You are on page 1of 32

BAB II

PEMBAHASAN

A. Skenario
Ny. Tuti, 29 tahun tinggal di rumah sederhana dan sejak remaja memelihara
beberapa kucing serta gemar memeluk dan menggendong kucing bahkan terkadang
tidur di tempat tidurnya. Kucing tersebut selain BAB di halaman luar juga sesekali
BAB di dalam rumah, yang kurang terjaga kebersihannya. Selain itu, Ny. Tuti
mempunyai kebiasaan mengkomsumsi sate daging yang tidak sempurna matangnya
dan dibeli di penjual sate. Dua minggu yang lalu, Ny. Tuti melahirkan anak
pertamanya, bayi lahir premature (35 minggu), lahir normal, spontan, dengan ukuran
kepala sedikit lebih besar, berat badan lahir: 2300gram, panjang badan lahir: 43cm,
dan ditolong oleh bidan desa.
Hari ini Ny. Tuti datang ke Puskesma membawa bayinya karena kepala bayi
tersebut dirasakan bertambah besar dan ada bercak keputihan pada matanya.
Pemeriksaan fisik didapatkan: Lingkar kepala berukuran 1,5 kali ukuran bayi
normal, bagian hitam berwarna putih, bola mata terlihat lebih kecil.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dokter puskesma menduga Ny.
Tuti mengalami infeksi Toksoplasma dan dokter Puskesmas memutuskan untuk
merujuk Ny. Tuti dan bayinya ke rumah sakit.

B. Klarifikasi Istilah
1. Prematur

: Sedang dalam perkembangan, melahirkan sebelum waktunya

2. Spontan

: Serta merta, tanpa dipikir atau tanpa direncanakan terlebih

dahulu melakukan sesuatu


3.. Anamnesis

: Riwayat penyakit pasien, ingatan imunologi

4.. Toksoplasma : Genus sporozoa yang berupa parasite intraseluler


5.. Infeksi

: Infeksi dan mutiplikasi mikroorganisme di jaringan

6.. Remaja

: Orang-orang yang berumur 15 sampai 19 tahun

C. Identifikasi Masalah
1. Kepala lebih besar dari normal (VVV)

2. Bercak putih pada bagian hitam mata (VVV)


3. Bola mata terlihat kecil (VVV)
4. Dugaan Ny. Tuti terinfeksi Toksoplasma (VV)
5. Kebiasaan mengkonsumsi sate daging yang tidak sempurna matangnya (V)
6. Tidak menjaga kebersihan rumahnya (V)
7. Kontak dengan kucing (V)

D. Analisis Masalah
1. Kepala bayi lebih besar dari normal (Hydrocephalus). Bercak putih pada bagian hitam
mata (Katarak). Bola Mata terlihat kecil.
a. Mengapa dapat terjadi perbesaran kepala pada bayi?
Jawaban:
Hidrosefalus terjadi karena kelebihan cairan serebrospinal di dalam kepala,
biasanya di dalam sistem ventrikel; ada juga kasus hidrosefalus eksternal pada
anak-anak cairan akan berakumulasi di dalam rongga arakhnoid.

b. Bagaimana hubungan infeksi toksoplasma dengan katarak?


Jawaban:
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita homosisteinuri, diabetes melitus hipoparatiroidism, toksoplasmosis,
inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis. Secara tidak langsung, ibu yang terinfeksi
toksoplasma (menderita toksoplasmosis) dapat menularkan infeksi ini kepada
janinnya dan menyebakan kerusakan beberapa bagian dari organ janin, salah
satunya adalah mata. Karena kerusakan ini, bayi yang lahir dari janin ini
kemungkinan mengalami katarak congenital. Bayi dari Ny. Tuti bisa jadi
menderita katarak kongenital, diindikasi dari bercak putih di matanya, karena
ibunya (Ny. Tuti) diduga menderita toksoplasmosis.

c. Bagaimana patofisiologi Hydrocephalus?


Jawaban:
Hidrosefalus adalah keadaan saat jumlah cairan serebrospinal (Cerebrospinal
fluid) pada rongga serebrosinal melebihi batas normal. Jumlah CSF yang berlebih
ini dapat meningkatkan tekanan sehingga merusak jaringan saraf. Hidrosefalus
dapat disebakan oleh pembentukan cairan berlebihan oleh pleksus koroidesus,
2

absorbsi yang tidak cukup, atau obstruksi aliran keluar pada salah satu atau
beberapa ventrikel.

Hidrosefalus terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.


1. Hidrosefalus nonkomunikans
Hidrosefalus nonkomunikans dicirikan dengan terjadinya sumbatan
aliran cairan dari sistem ventrikel ke ruang subaraknoid, seperti pada kasus
obstruksi ventrikel oleh tumor atau proses peradangan. Penyebab lazimnya adalah
penyempitan akuaduktus sylvii congenital; oleh karena cairan dibentuk oleh
pleksus koroideus dari kedua ventrikel lateral dan ventrikel ketiga, maka volume
ketiga ventrikel tersebut sangat membesar. Hal ini menyebabkan penekanan otak
terhadap tengkorak sehingga otak menjadi tipis. Tekanan yang meningkat ini juga
mengakibatkan kepala neonates membesar.
2. Hidrosefalus komunikan
Hidrosefalus komunikan dapat disebabkan oleh plesus koroidesus
neonates yang berkembang berlebihan sehingga lebih banyak cairan yang
terbentuk daripada direabsorbsi oleh vili araknoidalis. Dengan demikian, cairan
terkumpul di dalam ventrikel maupun di luar otak sehingga kepala membesar
sekali dan otak mengalami kerusakan berat. . Akan tetapi, hidrosefalus
komunikans justru lebih banyak disebabkan oleh gangguan reasorbsi CSF.
Keadaan ini biasanya terjadi akibat meningitis, perdarahan subarachnoid yang
parah, atau gangguan iritasi yang mengakibatkan sumbatan ataupun jaringan parut
pada ruang subaraknoid.

2. Ny. Tuti diduga terinfeksi Toksoplasma sehingga berpengaruh pada bayinya.


a. Bagaimana cara mengetahui ibu telah terinfeksi Toksoplasma?
Jawaban

:
Dengan melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang digunakan saat ini

untuk mendiagnosis toksoplasmosis adalah pemeriksaan serologis, dengan


memeriksa zat anti (antibodi) IgG dan IgM Toxsoplasma gondii. Antibodi IgM
dibentuk pada masa infeksi akut (5 hari setelah infeksi), titernya meningkat
dengan cepat (80 sampai 1000 atau lebih) dan akan mereda dalam waktu relatif
singkat (beberapa minggu atau bulan). Antibodi IgG dibentuk lebih kemudian (1-2
minggu setelah infeksi), yang akan meningkat titernya dalam 6-8 minggu,
3

kemudian menurun dan dapat bertahan dalam waktu cukup lama, berbulan-bulan
bahkan lebih dari setahun. Oleh karena itu, temuan antibodi IgG dianggap sebagai
infeksi yang su-dah lama, sedangkan adanya antibodi IgM berarti infeksi yang
baru atau pengakifan kembali infeksi lama (reaktivasi), dan berisiko bayi terkena
toksoplasmosis bawaan. Berapa tingginya kadar antibodi tersebut untuk
menyatakan seseorang sudah terinfeksi toksoplasma sangatlah beragam,
bergantung pada cara peneraan yang dipakai dan kendali mutu dan batasan baku
masing-masing laboratorium. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan adalah
hasil penelitian yang dilakukan oleh Teguh Wahyu S dkk. (1998), yang
menyatakan seorang ibu yang tergolong positif bilamana titer IgGnya 2.949
IU/mL atau IgM 0.5 IU/mL, sedangkan tergolong negatif bilamana titer IgG < 2.0
IU/mL atau IgM < 0.5 IU/mL.
Tidak semua ibu hamil yang terinfeksi toksoplasma akan menularkan
toksoplasma bawaan pada bayinya. Bilamana dalam pemeriksaan ibu sebelum
hamil menunjukkan IgG positif terhadap toksoplasma, berarti ibu tersebut
terinfeksi sudah lama, tetapi bukan berarti bahwa 100% bayinya akan bebas dari
toksoplasmosis bawaan. Jadi, dapat disimpulkan, jika memang bayi Ny. Tuti
terinfeki toksoplasma, kemungkina besar Ny. Tuti baru mengidap toksoplasmosis.

b. Bagaimana pathogenesis Toksoplasmosis pada ibu?


Jawaban

Toksoplasmosis dapat terjadi karena dua parasit, yaitu


a. Takizoit
Merupakan pathogen utama Toksoplasma. Ia menginfeksi sel inang melalui
oraganel interior dan melepaskan enzim protolitik yang dapat merusak
membrane plasma. Setelah itu, takizoit menggunakan sel tersebut untuk
berkembang biak secara Endodiogneio
b. Bradizoit
Merupakan pathogen utama toksoplasma pada saar kronis. Keberadaannya di
sel inang merupakan periode yang lama. Mereka tertutup di dinding kista yang
berkembang dari vakuola parasitophorous. Bradizoit berkembang dari trakizoit
3-5 hari pada tikus, 7 hari setelah infeksi dengan bradizoit, dan 9 hari setelah
infeksi dengan sporozoit dari oosit.

Manusia biasanya terinfeksi dengan mengkonsumsi daging, makanan,


atau air yang terkontaminasi. Infeksi juga dapat ditularkan melalui transfusi darah
yang terkontaminasi, transplantasi organ terinfeksi, atau dari ibu yang terinfeksi
kepada janin. Yang terakhir, penyakit ini dapat diperoleh dengan langsung
terhisap kotoran kucing, yang mungkin terjadi saat membersihkan kotak kotoran
kucing. Ny. Tuti bisa jadi terserang infeksi toksoplasma (toksoplasmosis) dari
kebiasaan mangkomumsi sate yang matang kurang sempurna, kontak dengan
kucingnya yang diduga membawa taksoplasma, dan lingkungan yang tidak bersih
karena kucingnya yang sering BAB sembarangan.
c. Apakah anak dari Ny. Tuti tertular Toksoplasma? Apabila iya, bagaimana cara
penularannya?
Jawaban

Kemungkinan besar iya, penularannya dari Ny. Tuti, yang diduga baru saja
terinfeksi toksoplasma, melalui metode tranmisi via plasenta.

d. Bagaimana terbentuknya placenta sebagai media yang menghubungkan Ny. Tuti


dan bayinya?
Jawaban:
Proses awal mula terbentuknya plasenta adalah sejak telah terjadi implantasi di
dinding rahim. Terdapat 3 pengelompokan proses dalam pembentukan plasenta
yaitu :
a. Aposisi
Pada hari 4-5 paska fertilisasi / gestasi, blastosit sudah berada di dekat
dinding rahim tempat implannya nanti. Pada hari 5-6 Trofoblas bersiap
untuk berdiferensiasi menjadi sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Sebelum
implantasi, bagian blastosit yang berperan untuk menghancurkan dan
mencairkan permukaan jaringan endometrium dengan menginisiasi enzim
adalah trofoblas dengan sekresi sel-sel decidua.
b. Adesi
Pada tahap ini, bagian blastosit telah menempel pada dinding rahim
tetapi belum implant, bagian trofoblas yaitu sinsitiotrofoblas telah bersiap
siap sebagai agen invasi atau wilayah trofoblas yang meluas untuk
menjalankan aktifitas sesuai dengan tugasnya.
5

c.

Invasi
Blastosit masuk kedalam endometrium atau implantasi pada tahap ini,
proses gartrulasi dimulai. Trofoblas terus meluas ke dalam endometrium.
Trofoblas yang menginvasi, sel-sel mesodermal epiblas, dan jaringan yang
berdekatan dengan endometrium berkontribusi terhadap pembentukan
plasenta. Trofoblas akan menginisiasi pembentukan vili sebagai alat
transport nutrisi dari ibu ke janin. Pada akhirnya, akan terbentuk layer
amnion ( inner ) dan layer khorion ( outer ).

e. Apa akibat infeksi toksoplasma ibu hamil terhdapa janin/ bayinya?


Jawaban:
Akibat infeksi toksoplasma pada ibu hamil terhadap janin/bayinya dapat
bervariasi tergantung kapan terjadi pertama kalinya infeksi. Bila terjadi dalam
trimester pertama, sering menyebabkan keguguran dan berbagai macam kelainan
congenital yang berat. Sedangkan bila infeksinya pada trimester kedua atau
ketiga, dapat menimbulkan kelahiran premature atau lahir selamat (kelihatan
tanpa kelainan fisik). Tetapi dalam waktu 1-2 tahun akan muncul gejala
kelainan/retardasi fisik, hidrosefali/mikrosefalu, tumbuh kembang anak terlambat,
sampai cacat organ dan retardasi mental.
Infeksi

Abortus

Prematur

dalam

Retradasi

Cacat

Penyakit

Penyakit

Fisik

Bawaan

Akut

Menetap

Kehamilan
Toxo

Rubella

CMV

Herpes

f. Apa hubungan Toxoplasmosis dengan keadaan bayi yang lahir prematur?


Jawaban

Akibat infeksi toksoplasma pada ibu hamil terhadap janin/bayinya dapat


bervariasi tergantung kapan terjadi pertama kalinya infeksi. Bila terjadi dalam
trimester pertama, sering menyebabkan keguguran dan berbagai macam kelainan
congenital yang berat. Sedangkan bila infeksinya pada trimester kedua atau ketiga,

dapat menimbulkan kelahiran premature atau lahir selamat (kelihatan tanpa


kelainan fisik).

3. Ny. Tuti mengonsumsi daging tidak matang, tidak menjaga kebersihan rumah, dan
Ny. Tuti terbiasa kontak dengan kucing.
a. Bagaimana ciri kucing yang terinfeksi toksoplasma?
Jawaban

hewan yang terserang bisa menunjukkan gejala klinis atau pun tidak. pada anak
kucing gejala klinik yang ditemukan antara lain nafsu makan menurun, muntah,
haus, sesak nafas. beberapa diantara anak kucing yang tertular mati disertai
peradangan kelenjar limfe, jantung dan otak. pada kucing dewasa gejala klinik
tidak begitu jelas. pada toxoplasmosis okular dapat ditemukan gejala retinitis
(radang pada retina mata).

b. Mengapa daging yang tidak matang dapat membawa toksoplasma?


Jawaban :
Kista jaringan dalam hospes perantara (kambing, sapi, babi dan ayam) sebagai
sumber infeksi dapat dimusnahkan dengan memasaknya sampai 66 C. Daging
dapat menjadi hangat pada semua bagian dengan suhu 65C selama empat sampai
lima menit atau lebih, maka secara keseluruhan daging tidak mengandung kista
aktif, demikian juga hasil daging siap konsumsi yang diolah dengan garam dan
nitrat.

E. Learning Issue
I.

Karakteristik dan Perkembangan Fetus dan Embrio


1.1 Konsepsi
Konsepsi didefenisikan sebagai pertemuan antara sperma dan sel telur yang
menandai awal kehamilan. Peristiwa ini merupakan rangkaian kejadian yang meliputi
pembentukan gamet (sel telur dan sperma)/ Gametogenesis, ovulasi (pelepasan telur),
pengabungan gamet/ fertilisasi, dan implantasi embrio didalam uterus.

A. Gametogenesis
a. Spermatogenesis - Spermiogenesis (pada pria)
1.) Tempat spermatogenesis
Spermatogenesis terjadi di testis. Didalam testis terdapat tubulus seminiferus.
Dinding tubulus seminiferus terdiri dari jaringan epitel dan jaringan ikat, pada
jaringan epithelium terdapat sel sel spermatogonia dan sel sertoli yang berfungsi
memberi nutrisi pada spermatozoa. Selain itu pada tubulus seminiferus terdapat pula
sel leydig yang mengsekresikan hormone testosterone yang berperan pada proses
spermatogenesis.

2.) Proses Spermatogenesis


Pada masa pubertas, spermatogonia membelah diri secara mitosis sehingga
menghasilkan

lebih

banyak

spermatogonia.

Pada

manusia,

spermatogonia

mengandung 23 pasang kromosom atau 46 kromosom (diploid)


Beberapa spermatogonia membelah diri kembali, sedangkan lainnya
berkembang menjadi spermatosit primer yang juga mengandung kromosom sebanyak
46 kromosom. Sel sel spermatosit primer tersebut kemudian membelah secara
meiosis nebjadi dua spermatosit sekunder yang jumlah kromosomnya menjadi
setengahnya (23 kromosom haploid). Selanjutnya spermatosit sekunder membelah
lagi secara meiosis menjadi empat spermatid. Jadi, spermatid.jadi, spermatosit primer
mengalami pembelahan meiosis I yang menghasilkan dua spermatosit sekunder.
Selama pembelahan meiosis II, kedua spermatosit sekunder membelah lagi
menghasilkan empat spermatid. Selanjutnya spermatid berdiferensi menjadi sel
kelamin dewasa(masak) yang disebut spermatozoa atau sperma. Ini juga memiliki23
kromosom (haploid).
Pada manusia proses spermatogenesis berlangsung setiap hari. Siklus
spermatogenesis berlangsung rata rata 74 hari. Artinya , perkembangan sel
spermatogonia menjadi spermatozoa matang memerlukan waktu rata rata 74 hari.
Sementara itu pemasakan spermatosit menjadi sperma memerlukan waktu dua
hari.proses pemasakan spermatosit menjadi sperma dinamakan spermatogenesis dan
terjadi didalam epidemis.
Pada pria dewasa normal, proses spermatogenesis terus berlangsung sepanjang
hidup, walaupun kualitas dan kauntitasnya makin menurun dengan bertambahnya
usia.

Pada pria, sel benih primordial tetap berada pada stadium embrionalnya, di
dalam jaringan testis, dikelilingi dengan sel-sel penunjang, sampai saat sesudah lahir
dan menjelang pubertas. Diferensiasi lanjutan dari sel benih primordial dan
penunjangnya baru mulai pada masa pubertas.
Pada masa pubertas, sel penunjang berkembang menjadi sel-sel sustentakuler
Sertoli

untuk

nutrisi

gamet.

Sel

benih

primordial

berkembang

menjadi

spermatogonium kemudian menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer ini


kemudian mengadakan mitosis untuk memperbanyak diri terus menerus. Kemudian
hasil akhir pembelahan tersebut menjalani proses miosis pertama menjadi spermatosit
sekunder. Setelah itu spermatosit sekunder menjalani proses miosis kedua menjadi
spermatid.
Perkembangan selanjutnya dari spermatid menjadi sel sperma dewasa disebut
sebagai spermiogenesis. Pada proses spermiogenesis, terjadi beberapa proses penting :
1.

Badan dan inti sel spermatid menjadi "kepala" sperma.

2.

Sebagian besar sitoplasma luruh dan diabsorpsi.

3.

Terjadi juga pembentukan leher, lempeng tengah dan ekor.

4.

Kepala sperma diliputi akrosom.


Hasil akhir proses ini adalah sel-sel sperma dewasa yaitu spermatozoa.

10

b. Oogenesis (pada wanita)


Pada masa pubertas, oosit primer mengadakan pembelahan meiosis I
menghasilkan satu sel oosit sekunder yang besar dan satu sel badan kutub pertama
(polar body primer) yang lebih kecil. Perbedaan bentuk ini disebabkan sel oosit
sekunder mengandung hampir semua sitoplasma dan kuning telur, sedangkan sel
badan kutub pertama hanya terdiri dari nucleus saja. Oosit sekunder ini mempunyai
kromosom setengah kromosom oosit primer yaitu 23 kromosom (haploid).
Dalam pembelahan meiosis II, oosit sekunder membelah diri menghasilkan
satu sel ootid yang besar dan satu badan kutub kedua (polar body sekunder). Ootid
yang besar tersebut mengandung hamper semua kuning telur dan sitoplasma. Pada
saat yang sama, badan kutub pertama membelah diri menjadi dua kutub. Selanjutnya
ootid tumbuh menjadi sel telur (ovum) yang mempunyai 23 kromosom (haploid).
Sedangkan ketiga badan kutub kecil hancur sehingga setiap oosit primer hanya
menghasilkan satu sel telur yang fungsional. Sel telur (ovum) yang besar itu
mengandung sumber persediaan makanan, ribosom, RNA, dan komponen
komponen sitoplasma lain yang berperan dalam perkembangan embrio. Sel telur yang
matang diselubungi oleh membrane corona radiate dan zona pellusida.
Oogenesis hanya berlangsung hingga seseorang usia 40 sampai 50 tahun.
Setelah wanita tidak mengalami menstruasi lagi (menopause) sel telur tidak
diproduksi lagi.

11

Pada wanita, setelah tiba di gonad, sel benih primordial segera berdiferensiasi
menjadi oogonium.
Oogonium kemudian mengalami beberapa kali mitosis, dan pada akhir
perkembangan embrional bulan ketiga setiap oogonium dikelilingi oleh selapis sel
epitel yang berasal dari permukaan jaringan gonad, yang nantinya menjadi sel
folikuler.
Sebagian

besar

oogonium

terus

mengalami

mitosis,

sebagian

lain

berdiferensiasi dan tumbuh membesar menjadi oosit primer.

Oosit primer kemudian mengadakan replikasi DNA dan memasuki proses


miosis pertama sampai tahap profase.
Pada embrio bulan ke-5 sampai ke-7, jumlah oogonium diperkirakan mencapai
5-7 juta sel. Pada saat itu sel-sel mulai berdegenerasi, sehingga banyak oogonium dan
oosit primer berhenti tumbuh dan menjadi atretik.
Tetapi oosit primer yang telah memasuki tahap profase miosis pertama tetap
bertahan pada stadiumnya dengan dilapisi sel folikuler epitel gepeng (selanjutnya
oosit primer dengan sel folikuler ini disebut sebagai folikel primordial).
Folikel primordial tetap pada stadiumnya (disebut fase istirahat/ fase diktioten
/ diplotene stage), sampai sesudah kelahiran dan menjelang pubertas. Jumlahnya pada
saat kelahiran sekitar 700 ribu - 2 juta folikel.
12

Pada masa pubertas, sambil mulai terbentuknya siklus menstruasi, folikel


primordial / oosit primer mulai melanjutkan pematangannya dengan kecepatan yang
berbeda-beda.
Pada saat ovulasi suatu siklus haid normal, yaitu sekitar dua minggu sebelum
terjadinya perdarahan haid berikutnya, hanya satu sel folikel yang mengalami
pematangan sampai tingkat lanjut dan keluar sebagai ovum yang siap dibuahi.
Pertumbuhan / pematangan diawali dengan pertambahan ukuran oosit primer /
folikel primordial menjadi membesar, dan sel-sel epitel selapis gepeng berubah
menjadi kuboid dan berlapis-lapis. Pada tingkat pertumbuhan ini, oosit primer
bersama lapisan epitelnya disebut bereda dalam stadium folikel primer.
Awalnya oosit primer berhubungan erat dengan sel folikuler kuboid yang
melapisinya, namun selanjutnya terbentuk suatu lapisan mukopolisakarida yang
membatasi / memisahkan di antaranya, yang disebut zona pellucida.
Kemudian terbentuk juga suatu rongga dalam lapisan folikuler (antrum
folikuli) yang makin lama makin besar. Tetapi sel-sel folikuler yang berbatasan
dengan zona pellucida oosit primer tetap utuh dan menjadi cumulus oophorus.
Stadium perkembangan ini disebut stadium folikel sekunder.
Kemudian antrum folikuli semakin membesar, sementara bagian tepi luar
lapisan folikuler mulai dilapisi oleh dua lapisan jaringan ikat yaitu teka interna
(lapisan seluler, sebelah dalam, yang kemudian menghasilkan hormon estrogen) dan
teka eksterna (lapisan fibrosa, sebelah luar).
Pada stadium ini, folikel disebut sebagai berada dalam stadium sudah matang,
disebut sebagai folikel tersier atau folikel deGraaf.
Setelah tercapai pematangan folikel, oosit primer memasuki pembelahan
miosis kedua dengan menghasilkan dua sel anak yang masing-masing mengandung
jumlah DNA sebanyak separuh sel induk (23 tunggal, ).
Tetapi hanya satu sel anak yang tumbuh menjadi oosit sekunder, sementara sel
anak lainnya hanya menjadi badan kutub (polar body) yang tidak tumbuh lebih lanjut.
Pada saat oosit sekunder mencapai stadium pembentukan kumparan (coiling)
terjadilah ovulasi di mana oosit tersebut dilepaskan dari folikel deGraaf, bersama
dengan lapisan cumulus oophorus dari sel folikular dan lapisan zona pellucida.
Susunan cumulus oophorus di sekeliling zona pellucida kemudian menjadi corona
radiata.

13

Folikel bekas tempat oosit kemudian di bawah pengaruh hormon LH hipofisis


akan menjadi korpus luteum yang kemudian menghasilkan hormon progesteron.
Kemudian, oleh gerakan kontraksi dinding tuba dan ayunan serabut-serabut
fimbriae dinding tuba, oosit tersebut ikut terbawa ke arah uterus. Di dalam tuba inilah
terdapat

kemungkinan

terjadinya

pembuahan

dengan

sel

sperma.

Jika terjadi pembuahan, oosit sekunder menyelesaikan stadium pembelahan


pematangan keduanya sampai menjadi oosit matang, kemungkinan dengan
menghasilkan satu buah polar body lagi. Sementara polar body hasil pembelahan
sebelumnya diperkirakan juga mengadakan satu pembelahan lagi.
Jika terjadi pembuahan dan kehamilan, korpus luteum tetap aktif karena
hormon progesteron yang dihasilkannya berfungsi mempertahankan keseimbangan
hormonal selama masa-masa awal kehamilan. Jika tidak terjadi pembuahan, oosit
sekunder akan mengalami degenerasi dalam waktu sekitar 24-48 jam pasca ovulasi.
Jika tidak terjadi pembuahan dan kehamilan, sampai dengan 9-10 hari sesudah ovulasi
korpus luteum akan berdegenerasi dan mengalami fibrosis menjadi korpus albikans.
Akibat degenerasi ini produksi progesteron juga menurun, menjadi stimulasi untuk
terjadinya perdarahan haid berikutnya.

14

Hasil akhir oogenesis normal kemungkinan adalah satu buah oosit matang dan
1-3 buah polar bodies. Kromosom yang dikandung oleh oosit adalah separuh dari
induknya, yaitu 23+X.

B. Fertilisasi
Fertilisasi adalah proses peleburan/ penyatuan antara satu sel sperma dengan
satu sel telur (ovum) yang sudah matang dan membentuk zigot yang umumnya terjadi
pada sepertiga dari panjang saluran telur yaitu di ampulla tuba fallopi. Bagian ini
adalah bagian terluas dari saluran telur dan terletak dekat dengan ovarium.
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke rahim dan selanjutnya masuk ke
dalam saluran telur. Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot-otot uterus
dan tuba. Saat sampai di saluran kelamin wanita, spermatozoa belum mampu
menbuahi oosit. Mereka harus mengalami kapasitasi dan reaksi akrosom.
Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi wanita,
yang pada manusia berlangsung kira-kira 7 jam. Selama waktu itu, suatu selubung
glikoprotein dari protein-protein plasma semen dibuang dari selaput plasma, yang
membungkus daerah akrosom spermatozoa. Hanya sperma yang mengalami
kapasitasi yang dapat melewati sel korona dan mengalami reaksi akrosom.
Reaksi akrosom terjadi setelah penempelan ke zona pellusida dan diinduksi
oleh protein-protein zona. Reaksi ini berpuncak pada pelepasan enzim-enzim yang
diperlukan untuk menembus zona pelusida, antara lain akrosin dan zat-zat serupa
tripsin.

Fertilisasi terbagi menjadi 3 fase:


1.

penembusan korona radiata

2.

penembusan zona pelusida

3.

fusi oosit dan membrane sel sperma

Fase 1 : penembusan korona radiata


Dari 200-300 juta spermatozoa yang dicurahkan ke dalam saluran kelamin
wanita, hanya 300-500 yang mencapai tempat pembuahan. Hanya satu diantaranya
yang diperlukan untuk pembuahan, dan diduga bahwa sperma-sperma lainnya
membantu sperma yang akan membuahi untuk menembus sawar-sawar yang
15

melindungi gamet wanita. Sperma yang mengalami kapasitasi dengan bebas


menembus sel korona.

Fase 2 : penembusan zona pelusida


Zona pelusida adalah sebuah perisai glikoprotein di sekeliling telur yang
mempermudah dan mempertahankan pengikatan sperma dan menginduksi reaksi
akrosom. Pelepasan enzim-enzim akrosom memungkinkan sperma menembus zona
pelusida, sehingga akan bertemu dengan membrane plasma oosit. Permeabilitas zona
pelusida berubah ketika kepala sperma menyentuh permukaan oosit. Hal ini
mengakibatkan pembebasan enzim-enzim lisosom dari granul-granul korteks yang
melapisi membrane plasma oosit. Pada gilirannya, enzim-enzim ini menyebabkan
perubahan sifat zona pelusida (reaksi zona) untuk menghambat penetrasi sperma dan
membuat tak aktif tempat tempat reseptor bagi spermatozoa pada permukaan zona
yang spesifik spesies. Spermatozoa lain ternyata bisa menempel di zona pelusida
tetapi hanya satu yang menembus oosit.

Fase 3 : penyatuan oosit dan membrane sel sperma


Segera setelah spermatozoa menyentuh membrane sel oosit, kedua selaput
plasma sel tersebut menyatu. Karena selaput plasma yang menbungkus kepala
akrosom telah hilang pada saat reaksi akrosom, penyatuan yang sebenarnya terjadi
adalah antara selaput oosit dan selaput yang meliputi bagian belakang kepala sperma.
Pada manusia, baik kepala dan ekor spermatozoa memasuki sitoplasma oosit, tetapi
selaput plasma tertingal di permukaan oosit.

16

Selanjurnya, peleburan dua jenis gamet ini akan membentuk zigot. Zigot yang
dihasilkan mulai membelah pada suatu proses yang disebut penyibakan ( cleavage
).kemudian zigot berdiferensiasi menjadi morula yang jumlah selnya telah berlipat
ganda, lalu berubah menjadi blastula yang jumlah selnya lebih besar dari morula.
Blastula ini akan berdiferensiasi menjadi blastosit dimana telah dijumpai rongga dan
bagian inner mass cell dan outer mass cell yang masing masing akan berkembang
menjadi penyusun bakal fetus / organisme. Perjalanan untuk sebelum implant atau
mendekati implant adalah 7 hari.

C. Implantasi
Implantasi

adalah

masuknya

atau

tertanamnya hasil konsepsi ke dalam


endometrium terjadi pada hari ke 6
(blastula). Dua stuktur penting didalam
blastula adalah:

17

1.

Lapisan luarnyang disebut trofoblas, yang akan menjadi plasenta.

2.

Embrioblas (inner cell mass) yang kelak akan menjadi janin.


Pada hari ke 4 blastula masuk kedalam endometrium dan pada hari ke 6

menempel pada endometrium. Pada hari ke 10 seluruh blastula(blastokis) sudah


terbenam dalam endometrium dan dengan demikian nidasi sudah selesai. Nidasi terjadi
mungkin karena trofoblast mempunyai daya untuk menghancurkan sel-sel endmetrium.
Hancuran endometrium dipergunakan sebagai bahan makanan oleh telur. Tempat nidasi
biasanya pada dinding depan dan dinding belakang didaerah fundus uteri.
Pembuluh darah endometrium pecah dan sebagian wanita akan

mengalami

perdarahan perdarahan ringan akibat implantasi (bercak darah atau perdarahan ringan
pada saat seharusnya terjadi menstruasi berikutnya). Vili korion yang berbentuk seperti
jari, terbentuk diluar trofoblas dan menyusup masuk kedalam daerah yang mengandung
banyak pembuluh darah dan mendapat oksigen dan gizi dari aliran darah ibu serta
membuang karbondioksida dan produk sisa kedalam darah ibu.
Setelah implantasi, endometrium disebut desidua. Desidua yang terdapat antar sel
telur dan dinding rahim disebut desidua basalis. Bagian yang menutup blastosis atau
desidua yang terdapat antara telur dan cavum uteri ialah desidua kapsularis dan bagian
yang melapisi sisa uterus adalah desidua vera.
Faktor-faktor yang diperlukan agar proses implantasi berlangsung dengan baik
1.

Leukemia inhibiting factor , suatu sitokin

2.

Integrin , interaksi antar sel

3.

Transforming

growth

factor

beta,

stimulasi

pembentukan

sinsitium

dan

menghambat invasi trofoblas.

1.2 Embriogenesis
A. Perkembangan embrio awal
Pertumbuhan embrio bermula dari lempeng embrional (embryonal plate) yaitu
dimulai dari hari ke-15 sampai sekitar 8 minggu setelah konsepsi atau sampai ukuran
embrio sekitar 3 cm, dari puncak kepala sampai bokong. Tahap ini merupakan masa
yang paling kritis dalam perkembangan sistem organ dan penampilan luar utama janin,
daerah yang sedang berkembang dan mengalami pembelahan sel yang cepat sangat
rentan terhadap malformasi akibat teratogen. Dari embryonal plate selanjutnya
berdeferensiasi menjadi tiga unsur :
18

a. Sel-sel ektodermal
Pertumbuhan rambut, kulit, kuku, gigi, jaringan saraf, yang meliputi pula alat
indera (organ sensoris), glandula salivaria, cavitas nasi, bagian bawah kanalis analis,
tractus genitalis dan glandula mammae.
b. Sel-sel endodermal
Melapisi saccus vittelinus dan berkembang menjadi tractus digestivus,
hepar,pankreas, trachea, pulmo, vesica urinaria dan uretra.
c. Sel-sel mesodermal
Mesodermal merupakan lapisan jaringan disamping ektodermal dan endodermal
yang berasal dari massa sel dalam. Sebagian mesodermal terletakdi sekeliling cakram
embrio. Perkembangan lebih lanjut dari mesodermal ini akan menghasilkan sistem
sirkulasi dan limpatika, tulang, otot, ren, ureter, organ genitalia dan jaringan subkutan
pada kulit. Dengan kerja yang serupa, dengan amoeba sel tunggal yang sedang
mengambil makanan, maka cavitas amniotica dapat merubah bentuknya agar dapat
mengelilingi sacus vittelinus dan mesoderma dan menarik kedua jaringan tersebut
memasuki

cavitas

19

amniotica.

B. Perkembangan embrio lanjut

Empat Belas hari pertama


Blastositdiberi makan oleh sitoplasma sendiri, pembuluh-pembuluh darah primitif
untuk embrio mulai berkembang pada mesoderma.
Hari 14-28
Pembuluh-pembuluh darah embrio berhubungan dengan pembuluh-pembuluh
darah pada vili korion plasenta primitif. Sirkulasi embrio/maternal dengan demikian
telah terbentuk dan darah dapat beredar. Kepala embrio dapat dibedakan dari badannya
tunas-tunas tungkai sudah tampak. Terjadi sikap fleksi yang terjadisecara pelan-pelan.
Sistem-sistem utama di dalam tubuh telah ada dalam bentuk rudimenter. Jantung (cor)
menonjol dari tubuh dan mulai berdenyut.
Hari 28-42
Panjang embrio kira-kira 12 mm pada akhir minggu ke-6. Lengan mulai
memanjang dan tangan mendapatkan bentuknya. Timul mata dan telinga rudimenter,
telinga tampak tetapi terletak lebih rendah, gerakan pertama dapat dideteksi dengan
ultrasound mulai dari minggu ke-6.
20

1.3 Fetal Lahir


Perkembangan Fetus
Umur

Panjang

Berat

Kehamilan Badan

Badan

8 minggu

5 gr

2,5 cm

Pembentukan Organ

Merupakan perkembangan cepat, jantung mulai


memompa

darah,

anggota

badan

hidung,

kuping, jari jemari mulai dibentuk, kepala


fleksi.
12 minggu

9 cm

15 gr

Embrio menjadi janin. Denyut jantung dapat


terlihat dengan ultrasound. Diperkirakan lebih
berbentuk manusia karena tubuh berkembang.
Jenis kelamin dapat diketahui dan ginjal sudah
mulai memproduksi urin.
Daun kuping lebih jelas, kelopak mata melekat,
leher mulai terbentuk, alat kandungan luar
terbentuk namun belum berdiferensiasi.

16 minggu

16 cm

120 gr

Sistem muskuloskeletal sudah matang, sistem


saraf mulai melakukan kontrol pembuluh darah
berkembang dengan cepat,tangan janin dapat
menggenggam, kaki menendang dengan aktif,
jantung

janin

dapat

didengarkan

dengan

funandoskop, kelopak mata alis, mata dan kuku


telah tumbuh dengan sempurna. Kelenjar
minyak telah aktif dan vernik kaseosa telah
melapisi tubuh fetus
20 minggu

25 cm

280 gr

Verniks melindungi tubuh, kulit sangat keriput


karena lemak subkutan terlalu sedikit. Alis, bulu

21

mata dan rambut terbentuk. Janin mulai


menjawab rangsangan dari luar, janin akan
tenang apabila ibu mendengarkan musik yang
tenang.
24 minggu

30 cm

600 gr

Kerangka berkembang dengan cepat, rambut


menutupi kepala, deposit lemak subkutan lebih
banyak yang menyebabkan kerutan kulit mulai
berkurang. Perkembangan pernapasan dimulai.
Bila lahir dapat bernapas tapi hanya bertahan
hidup beberapa jam saja.

28 minggu

35 cm

1000 gr

Janin dapat bernapas, menelan dan mengatur


suhu. Surfaktan terbentuk didalam paru-paru.
Lanugo berkurang. Bila lahir dapat bernapas,
menangis pelan dan lemah.

32 minggu

40 cm

1800 gr

Simpanan lemak berkembang dibawah kulit,


lanugo mulai berkurang tetapi masih tertutup
verniks kaseosa, bila lahir kelihatan seperti
orang tua kecil atau little old man.

36 minggu

45 cm

2900 gr

Penulangan (oksipikasi) tulang tengkorak masih


belum sempurna, muka berseri tidak keriput,
jaringan lemak terus bertambah.

40 minggu

50 cm

3000 gr

Bayi cukup bulan, kulit licin, fetus gemuk dan


merah sedikit lanugo dan sedikit verniks
kaseosa.

22

II.

Plasenta
A. Anatomi Plasenta

B. Proses Terbentuknya Plasenta

Proses awal mula terbentuknya plasenta adalah sejak telah terjadi implantasi di
dinding rahim. Terdapat 3 pengelompokan proses dalam pembentukan plasenta yaitu :
d. Aposisi

23

Pada hari 4-5 paska fertilisasi / gestasi, blastosit sudah berada di dekat
dinding rahim tempat implannya nanti. Pada hari 5-6 Trofoblas bersiap
untuk berdiferensiasi menjadi sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Sebelum
implantasi, bagian blastosit yang berperan untuk menghancurkan dan
mencairkan permukaan jaringan endometrium dengan menginisiasi enzim
adalah trofoblas dengan sekresi sel-sel decidua.
e. Adesi
Pada tahap ini, bagian blastosit telah menempel pada dinding rahim
tetapi belum implant, bagian trofoblas yaitu sinsitiotrofoblas telah bersiap
siap sebagai agen invasi atau wilayah trofoblas yang meluas untuk
menjalankan aktifitas sesuai dengan tugasnya.
f.

Invasi
Blastosit masuk kedalam endometrium atau implantasi pada tahap ini,
proses gartrulasi dimulai. Trofoblas terus meluas ke dalam endometrium.
Trofoblas yang menginvasi, sel-sel mesodermal epiblas, dan jaringan yang
berdekatan dengan endometrium berkontribusi terhadap pembentukan
plasenta. Trofoblas akan menginisiasi pembentukan vili sebagai alat
transport nutrisi dari ibu ke janin. Pada akhirnya, akan terbentuk layer
amnion ( inner ) dan layer khorion ( outer ).

C. Fungsi Plasenta
Fungsi plasenta itu sendiri memegang peranan yang sangat penting, yaitu
mengusahakan janin tumbuh dengan baik, dimana plasenta menyediakan nutrisi dan
oksigen untuk embrio serta melindunginya. Untuk pertumbuhannya ini dibutuhkan
adanya penyaluran zat asam, asam amino, vitamin dan mineral dari ibu ke janin, dan
pembuangan CO2 serta sampah metabolisme janin ke peredaran darah ibu. Disamping
itu plasenta mempunyai fungsi essential lainnya seperti pernafasan (respirasi),
menyalurkan berbagai antibody ke janin (sistim imun), antiinflamasi, alat yang
membentuk hormon (sekresi hormon), dan juga mengeluarkan bahan-bahan yang
tidak berguna (ekskresi), perbaikan jaringan, laktasi, sirkulasi serta peredaran darah.
Plasenta dapat pula dilewati kuman-kuman dan obat-obat tertentu. Penyaluran zat
makanan dan zat lain dari ibu ke janin dan ebaliknya harus melewati lapisan trofoblas
plasenta (Speroff et al., 2005).
24

Plasenta adalah suatu barrier (penghalang) terhadap bakteri dan virus, akan
tetapi tidak efektif dan saat ini masih diragukan. Disamping itu plasenta juga sebagai
tempat pembuatan hormon-hormon, khususnya HCG (Chorionic Gonadotropine),
Chorionic Somato-Mammotropin (placental lactogen), estrogen dan progesteron. Di
dalam plasenta hormon tersebut ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi. Bukti
bahwa hormon itu dibuat di plasenta adalah karena jaringan plasenta yang dibiakan
ternyata menghasilkan hormon tersebut (Sherwood, 2001;Speroff et al., 2005).
III. Toksoplasmosis
Taksoplasmolisis Toksoplasmosis disebabkan oleh subkelas sporozoa, yaitu
Toksoplasma gondi. Ditemukan tahun 1908 di tikus gurun. Parasit ini berpotensi
menginfeksi setengah dari populasi Amerika Serika. Toksoplasmosis kadang-kadang
menunjukkan gejala. Penularan
terjadi dari memakan daging
yang kurang matang (sapi, babi,
dan

kambing)

dengan

kucing.

atau

kontak

Toksoplasma

Kongenital adalah penyakit yang


benar-benar berbahaya. Ibu hamil
sebaiknya

tidak

melakukan

kontak dengan kucing ataupun


fesesnya saat sedang hamil. Lalat
dan kecoak juga dapat membawa
Toksoplama dari feses kucing ke
makanan.

Toksoplasma

dapat

menyerang banyak dari sel-sel


dan jaringan, tapi kebanyakan
ditemukan

toksoplasma

menyerang otot, kelenjar getah


bening dan epitel usus.
Infeksi TORCH
Sebagai contoh infeksi TORCH pada ibu hamil misalnya, apabila dalam
sebelum kehamilan seorang ibu telah terinfeksi oleh Toksoplasma gondii, maka titer
25

IgM kualitatif-potensial telah lama hilang atau titer IgM kuantitatif non potensial
setinggi titer orang normal (<0,5 IU,ml darah). Titer IgG mendadak tinggi apabila
dalam kehamilan terjadi reaktivasi-infeksi (IgG-maternal dalam reaksi anamnestik)
dan diteruskan lewat plasenta kepada janin.
Akibat infeksi TORCH pada ibu hamil terhadap janin/bayinya dapat bervariasi
tergantung kapan terjadi pertama kalinya infeksi. Bila terjadi dalam trimester pertama,
sering menyebabkan keguguran dan berbagai macam kelainan congenital yang berat.
Sedangkan bila infeksinya pada trimester kedua atau ketiga, dapat menimbulkan
kelahiran premature atau lahir selamat (kelihatan tanpa kelainan fisik). Tetapi dalam
waktu 1-2 tahun akan muncul gejala kelainan/retardasi fisik, hidrosefali/mikrosefalu,
tumbuh kembang anak terlambat, sampai cacat organ dan retardasi mental.
Infeksi

Abortus

Prematur

dalam

Retradasi

Cacat

Penyakit

Penyakit

Fisik

Bawaan

Akut

Menetap

Kehamilan
Toxo

Rubella

CMV

Herpes

Tabel : Akibat Infeksi TORCH Pada Ibu Hamil dan Bayinya


Maka untuk mencari jejak adanya infeksi congenital setelah bayi dilahirkan,
selain tanda-tanda gejala klinik, diusahakan diagnosis lab dengan cara isolasi virus
dari jaringan tertentu pada bayinya (bila memungkinkan) dan pemeriksaan kadar IgM
yang relatif tetap meninggi apabila infeksinya tetap berlangsung. Kadar IgM bayi baru
lahir memang sangat kecil (dibawah 100Mgm/100cc) dibandingkan dengan kadar
IgG-nya pada waktu baru lahir (sekitar 1.800 Mgm/100cc) setelah ditambah dengan
kadar IgG maternal.
Infeksi Toxoplasmosis Kongenital
Secara umum telah disetujui sejak dulu bahwa transmisi Toxoplasmosis
congenital muncul hanya kerika infeksi Toksoplasma gondii didapat selama masa
gestasi. Konklusi ini diambil berdasarkan data riset klinis dan epidemiologi.

26

Pada trimester I barier plasenta sulit dilewati oleh Toksoplasma gondii, tetapi
bila ada Toksoplasma gondii, yang lolos melalui barier plasenta maka organogenesis
janin terganggu. Makin tua usia kehamilan, maka barier plasenta semakin mudah
dilewati Toksoplasma gondii. Di dalam plasenta Toksoplasma gondii menyebar secara
hematogen dan masuk ke tubuh janin melalui talipusat dan mengganggu
organogenesis pada janin. Hal ini menyebabkan abortus, anak lahir mati atau kelainan
congenital pada janin yang dilahirkan.
Infeksi yang terjadi pada trimester III dapat menyebabkan infeksi congenital
pada janin yang dikandungnya dengan persentase kejadian sebesar 65% tetapi pada
umumnya bayi yang dikandungnya tidak memperlihatkan tanda-tanda klinis. Infeksi
yang terjadi pada trimester II dapat menyebabkan infeksi congenital sebesar 54% dan
28% dari bayi yang terinfeksi secara congenital tersebut memperlihatkan tanda-tanda
klinis Toxoplasmosis kongenital. Infeksi yang terjadi pada trimester I dapat
menyebabkan infeksi congenital sebesar 25%, tetapi manifestasi klinisnya pada
umunya berat, termausk kematian intra uterin.
IV. Hidrosefalus
Hidrosefalus secara umum berarti kelebihan cairan serebrospinal di dalam
kepala, biasanya di dalam sistem ventrikel; ada juga kasus hidrosefalus eksternal pada
anak-anak cairan akan berakumulasi di dalam rongga arakhnoid.
Ada beberapa istilah hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi
ventrikel; sedangkan hidrosefalus eksternal cenderung menunjukkan adanya
pelebaran rongga subarachnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus komunikan adalah keadaan hidrosefalus di mana ada hubungan
antara sistem ventrikel dengan rongga subarakhoid otak dan spinal; hidrosedalus
nonkomunikans bila ada blok di dalam sistem ventrikel atau salurannya ke rongga
subarakhoid.
Hidrosefalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme
yaitu (1) produksi likuor yang berlebihan, (2) peningkatan resistensi aliran likuor, (3)
peningkatan tekanan sinur senosa.

27

Produksi likuor yang berlebihan hampir disebabkan oleh karena tumor


pleksus khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan
menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan
antara sekresi dan resorpsi, sehingga akhirnya, ventrikel akan membesar.
Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkanoleh gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorpsi yang
seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi
(1)

peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume


vaskuler intracranial bertambah

(2)

peningkatan tekanan intracranial sampai batas yang dibutuhkan


untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena
yang relative tinggi

Infeksi in-utero yang melibatkan susunan saraf pusat dapat menyebabkan


hidrosefalus. Di samping mengganggu aliran likuor, infeksi ini sering kali
menyebabkan kerusakan parenkhimal yang sangat berperan pada prognosa
perkembangan bayi. Dari antara sekian banyak penyakit infeksi yang menyerang bayi,
kiranya perlu diwaspadai terhadap toksoplasma sekunder, yang dapat menyebabkan
stenosis akuaduktus, kerusakan rongga subarachnoid dan parenkim otak. Lesi-lesi ini
terjadi pada trimester kehamilan kedua.

V. Katarak Kongenital
Definisi Katarak Kongenital
Katarak kongenital merupakan katarak yang terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan pada bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak jenis ini dapat terjadi
di kedua mata bayi (bilateral) maupun sebelah mata bayi (unilateral). Keruh atau
buram di lensa terlihat sebagai bintik putih jika dibandingkan dengan pupil hitam
yang normal dan dapat dilihat dengan mata telanjang.

28

Gejala

Bayi

yang

menderita

katarak

congenital

biasanay tidak menyadari secara visual lingkungan di


sekitarnya (untuk katarak congenital bilateral)

Warna pupil (yang seharusnya hitam) menjadi

mengeruh dan memutih

Gerakan mata cepat yang tidak normal

(nystagmus)

Etiologi
Secara umum, sekitar sepertiga dari katarak kongenital adalah komponen dari
sindrom yang lebih luas (misalnya, katarak akibat sindrom rubella bawaan), sepertiga
terjadi sebagai suatu sifat yang diturunkan, dan sepertiga sisanya belum ditentukan
penyebabnya. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu-ibu

yang menderita

homosisteinuri,

diabetes

melitus

hipoparatiroidism,

toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai


katarak

kongenital

biasanya

merupakan

penyakit-penyakit

herediter

seperti

mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik,


displasia retina, dan megalo-kornea. Berikut ini adalah tabel dari penyebab katarak
congenital. Berikut ini adalah tabel penyebab katarak konenital.
Genetika dan

Infeksi

Kelainan

Toksik

Metabolik
Down syndrome

Toxoplasmosis

Aniridia

Hallermann-Streiff

Other (Coxsackievirus, Syphilis,

Anterior segment Radiation

syndrome

Varicella-Zoster, HIV, and Parvo

dysgenesis

B19)
Lowe syndrome

Persistent fetal
Rubella

vasculature (PFV)

Cytomegalovirus

Posterior

Galactosemia
Cockayne syndrome

lenticonus
Herpes Simplex (HSV-1, HSV-2)

29

Corticosteroids

Marfan syndrome
Trisomy 13- 15
Hypoglycemia
Alport syndrome
Myotonic dystrophy
Fabry disease
Hypoparathyroidism
Conradi syndrome
Incontinentia pigmenti

30

F. Keterkaitan antar Masalah


Lingkungan yang
tidak bersih

Seringnya kontak dengan


kucing yang bisa berperan
sebagai vector.

Kebiasaan mengkonsumsi sate


daging yang tidak matang
sempurna

Ny. Tuti terinfeksi Toksoplasma

Bayi yang dilahirkan Ny. Tuti


mengalami hidrosefalus dan
katarak kongenital

G. Kesimpulan
Bayi Ny. Tuti terkena toksoplasmosis kongenital pada trisemester I akibat ibu
mengkomsumsi daging yang tidak matang sempurna, dengan faktor resiko lain berupa
kontak dengan kucing yang bisa berperan sebagai vector, dan tinggal di lingkungan
yang kurang bersih, menularkan toksoplasma melalui membran plasenta dan
menimbulkan infeksi toksoplasma congenital pada bayi Ny. Tuti yang mengakibatkan
gejala yang teramati pada pemeriksaan fisik berupa bayi lahir prematur, katarak
kongenital, dan hidrosefalus kongenital.

31

DAFTAR PUSTAKA
Amiseno, RA. 2011. Proses Embriogenesis.
(www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21471/4/Chapter%20II.pdf, diakses 7
Oktober 2014)
Cambridde, 1998. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia dan Sistem Reproduksi.Jakarta: EGC
Campbell, N.A., et. al. 2008. Biologi. 3rd ed. Jakarta : Erlangga
Corwin, Elizabeth J.. 2007. Buku Saku Patofisiologi, Ed 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Joan W. Witkin, PhD. Formation and Role Of Placenta.
(http://www.columbia.edu/itc/hs/medical/humandev/2004/Chapt17-Placenta.pdf.pdf.
diakses 10 Juli2014)
Jones, Jefreey L. et.al. 2001. Congenital Toxoplasmosis: Review. CME Review Article,
volume 56, halaman 296.
Juanda. 2006. TORCH (TOXO, RUBELLA, CMV, DAN HERPES) Akibat dan Solusinya.
Solo: Penerbit PT Wangsa Jastra Lestari.
Manuaba ,ida,bagus,GDE.1999. Memahami kesehatan reproduksi wanita. Jakarta: arcan
Price, Sylvia A. dan Lorraine Wilson. 2014. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, volume 2, Edisi 6. (diterjemahkan oleh: dr. Brahm U. Pendit et. al.). Jakarta:
Penerbit EGC
The Endowment For Human Development. The Biology of Prenatal Development
(www.ehd.org, diakses 7 Oktober 2014).
Udwillah, S. Dammar. 2014. Pengertian Penyakit Hidrosefalus. (http://www.academia.
edu/3642139/1_Pengertian_penyakit_hidrosefalus, diakses 10 Juli 2014)
Waluyo, Neno. 2012. Siklus Hidup Toksoplasma Gondii. (www.kucingkita.com, diakses 7
Oktober 2014).
Wheeler, Linda. 1998. Perawatan Pranatal dan Pascapartum. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
WHO. 2000. Asuhan Antepartum. Bab II, Hal. 2 8 . Jakarta
Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SB

32

You might also like