Professional Documents
Culture Documents
c GI
Loss DAN PERITONITIS DIFUS e.c SEPSIS INTRA AMBDOMEN POST
KISTATEKTOMI BILATERAL a.i KISTA OVARIUM SINISTRA, ABSES
TUBAOVARIAL DEKSTRA POD VI dengan MODS (AKI stage III dengan ASIDOSIS
METABOLIK TERKONTAMINASI) DIRUANG GICU RSHS BANDUNG
DISUSUN OLEH:
1. Fanny Indah S
2. Ratih Fatma A
3. Aditya Bayu K
4. Rasi Akbar B
5. Ina Islamia
6. Herti Pardede
7. Dhea Dezhita
8. Dini Fathania
9. Sisca Damayanti
10. Sri Hardiyani
11. Danita Suci L
220112140109
220112140005
220112140051
220112140087
220112140011
220112140033
220112140042
220112140060
220112140070
220112140079
220112140092
Sebelumnya klien pernah menjalani operasi pengangkatan kista ovarium di RSHS dan
dirawat dari tanggal 20 Februari 2015-24 Maret 2015
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 6 Maret 2015 di ruang GICU RSHS, kesadaran
klien mengalami penurunan sehingga sulit dilakukan komunikasi mengenai apa yang
dirasakan klien saat ini. Terpasang ventilator, NGT dengan warna cairan lambung hijau,
terpasang DC, dan drain dari abdomen kiri pasien.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD 90/ 60 mmHg, nadi 100 x/ menit, RR 20 x/
menit,suhu 360 C. Sklera ikterik, konjungtiva anemis, PCH (-), JVP 5+2 cmH 2O, KGB tidak
teraba, bentuk dan gerak thoraks simetris, bunyi jantung normal, suara napas normal,
abdomen cembung tegang, hepar dan lien tidak teraba, defanse muscular (+), ekstremitas atas
bawah akral teraba dingin, CRT < 2 detik, edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/Hasil pemeriksaan laboratorium : Hb 7,6 ; Ht 24 ; leukosit 11.800 ; trombosit 220.000 ; PT
13,5 ; INR 1,22 ; Aptt 37,5 ; fibrinogen 589,2 ; albumin 2,4 ; protein 5,3 ; ureum 182 ;
kreatinin 8,37 ; natrium 146 ; kalium 2,7
Hasil pemeriksaan AGD : pH 7,268 ; pCO2 15,8 ; pO2 116,0 ; HCO3 6,8 ; saturasi oksigen
97,6 %
Diagnosa Medis :
1. Syok hipovolemik e.c GI Loss
2. Peritonitis difus e.c sepsis intra abdomen post kistektomi bilateral a.i kista ovarium
sinistra, abses tubaovarial dekstra POD VI dengan MODS (AKI stage III dengan asidosis
metabolikterkompensasi)
Step 1
1. KGB?
2. MOSD?
3. Peritonitis difus?
Jawab
1. MODS
2. Peritonitis difus
3. KGB
Step 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Step 3
1. Terjadi karena adanya peradangan di rongga peritoneum yang disebabkan oleh bakteri
maupun virus. Atau karena perawatan luka pos op yang tidak baik. Bisa juga terjadi
karena adanya penyebaran infeksi dari tempat lain. Seperti di kasus kemungkinan dari
abses tubaovarial. (soal no 2)
2. Resiko penyebaran infeksi dan kekurangan volume cairan dan elektrolit. (soal no 4)
3. Penanganan syok hivopolemik tergantung klasifikasinya, contoh nya kalau sudah di
kelas 2 harus dikasih resusitasi cairan seperti cairan kristaloid ditambah transfusi
darah. (soal no 5)
4. Terjadi karena adanya rangsangan pada m.rektus abdominis. (soal no 6)
Step 4
Proses penyakit /
patofisiologi
Konsep penyakit
Peritonitis
difuse
Penanganan syok
hipovolemik
Masalah
keperawatan
penatalaksanaan
Step 5 (LO)
1. Kenapa cairan yang keluar warna hijau? (soal no 1)
2. Kaitan penyakit awal klien dengan gi loss sampai syok hipovolemik? (soal no 3)
KONSEP
1. DEFINISI
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen
dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk
akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan
nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien
dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau
penyakit berat dan sistemik dengan syok sepsis.
2. ETIOLOGI
3. MANIFESTASI KLINIS
Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya.Biasanya penderita
muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu
atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita
jaringan (perlengketan,adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis
tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakanper
is taltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan
juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum.
Manifestasi lainnya adalah:
a. Perut (abdomen) sangat sakit, kembung dan kadang lembek. Rasa sakit akan
semakin memburuk ketika perut disentuh atau bergerak.
b. Ketidakmampuan mengeluarkan gas atau kentut dari tubuh.
c. Demam dan menggigil.
d. Terdapat cairan di perut.
e. Susah buang air besar.
f. Kelelahan berlebihan.
g. Hanya sedikit buang air kecil.
h. Mual dan muntah
4. KLASIFIKASI
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Peritonitis bakterial primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada
cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua yaitu spesifik
seperti tuberculosis dan bon spesifik seperti pneumonia non tuberculosis dan
tonsilitis. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya
malnutrisi,
keganasan
intraabdomen,
imunosupresi
dan
splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak
Syok hipovolemik
Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system
Komplikasi lanjut
-
Adhesi
b. Komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan
abses. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan,
kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak
adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi
eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama.
Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia
akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status
narkose penderita pascaoperasi.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Test laboratorium
- Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein
(lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi
dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi
memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar
diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
- Hematokrit meningkat
- Asidosis metabolic
- GDA : alkaliosis respiratori dan asidosis mungkin ada
- Protein / albumin serum : mungkin menurun karena penumpukkan cairan (di intra
abdomen)
- Amilase serum : biasanya meningkat
b. X. Ray
Dari tes X Ray didapat:
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
-
c. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto
polos abdomen 3 posisi, yaitu :
-
Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari
arah horizontal proyeksi anteroposterior.
Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal
proyeksi anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran
35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase
usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran
radiologis antara lain:
-
Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah
obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone
appearance).
Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air
fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti
ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di
kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan
air fluid level.
Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air
fluid level dan step ladder appearance.
7. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran
cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik
(apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah
keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
a. Konservatif
Indikasi terapi konservatif, antara lain:
-
Penderita tidak cukup baik untuk dilakukan general anestesi; pada orang
tua dan komorbid
Cairan intravena
Pada peritonitis terjadi pindahnya CIS ke dalam rongga peritoneum,
jumlah cairan ini harus diganti dengan jumlah yan sesuai. Jika ditemukan
toksisitas sistemik atau pada penderita dengan usia tua dan keadaan umum
yang buruk, CVP (central venous pressure) dan kateter perlu dilakukan,
balans cairan harus diperhatikan, pengukuran berat badan serial diperlukan
untuk memonitoring kebutuhan cairan. Cairan yang dipakai biasanya
Ringer Laktat dan harus diinfuskan dengan cepat untuk mengoreksi
hipovolemia mengembalikan tekanan darah dan urin output yang
memuaskan.
Antibiotik
Oksigenasi
Sangat diperlukan pada penderita dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor
dengan pulse oximetry atau dengan pemeriksaan BGA.
Pemasangan NGT
Akan mengurangi muntah dan mengurangi resiko terjadinya pneumonia
aspirasi
Nutrisi Parenteral
Pemberian analgetik, biasanya golongan opiat (i.v.) dan juga anti muntah.
Tindakan Preoperatif
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus
mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah antara lain :
Pemberian antibiotic
c. Tindakan Operatif
Terapi bedah pada peritonitis antara lain:
-
Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan
luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan
infeksinya
Laparotomi
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan
operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah
yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka
serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat
inflamasi. Tehnik operasi yang
digunakan
untuk mengendalikan
Laparoskopi
Laparoskopi terbukti efektif dalam manajemen appendisitis akut dan
perforasi ulkus duodenal. Dan dapat juga dilakukan pada kasus perforasi
kolon, tetapi lebih sering dilakukan laparotomi. Kontraindikasi pada
penderita dengan syok dan ileus
menghambat
mekanisme
defens
lokal.
Bila
peritonitisnya
8. PATOFISIOLOGI
peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi
material (mikroorganisme)
Peritonitis
pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem
seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia
terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan
tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit
: Ny. M
: 21 Agustus 1987
: 28 Tahun
: Kp. Panghegar RT 05/ 02, Lembang
: Islam
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: Sunda
: SLTA
: 2 Maret 2015
: 6 Maret 2015
: 0001402514
: Peritonitis difus e.c sepsis intra abdomen post
komunikasi mengenai apa yang dirasakan klien saat ini. Terpasang ventilator,
NGT dengan warna cairan lambung hijau, terpasang DC, dan drain dari
abdomen kiri pasien.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien sebelumnya pernah menjalani operasi pengangkatan kista ovarium di
RSHS dan dirawat dari tanggal 20 Februari 2015-24 Maret 2015
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak dapat dikaji
e. Data Psikososial
Psikososial klien tidak terkaji. Sedangkan keluarga klien menyatakan berserah
diri atas kondisi klien namun tetap berdoa dan berusaha untuk kesembuhan
klien.
f. Data Spiritual
Tidak dapat dikaji
g. Data ADL
Selama dirawat di Ruang GICU RSHS, pemenuhan ADL (seperti pemenuhan
nutrisi dan personal hygiene) klien dibantu total oleh tenaga kesehatan di
ruangan tersebut terutama oleh perawat. Untuk aktivitas sendiri klien tidak
bisa bergerak sama sekali karena penurunan kesadaran.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : stupor
TTV
:
Tekanan Darah = 90/ 60 mmHg
Nadi = 100 x/ menit
Suhu = 360 C
Respirasi = 20 x/ menit
a. Kepala
Sklera ikterik, konjungtiva anemis, PCH (-), tidak terdapat luka di area kepala, tidak
terdapat benjolan dan krepitasi di area tulang kepala.
b. Leher
JVP 5+2 cmH2O, KGB tidak teraba, tidak terdapat deviasi trakea, tidak terdapat luka
dan benjolan.
c. Dada
Gerak thoraks simetris, tidak terdapat luka, tidak terdapat krepitasi, suara napas
normal, tidak terdapat suara napas tambahan.
d. Abdomen
abdomen cembung tegang, hepar dan lien tidak teraba, defanse muscular (+).
e. Genitalia
Tidak terdapat kelainan di area genitalia
f. Ekstremitas
Ekstremitas atas bawah akral teraba dingin, CRT < 2 detik, edema -/-, sianosis -/-,
clubbing finger -/-.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hematologi
Jenis
PT
APTT
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Monosit
Hasil
13,5
37,5
7,6
24
11800
220000
11
Nilai Rujukan
11,2-15,2
22,2-42,2
11,5-13,5
34-40
5500-15500
150000-450000
2-10
Satuan
Detik
Detik
gr/ dL
%
gr/ dL
m3
%
Hasil
2,4
5,3
182
8,37
146
2,7
Nilai Rujukan
3,5-5
6,6-8,7
15-50
0,24-0,41
135-14
3,6-5,5
Satuan
g/dL
g/dL
mg/dL
mg/dL
mEq/ L
mEq/ L
b. Kimia Klinik
Jenis
Albumin
Protein Total
Ureum
Kreatinin
Natrium
Kalium
c. AGD
Hasil pemeriksaan AGD : pH 7,268 ; pCO2 15,8 ; pO2 116,0 ; HCO3 6,8 ;
saturasi oksigen 97,6 %
5. Terapi
- Meropenem 3 x 1 gram
- Metronidazole 3 x 500 mg
- Furosemid 5 mg/ jam sampai target urin 1 cc/ Kg BB
- Target Hb 10 mg/ dL
- Rencana dilakukan kultur bulyon
ANALISA DATA
NO
1
DS:
DATA
DO:
- Hb=7,6;
- Akral dingin
- Sklera ikterik
ETIOLOGI
Peritonitis difus
Dilakukan laparatomi ekplorasi
Resiko perdarahan saat operasi
HB menurun
MASALAH
Gangguan perfusi
jaringan
DS:
DO:
-TD: 90/60 mmHg
-HR= 100x/menit
Kekurangan volume
cairan dan elektrolit
DS:
Laparatomi ekplorasi
DO:
-Terdapat luka bedah di
bagian abdomen (+)
-Peritonitis difus (+)
Resiko perluasan
infeksi
: GICU
No. Medrek
: 0001402514
Nama Perawat
: Kelompok 1
No
1
Diagnosa
Gangguan perfusi jaringan b.d
penurunan konsentrasi hemoglobin
di dalam darah ditandai dengan
DS: DO: Hb=7,6; Akral dingin
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 x 24 jam
tidak ada gangguan pada
sirkulasi pasien dengan
kriteria:
- Rata-rata tekanan darah
dalam batas normal
- Pengisian kapiler < 2
detik
- Suhu kulit hangat
- Hb= 8
Perencanaan
Intervensi
1. Elevasi ekstremitas 20 atau
lebih di atas jantung
2. Monitor sirkulasi perifer (nadi
perifer, edema, capilarry refill,
warna dan suhu ekstremitas
3. Monitor hasil Laboratorium (Hb)
Rasional
1. Peninggian ekstremitas untuk
meningkatkan venous return
2. Untuk mengetahui gambaran
sirkulasi perifer
100x/menit
normal
0,9%
- Tanda- tanda vital
dalam batas normal
- Tidak ada tanda- tanda 4. Monitor tanda- tanda vital setiap
dehidrasi,
elastisitas
1 jam
turgor
kulit
baik,
membran
mukosa
lembab dan tidak ada
rasa
haus
yang
berlebihan
- Elektrolit,
Hb,
Ht
dalam batas normal
Intake oral dan intravena
adekuat
Setelah dilakukan tindakan 1Mandikan klien dengan tissue
keperawatan selama 3 x 24
basah, lakukan oral hygiene,
jam klien tidak mengalami
perawatan kulit dengan cermat,
infeksi dengan kriteria :
massage dengan pelembab, ganti
- Klien bebas dari tanda
linen dan pakaian klien dan
dan gejala infeksi
pertahankan linen tersebut tetap
- TTV dalam batas
bersih dan bebas dari kerutan
normal T = 36,5 -37,5 2Kolaborasi
pemeriksaan
C; HR= 60laboratorium jika terlihat tanda100x/menit;
tanda infeksi
3Berikan antibiotik meropenem 3x 1
gram IV dan metronidazole 3x
500 gram IV
4Batasi jumlah pengunjung
5Ajarkan keluarga atau pengunjung
menentukan
intervensi
kedaruratan
3 Untuk mencegah terjadinya
kehilangan
cairan
berkelanjutan
dan
mencegah terjadinya syok
4. Untuk mengetahui adanya
tanda- tanda perubahan yang
terjadi pada status
hemodinamik yang
mengarah
2. Pemeriksaan laboratorium
diperlukan sebagai data
penunjang
3. Pemberian antibiotik dapat
mengurangi resiko terjadinya
Dx
1
Implementasi
1. Mengelevasikan ekstremitas 20 atau lebih di
atas jantung
Respon
1.
2.
Paraf
Posisi tidur klien
semi fowler
Nadi : 92 x/menit,
tidak terdapat edema, CRT < 2 detik, akral
hangat, suhu : 36,5
3.
Hemoglobin 7,6
gr/dL
7 Maret 2015
1.
3.
4.
9 Maret 2015
Membran mukosa
lembab
Intake
Infus :
Nutrisi enteral :
Obat-obatan :
Output
Urine :
IWL
Cairan infus
diberikan sesuai kebutuhan klien Nacl 0,9 %
TD : 95/70 mmHg,
HR : 92x/mnt, RR : 20x/mnt, Suhu :36,5
6Memandikan klien dengan tissue basah, melakukan 1.
Klien bersih setelah
oral hygiene, merawat kulit dengan cermat,
diseka , linen bersih
Belum dilakukan
pemeriksaan darah lagi
3.
Antibiotik diberikan
sesuai prinsip pemberian obat yang benar
4.
Klien hanya
ditunggui 1 orang yang boleh masuk ke dalam
ruangan.
5.
Keluarga
menegtahui dan mampu mendemonstrasikan
cara mencuci tangan 6 langkah dengan benar
sebelum kontak dengan pasien
Tanggal
/Jam
D
x
9 Maret
2015
Catatan Perkembangan
S:O: TD : 95/70 mmHg, akral hangat, CRT < 2 detik
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi no 2 dan 3
9 Maret
2015
9 Maret
2015