikiran melalui surat kabar), bahkan ide dan
pemikiran secara struktural dapat dikomunikasikan kepada masyarakat luas.

Meskipun pada masa itu ruang gerak pers dibatasi dan dikontrol ketat oleh pemerintah
kolonial. Tetapi melalui surat kabar tersebut sebagai sarana untuk menyampaikan segala
sesuatu yang dikehendaki dan diprogramkan oleh pemerintah sehingga sedapat mungkin
bisa diinformasikan kepada masyarakat luar. Dimana pemberitahuannya lebih memihak
pada pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Pada masa pergerakan nasional Indonesia, surat kabar mempunyai peranan yang sangat
penting bahkan organisasi pergerakan nasional Indonesia telah memiliki surat kabar sendirisendiri, seperti Darmo Kondo (Budi Utomo), Oetoesan Hindia (Sarekat Islam), Het Tiidsriff dan
De Expres (Indische Partij), Indonesia Merdeka (Perhimpunan Indonesia), Soeloeh Indonesia
Moeda (PNI), Pikiran Rakyat (Partindo), Daulah Rajat (PNI Baru). Surat kabar yang dimiliki
oleh organisasi-organisasi tersebut menjadi salah satu sarana untuk menyampaikan bentukbentuk perjuangan kepada rakyat, agar rakyat dapat mengetahui dan memberikan dukungan
kepada organisasi-organisasi itu.
Nasionalisme di Indonesia mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat
ketika secara resmi Budi Utomo diakui oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908. Secara
singkat perkembangan nasionalisme Indonesia menjadi lebih ramai sejak berdiri Budi Utomo
hingga Proklamasi Kemerdekaan. Sejak Budi Utomo berdiri organisasi-organisasi yang
mengusahakan perbaikan dan kondisi rakyat Indonesia.
3.4 Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara
termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi, yakni pengaruh positif dan pengaruh
negatif. Pengaruh globalisasi juga merasuk dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk
kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain sebagainya. Hal ini tentunya akan
mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa. Globalisasi berlangsung di semua
bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan
dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor pendukung utama dalam
globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan
berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi
tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Pengaruh positif
Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis.
Karena pemerintahan merupakan bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara

jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan
positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat. Dari aspek
globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan
meningkatkan devisa negara. Semakin terbukanya pasar internasional ini akan membuka peluang
besar kerja sama dalam sektor perekonomian nasional. Dengan adanya hal tersebut akan semakin
meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa guna menunjang kehidupan nasional bangsa dan
Negara.
Pengaruh adanya globalisasi dalam sektor sosial budaya, kita dapat meniru pola berpikir
yang baik. Seperti membangun etos kerja yang tinggi dan disiplin, serta meniru Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan
kemajuan bangsa. Pada akhirnya, akan membawa kemajuan bangsa serta mempertebal rasa
nasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif
Selain berdampak positif, munculnya globalisasi juga berdampak negatif yang tak kalah
pentingnya untuk diperhatikan. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa
liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan
berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya
rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
Munculnya globalisasi juga berdampak pada aspek ekonomi. Yakni, semakin hilangnya
rasa cinta terhadap produk dalam negeri. Sebab, sudah semakin banyaknya produk luar negeri
seperti Mc Donald, Coca-Cola, Pizza Hut, dan sebagainya, yang membanjiri dunia pasar di
Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala
berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia. Mayarakat kita,
khususnya anak muda, banyak yang lupa mengenai identitas diri sebagai bangsa Indonesia.
Karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap
sebagai kiblat. Selain itu, globalisasi juga mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam
antara orang kaya dan miskin. Ini disebabkan karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi
ekonomi.
Pengaruh-pengaruh di atas memang tidak secara langsung berdampak terhadap
nasionalisme. Akan tetapi, secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap
bangsa menjadi berkurang atau bahkan hilang. Sebab, globalisasi mampu membuka cakrawala
masyarakat secara global. Apapun yang ada di luar negeri dianggap baik serta mampu memberi
aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Berdasarkan analisa dan uraian
di atas, pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu,
diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai
nasionalisme.
3.5 Nasionalisme Indonesia Dewasa Ini

Nasionalisme kebangsaan lahir dari pemikiran dari rasa cinta dari suatu individu terhadap
bangsanya secara tuluts dan ikhlas tanpa adanya suatu paksaan dari pihak manapun,
nasionalisme sebagai manifestasi kesadaran bernegara tumbuh di Negara merdeka. Nasionalisme
itu sesuatu yang dinamis, nasionalisme pada zaman colonial dengan zaman sekarang jelas angkat
jauh berbeda.
Sampai seberapa jauh nasionalisme itu berkembang tergantung pada begaimana
penerapan cara berpikir nasional warga negaranya. Apa yang dimaksud berpikir nasional adalah
sikap seseorang terhadap kesadaran bernegara. Nasionalisme Indonesia yang dalam
perkembangannya mencapai titik puncaknya setelah perang dunia II, yaitu dengan
diproklamasikan kemerdekaan Indonesia yang berarti bahwa pembentukan nation Indonesia
berlangsung melalui proses sejarah yang panjang.
Namun ketika Indonesia merdeka pada tahun 1945 perjuangan rakyat Indonesia ternyata
belum selesai ketika terjadi agresi belanda 2 pada tahun 1945-1949. Nasionaisme Indonesia saat
itu betul-betul diuji di tengah gejolak politik dan politik divide et impera Belanda. Setelah itu
pada tahun-tahun berikutnya konflik-konflik nasional tidak terjadi dari luar namun sikap
nasionalisme bangsa kembai dihadapkan pada tantangan baru dengan munculnya gerakan
separatis di berbagai wilayah tanah air hingga akhirnya pada masa Demokrasi Terpimpin,
masalah nasinalisme diambil alih oleh Negara. Nasionalisme politik pun digeser kembal ke
nasionalisme diambil alih oleh Negara. Nasionalisme politik pun digeser kembali ke
nasionalisme plitik sekaligus cultural. Dan, berakhir pula situasi ini dengan terjadinya tragedy
nasional 30 September 1965. Dimana dalam kasus ini kita seakan melihat pembataian didalam
tubuh sendiri.
Sesuai zaman nasionalisme berkembang dengan penguasa yang berbeda pula. Jika pada
masa penjajahan bentuk nasionalisme kita adalah dengan mengangkat senjata mengusir penjajah,
dan jika pasca kemerdekaan kita juga harus menghadapi konflik dalam negeri rasa nasionalisme
kita adalah dengan cara berpendapat, dengan cara memilih pemimpin yang baik dan memiliki
tanggung jawab untuk menjaga kemerdekaan kita, lalu nasionalisme sekarang ini juga berbeda
pula.
Dewasa ini nasionalisme Indonesia tidak hanya di uji dari luar sepeti masa colonial atau
hanya konflik dalam negeri seperti pasca orde lama dan orde baru, namun serangan untuk
melemahkan nasionalisme kita dating dari luar dan dari dalam negeri sendiri. Tahun 1998 terjadi
Reformasi yang memporak-porandakan stabilitas semu yang dibangun Orde Baru. Masa ini pun
diikuti dengan masa krisis berkepanjangan hingga berganti empat orang presiden. Potret
nasionalisme itu pun kemudian meemudar. Banyak yang beranggapan bahwa nasionalisme
sekarang ini semakin merosot, ditengah isu globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi yang
semakin menggila.

Masyarakat melupakan nasionalme kebangsaan, dan sibuk mengurusi diri dan


kelompoknya sendiri tanpa peduli dengan aset-aset Negara yang harusnya dijaga. Hingga
beberapa waktu lalu terjadi kasus yang secara tiba-tiba menyeruakkan raasa nasionalisme kita,
dengan menyerukan slogan Ganyang Malaysia!. Dalam satu decade terakhir ini, muncul lagi
nasionalisme itu, ketika lagu Rsa Sayang-Sayange dan Reog Ponorogo dikalim sebagai
budaya negeri jiran. Semangat nasionalisme kulturan dan politik seakan uncul. Seluruh elemen
masyarakat bersatu mengahadapi ancaman dari luar. Namun anehnya, perasaan atau paham itu
hanya muncul sesaat ketika peristiwa itu terjadi.
Nasionalisme kita seakan muncul dengan paksaan yaitu ketika ada serangan atau ada
ancaman dari pihak luar kita baru teguh mengganya Negara-negara bersangkutan, namun jika
melihat kebelakang terjadi saling klaim atas kebudayaan dan tradisi bangsa bukanlah suatu
kejahatan internasional jika dari dalam tubuh itu sendiri tidak memiliki rasa cinta terhadap
kekayaan bangsanya.
Bagaimana batik, reog ponorogo, pulau Ambalat dan ligitan yang sekarang menjadi milik
Negara tetangga adalah salah kita sendiri sebagai pewaris kebudayaan yang tidak mampu
menghargai dan melestarikan kebudayaan sendiri. Nasionalisme bangsa Indonesia terjadi pasang
surut akibat pengaruh global yang telah mendarah dalam generasi Indonesia. Dalam
kenyataannya kini, rasa nasionalisme cultural dan politik itu tidak ada dalam kehidupan
keseharian kita. Fenomena yang membelit kita berkisar seputar rakyat susah mencari keadilan di
negerinya sendiri, korupsi yang merajalela mulai daru hulu sampai hilir di segala bidang, dan
pemberantasannya yang tebang pilih, pelanggaran HAM yang tidak bisa diselesaikan,
kemiskinan, ketidak merataan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, tidak menghormati harkat
dan martabat orang lain, suap-suap dan lain-lain. Realita ini seakan menafikan cita-cita
kebangsaan yang digaungkan seabad yang lalu. Itulah potret nasionalisme bangsa kita saat ini.
Nasionalisme sendiri memiliki cirri khusus, berupa norma objektif, mengutamakan
kepentingan kehidupan nasional. Tindakan yang menguntungkan kepentingan daerah tanpa
merugikan kepentingan nasional perlu dilakukan. Meskipun demikian jika perbuatan itu
merugikan kehidupan nasional, wajib ditinggalkan.
Saat ini, ribuan kasus pertikaian komunal yang dilator-belakangi oleh ketidakmampuan
dalam menerima perbedaan agama dan etnisitas serta ketidakkonsistenan terhadap penegakan
hoku positif merupakan penodaan terhadap semangat Nasionalisme Kebangsaan Indonesia,
jargon-jargon nasionalisme sering kali dipakai oleh kelompok juragan-politis sebagai alat
untuk memojokan segolongan warga bangsa dan membantu melancarkan kepentingan
pribadinya.
Pada dasarnya pembentukan nasionalisme didasari oleh tiga teori. Pertama, yaitu teori
kebudayaan (culture) yang menyebut suatu bangsa itu adalah sekelompok manusia dengan
persamaan kebudayaan. Kedua, teori Negara (state) yang menentukan terbentuknya suatu Negara

lebig dahulu adalah penduduk yang ada didalamnya disebut bangsa, dan ketiga teeori kemauan
(will), yang mengatakan bahwa syarat mutlak yaitu adanya kemauan bersama dari sekelomok
manusia untuk hidup bersama dalam ikatan suatu bangsa, tanpa memandang perbedaan
kebudayaan, suku, dan agama.
Sayang sekali nasionalisme Indonesia tidak sejalan dengan teori tersebut. Indonesia
mengalami berbagai akulturasi budaya akibat globalisasi yang justru melemahkan nasionalisme
dan melunturkan rasa cinta tanah air. Contohnya saja peringatan sumpah pemuda yang rutin
diperingati tiap tahun sekarang hanya dianggap sebagai hari sumpah pemuda saja tanpa
memahami arti dan nilai yang harusnya ditanamkan sampai sekarang. Kecenderungan
menganggap sejarah sebagai sesuatu yang lalu dan tidsk perlu dibahas lagi membuat bangsa kita
menjadi bangsa yang lemah. Generasi muda justru lebih bangga menggunakan istilah asing yang
sekarang sedang marak digunakan dan biasa disebut dengan bahasa gaul atau bahasa alay
merupakan salah satu bentuk latahnya bangsa kita ketika sesuatu yang asing muncul dan
langsung menjadi sebuah trend sedangkan sesuatu yang seharusnya dilestarikan malah dianggap
kuno .
Selain persoalan bahasa, munculnya budaya popular asing menjadi bahan pembicaraan
disetiap negra turut mewarnai dan mempengaruhi kehidupan generasi muda Indonesia. Banyak
anak-anak muda yang belomba-lomba mempelajari budaya asing namun sanagt acuh terhadap
budayanya sendiri. Hal ini memang tidak lepas dari pengaruh globalisasi dan teknologi namun
nasionalisme bangsa seharusnya tidak meluntur dengan alasan-alasan tersebut.
Pada akhirnya kita harus memutuskan rasa kebangsaan kita harus dibangkitkan kembali.
Namun bukan nasionalisme dalam bentuk walnya seabad yang lalu. Baik dalam merdeka
maupun dalam penjajahan, nasionalis adalah etika kehidupan tiap nasionalis, meletakkan nilai
pengabdiannya terhada bangsa dan tanah airnya. Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali
adalah nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi semua permasalahan di atas, bagaimana
bisa bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan, tidak korup, toleran,
menghargai dan lain-lain. Bila tidak bisa, artinya kita tidak bisa lagi mempertahankan eksistensi
bangsa dan Negara dari kehancuran total.
3.6 Upaya Meningkatkan Nasionalisme
Semangat nasionalisme dan patriotisme sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa
agar setiap elemen bangsa bekerja dan berjuang keras mencapai jati diri dan kepercayaan diri
sebagai sebuah bangsa yang bermartabat. Jati diri dan kepercayaan diri sebagai sebuah bangsa ini
merupakan modal yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan dan hambatan di masa
depan. Penguatan semangat nasionalisme dan patriotisme dalam konteks globalisasi saat ini
harus lebih dititikberatkan pada elemen-elemen strategis dalam percaturan global. Oleh karena
itu, strategi yang dapat dilakukan antara lain:

1. Penguatan peran lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan dalam ikut membangun


semangat nasionalisme dan patriotisme, terutama di kalangan generasi muda. Sebagai
contoh: Gerakan Pramuka. Generasi muda adalah elemen strategis di masa depan.
Mereka sepertinya menyadari bahwa dalam era globalisasi, generasi muda dapat berperan
sebagai subjek maupun objek.
2. Penguatan semangat nasionalisme dan patriotisme pada masyarakat yang tinggal di
wilayah-wilayah yang dalam perspektif kepentingan nasional dinilai strategis
3. Penguatan semangat nasionalisme dan patriotisme pada masyarakat yang hidup di daerah
rawan pangan (miskin), rawan konflik, dan rawan bencana alam.
4. Peningkatan apresiasi terhadap anggota atau kelompok masyarakat yang berusaha
melestarikan dan mengembangkan kekayaan budaya bangsa. Demikian pula dengan
anggota atau kelompok masyarakat yang berhasil mencapai prestasi yang membanggakan
di dunia internasional.
Peningkatan peran Pemerintah dan masyarakat RI dalam ikut berperan aktif dalam
penyelesaian berbagai persoalan regional dan internasional, seperti: penyelesaian konflik,
kesehatan, lingkungan hidup, dan lain-lain.
3.7 Memperkuat Nasionalisme Indonesia
Kesadaran sebagai bangsa adalah hasil konstruksi atau bentukan mengandung
kelemahan internal yang serius ketika kolonialisme dan imperialisme tidak lagi
menjadi sebuah ancaman. Karena itu, nasionalisme kita akan ikut lenyap jika kita berhenti
mengkonstruksi atau membentuknya tanpa harus menyebutnya sebagai sebuah nasionalisme
baru.
Pertama, beberapa pengalaman kolektif seharusnya menjadi roh baru pembangkit
semangat nasionalisme Indonesia. Misalnya, keberhasilan para siswa kita dalam olimpiade
Fisika, Kimia, Biologi atau Matematika di Tingkat Regional dan Internasional, keberhasilan atlet
menjadi juara dunia (tinju), prestasi pemimpin kita menjadi Menteri Ekonomi terbaik di Asia
(Dr. Sri Mulyani Indrawati) dan seterusnya. Sebaliknya, pengalaman dicemoh dan direndahkan
sebagai bangsa terkorup, sarang teroris atau bangsa pengekspor asap terbesar seharusnya memicu
kita untuk berubah dan tampil sebagai bangsa terpandang.
Kedua, negara Indonesia sangat plural. Identifikasi sebuah kelompok etnis atau agama
pada identitas kolektif sebagai bangsa hanya mungkin terjadi kalau negara mengakui, menerima,
menghormati, dan menjamin hak hidup mereka. Masyarakat akan merasa lebih aman dan
diterima dalam kelompok etnis atau agamanya ketika negara gagal menjamin
kebebasan beragama-termasuk kebebasan beribadah dan mendirikan rumah ibadah, persamaan
dihadapan hukum, hak mendapatkan pendidikan yang murah dan berkualitas, hak
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, dan sebagainya.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Dari hasil pembahasan yang telah penulis bahas, penulis memberikan saran kepada
semua pihak, khususnya para generasi muda Indonesia untuk lebih meningkatkan rasa
nasionalisme terhadap Negara Indonesia guna mewujudkan cita-cita dan tujuan Negara kita
tercinta ini. Karena pemuda adalah calon penerus perjuangan dan pembangunan bangsa di masa
yang akan datang, dan juga generasi muda merupakan satu-satunya harapan bangsa untuk bisa
lebih maju lagi. Selain itu, penulis memberikan saran kepada masyarakat dan pemerintah untuk
lebih mengupayakan peningkatan nasionalisme di kalangan generasi muda Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Kansil, C.S.T. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Jakarta : PT Pradnya


Paramita
Pasaribu, Payerly. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Revisi. Medan : UNIMED Press
Sumarsono, S. 2008. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Tim Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan.
Medan : UNIMED
Anonym. 2012. http://historyvsme.blogspot.com/2012/10/makalah-nasionalisme-dan.html
diakses pada tanggal 28 Agustus 2014.

You might also like