You are on page 1of 10

.1.

2 Proses Epithermal
Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem hidrotermal yang
terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur vulkanik yang dekat dengan
permukaan (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008). Penggolongan tersebut berdasarkan
temperatur (T), tekanan (P) dan kondisi geologi yang dicirikan oleh kandungan mineralnya.
Secara lebih detailnya endapan epitermal terbentuk pada kedalaman dangkal hingga 1000
meter dibawah permukaan dengan temperatur relatif rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak
lebih dari 100 atm dari cairan meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).
Tekstur penggantian (replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas karena jarang terjadi.
Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau berupa fissure vein. Sedangkan
struktur khasnya adalah berupa struktur pembungkusan (cockade structure). Asosiasi pada
endapan ini berupa mineral emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral penyertanya berupa
mineral kalsit, mineral zeolit dan mineral kwarsa. Dua tipe utama dari endapan ini adalah low
sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia
fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya.
Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai sebuah pipe-seperti zona dimana batuan
mengalami breksiasi dan teralterasi atau terubah tingkat tinggi. Veins juga ditemukan,
khususnya sepanjang zona patahan., namun mineralisasi vein mempunyai tipe tidak menerus
(discontinuous).
Pada daerah volcanic, sistem epithermal sangat umum ditemui dan seringkali mencapai
permukaan, terutama ketika fluida hydrothermal muncul (erupt) sebagai geyser dan
fumaroles. Banyak endapan mineral epithermal tua menampilkan fossil roots dari sistem
fumaroles kuno. Karena mineral-mineral tersebut berada dekat permukaan, proses erosi
sering mencabutnya secara cepat, hal inilah mengapa endapan mineral epithermal tua relatif
tidak umum secara global. Kebanyakan dari endapan mineral epithemal berumur Mesozoic
atau lebih muda.
Mineralisasi epitermal memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya kalsedonik quartz,
kalsit, dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah satu ciri dari
endapan epitermal, yaitu dengan elemen bijih seperti Au, Ag, As, Sb, Hg, Tl, Te, Pb, Zn, dan
Cu. Tekstur bijih yang dihasilkan oleh endapan epitermal termasuk tipe pengisian ruang
terbuka (karakteristik dari lingkungan yang bertekanan rendah), krustifikasi, colloform
banding dan struktur sisir. Endapan yang terbentuk dekat permukaan sekitar 1,5 km dibawah
permukaan ini juga memiliki tipe berupa tipe vein, stockwork dan diseminasi.
Dua tipe utama dari endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang
dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan
mineraloginya (Hedenquist et al., 1996:2000 dalam Chandra,2009).
Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren, 1933 dalam
Sibarani,2008)):

Suhu relatif rendah (50-250C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.%

Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)


Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan beku, terutama
yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan atau ekstrusif, biasanya disertai
oleh sesar turun dan kekar.

Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan pembentukan
kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan stockwork. Jarang terbentuk
sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit kenampakan replacement (penggantian).

Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U

Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit, sfalerit, galena,
kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar, orpiment, ruby silvers, argentite, selenides,
tellurides.

Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-Fe, epidot,
karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite, zeolit

Ubahan batuan samping terdiri dari chertification (silisifikasi), kaolinisasi, piritisasi,


dolomitisasi, kloritisasi

Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding) yang sangat umum,
sering sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan.
Karakteristik umum dari endapan epitermal (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008)
adalah:

Jenis air berupa air meteorik dengan sedikit air magmatik

Endapan epitermal mengandung mineral bijih epigenetic yang pada umumnya memiliki
batuan induk berupa batuan vulkanik.

Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh kontrol dan litologi
dimana biasanya merefleksikan kondisi paleo-permeability pada kedalaman yang dangkal
dari sistem hidrotermal.

Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang terjal yang
terbentuk sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya terdapat bidang sesar utama, tetapi
biasanya pada sesar-sesar minor.

Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk bijih pada urat.

Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih keras dan realtif
tahan terhadap pelapukan.

Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).

2.1.3 Klasifikasi Endapan Epithermal


Pada lingkungan epitermal terdapat 2 (dua) kondisi sistem hidrotermal (Gambar 2.4) yang
dapat dibedakan berdasarkan reaksi yang terjadi dan keterdapatan mineral-mineral alterasi
dan mineral bijihnya yaitu epitermal low sulfidasi dan high sulfidasi (Hedenquist et al .,1996;
2000 dalam Sibarani, 2008). Pengklasifikasian endapan epitermal masih merupakan

perdebatan hingga saat ini, akan tetapi sebagian besar mengacu kepada aspek mineralogi
dan gangue mineral, dimana aspek tersebut merefleksikan aspek kimia fluida maupun aspek
perbandingan karakteristik mineralogi, alterasi (ubahan) dan bentuk endapan pada lingkungan
epitermal. Aspek kimia dari fluida yang termineralisasi adalah salah satu faktor yang
terpenting dalam penentuan kapan mineralisasi tersebut terjadi dalam sistem hidrotermal.

1. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Rendah / Tipe Adularia-Serisit (Epithermal Low


Sulfidation )
a.

Tinjauan Umum

Endapan epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh larutan hidrotermal yang bersifat netral dan
mengisi celah-celah batuan. Tipe ini berasosiasi dengan alterasi kuarsa-adularia, karbonat,
serisit pada lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan perak dan emas relatif
tinggi. Mineral bijih dicirikan oleh terbentuknya elektrum, perak sulfida, garam sulfat, dan
logam dasar sulfida. Batuan induk pada deposit logam mulia sulfidasi rendah adalah andesit
alkali, dasit, riodasit atau riolit. Secara genesa sistem epitermal sulfidasi rendah berasosiasi
dengan vulkanisme riolitik. Tipe ini dikontrol oleh struktur-struktur pergeseran (dilatational
jog).

b. Genesa dan Karakteristik


Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan sisa magma yang
berpindah jauh dari sumbernya kemudian bercampur dengan air meteorik di dekat permukaan
dan membentuk jebakan tipe sulfidasi rendah, dipengaruhi oleh sistem boiling sebagai
mekanisme pengendapan mineral-mineral bijih. Proses boiling disertai pelepasan unsur gas
merupakan proses utama untuk pengendapan emas sebagai respon atas turunnya tekanan.
Perulangan proses boiling akan tercermin dari tekstur crusstiform banding dari silika dalam
urat kuarsa. Pembentukan jebakan urat kuarsa berkadar tinggi mensyaratkan pelepasan
tekanan secara tiba-tiba dari cairan hidrotermal untuk memungkinkan proses boiling. Sistem
ini terbentuk pada tektonik lempeng subduksi, kolisi dan pemekaran (Hedenquist dkk., 1996
dalam Pirajno, 1992).
Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam larutan dan salinitas.
Proses boiling dan terlepasnya CO2 ke fase uap mengakibatkan kenaikan pH, sehingga
terjadi perubahan stabilitas mineral contohnya dari illit ke adularia. Terlepasnya CO2
menyebabkan terbentuknya kalsit, sehingga umumnya dijumpai adularia dan bladed calcite
sebagai mineral pengotor (gangue minerals) pada urat bijih sistem sulfidasi rendah
Endapan epitermal sulfidasi rendah akan berasosiasi dengan alterasi kuarsaadularia,
karbonat dan serisit pada lingkungan sulfur rendah. Larutan bijih dari sistem sulfidasi rendah
variasinya bersifat alkali hingga netral (pH 7) dengan kadar garam rendah (0-6 wt)% NaCl,
mengandung CO2 dan CH4 yang bervariasi. Mineral-mineral sulfur biasanya dalam bentuk
H2S dan sulfida kompleks dengan temperatur sedang (150-300 C) dan didominasi oleh air
permukaan

Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah adalah andesit alkali,
riodasit, dasit, riolit ataupun batuan batuan alkali. Riolit sering hadir pada sistem sulfidasi
rendah dengan variasi jenis silika rendah sampai tinggi. Bentuk endapan didominasi oleh
urat-urat kuarsa yang mengisi ruang terbuka (open space), tersebar (disseminated), dan
umumnya terdiri dari urat-urat breksi (Hedenquist dkk., 1996). Struktur yang berkembang
pada sistem sulfidasi rendah berupa urat, cavity filling, urat breksi, tekstur colloform, dan
sedikit vuggy (Corbett dan Leach, 1996), lihat Tabel 2.1
Tabel 2.1 Karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah
(Corbett dan Leach, 1996).

c.

Tipe endapan

Sinter breccia, stockwork

Posisi tektonik

Subduction, collision, dan rift

Tekstur

Colloform atau crusstiform

Asosiasi mineral

Stibnit, sinnabar, adularia, metal sulfida

Mineral bijih

Pirit, elektrum, emas, sfalerit, arsenopirit

Contoh endapan

Pongkor, Hishikari dan Golden Cross

Interaksi Fluida

Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem geotermal yang didominasi oleh
air klorit dengan pH netral dan terdapat kontribusi dominan dari sirkulasi air meteorik yang
dalam dan mengandung CO2, NaCl, and H2S

d. Model Konseptual Endapan Emas Epitermal Sulfidasi Rendah

Gambar.2.9 Model endapan emas epitermal sulfidasi rendah


(Hedenquist dkk., 1996 dalam Nagel, 2008).

Gambar diatas (Gambar.2.9) merupakan model konseptual dari endapan emas sulfidasi
rendah. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa endapan ephitermal sulfidasi rendah
berasosiasi dengan lingkungan volkanik, tempat pembentukan yang relatif dekat permukaan
serta larutan yang berperan dalam proses pembentukannya berasal dari campuran air
magmatik dengan air meteorit

2. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Tinggi (Epithermal High Sulfidation) atau Acid
Sulfate
a.

Tinjauan Umum

Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan host rock berupa batuan vulkanik
bersifat asam hingga intermediet dengan kontrol struktur berupa sesar secara regional atau
intrusi subvulkanik, kedalaman formasi batuan sekitar 500-2000 meter dan temperatur 100 0C3200C. Endapan Epitermal High Sulfidation terbentuk oleh sistem dari fluida hidrotermal
yang berasal dari intrusi magmatik yang cukup dalam, fluida ini bergerak secara vertikal dan
horizontal menembus rekahan-rekahan pada batuan dengan suhu yang relatif tinggi (2003000C), fluida ini didominasi oleh fluida magmatik dengan kandungan acidic yang tinggi
yaitu berupa HCl, SO2, H2S (Pirajno, 1992).

Gambar 2.10 Keberadaan sistem sulfidasi tinggi

Gambar 2.11 Penampang Ideal Endapan Epitermal Menurut Buchanan (1981)

a.

Genesa dan Karakteristik

Endapan epitermal high sulfidation terbentuk dari reaksi batuan induk dengan fluida magma
asam yang panas, yang menghasilkan suatu karakteristik zona alterasi (ubahan) yang
akhirnya membentuk endapan Au+Cu+Ag. Sistem bijih menunjukkan kontrol permeabilitas
yang tergantung oleh faktor litologi, struktur, alterasi di batuan samping, mineralogi bijih dan
kedalaman formasi.High sulphidation berhubungan dengan pH asam, timbul dari
bercampurnya fluida yang mendekati pH asam dengan larutan sisa magma yang bersifat
encer sebagai hasil dari diferensiasi magma, di kedalaman yang dekat dengan tipe endapan
porfiri dan dicirikan oleh jenis sulfur yang dioksidasi menjadi SO.
b. Interaksi Fluida
Epithermal High Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem magmatic-hydrothermal yang
didominasi oleh fluida hidrothermal yang asam, dimana terdapat fluks larutan magmatik dan
vapor yang mengandung H2O, CO2, HCl, H2S, and SO2, dengan variabel input dari air
meteorik lokal.

2.2 Potensi Dan Keberadaan Endapan Epithermal


Jenis endapan epitermal yang terletak 500 m bagian atas dari suatu sistem hidrotermal ini
merupakan zone yang menarik dan terpenting. Disini terjadi perubahan-perubahan suhu dan
tekanan yang maksimum serta mengalami fluktuasi-fluktuasi yang paling cepat. Fluktuasifluktuasi tekanan ini menyebabkan perekahan hidraulik (hydraulic fracturing), pendidihan
(boiling), dan perubahan-perubahan hidrologi sistem yang mendadak. Proses-proses fisika ini
secara langsung berhubungan dengan proses-proses kimiawi yang menyebabkan mineralisasi
(www.terrasia.tripod.com)
Terdapat suatu kelompok unsur-unsur yang umumnya berasosiasi dengan mineralisasi
epitermal, meskipun tidak selalu ada atau bersifat eksklusif dalam sistem epitermal. Asosiasi
klasik unsur-unsur ini adalah: emas (Au), perak (Ag), arsen (As), antimon (Sb), mercury
(Hg), thallium (Tl), dan belerang (S) (www.terrasia.tripod.com) .

Dalam endapan yang batuan penerimanya karbonat (carbonat-hosted deposits), arsen dan
belerang merupakan unsur utama yang berasosiasi dengan emas dan perak (Berger, 1983),
beserta dengan sejumlah kecil tungsten/wolfram (W), molybdenum (Mo), mercury (Hg),
thallium (Tl), antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F) dan barium (Ba) yang
secara setempat terkayakan. Dalam endapan yang batuan penerimanya volkanik (volcanichosted deposits) akan terdapat pengayaan unsur-unsur arsen (As), antimon (Sb), mercury
(Hg), dan thallium (Tl); serta logam-logam mulia (precious metals) dalam daerah-daerah
saluran fluida utama, sebagaimana asosiasinya dengan zone-zone alterasi lempung. Menurut
Buchanan (1981), logam-logam dasar (base metals) karakteristiknya rendah dalam
asosiasinya dengan emas-perak, meskipun demikian dapat tinggi pada level di bawah logamlogam berharga (precious metals) atau dalam asosiasi-nya dengan endapan-endapan yang
kaya perak dimana unsur mangan juga terjadi. Cadmium (Cd), selenium (Se) dapat
berasosiasi dengan logam-logam dasar; sedangkan fluor (F), bismuth (Bi), tellurium (Te), dan
tungsten (W) dapat bervariasi tinggi kandungannya dari satu endapan ke endapan yang
lainnya; serta boron (B) dan barium (Ba) terkadang terkayakan. (www.terrasia.tripod.com).
Mineral-mineral ekonomis yang dihasilkan dari epitermal antara lain Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg,
arsenopirit, pirit, garnet, kalkopirit, wolframit, siderit, tembaga, spalerite, timbal, stibnit,
katmiun, galena, markasit, bornit, augit, dan topaz. Berikut ini adalah beberapa contoh logam
hasil dari endapan epitermal yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, antara lain: Emas (Au)
dan Perak (Ag).

2.2.1 Emas
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa Latin:
'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek,
mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi dengan zat kimia
lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini banyak terdapat
di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan dideposit alluvial dan salah satu logam
coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000
derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar
antara 2,5 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam
lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi
dengan mineral ikutan
(gangue
minerals).
Mineral
ikutan
tersebut
umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam.
Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi.
Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan
senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya
jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20% (Sutarto, 2004).
Sebagian besar endapan emas di Indonesia dihasilkan jenis endapan epitermal. Endapan emas
tipe ini umumnya didapatkan dalam bentuk urat, baik dalam urat kuarsa maupun dlam urat
bentuk karbonat yang terbentuk dalam suhu 150-3000C dengan pH sedikit asam atau
mendekati netral Urat-urat tersebut terbentuk oleh hasil aktifitas hidrotermal yang berada di

sekitar endapan porfiri. Dimana emas, perak, tembaga, wolfram, dan timah terdapat dalam
endapan ini (Sukandarrumidi, 2007).
Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan Alterasi
Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH mendekati netral
(Fluida-fluida Khlorida Netral) Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas
dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi atau breksi hidrotermal, dan stockwork atau
stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk seperti rambut (hairline)
Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-alterasi
sehubungan yang terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi dan mineralisasi
dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika masif, atau dalam
rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan.
Proses terbentuknya emas endapan epitermal dapat diuraikan sebagai berikut: emas diangkut
oleh larutan hidrotermal yang kaya akan ligand HS- dan OH-. Ligan ini mengangkut emas
hingga ke tempat pengendapannya. Kehadiran breksi hidrotermal merupakan salah satu cirri
adanya proses pendidihan pada larutan hidrotermal. Pendidihan terjadi karena ada pertemuan
antara larutan yang bersuhu tinggi (hidrotermal) dengan larutan yang bersuhu rendah (larutan
meteoric). Selama proses pendidihan ini tekanan menjadi semakin besar sehingga
mengancurkan dinding batuan yang dilalui larutan hidrotermal. Akibat proses pendidihan
tersebut, yaitu hilangnya gas H2S, terjadi peningkatan pH dan penurunan suhu. Ketiga proses
tersebut dapat mengantarkan emas pada batuan sehingga kadar emas primer tinggi biasanya
dijumpai di breksi hidrotermal (Sukandarrumidi, 2007).
Dibawah ini contoh endapan emas epitermal dari sistem low sulfidation danhigh sulfidation.
Tabel 2.2 Contoh endapan emas epitermal (high sulfidation)
(Wayan dalam . www.osun.org)

Endapan

Au (ton)

Umur

Yanacocha/Peru

820

M/P

Pueblo Viejo

680

Cret

Pascua

640

M/P

Pienina/Peru

250

M/P

Lepanto

210

Quat

El Indio

190

M/P

Chinquashih

150

Quat

Summitville

20

M/P

Rodalquilar

10

N/P

Tabel 2.3 Contoh endapan emas epitermal (Low Sulphidation)


(Wayan dalam www.osun.org)

Endapan

Au (ton)

Umur

Lihir

924

Quat

Porgera

600

M/P

Round Mountain

443

M/P

Baguio District

300

Quat

Hishikari

250

Quat

Kelian

180

M/P

Gunung Pongkor

175

M/P

Dukat

150

Cret

Cerro Korikollo

147

M/P

2.2.2 Perak
Dijumpai sebagai unsur (perak murni) atau sebagai senyawa. Sebagai perak murni (Ag)
mempunyai sifat; Kristal-kristal berkelompok tersusun sejajar, menjarum, atau menjaring,
kadang berupa sisik, kilap logam. Dalam bentuk mineral didapatkan sebagai argentite,
cerrargirit, miagirit, dan proustit (Sukandarrumidi, 2007). Perak biasanya berasosiasi dengan
pirit, tembaga, emas, kalsit, dan nikel. Perak terbentuk dari reduksi sulfide pada bagian
bawah endapan Ag, Zn, dan Pb. Terkadang juga terbentuk sebagai endapan primer urat
epitermal berasosiasi dengan kalsit (temperature rendah) (Sutarto, 2004). Kandungan perak
pada beberapa mineral dapat mencapai perak murni (100%), argentite (87%), prousite (65%),
miagrite (36%), dan dalam kandungan emas (28%). Endapan perak yang dihasilkan dari
endapan emas kurang lebih 75% didapatkan sebagai hasil samping dari pengolahan bijih
emas, nikel dan tembaga. Endapan perak dapat berupa endapan pengisian dan endapan
penggantian, serta pengayaan sulfide. Kebanyakan endapan perak didunia dihasilkan dari dari
hidrotermal tipe fissure filling (Sukandarrumidi, 2007).

2.3 Pemanfaatan Hasil Endapan Epitermal


2.3.1 Emas
Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga digunakan
sebagai perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang moneter dan keuangan
berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap berbagai mata uang di
seluruh dunia, meskipun secara resmi di bursa komoditas dunia, harga emas dicantumkan

dalam mata uang dolar Amerika. Bentuk penggunaan emas dalam bidang moneter lazimnya
berupa bulion atau batangan emas dalam berbagai satuan berat gram sampai kilogram.

2.3.2 Sfalerit (ZnS)


Unsur ini biasanya ditemukan bersama dengan logam-logam lain seperti tembaga dan timbal
dalam bijih logam. Seng diklasifikasikan sebagai kalkofil, yang berarti bahwa unsur ini
memiliki afinitas yang rendah terhadap oksigen dan lebih suka berikatan dengan belerang.
Kalkofil terbentuk ketika kerak bumi memadat di bawah kondisi atmosfer bumi awal yang
mendukung reaksi reduksi. Sfalerit, yang merupakan salah satu bentuk kristal seng sulfida,
merupakan bijih logam yang paling banyak ditambang untuk mendapatkan seng karena
mengandung sekitar 60-62% seng.
Pelapisan seng pada baja untuk mencegah perkaratan merupakan aplikasi utama seng.
Aplikasi-aplikasi lainnya meliputi penggunaannya pada baterai dan campuan logam.

2.3.2 Timbal (Pb)


Timbal tersebut juga memberikan berbagai manfaat, salah satunya adalah pelumasan pada
dudukan katup dalam proses pembakaran khususnya bagi mesin-mesin kendaraan bermotor
keluaran lama (dekade 1980-an dan sebelumnya). Adanya fungsi pelumasan dari Timbal pada
dudukan katup tersebut, akan mengakibatkan dudukan katup terjaga dari keausan dan resesi
(recession valve) sehingga lebih tahan lama/awet. Dengan kata lain perawatan untuk dudukan
katup tersebut menjadi lebih murah.
sifat timbal ini yang tahan terhadap korosi (karatan), timbal ini biasanya digunakan untuk
bahan perpipaan, bahan aditif untuk bensin, baterai, pigmen dan amunisi. Selain itu dalam
dunia permesinan terutama kendaraan bermotor timbal ini juga bermanfaat buat menambah
nilai oktan pada bensin (premium) sehingga efekknocking (ketukan) pada mesin dapat
dihindari. Residu timbal ini berfungsi untuk melapisi katup. Karena ada lapisan ini, maka
ketika katup menutup ada semacam bantalan/pelindung antara bahan metal katup dengan
dudukan katup(valve seat) di cylinder head mesin sehingga terhindar terjaga dari keausan dan
resesi
(recessionvalve)
sehingga
lebih
tahan
lama/awet.
(www.superpedia.rumahilmuindonesia.net)

You might also like