You are on page 1of 6

BAB 1

A. Struktur Sosial dalam Masyarakat


1. Pengertian dan Ciri struktur Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, struktur social adalah jalinan unsureunsur social yang pokok. Menurut Hanneman Samuel dan Aziz
Suganda, struktur social adalah keseluruhan susunan status, peranan,
dan tata aturan yang mengatur interaksi antar status dan peranan
dalam suatu aturan social. Menurut Soerjono Soekanto, struktur social
memiliki cirri-ciri sebagai berikut: adanya sejumlah status dengan
peranan social yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban antar individu; antara status dengan peranan social yang
satu dengan yang lain saling terkait membentuk hubungan secara
vertical dan horizontal; terdapat aturan yang mengatur hubungan antar
status dan peranan social yang ada.
2. Fungsi dan Bentuk Struktur Sosial
Menurut Mayor Polak, struktur social dapat berfungsi sebagai
berikut: Pertama, sebagai dasar untuk menanamkan suatu disiplin
social kelompok atau masyarakat; Kedua, sebagai pengawas social.
Bentuk bentuk struktur social dibedakan menjadi:
bentuk-bentuk struktur sosial dalam masyarakat dilihat dari
berbagai sudut, antara lain sebagai berikut:
1. Berdasarkan Sifat Dilihat dari sifatnya, bentuk-bentuk struktur sosial
yaitu sebagai berikut:
1. Struktur Sosial Kaku Struktur sosial kaku merupakan suatu
bentuk struktur sosial yang tidak dapat diubah dan masyarakat
akan menghadapi kesulitan besar apabila melakukan
perpindahan status atau kedudukannya. Misalnya masyarakat
yang menganut sistem kasta, status seseorang sudah ditentukan
sejak lahir.
2. Struktur Sosial Luwes Dalam struktur sosial luwes ini setiap
anggota masyarakat bebas bergerak melakukan perubahan.
Misalnya terdapat pada masyarakat dengan stratifikasi terbuka.
Dengan kata lain, bentuk struktur sosial luwes berkebalikan dari
struktur sosial kaku.
3. Struktur Sosial Formal Struktur sosial formal merupakan suatu
bentuk struktur sosial yang diakui oleh pihak yang berwenang.
Misalnya lembaga pemerintahan tingkat kabupaten yang terdiri
dari bupti, wakil bupati, sekwilda, dan lain-lain.

4. Struktur Sosial Informal Struktur sosial informal adalah struktur


sosial yang nyata ada dan berfungsi, tetapi tidak mempunyai
ketetapan hukum dan tidak diakui oleh pihak yang berwenang.
Misalnya dalam suatu masyarakat terdapat tokoh yang memiliki
wibawa dan kharisma, dipatuhi dan disegani oleh anggota
masyarakatnya, tetapi mereka tidak berada dalam struktur yang
formal. Dalam hal ini struktur sosial ini merupakan kebalikan
dari struktur sosial formal.
2.
Berdasarkan Identitas Keanggotaan Masyarakat Bentuk-bentuk
struktur sosial berdasarkan identitas keanggotaan masyarakat yaitu sebagai
berikut.
a. Struktur Sosial Homogen Struktur sosial homogen merupakan
struktur sosial yang mempunyai latar belakang kesamaan
identitas dari setiap anggota masyarakatnya, antara lain
kesamaan agama, ras, maupun suku bangsa. Masyarakat dengan
struktur sosial yang homogeny berkecenderungan untuk tidak
menginginkan perubahan-perubahan.
b. Struktur Sosial Heterogen Struktur sosial heterogen merupakan
struktur sosial yang ditandai oleh adanya keragaman identitas
anggota masyarakatnya. Masyarakat dengan struktur sosial
heterogen mempunyai latar belakang suku, agama, ataupun ras
yang berbeda.
3.
Berdasarkan Ketidaksamaan Sosial Ditinjau dari ketidaksamaan
sosial, bentuk struktur sosial dikelompokkan secara horizontal dan
vertikal.
o Ketidaksamaan sosial horizontal : perbedaan antarindividu
atau kelompok dalam masyarakat yang tidak menunjukkan
adanya tingkatan yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Ketidaksamaan horizontal disebut juga diferensiasi sosial.
Contohnya perbedaan jenis kelamin, ras, dan agama.
o Ketidaksamaan sosial vertikal : Perbedaan antar individu atau
kelompok dalam masyarakat yang menunjukkan adanya
tingkatan lebih rendah atau lebih tinggi. Ketidaksamaan sosial
vertical disebut juga stratifikasi sosial. Contohnya perbedaan
kekayaan,
pendidikan,
keturunan
dan
kekuasaan.
Pengelompokan manusia berdasarkan ciri fisik meliputi jenis
kelamin, warna kulit, rambut, bentuk dan tinggi badan, dan
lain-lain. Sedangkan pengelompokan manusia berdasarkan ciri
nonfisik atau ciri sosial budaya meliputi kecerdasan,
keterampilan, minat, bakat, dan motivasi. Faktor-faktor yang
membentuk ketidaksamaan sosial antara lain sebagai berikut.
a. Keadaan geografis, Geografis yang dapat menghasilkan
perbedaan mata pencaharaian.
b. Etnis.
c. Potensi/kemampuan diri. Kemampuan atau potensi diri yang
dapat menghasilkan perbedaan atas dasar profesi, kekayaan,

hobi, dan sebagainya. d. Latar belakang sosial yang dapat


menghasilkan perbedaan tingkat pendidikan, peranan, prestise,
dan kekuasaan. e. Ciri fisik yang dapat menghasilkan
perbedaan atas dasar jenis kelamin, warna kulit, maupun
ukuran tubuh. f. Budaya yang dapat menghasilkan perbedaan
atas dasar sistem kepercayaan atau agama, ideologi, sistem
nilai, norma, dan kekerabatan.

BAB II
1. DDD
A. Pengertian

Berstein (1965) Menurut Berstein, konflik merupakan


suatu pertentangan atau perbedaan yang tidak dapat
dicegah. Konflik ini mempunyai potensi yang memberikan
pengaruh positif dan negatif dalam interaksi manusia.

Robert M.Z. Lawang Menurut Lawang, konflik adalah


perjuangan memperoleh status, nilai, kekuasaan, di mana
tujuan mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh
keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.

Ariyono Suyono Menurut Ariyono Suyono, konflik adalah


proses atau keadaan di mana dua pihak berusaha
menggagalkan
tercapainya
tujuan
masing-masing
disebabkan adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai
ataupun tuntutan dari masing-masing pihak.

James W. Vander Zanden Menurut Zanden dalam


bukunya Sociology, konflik diartikan sebagai suatu
pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas
kekayaan, kekuasaan, status atau wilayah tempat yang
saling
berhadapan,
bertujuan
untuk
menetralkan,
merugikan ataupun menyisihkan lawan mereka.

Soerjono Soekanto Menurut Soerjono Soekanto, konflik


merupakan suatu proses sosial di mana orang per orangan
atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi

tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang


disertai ancaman atau kekerasan.
Sebab terjadinya konflik

Perbedaan pendirian dan perasaan seseorang makin tajam


sehingga timbul bentrok

Perubahan sosial yang terlalu cepat dalam masyarakat


sehingga terjadi disorganisasi dan perbedaan pendirian
mengenai reorganisasi dari sistem nilai baru

Perbedaan
kebudayaan
yang
mempengaruhi
pola
pemikiran dan tingkah laku perseorangan dalam kelompok
kebudayaan yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan
pertentangan kelompok

Bentrokan antarkepentingan baik perseorangan maupun


kelompok, misalnya kepentingan ekonomi, sosial, politik,
ketertiban, dan keamanan

Permasalahan bidang ekonomi, seperti kelangkaan BBM

Lemahnya kepemimpinan pada berbagai tingkatan (weak


leadership)

Ketidakadilan yang dirasakan oleh sebagian atau seluruh


kelompok masyarakat

Rendahnya tingkat penegakan hukum

Terorisasi nilai-nilai tradisional


kebersamaan dan harmoni

Sejarah operasi pemerintah pada masa lalu terutama


melalui kekuatan militer bersenjata.

yang

mengedepankan

Ada tiga macam bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu:


1. Konsiliasi merupakan pengendalian yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola
diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan di antara pihakpihak yang berlawanan mengani persoalan yang mereka
pertentangkan.

2. Mediasi pengendalian konflik yang dilaksanakan apabila


kedua belah pihak yang terlibat konflik bersama-sama
bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan
nasehat-nasehatnya tentang bagaimana mereka sebaiknya
menyelesaikan
pertentangan
mereka.
3. Arbitrasi pengendalian konflik yang dilakukan apabila kedua
belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk menerima atau
terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan
memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan
konflik yang terjadi di antara mereka.
1. Akibat negatif dari adanya konflik.

Retaknya persatuan kelompok. Hal ini terjadi apabila


terjadi pertentangan antaranggota dalam satu kelompok.

Perubahan kepribadian individu. Pertentangan di dalam


kelompok atau antarkelompok dapat menyebabkan
individu-individu tertentu merasa tertekan sehingga
mentalnya tersiksa.

Dominasi dan takluknya salah satu pihak. Hal ini terjadi jika
kekuatan pihak-pihak yang bertikai tidak seimbang, akan
terjadi dominasi oleh satu pihak terhadap pihak lainnya.
Pihak yang kalah menjadi takluk secara terpaksa, bahkan
terkadang menimbulkan kekuasaan yang otoriter (dalam
politik) atau monopoli (dalam ekonomi).

Banyaknya kerugian, baik harta benda maupun jiwa, akibat


kekerasan yang ditonjolkan dalam penyelesaian suatu
konflik.

2. Akibat positif dari adanya konflik.

Konflik dapat meningkatkan solidaritas di antara anggota


kelompok, misalnya apabila terjadi pertikaian antarkelompok, anggota-anggota dari setiap kelompok tersebut
akan bersatu untuk menghadapi lawan kelompoknya.

Konflik berfungsi sebagai alat perubahan sosial, misalnya


anggota-anggota
kelompok
atau masyarakat yang

berseteru akan menilai dirinya sendiri dan mungkin akan


terjadi perubahan dalam dirinya.

Munculnya pribadi-pribadi atau mental-mental masyarakat


yang tahan uji dalam menghadapi segala tantangan dan
permasalahan yang dihadapi sehingga dapat lebih mendewasakan masyarakat.

Dalam diskusi ilmiah, biasanya perbedaan pendapat justru


diharapkan untuk melihat kelemahan-kelemahan suatu
pendapat sehingga dapat ditemukan pendapat atau
pilihan-pilihan yang lebih kuat sebagai jalan keluar atau
pemecahan suatu masalah.

You might also like