You are on page 1of 9

BBL

Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama setelah
lahir. Hubungan antara waktu kelahiran dengan umur kehamilan, kelahiran bayi dapat
dikelompokan : bayi kurang bulan (prematur), yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi
(kehamilan) < 37 minggu (<259 hari). Bayi cukup bulan, bayi yang dilahirkan dengan masa
gestasi antara 37-42 minggu (259 - 293 hari); dan bayi lebih bulan, bayi yang dilahirkan dengan
masa gestasi > 42 minggu (>294 hari).
Berkaitan dengan berat badan bayi lahir, bayi dapat dikelompokkan berdasarkan berat lahirnya:,
yaitu bayi berat lahir rendah (BBLR), yaitu berat lahir <2500 gram, bayi berat lahir sedang, yaitu
berat lahir antara 2500-3999 gram, dan berat badan lebih, yaitu berat lahir 4000 gram.
Persentase balita (0-59 bulan) menurut berat badan lahir menurut provinsi hasil Riskesdas tahun
2013 disajikan pada lampiran 5.20.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang
dari 2500 gram. Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah prematuritas dengan Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi yang berat kurang dari 2500
gram pada waktu lahir bayi prematur. Persentase berat bayi lahir rendah disajikan pada gambar
5.15 berikut ini.
Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa persentase balita (0-59 bulan) dengan BBLR
sebesar 10,2%. Persentase BBLR tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,8%) dan
terendah di Sumatera Utara (7,2%). Masalah pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
terutama pada prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Bayi
berat lahir rendah mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah
terserang komplikasi. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem
pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastro intestinal, ginjal,
termoregulasi.

2.1. Kehamilan Risiko Tinggi


Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, namun perlu perawatan diri yang khusus
agar ibu dan janin yang dikandungnya dalam keadaan sehat. Risiko kehamilan bersifat dinamis,
karena seorang ibu hamil pada mulanya normal namun secara tiba-tiba dapat menjadi risiko
tinggi. Kehamilan yang disertai dengan faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan
terjadinya keguguran, kematian janin, persalinan prematur, retardasi pertumbuhan intra uteri,
kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah, penyakit janin atau bayi neonatus, retardasi
mental atau kecacatan atau keadaan lain yang menimbulkan rintangan dan hambatan disebut
kehamilan risiko tinggi.
Menurut National Academy (1985) yang dikutip oleh Yekti (1995) faktor-faktor yang
berhubungan dengan kehamilan risiko tinggi antara lain :
1. Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun
2. Anak lebih dari 4 orang
3. Jarak persalinan dan kehamilan < 2 tahun
4. Tinggi badan < 145 cm dan berat badan < 45 kg
5. Ukuran lingkar lengan atas < 23,5 cm
6. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi.
Semakin banyak ditemukan faktor risiko pada ibu hamil, maka semakin tinggi risiko
kehamilannya. Risiko tinggi kehamilan merupakan keadaan menyimpang dari normal, yang
secara langsung menyebabkan kesakitan atau kematian, baik pada ibu maupun pada bayi. Faktor
tersebut meliputi: Hb darah < 8 gr%, tekanan darah tinggi (systole > 150 mmHG, diastole > 90
mmHg), odema yang nyata, ketuban pecah dini, penyakit kronis pada ibu (jantung, paruparu,ginjal) dan riwayat obstretik buruk (riwayat bedah Caesar dan komplikasi kehamilan).

2.2. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)


Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2500 gram.
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam
(Saifuddin, 2001) :

Bayi Berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500 2499 gram.

Bayi Berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir 1000 1499 gram.

Bayi Berat lahir Ekstrem rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram.

Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah Premature Baby dengan Low Birth Weight Baby
(bayi dengan berat badan lahir rendah), dan kemudian WHO merubah ketentuan tersebut pada
tahun 1977 yang semula
Kriteria BBLR 2500 menjadi hanya < 2500 gram tanpa melihat usia kehamilan.(Wiknjosastro,
1997). Berdasarkan usia kehamilan, bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibedakan
menjadi 2 tipe yaitu :
1. Bayi Prematur
Suatu keadaan yang belum matang yang ditemukan pada bayi yang lahir ketika usia kehamilan
belum mencapai 37 minggu. Prematuritas merupakan penyebab utama dari kelainan dan
kematian pada bayi yang baru lahir. Beberapa organ dalam bayi mungkin belum berkembang
sepenuhnya sehingga bayi memiliki risiko tinggi untuk menderita penyakit tertentu.(Depkes,
1995)
2. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK)
Merupakan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya untuk masa gestasi, yakni
dibawah percentil ke 10, yang dapat merupakan bayi kurang bulan (pre term), cukup bulan
(aterm), lewat bulan (post term). Bayi ini disebut juga dengan sebutan Small for Gestational Age
(SGA) atau Small for Date (SDA). Hal ini dikarenakan janin mengalami gangguan pertumbuhan

didalam uterus (Intra Uterine Growth Retardation) sehingga pertumbuhan janin mengalami
hambatan.
KMK dibagi atas :
a. Proportionate Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), adalah janin yang menderita distress
yang lama, dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan
sebelum lahir, sehingga berat, panjang kepala dan lingkar kepala dalam proporsi yang seimbang,
akan tetapi keseluruhannya masih berada di bawah masa gestasi yang sebenarnya.
b. Disproportionate Intra Uterine Growth Retardation, terjadi akibat distress subakut. Gangguan
terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan
lingkar kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak kurus dan
lebih panjang dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput
dan mudah diangkat.
WHO (1979) membagi umur kehamilan dalam 3 kelompok :
1. Preterm : kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari)
2. Term: mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu (259 sampai 293 hari)
3. Post-term : 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih)
2.3. Faktor - faktor Yang Berhubungan Dengan BBLR
Dari berbagai studi yang pernah dilakukan di negara negara maju maupun di negara negara
berkembang banyak faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian berat bayi lahir rendah.
Faktor faktor tersebut dapat berperan secara langsung maupun tidak langsung terhadap
kejadian berat bayi lahir rendah. Beberapa penelitian mengklasifikasikan faktor faktor tersebut
dengan hasil yang berbeda-beda. Menurut Thomson (1983) yang dikutip oleh Setiawan (1995),
beberapa factor yang berhubungan dengan kejadian BBLR adalah :
1. Faktor biologis : jenis kelamin bayi, paritas, umur ibu, ras, faktor keluarga, tinggi badan dan
berat badan orang tua, pertambahan berat badan selama hamil, riwayat kehamilan terdahulu,
hipertensi dan preeklamsi, odema ibu, komplikasi kehamilan dan ukuran plasenta.
2. Faktor lingkungan : status sosio ekonomi, status gizi dan merokok.

Menurut National Academy (1985) yang dikutip oleh Yekti (1995), faktor faktor yang
berhubungan dengan kejadian BBLR, yaitu :
1. Faktor genetik : jenis kelamin, ras, tinggi badan ibu, berat badan ibu sebelum hamil, tinggi dan
berat badan ayah.
2. Faktor demografi dan psikososial : umur ibu, status sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan
dan pekerjaan), status perkawinan dan faktor psikologi ibu.
3. Faktor kehamilan : paritas, jarak kehamilan, aktifitas seksual dan riwayat kehamilan terdahulu
(abortus, kelahiran mati).
4. Faktor gizi : pertambahan berat badan selama kehamilan, status gizi (kalori, protein, vitamin,
dll), pengeluaran energi untuk kerja dan aktifitas fisik.
5. Morbiditas umum : malaria, infeksi saluran kencing, infeksi saluran alat kelamin.
6. Keracunan : merokok, alkohol dan obat-obat terlarang.
7. Pelayanan antenatal : kunjungan pertama antenatal, jumlah kunjungan pelayanan dan kualitas
antenatal.
2.3.1. Usia Ibu
Kemajuan di bidang sosial ekonomi, termasuk peningkatan akses terhadap kesempatan kerja dan
pendidikan menyebabkan terdensi untuk menikah di usia muda bagi kaum wanita semakin
berkurang. Namun masih banyak terjadi di masyarakat pedesaan, wanita menikah di usia sangat
muda. Kemungkinan mempunyai anak pertama di usia dini semakin lebih besar. Usia muda pada
dasarnya berkisar antara 13 sampai 19 tahun, secara umum dinyatakan bahwa wanita usia muda
adalah wanita yang berumur dibawah 20 tahun atau yang berumur 19 tahun kebawah. Usia
reproduksi optimal bagi seorang wanita adalah umur antara 20-35 tahun, dibawah dan diatas usia
tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan maupun persalinan, karena perkembangan organorgan reproduksi yang belum optimal, kematangan emosi dan kejiwaan kurang serta fungsi
fisiologi yang belum optimal, sehingga lebih sering terjadi komplikasi yang tidak diinginkan
dalam kehamilan. Sebaliknya pada usia ibu yang lebih tua telah terjadi kemunduran fungsi
fisiologis maupun reproduksi secara umum, sehingga lebih sering terjadi akibat yang merugikan
pada bayi (Setyowati, dkk, 1996).

Beberapa studi telah melaporkan bahwa perkawinan di usia muda yang disusul dengan
kehamilan akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janinyang sedang dikandungnya.
Salah satunya adalah meningkatnya resiko kelahiran BBLR. Setiawan (1995), melaporkan bahwa
ibu hamil pada usia remaja (< 20 tahun) mempunyai resiko melahirkan bayi BBLR 4,1 kali lebih
banyak dibandingkan dengan ibu hamil di usia lebih 20 tahun. Dari hasil penelitian Yekti (1995)
diketahui bahwa terdapat 17,6% ibu yang saat melahirkan masih berumur < 20 tahun. Sedangkan
untuk kelompok umur > 35 tahun diperoleh angka 2 % dari seluruh ibu hamil. Rata-rata umur
lebih muda disimpulkan kecenderungan untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Pada umumnya bayi dengan BBLR dari wanita yang berusia muda biasanya disertai dengan
kelainan bawaan dan cacat fisik, epilepsi, retardasi mental, kebutaan dan ketulian. Bila bayi
dapat bertahan hidup akan menimbulkan masalah yang besar dan mengalami pertumbuhan yang
lambat.
2.3.2. Tingkat Pendidikan Ibu
Latar belakang pendidikan ibu yang rendah menyulitkan berlangsungnya suatu penyuluhan
kesehatan terhadap ibu karena mereka kurang menyadari pentingnya informasi-informasi tentang
kesehatan ibu saat hamil, akibatnya mereka tidak mengetahui cara pemeliharaan kesehatan
terutama pada saat hamil baik menyangkut gizi, kebersihan, makanan yang bernilai tinggi.
Penelitian Setyowati, dkk pada tahun 1996, menunjukkan bahwa pendidikan ibu yang rendah
terutama yang sekolah/pendidikan SD kebawah lebih cenderung untuk melahirkan bayi BBLR
dibandingkan pendidikan SLTP dan SLTA. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Sulaiman
(1986), bahwa factor pendidikan ibu memegang peranan terhadap kejadian bayi BBLR. Wanitawanita hamil dengan pendidikan SD 1 3 tahun, buta huruf, tinggi kemungkinannya melahirkan
bayi BBLR.
2.3.3. Berat dan Tinggi Badan Ibu
Ibu dengan berat badan lebih rendah cenderung untuk melahirkan bayi BBLR. Hal ini mungkin
disebabkan ibu dengan berat badan rendah dengan usia kehamilan yang lebih muda
dibandingkan ibu dengan berat badan cukup. Ibu yang mempunyai berat badan rendah sebelum
masa kehamilannya ternyata mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk melahirkan bayi
BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai berat badan cukup pada masa sebelum

kehamilannya. Ibu dengan berat badan kurang (< 45 kg) atau turun sampai 10 kg atau lebih
selama kehamilan, mempunyai resiko terjadinya BBLR (Sulaiman, 1986).
Tinggi badan ibu dilaporkan berperan terhadap kejadian BBLR. Hubungan antara tinggi badan
ibu merupakan hubungan positif, dimana semakin tinggi ibu semakin berat bayi yang dilahirkan.
Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm merupakan ibu yang beresiko untuk BBLR. Adanya
pengaruh tinggi badan mungkin berhubungan dengan status gizi ibu pada masa lampau, dimana
ibu yang mempunyai tinggi badan yang rendah mempunyai status gizi yang kurang pada masa
lampaunya. Dari hasil penelitian Alisyahbana yang dikutip oleh Sulcan (1996) didapatkan Resiko
Relatif kejadian BBLR pada ibu dengan tinggi badan < 145 cm sebesar 4,3 kali dibandingkan
dengan ibu yang tinggi badannya > 145 cm.
2.3.4. Paritas
Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami ibu sebelum persalinan atau kehamilan
sekarang. Pada umumnya BBLR meningkat sesuai dengan meningkatnya paritas ibu. Resiko
untuk terjadinya BBLR tinggi pada paritas 1 kemudian menurun pada paritas 2 atau 3,
selanjutnya meningkat kembali pada paritas 4 (Manuaba, 1998).
Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu golongan paritas tinggi akan mempengaruhi
perkembangan janin yang dikandungnya. Hal ini disebabkan adanya gangguan plasenta dan
sirkulasi darah ke janin, sehingga pertumbuhan janin terhambat. Jika keadaan ini berlangsung
lama akan mempengaruhi berat badan lahir bayi dan kemungkinan besar terjadinya BBLR
(Wibowo, 1992).
Pada umumnya berat badan lahir meningkat dengan semakin tingginya paritas. Bayi kedua
(paritas 1) sekitar 100 gr lebih berat apabila dibandingkan dengan bayi yang lahir pada
kehamilan pertama (Paritas 0). Bayi yang lahir pertama cenderung mempunyai resiko BBLR
lebih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor umur, biologis dan fisiologis (Srimastuti,
1987).
2.3.5. Pekerjaan Suami
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan suami bersifat menghasilkan uang dan bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Menyatakan bahwa jenis pekerjaan akan mempengaruhi jumlah

pendapatan. Selanjutya pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang pertumbuhan dan
perkembangan anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak (Soetjiningsih,
1995)
2.3.6. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran dapat menyebabkan hasil kehamilan yang kurang baik. Jarak dua kehamilan yang
terlalu pendek akan mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu yang selanjutnya akan mempengaruh
reproduksi (Wibowo, 1992). Dari hasil penelitian Prajoga (1994) di Surabaya didapatkan angka
kejadian BBLR pada ibu dengan jarak kehamilan 12-23 bulan sebesar 2,2%, 24-59 bulan sebesar
1,5% dan pada jarak kehamilan 60-98 bulan sebesar 2,3%. Dari angka tersebut dapat dikatakan
bahwa kejadian BBLR pada ibu dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan > 4 tahun adalah 1,5 kali
dibandingkan dengan ibu dengan jarak kehamilan 2-4 tahun. Seorang wanita yang melahirkan
berturut-turut dalam jangka waktu pendek, tidak sempat memulihkan kesehatannya serta harus
membagi perhatiannya kepada kedua anak dalam waktu yang sama.
2.3.7. Kadar Hb Ibu Menjelang Persalinan
Kadar Hb menjelang persalinan digunakan sebagai indikator untuk menentukan adanya anemia
seorang ibu hamil. Anemia saat ibu hamil dapat berakibat buruk pada janin ibu dan janin.
Menurut SKRT 1995 prevalensi anemia ibu hamil di Indonesia sebesar 50,9%. Apabila ibu hamil
menderita anemia akan menyebabkan resiko kelahiran bayi prematur, BBLR dan perdarahan
sebelum dan saat melahirkan.
Hasil pemeriksaan Hb dapat digolongkan dalam :
- Hb 11 gr/dl : tidak anemia
- Hb 9-10 gr/dl : anemia sedang
- Hb 7-8 gr/dl : anemia sedang
- Hb < 7 gr/dl : anemia berat
Henry, dkk (1996) yang mengutip dari Depkes (1990) menyimpulkan bahwa ibu hamil yang
menderita anemia dan melahirkan baru pertama kali maka resiko melahirkan BBLR sebesar 2

kali lipat dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia dan melahirkan anak kedua sampai
keempat.
2.3.8. Umur Kehamilan
Umur kehamilan adalah jumlah minggu lengkap dari haid pertama menstruasi terakhir sampai
anak lahir. WHO (1997) membagi umur kehamilan dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Pre-term : kurang dari 37 minggu (<259)
2. Term : mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu (259-293 hari).
3. Post-term : 42 minggu atau lebih (294 hari).
Menurut Manuaba (1998), menyatakan bahwa berat badan bayi bertambah sesuai dengan usia
kehamilan. Faktor umur kehamilan mempengaruhi kejadian BBLR karena semakin pendek masa
kehamilan semakin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat tubuhnya sehingga akan turut
mempengaruhi berat badan waktu lahir. Sehingga dapat dikatakan bahwa umur kehamilan
merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR yang tidak dapat dihindari.

You might also like