You are on page 1of 22

LIABILITAS

1. Pengertian dan Karakteristik Liabilitas


a. Pengertian
FASB mendefinisi kewajiban dalam kerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No.
6, prg. 35):
Liabilities are probablefuture sacrifices of economic benefits arising from
present obligations of a particular entity to transfer assets or provide services to
other entities in the future as a result of past transactions or events.
(Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup
pasti timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer
asset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain dimasa datang
sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu).
Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi kewajiban sebagai berikut :
A liability is a present obligation of the enterprise arising from past events, the
settlement of which is excepted to result in an outflow from the enterprise
resource embodying economic benefit.
(Kewajiban sekarang sebagai akibat dari peristiwa masa lalu,penyelesaian di
harapkan untuk menyebabkan suatu arus kas keluar dari manfaat sumberdaya
ekonomi).
Dalam statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standards Board
(AASB) mendifinisi kewajiban sebagai berikut (prg. 12) :
Liabilities are the future sacrifices of services potential or future economic
benefits that the entity is presently obliged to make to other entities as a resul of
past transaction or other past events.
Definisi-definisi diatas memisahkan antara makna atau pengertian dan pengukuran serta
pengakuan sehingga definisi tersebut lebih bersifat semantik daripada structural. Definisi
IASC dan AASB menanggalkan kata probable karena dianggap bahwa tiap kriteria
pengakuan bukan sifat dari pengakuan.
Definisi-definisi kewajiban diatas sangat menekankan konsep kesatuan usaha dengan
dinyatakan

secara

eksplisit

ungkapan

kesatuan

usaha

(entitas/entity

atau

perusahaan/enterptise) di dalamnya unutk menunjukkan pihak yang mempunyai


keharusan untuk melakukan pengorbanan ekonomik.
APB Statement no.4 mendefinisikan kewajiban :
Liabilities-economic obligation of an enterprise that are recognized and
measured in conformity with generally accepted accounting priciple. Liabilities

also include certain deffered credits that are not obligation but that are
recognize and measure in conformity accepted accounting principle.
(Kewajiban ekonomis yang diakui dan diukur sesuai dengan generally accepted
accounting principles. Definisi ini meliputi juga deffered credits yang
sebenarnya tidak mempunyai makna apa apa bagi mereka yang tidak mengenal
atau tidak mempelajari struktur akuntansi).
Deffered Credits adalah sejenis kewajiban tetapi bukan dalam pengertian memberikan
pengorbanan di masa yang akan datang. Deffered credits dibagi atas: prepaid revenue
adalah penerimaan pembayaran di muka yang belum sepenuhnya diimbangi dengan
pemberian jasa atau produk yang dibayar. Deffered akibat peraturan pengakuan.
Selain definisi APB, definisi kewajiban selalu memuat pula ungkapan manfaat
ekonomik, sumber ekonomik, atau potensi jasa. Ini berarti bahwa pengertian kewajiban
tidak dapat dipisahkan dengan pengertian asset. Asset dapat menimbulkan kewajiban dan
sebaliknya timbulnya kewajiban dapat dibarengi dengan pengakuan asset (Suwardjono,
2005:305-307).
b. Karakteristik
Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai suatu kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas
atau tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk
melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat
ekonomik di masa yang akan datang. Untuk menjadi kewajiban, pengorbanan tersebut
harus bersifat memaksa dan bukan atas dasar kebijakan atau keleluasaan manajemen
untuk memutuskan baik dalam hal jumlah rupiah maupun dalam saat transfer.
Berdasarkan pengertian tersebut bisa dikatakan bahwa suatu kewajiban hanya terjadi
antar kesatuan usaha atau paling tidak melibatkan kesatuan usaha lain.
Keharusan Sekarang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang
harus timbul akibat keharusan sekarang. Pengertian sekarang ini mengandung pengertian
(1) waktu, yaitu tanggal pelaporan, dan (2) adanya. Artinya, pada tanggal neraca kalau
perlu atau kalau dipaksakan (secara yuridis, etis, atau rasional) pengorbanan sumber
ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada.
Beberapa keharusan yang tercakup dalam pengertian kewajiban ini adalah keharusan
kontraktual, keharusan konstruktif, keharusan demi keadilan, dan keharusan bergantung

atau bersyarat. Walapun secara definisional keharusan-keharusan tersebut menimbulkan


kewajiban, tidak semua kewajiban diakui dalam akuntansi.

Keharusan kontraktual (contractual liabilities) adalah merupakan kewajiban yang


didukung oleh perjanjian tertulis atau keharusan yang timbul akibat perjanjian atau
peraturan hukum yang didalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan
secara eksplisit atau implisit dan mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek
hukum sebagai lingkungan eksternal yang tidak dapat dihindari (unavoidable) dan
yang dapat memaksakan secara hukum untuk memenuhinya (legally enforceable).
Penghindaran kewajiban dari keharusan kontraktual menimbulkan sanksi atau

hukuman (penalty).
Keharusan konstruktif (constructive obligation) adalah kewajiban yang tidak
dinyatakan secara tertulis atau keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha
dalam rangka menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang
disebut praktik usaha yang baik (best business practices) atau etika bisnis (business
ethics) dan bukan untuk mmenuhi kewajiban yuridis. Kebijakan tersebut
menimbulkan kewajiban karena kesatuan usaha sengaja memberi , mengkonstruksi,
atau membentuk hak bagi pihak lain (misalnya, pelanggan, pemasok, pegawai, atau
perusahaan lain) tanpa harus melalui perjanjian tertulis yang disepakati kedua belah

pihak.
Keharusan demi keadilan (equitable obligation) adalah kewajiban yang tidak
dikuatkan kontrak dan hanya karena kewajiban moral atau kewajiban demi kewajaran
dan keadilan atau keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi
perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan
hukum atau praktik bisnis yang sehat. Keharusan ini muncul dari tugas (duties)
kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, adil, dan benar
menurut hati nurani (conscience) dan rasa keadilan (sense of justice). Tidak ada
sanksi hukum untuk tidak memenuhi keharusan ini tetapi kewajiban ini mengikat

lantaran sanksi sosial atau moral.


Keharusan bergantung atau bersyarat (contingent liabilities) adalah suatu situasi
atau keadaan yang mengandung ketidakpastian apakah mungkin menimbulkan
keuntungan atau kerugian kepada perusahaan, hal mana hanya dapat dipastikan
apabila suatu kejadian atau beberapa kejadian di masa yang akan datang terjadi atau
tidak atau keharusan yang pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi tidaknya
dipenuhi) tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya
2

syarat-syarat tertentu dimasa datang. Kebergantungan adalah suatu kondisi, situasi,


atau serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian yang menyangkut laba atau
rugi yang mungkin terjadi.
Kejadian yang menimbulkan kerugian saja yang dicatat sebagai kewajiban dengan
memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Kewajiban itu sangat mungkin terjadi atau kekayaan perusahaan telah digunakan
atau telah dikorbankan
2. Kewajiban itu dapat diukur secara terpercaya
Akibat Transaksi Masa Lalu
Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi
bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat ekonomik masa
datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam kewajiban kesatuan usaha
untuk dilaporkan via statemen keuangan. Transaksi masa lalu yang di maksud di sini
adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi.
Hak-kewajiban Tak bersyarat
Suatu transaksi atau kejadian yang dapat disebut sebagai transaksi atau kejadian masa
lalu bukanlah pada penandatanganan order tetapi datangnya dan penerimaan order.
Kemudian terkait dengan kontrak pembelian, terdapat dua pendapat, yang pertama
memperlakukan kontrak sebagai eksekutori sehingga kewajiban tidak perlu diakui.
Alasannya adalah manfaat masa datang belum diakui secara nyata. Pendapat yang kedua
menganjurkan bahwa kewajiban diakui pada saat penandatanganan kontrak bersamaan
dengan aset (sediaan) yang terlibat. Alasannya adalah, pada dasarnya ketiga kriteria
kewajiban telah terpenuhi. Most (1982, hlm. 352) mengemukakan saat yang tepat dalam
penentuan transaksi masa lampau, yaitu:
1. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban.
2. Kekuatan mengikat, yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat
dibatalkan.
3. Kebermanfaatan bagi keputusan.
Karakteristik Pendukung
Selain dari tiga kriteria kewajiban diatas, FASB juga menyebutkan beberapa
karakteristik pendukung yaitu keharusan membayar kas, identitas terbayar jelas, dan
terpaksakan secara atau berkekuatan hukum.

Keharusan membayar kas. Keharusan membayar kas pada waktu dan jumlah rupiah
tertentu dimasa datang merupakan petunjuk yang kuat atau jelas mengenai adanya
3

kewajiban. Akan tetapi, untuk menjadi kewajiban, penyerahan asset bukan satu

satunya kriteria tetapi meliputi juga penyerahan jasa.


Identitas terbayar jasa. Bila identitas terbayar sudah jelas, hal tersebut sudah hanya
menguatkan bahwa kewajiban memang ada tetapi untuk menjadi kewajiban identitas
terbayar tidak harus dapat ditentukan pada saat keharusan terjadi. Artinya, untuk
menjadi kewajiban pada akhir tahun, pada saat itu ientitas terbayar tidak harus

diketahui.
Berkekuatan hukum. Keharusan suatu entitas untuk mengorbankan manfaat ekonomi
timbul akibat klaim yuridis yang mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa
yuridis menunjukan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan
secara yuridis material.
Definisi kewajiban merupakan bayangan cermin dari definisi aset. Transaksi,

kejadian, atau keadaan dapat mempengaruhi aset dan kewajiban secara bersamaan karena
konsep kesatuan usaha yang mendasari sistem berpasangan.
Dalam hal aset, transaksi atau kejadian masa lalu menimbulkan penguasaan sekarang
terhadap manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti. Dalam hal kewajiban, transaksi
atau kejadian masa lalu menimbulkan keharusan sekarang untuk pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang yang cukup pasti.
(Suwardjono, 2005:307-316)
2. Mengukur dan Menentukan Jumlah Rupiah saat penganggungan, penelusuran dan
Pelunasan Liabilitas (Pengakuan, Pengukuran, dan Pelunasan)
Pengertian kewajiban merupakan cerminan dari aset, kewajiban harus diukur dan
diakui pada saat terjadinya. Memiliki kesamaan dengan aset yang direpresentasi oleh tiga
tahapan (pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban juga direpresentasi tiga
tahapan, yaitu pengakuan, penelusuran, dan pelunasan.
Pengakuan
Kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang
sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu definisi,
keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Arfan dan Bambang (hlm 185) kriteria
pengakuan atas hutang antara lain:
a. Didasarkan atas hukum
Ketersediaan dasar hukum, kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan
keberpautan informasi. Jika ada suatu tuntunan menurut hokum dapat dilaksanakan,
ada sedikit keraguan bahwa kewajiban hutang ada.
b. Penggunaan prinsip konservatisme
4

Walaupun equitable atau kewajiban kewajiban bersifat membangun dalam definisi


atas hutang, kebanyakan hutang ditentukan berdasarkan pada kriteria pertama.
Keterterapan konsep dasar konservatisme, kaidah ini merupakan penjabaran teknis
keterandalan.
c. Penentuan atas substansi ekonomi terhadap transaksi atau peristiwa. Dalam hal
peristiwa masa lalu apa yang harus ditentukan. Substansi ekonomi harus dilakukan
secara relevan terhadap transaksi ekonomi. Ketertentuan substansi ekonomik
transaksi, kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi.
d. Kemampuan untuk mengukur nilai hutang. Dalam hal ini seberapa penting bagi
pengguna mencatat dan menampilkan hutang pada neraca? Keterukuran nilai
kewajiban, merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan
informasi.
Keempat kriteria tersebut dapat memberikan petunjuk tentang adanya bukti teknis
untuk mengakui kewajiban. Yang menjadi masalah adalah kapan keempat kriteria di atas
terpenuhi. Hal ini berkaitan dengan penentuan saat pengakuan kewajiban. Pada umumnya
saat pengakuan terjadi sangat jelas karena kebanyakan kewajiban timbul dari kontrak yang
menyebutkan secara tegas saat mengikatnya kontrak, jumlah rupiah pembayaran
kewajiban, dan saat pembayaran. Akan tetapi untuk beberapa kasus, jumlah rupiah
kewajiban bergantung pada kewajiban dimasa datang meskipun cukup pasti bahwa
keharusan membayarr dimasa datang tidak dapat dihindari. Hendriksen dan Van Breda
(1991, hal 675-676) menunjukkan saat saat untuk mengakui kewajiban :
a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah
mengikat. Dalam hal kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu
pihak memanfaatkan/ menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi
kewajibannya.
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya bila
barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat sebagai asset sebelumnya.
c. Bersamaan dengan pengakuan asset. Kewajiban timbul ketika hak untuk
menggunakan barang dan jasa diperoleh.
d. Pada akhir periode karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian.
Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akruan.
Keempat kaidah sebagai bukti teknis dan ketentuan saat pencatatan sebagaimana
diuraikan diatas pada umumnya mudah diidentifikasi dan diterapkan untuk keharusan
kontrajtual, konstruktif, dan demi keadlan. Untuk ketiga keharusan tersebut,
pengorbanan sumber ekonomik masa datang pada umumnya dianggap cukup pasti

karena kesempatan telah dicapai atau kebijakan telah diputuskan sehingga sudah
cukup jelas jumlah dan waktu pengorbanannya.
Pengukuran
Pengakuan dilakukan setelah suatu kewajiban pengukuran dengan cukup pasti.
Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya parallel dengan pengukuran asset.
Terjadinya kewajiban pada umumnya disertai dengan pemerolehan asset atau timbulnya
biaya. Pemerolehan asset dapat berupa penguasaan barang dagangan atau asset
nonmoneter lainnya yang terjadi dari transaksi pembelian. Pemerolehan asset dapat juga
berupa kas yang terjadi dari transaksi peminjaman atau penerimaan uang muka untuk
barang atau jasa. Oleh karena itu, pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos
kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan dalamtransaksi-transaksi
tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Jadi, konsep dasar
penghargaan berlaku baik untuk asset maupun untuk kewajiban. Hal ini berlaku khusunya
untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material
sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan junlah rupiah
pengorbanan sumber ekonomik masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka
pendek, kos pendanaan atau kos penundaan kewajiban jangka pendek, kos pendanaan
atau kos penundaan dianggap tidak material.
Kewajiban Dalam Pembelian Kredit
Dasar pengukuran kewajiban yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai
implisit. Karena kewajiban merupakan cerminan dari aset, maka pengukurannya juga
mengikuti pengukuran aset.
Diskun dan Premium Utang Obligasi
Nilai nominal atau jatuh tempo obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah
kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun bagi kreditor. Dasar
pengukuran demikian tidak tepat. Utang obligasi diukur dan diakui atas dasar jumlah
rupiah yang diterima dalam penerbitan obligasi, sedangkan diskun dan premium obligasi
merupakan jumlah rupiah penyesuaian bunga nominal untuk mendapatkan bunga efektif.
Diskun obligasi merupakan bunga yang belum dibayar yaitu bagian bunga efektif total
yang baru akan dibayar pada saat utang obligasi jatuh tempo. Premium obligasi
merupakan utang dan jumlah amortisasi periodik merupakan penyesuai terhadap biaya
bunga dan bukannya merupakan elemen pendapatan.
Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
6

Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmeneter. Kewajiban moneter adalah


kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan
jumlah rupiah dan saat yang pasti. Kewajiban moneter ini dikukur atas dasar nilai
diskunan pembayaran kas masa datang (jangka panjang) dan atas dasar nilai nominal
(jangka pendek).
Kewajiban nonmeneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa
dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan
pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut. kewajiban nonmeneter diukur atas
dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan
jasa.
Penilaian
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang
harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi, dengan kata
lain penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut pengukuran menurut
FASB adalah nilai pasar sekarang, nilai pelunasan neto, dan Nilai diskunan aliran kas
masa datang. Penilaian dalam tahap penelusuran adalah Penilaian kewajiban setiap saat
dalam perioda dari saat pengakuan sampai pelunasan.
Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan
usaha untuk memenuhi kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha
sehingga tia bebas dari kewajiban tersebut. Pelunasan biasanya merupakan pemenuhan
secara langsung kepada pihak yang berpiutang.
Pelunasan secara langsung disebut juga dengan pelunasan secara yuridis karena
kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yuridis hapus melalui transaksi langsung
yang benar-benar terjadi.
Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha melakukan
tindakan yang mengarah ke pelunasan misanya dengan pembentukan dana khusus.
Masalah akuntansi yang berkaitan dengan pelunasan langsung atau tidak langsung adalah
penentuan kapan kewajiban telah dapat dikatakan hapus atau lenyap sehingga jumlah
rupiahnya dapat diakui dari sistem pembukuan.
Kewajiban dapat dinyatakan lenyap dan diakui dari catatan bila debitor telah:
(a) membayar kreditor dan terbebaskan dari semua keharusan yang melekat pada
kewajiban, dan

(b) dibebaskan secara hukum sebagai penanggung utang uama oleh keputusan
pengadilan atau kreditor. Keadaan pembebasan substantif tidak memenuhi kriteria
kritis untuk mengawaakui kewajiban. Kewajiban tidak lenyap dengan sendirinya
meskipun perusahaan telah menyediakan dana yang cukup untuk melunasinya.
Atas dasar ketentuan b, jika kreditor membebaskan debitor dari kewajibannya
karena pihak ketiga mengambil ahli/menanggung kewajiban tersebut dan debitor semula
hanya menjadi penanggung sekunder, pembebasan tersebut dengan sendirinya
melenyapkan kewajiban debitor semula. Penanggung sekunder berfungsi atau
bertanggung jawab sebagai penjamin.
Dengan ketentuan a, kewajiban dapat dikatakan lenyap bila debitor menyerahkan
atau mentransfer kas atau asset financial lain. Asset financial merupakan salah satu jenis
dari apa yang disebut instrument financial. FASB mendifinisi instrument financial
sebagai berikut (SFAS No. 107, prg. 3) :
Instumen financial adalah kas, bukti pemilikkan dalam suatu entitas, atau suatu kontrak
yang memuat dua ketentuan berikut:
a. Mengenakan atas suatu entitas keharusan kontraktual untuk menyerahkan kas atau
instrument finasial lainnya kepada entitas kedua atau, menukar instrument financial
yang dipegang entitas kedua dengan instrument financial lain atas keuntungan entitas
kedua.
b. Mengalihkan/memberi kepada entitas kedua diatas suatu hak kontraktual untuk
menerima kas atau instrument financial lainnya dari entitas pertama atau, menukarkan
instrument financial yang dipegangnya dengan instrument financial lain dari entitas
pertama atau keuntungan atas entitas kedua.
Ketentuan a merupakan imbangan atau pasangan dari ketentuan b. Artinya,
ketentuan a harus disertai dengan ketentuan b atau sebaliknya. Ketentuan a memandang
kontrak dari sudut penerbit instrument atau entitas pertama dan ketentuan b dari sudut
pemegang instrument atau entitas kedua. Oleh karena itu, kas, bukti pemilikkan, atau
kontrak dari sudut pandang pemegang instrument disebut sebagai asset financial
sedangkan kontrak dari sudut pandang penerbit disebut sebagai

kewajiban financial.

Pemegang asset financial dapat mentransfer asset tersebut ke pihak ketiga untuk
pelunasan kewajiban.
(Suwardjono, 2005:316-332)
3. Dasar atau Atribut Penilaian Liabilitas
Basis (Atribut) Penilaian
Keterangan
Harga
Pasar
Sekarang Berbagai kewajiban yang
(Current Market Value)
melibatkan komoditas dan
surat-suratberharga

Contoh Pos Terkait


Kewajiban penerbit opsi (baik
call maupun put options)
sebelum jangka opsi habis

Nilai pelunasan neto (Net


Statement value)

Nilai diskunan aliran kas masa


datang (Discounted value of
future cash flows)

(marketable commodities and


securities)
Berbagai
kewajiban
melihatkan jumlah rupiah yang
cukup pasti tetapi waktu
pelunasannya tidak cukup
pasti
Kewajiban moneter jangka
panjang jumlah rupiah maupun
saat pembayaran cukup pasti

(expired) beberapa kewajiban


pemegang efek.
Utang usaha, utang garansi,
dan utang wesel jangka
pendek.

Utang obligasi, dan utang


wesel jangka panjang

(Suwardjono, 2005:329)
4. Kriteria Pengakuan Kewajiban
Transfer Asset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer asset financial
(termasuk kas), barang, atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan
mentransfer secara penuh kas, barang, atau jasa ke debitor, maka pada saat itu pelunasan
dianggap tuntas. Pelunasan kewajiban dengan asset financial juga dapat bersifat tuntas
bila penyerahan asset financial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai penjualan.
Artinya, asset financial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima seketika itu
pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Masalah Teoritis
a. Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi sebelum jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal)
dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga
tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal.
Penarikan kembali obligasi yang beredar adalah suatu transaksi yang
mempengaruhi kontrak antara debitur dan kreditur tetapi transaksi ini sangat berbeda
dengan transaksi aliran kegiatan operasi dan transaksi penggunaan aset (investasi).
Namun pada umumnya selisih yang terjadi adalah selisih antara nilai bawaan
dan nilai penebusan atau penarikan. Bila penarikan dilakukan dengan pendanaan
kembali, terdapat tiga perlakuan terhadap selisih tersebut yaitu:
a. Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali
b. Selisih diamortisasi selama umur utang baru yang diterbitkan
c. Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan di statemen laba-rugi tahun
bersangkutan
Alternatif a dilandasi oleh pemikiran bahwa selisih tersebut merupakan penyesuai
terhadap kos peminjaman (kos bunga) lama selama sisa waktu pinjaman akibat
diperolehnya pinjaman baru. Dengan demikian, kos bunga selama sisa waktu pinjaman
lama dipengaruhi oleh selisih yang timbul akibat pelunasan lebih awal utang lama.
Alternatif ini beranggapan bahwa pada umumnya debitor melakukan pelunasan lebih
9

awal karena pembayaran bunga dimasa mendatang dapat dikurangi sehingga lebih
menguntunggkan bagi debitor. Dengan dasar pikiran ini ,logislah bahwa selisih tersebut
disebar selama sisa umur utang lama. Walaupun demikian, kalau utang baru jatuh tempo
sebelum jatuh temponya utang semula, sebagian selisih (proporsional dengan waktu)
diamortisasi selama umur utang yang baru dan sisanya diakui segera oada saat utang
baru jatuh tempo sebagai untung atau rugi.
Alternatif b dilandasi oleh gagagsan bahwa motivasi pendanaan kembali utang
adalah untuk mendapatkan tingkat bunga yang lebih menguntungkan selama umur utang
baru disbanding tingkat bunga selama sisa umur utang lama. Keuntungan tersebut
dinikmati dalam konteks umur utang baru sehingga logislah kalau selisih diamortisasi
selama umur utang baru. Perlakuan ini cukup beralasan bila pendanaan kembali utang
dilakukan karena lebih rendahnya tingkat bunga selama sisa umur utang lama atau
karena antisipasi akan lebih besarnya tingkat bunga setelah utang lama jatuh tempo. Jadi,
utang baru sekarang lebih murah daripada utang yang dapat diperoleh setelah utang lama
jatuh tempo.
Alternatif c didasarkan pada pemikiran bahwa pelunasan lebih awal dengan
pendanaan kembali sifatnya sama dengan pelunasan yang lain. Jadi, pelunasan lebih awal
dianggap sebagai penarikan kembali utang dan utang baru dianggap sebagai transaksi
yang terpisah atau independen. Pandangan ini menyatakan bahwa nilai pasar utang
berubah sepanjang waktu karena perubahan tingkat bunga pasar dan penarikan kembali
merupakan pilihan terbaik untuk meleyapkan utang. Akan tetapi, selisih antara nilai pasar
utang dan nilai bawaan sepanjang waktu tidak pernah dicatat sehingga secara logis
seluruh selisih diakui ketika kontrak utang diakhiri karena selisih tersebut berkaitan
dengan periode-periode masa lalu selama berlakunya kontrak utang tersebut. Jadi, selisih
dan sisa diskun atau premium berkaitan dengan kontrak utang lama dan bukan
merupakna manfaat yang berasal dari kontrak utang baru. Oleh karena itu, beralasanlah
kalau selisih diakui segera pada saat penarikan utang lama bukannya diamortisasi selama
sisa utang lama atau selama umur utang baru.
b. Utang Terkonversi
Aset dan kewajiban finansial merupkan pos-pos statemen keuangan sebagai
konsekuensi adanya instrumen finansial. Instrumen finansial pada dasarnya merupakan
alat pembayaran atau penjaminan sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk
melunasi utang. Utang terkonversi (convertible debt) merupakan salah satu instrumen
finansial tersebut. Karakteristik obligasi konversi menimbulkan maslah akuntansi pada
saat pengakuan, pengkonversian, dan pelunasan.
10

Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi terkonversi
yang pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena mereka dapat
menggeser resiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih menguntungkan. Hak
konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal
yang terlalu rendah disbanding tingkat bunga umum. Obligasi terkonversi biasanya
mempunyai karakteristik :
1. Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang
setara
2. Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena
penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham biasa
seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau deviden saham
Terdapat dua perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Pendukung
pemisahan berpendapat bahwa hak konversi dapat dinilai karena hak tersebut tidak
berbeda dengan hak beli saham. Sementara itu, pendukung semata-mata utang
mengatakan seballiknya. Landasan mereka dalam memperlakukan utang terkonversi
semata-mata sebagai utang adalah ketidakterpisahan (inseparability) dan kepraktisan
(practicality). Hal ini pula yang menjadi basis APB dalam memandang nilai obligasi
dan hak konversi sebagai satu kesatuan.
c. Pembebasan Substantif
Pembebasan substantif adalah suatu keadaan yang dicapai pada saat debitor
telah menempatkan kas atau aset lainnya ke perwalian yang ditujukan semata-mata
untuk pelunasan utang tertentu (dan tidak dapat ditarik kembali) dan pada saat itu
dapat dipastikan bahwa debitor tidak lagi harus melakukan pembayaran karena dana
yang terkumpul dan aliran kas dari aset tersebut cukup untuk menutup pokok
pinjaman dan bunga.
Masalah teoritis dalam hal pembebasan substantif adalah apakah pada saat
terjadi pembebasan substantif perusahaan dapat mengawaakui kewajiban. Pada
awalnya standar yang terdapat dalam FASB memperbolehkan pengawaakuan
kewajiban pada saat tercapainya pembebasan substantif melalui SFAS No. 76. tetapi
kemudian membatalkannya dengan dikeluarkan SFAS No. 125. Dalam standar
tersebut FASB menegaskan bahwa pada saat terjadi pembebasan substantif, kewajiban
tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak memenuhi karakteristik atau
kriteria kritis sebagaimana yang tercantum dalam standar.
Penyajian

11

Kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka


panjang. Ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas
perusahaan. Dari segi ururtan perlindungan dan jaminan, utang yang diajmin pada
umumnya disajikan lebih dahulu untuk menunjukkan bahwa dalam hal terjadi likuiditas
utang ini harus dibayar lebih dahulu. Juga dari sudut urutan perlindungan, kewajiban
disajikan lebih dahulu daripada ekuitas.
PSAK no.1 menetukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria
sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang.
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek bila :
a) Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi
perusahaan
b) Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca
Waktu satu tahun dianggap sebagai siklus operasi normal perusahaan karena tidak
terlalu singkat juga tidak terlalu lama. Kriteria (a) sebenarnya digunakan untuk menjaga
kemungkinan kalau ada siklus operasi suatu perusahaan yang melebihi satu tahun. Waktu
satu tahun sudah menjadi konvensi akuntansi sehingga kriteria (a) sebenanya tidak pernah
diterapkan.
Walaupun memenuhi kriteria (b) di atas, suatu kewajiban tetap dapat diklasifikasi
sebagai kewajiban jangka panjang jika kewajiban tersebut tidak akan dilunasi tetapi
didanai kembali atau diperbarui. Kewajiban berbunga jangka panjang tetap diklasifikasi
sebagai kewajiban jangka panjang, walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam
jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal neraca, apabila:
a. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas
bulan
b. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannnya dengan pendanaan
jangka panjang
c. Maksud tersebut pada (b) didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau
penjadwalan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan
keuangan disetujui
Penyajian utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam kewajiban lancar akan
mempengaruhi likuiditas. Oleh karena itu, syarta diatas diperlukan agar kewajiban jangka
pendek tidak diklasifikasi sebagai utang jangka panjang.
Standart akuntansi yang berkaitan dengan berbagai jenis kewajiban dan kontrak
biasanya menetapkan hal-hak yang harus diungkapkan. Dalam hal sewaguna misalnya,
12

jumlah pembayaran minimum masa datang untuk sewaguna operasi harus diungkapkan.
Dalam SFAS No. 47 misalnya, FASB memberi pedoman tentang pengungkapan unutk
keharusan pembelian tak bersyarat jangka panjang ( long term unconditional purchase
obligation) dan pinjaman saham tertebus jangka panjang (long term borrowings and
redeemable stock). Saham tertebus adalah saham yang pemegangnya dapat meminta
penerbit untuk menebusnya secara tunai pada saat tertentu sehingga statusnya menjadi
kewajiban.
Hak Mengkompensasi
Telah disinggung sebelumnya bahwa kewajiban tidak selayaknya disajikan di
neraca dengan mengkompensasinya atau mengkontranya dengan aset yang dianggap
berkaitan. Ada kalanya hak mengontra diperbolehkan bila kondisi tertentu dipenuhi yang
biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak bersyarat dan kontrak
pertukaran. Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada
timbulnya kejadian masa datang tertentu yang belum tentu terjadi dan dapat mengubah
saat peneriamaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrumen keuangan.
Contoh kontrak semacam ini misalnya adalah future contracts dan forward purchase sale
contracts. Kontak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan
kewajiban di masa datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak saja.contoh
kontrak semacam ini adalah interest rate swaps dan currency swaps. Kontrak-kontrak
semacam ini biasanya berkaitan dengan instrument keuangan.
Secara umum pengkompensasian aset dan kewajiban dalam neraca adalah tidak
layak kecuali terdapat hak mengontra yang banyak terdapat dalam jenis kontrak-kontrak
yang disebut di atas. Hak mengontra adalah hak yuridis debitor lantaran kontrak atau yang
lainnya, untuk menghapus semua atau sebagian utnag kepada pihak lain dengan cara
mengkompensasi utang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor.
Hak mengontra dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:
a. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah
rupiah tertentu
b. Pihak pelapor mempunyai hak mengontra jumlah yang diutangnya dengan jumlah
yang diutang pihak lain
c. Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra
d. Hak mengontra terpaksakan secara hukum
Kondisi (a) diperlukan karena kondisi ini menjadi basis untuk dapat melakukan
kompensasi yaitu menhubungkan utang dengan aset. Sebagai contoh A mempunyai
13

piutang usaha dari B dan pada saat yang sama A juga mempunyai utang usaha kepada B.
Dengan kata lain utang dan aset bukan dua pos yang independen. Kondisi (b) merupakan
syarat utama yang secara eksplisit atau implisit terkandung dalam kontrak. Tanpa hal ini
hak mengontra tidak ada. Kondisi (c) diperlukan karena harus terdapat kemungkinan
untuk

mengkompensasi

sehingga

pihak

pelapor

mempunyai

kehendak

untuk

menkompensasi. Tanpa keinginan ini masalah pengkompensasian tidak relevan lagi.


Kondisi (d) dimaksudkan agar pihak pelapor tidak begitu mudahnya mengkompensasi
kewajiban dengan aset kalau tidak terpaksa secara hukum karena secara akuntansi
pengkompensasian bukan perlakuaan yang layak sehingga dianjurkan. Bila pelapor
menggunakan hak mengontra, pada umumnya yang dilaporkan di neraca adalah jumlah
bersihnya (baik sebagai aset atau kewajiban).
(Suwardjono, 2005:332-345)
5. Provisi, Liabilitas, Liabilitas Kontigensi, dan Asset Kontigensi (IAS 37/ SAK 57)
Istilah Penting
IAS 37
Provisi merupakan suatu liabilitas atas waktu atau jumlah yang tidak pasti.
Liabilitas sekarang sebagai akibat dari peristiwa masa lalu. Penyelesaian diharapkan untuk
menyebabkan suatu arus kas keluar dari sumber daya.
Liabilitas kontinjensi merupakan suatu liabilitas yang mungkin timbul dari peristiwa masa
lalu-keberadaannya tergantung kepada peristiwa yang terjadi dimasa depan yang tidak pasti,
atau liabilitas sekarang yang timbul dari peristiwa masa lalu kecuali pembayaran yang
mustahil atau jumlah yang secara andal tidak dapat diukur.
Aset kontijensi merupakan aset yang berpotensi yang timbul dari peristiwa masa lalukeberadaannya hanya akan dikonfirmasi melalui kejadian atau bukan kejadian dari satu atau
lebih peristiwa masa depan yang tidak pasti yang tidak seluruhnya berada dalam satu kendali
entitas.
(Ankarat, 2012:292)
PSAK 57
Aset kontinjensi adalah aset potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan
keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di
masa depan
Liabilitas adalah kewajiban kini entitas, timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
dapat mengakibatkan arus keluar sumber daya entitas yang mengandung manfaat ekonomi.
14

Liabilitas kontinjensi adalah:


a) kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi
pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di masa depan yang
tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas; atau
b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui
karena:
i.
tidak terdapat kemungkinan entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung
manfaat
ii.

ekonomi

(selanjutnya

disebut

sebagai

sumber

daya)

untuk

menyelesaikan kewajibannya; atau


jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.

Peristiwa yang mengikat adalah peristiwa yang menimbulkan kewajiban hukum atau
kewajiban konstruktif yang mengakibatkan entitas tidak memiliki alternatif lain kecuali
menyelesaikan kewajiban tersebut.
Provisi adalah liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum pasti.
Pengakuan
IAS 37
Pengakuan Dari Provisi
Suatu entitas harus mengakui suatu provisi jika, dan hanya jika

Suatu liabilitas sekarang timbul sebagai akibat dari peristiwa masa lalu

Arus kas keluar dari sumber daya yang memungkinkan

Jumlah yang harus diakui yang secara andal dapat diestimasi

Suatu peristiwa yang mewajibkan adalah suatu peristiwa yang menciptakan suatu liabilitas
legal atau kontruktif dan oleh karena itu, menyebabkan suatu entitas tidak mempunyai
alternatif yang realistis akan tetapi wajib menyelesaikan liabilitas tersebut.
Suatu liabilitas yang kontruktif timbul apabila praktik dimasa lalu menciptakan suatu
harapan yang berlaku pada bagian dari suatu pihak ketiga.
Suatu kontrak yang memberatkan adalah suatu perjanjian bahwa suatu entitas tidak dapat
terhindar secara hukum tanpa terjadinya biaya tersebut. Suatu contoh mengenai kontrak yang
memberatkaan yaitu bilamana suatu entitas telah menandatangani suatu perjanjian untuk
memasarkan produk dari produsen untuk suatu periode lima tahun dan syarat-syarat
perjanjian mengharuskan pembayaran kompensasi dalam hal terminasi dininya. Liabilitas
menurut perjanjian ini adalah jumlah penalti yang harus dibayar. Suatu liabilitas yang

15

memungkinkan harus diungkapkan dan tidak diakrual atau diakui. Namun, pengungkapan
tidak diperlukan apabila kemungkinannya adalah mendekati.
(Ankarat, 2012:292)
PSAK 57
Provisi
Provisi diakui jika:
a) entitas memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif)
sebagai akibat peristiwa masa lalu;
b) kemungkinan besar penyelesaian kewajib an tersebut mengakibatkan arus keluar
sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi; dan
c) estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.
Jika kondisi di atas tidak terpenuhi, maka provisi tidak diakui.
Pengukuran
IAS 37
Pengukuran Provisi
Jumlah yang diakui sebagai suatu provisi yang merupakan estimasi terbaik dari pengeluaran
yang diharuskan untuk menyelesaikan liabilitas sekarang pada tanggal pelaporan; yaitu,
jumlah bahwa suatu entitas secara rasional membayar untuk menyelesaikan liabilitas pada
tanggal pelaporan atau untuk mentransfernya kepada pihak ketiga. Hal ini berarti :

Provisi untuk peristiwa sekali saja diukur pada jumlah yang paling memungkinkan

Provisi untuk populasi besar dari peristiwa-peristiwa diukur pada suatu nilai
probabilitas rata-rata tertimbang

Baik pengukuran adalah pada nilai sekarang yang didiskontokan dengan


menggunakan tingkat diskonto sebelum pajak, yang mencerminkan penilaian pasar
berjalan dari nilai waktu dari uang dan resiko tertentu daripad liabiltas.
Di dalam mencapai estimasi terbaik, perusahaan harus mempertimbangkan risiko dan

ketidakpastian yang melingkupi peristiwa yang mendasarinya. Harapan arus kas keluar harus
didiskontokan pada nilai sekarangnya, dimana dampak nilai waktu dari uang adalah material.
Apabila beberapa atau semua pengeluaran yang disyaratkan untuk menyelesaikan suatu
provisi yang diharapkan harus dilakukan penggantian oleh pihak lain, penggantian tersebut
harus diakui sebagai pengurangan dari provisi yang ditetapkan bilamana, dan hanya
bilamana, secara pasti bahwa penggantian tersebut akan diterima apabila perusahaan
menyelesaikan liabilitasnya. Jumlah yang diakui tidak boleh melebihi jumlah provisi.
PSAK 57
16

Estimasi Terbaik; Jumlah yang diakui sebagai provisi adalah hasil estimasi terbaik
pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode
pelaporan.
Risiko dan Ketidakpastian; Dalam menentukan estimasi terbaik suatu provisi, entitas
mempertimbangkan berbagai risiko dan ketidakpastian yang selalu mem penga ruhi berbagai
peristiwa dan keadaan.
Nilai Kini; Jika dampak nilai waktu dari uang cukup material, maka jumlah provisi adalah
nilai kini dari perkiraan pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban.
Tingkat diskonto adalah tingkat diskonto sebelum pajak yang mencerminkan penilaian pasar
atas nilai waktu dari uang dan risiko yang terkait dengan liabilitas yang bersangkutan.
Tingkat diskonto tidak boleh mencerminkan risiko yang sudah diperhitungkan dalam estimasi
arus kas masa depan.
Peristiwa Masa Depan; Peristiwa masa depan yang dapat mempengaruhi jumlah yang
diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban tercermin dalam jumlah provisi jika ada bukti
obyektif bahwa peristiwa itu akan terjadi.
Rencana Pelepasan Aset; Keuntungan sehubungan dengan rencana pelepasan aset tidak boleh
dipertimbangkan dalam menghitung suatu provisi.
Pengukuran Kembali Provisi
Pengkajian ulang dan penyesuaian terhadap provisi pada setiap tanggal laporan provisi
keuangan. Apabila arus keluar tidak lagi memungkinkan, maka penjurnalbalikan provisi
terhadap pendapatan dilakukan. Berikut contoh mengenai provisi yang sudah umum
ditemukan.
Situasi
Pengakuan Provisi
Restrukturisasi melalui penjualan suatu Akrual suatu provisi hanya setelah
operasi
penandatanganan perjanjian penjualan
Restrukturisasi melalui penutupan atau Akrual suatu provisi hanya setelah rencana
reorganisasi
formal terinci diadopsi dan diumumkan
kepada khalayak umum. Keputusan dewan
tidak cukup
Jaminan (warannty)
Akrual suatu provisi(peristiwa masa lalu
adalah penjualan barang yang rusak)
Pengembalian dana kepada pelanggan
Akrual jika kebijakan yang ditetapkan adalah
memberikan dana
Pengeboran minyak lepas pantai harus Akrual suatu provisi bilamana diinstalasi dan
dipindahkan dan dasar laut direstorasi
menambah harga perolehan aset
Entitas harus melaksanakan pelatihan staf Tidak ada provisi (tidak ada liabilitas untuk
karyawannya untuk perubahan didalam memberikan pelatihan)
undang-undang pajak baru
Kontrak yang memberatkan( menderita Akrual suatu provisi
17

kerugian)
(Ankarat, 2012:292-293)
Restrukturisasi
IAS 37
Suatu restrukturisasi mungkin disebabkan karena

Penjualan atau terminasi suatu lini bisnis

Penutupan lokasi bisnis

Perubahan didalam struktur manajemen

Reorganisasi fundamental daripada perusahaan

Provisi restrukturisasi harus diakui sebagai liabiltas sebagai berikut

Penjualan operasi. Akrual suatu provisi hanya setelah kontrak penjualan


ditandatangani. Apabila perjanjian kontrak penjualan sudah ditandatangani setelah
tanggal pelaporan, maka pengungkapan diperlukan tetapi tidak ada akrual yang
diperlukan.

Penutupan atau reorganisasi. Akrual hanya setelah rencana formal terinci diadopsi dan
diumumkan kepada khalayak umum, keputusan dewan sendiri tidak mencukupi untuk
menjamin suatu provisi.

Kerugian operasi masa depan. Provisi harus dipakai untuk kerugian operasi masa
depan, bahkan dalam hal restrukturisasi sekalipun

Restrukturisasi provisi mencakup hanya pengeluaran langsung sebagai akibat dari


restrukturisasi dan bukanlah biaya perolehan yang terkait dengan aktivitas entitas tang sedang
berjalan.
(Ankarat, 2012:294)
PSAK 57
Restrukturisasi provisi mencakup hanya pengeluaran langsung sebagai akibat dari
restrukturisasi dan bukanlah biaya perolehan yang terkait dengan aktivitas entitas tang sedang
berjalan. Kewajiban konstruktif untuk melakukan restrukturisasi muncul hanya jika
persyaratan berikut dipenuhi:
1. entitas memiliki rencana formal yang rinci untuk restrukturisasi dengan mengidentifi

kasikan, sekurangkurangnya:
usaha atau bagian usaha yang terlibat;
lokasi utama yang terpengaruh;
lokasi, fungsi, dan perkiraan jumlah pegawai yang akan menerima kompensasi
karena pemutusan hubungan kerja;
18

pengeluaran yang akan terjadi; dan


waktu implementasi rencana tersebut; dan
2. entitas menciptakan ekspektasi yang valid kepada pihak-pihak yang terkena dampak
restrukturisasi bahwa entitas akan melaksanakan restrukturisasi dengan memulai
implementasi rencana tersebut atau mengumumkan pokok-pokok rencana.
Liabilitas Kontinjensi
Karena terdapat dasar umum dalam hal liabilitas yang tidak pasti, maka standar juga akan
membahas dengan kontijensi. Pada dasarnya, bahwa liabilitas bersyarat tidak perlu diakui,
akan tetapi, entitas harus mengungkapkannya, kecuali probabulitas dari arus kas keluar atas
sumber daya ekonomis sangat kecil.
Aset Kontinjensi
Aset kontinjensi tidak harus diakui. Namun, harus diungkapkan dimana arus kas masuk dari
manfaat ekonomis dimungkinkan. Bilamana realisasi dari pendapatan adalah sangat pasti,
maka selanjutnya aset terkait bukanlah suatu aset bersyarat dan pengakuannya adalah layak.
(Ankarat, 2012:294)
Pengungkapan
IAS 27
Rekonsiliasi untuk setiap kelompok provisi diperlihatkan sebagai

Saldo awal

Penambahan

Jumlah yang digunakan (missal jumlah yang dibebankan terhadap provisi)

Jumlahyang dikeluarkan (dijurnalbalik)

Pemberian diskon

Saldo akhir

Untuk setiap kelompok provisi, berikanlah suatu keteranganringkas mengenai

Sifat

Waktu

Asumsi

Penggantian atas pengeluaran uang


Dalam hal pengungkapan dari setiap atau semua informasi yang terkait dengan

penggantian atas pengeluaran uang akanmerugikan entitas didalam suatu sengketa dengan
pihak lain dalam hal provisi,maka suatu entitas tidak perlu mengungkapkan informasi

19

tersebut tetapi harus mengungkpakan sifat umum daripada sengketa tersebut, bersama dengan
fakta bahwa, dan apa alasannya, informasi tidak pernah diungkapkan.
(Ankarat, 2012:294-295)
PSAK 57
Untuk setiap jenis provisi, entitas mengungkapkan:
a) nilai tercatat pada awal dan akhir periode;
b) provisi tambahan yang dibuat dalam periode bersangkutan, termasuk peningkatan
jumlah provisi yang ada;
c) jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan pada provisi
selama periode bersangkutan;
d) jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode bersangkutan; dan
e) peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai kini yang timbul karena
berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan tingkat diskonto.
Informasi komparatif tidak disyarat.
Untuk setiap jenis provisi, entitas mengungkapkan:
a. uraian singkat mengenai karakteristik kewajiban dan perkiraan saat arus keluar
sumber daya ekonomi terjadi;
b. indikasi mengenai ketidakpastian saat atau jumlah arus keluar tersebut. Jika
diperlukan dalam rangka menyediakan informasi yang memadai, maka entitas
mengungkap kan asumsi utama yang men dasari prakiraan peristiwa masa depan
sebagaimana diatur di paragraf 48; dan
c. jumlah estimasi penggantian yang akan diterima dengan menyebutkan jumlah aset
yang telah diakui untuk estimasi penggantian tersebut.
Kecuali kemungkinan arus keluar dalam penyelesaian adalah kecil, entitas mengungkapkan
untuk setiap jenis liabilitas kontinjensi pada akhir periode pelaporan, uraian ringkas mengenai
karakteristik liabilitas kontinjensi dan, jika praktis:
estimasi dari dampak keuangannya yang diukur sesuai dengan ketentuan paragraf 3652;
indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah atau waktu arus keluar
sumber daya; dan
kemungkinan penggantian oleh pihak ketiga.

DAFTAR PUSTAKA
Ankarath, Nandakumar et al,2012, Memahami IFRS: Standar Pelaporan Keuangan
lnternasional, Alih Bahasa: Priyo Darmawan, S.E, Ak, MBA, Indeks, Jakarta.
20

IAI, 2009, Standar Akuntansi Keuangan. Edisi Revisi.


Suwardjono, 2005.Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi 3,
BPFE:Yogyakarta.
Tuanakotta, Theodorus M. 2000. Teori Akuntansi. Buku Dua.Lembaga Penerbit FE-UI:
Jakarta.
Arfan Ikhsan dan Herkulanus Bambang Suprasto. 2008. Teori Akuntansi & Riset
Multiparadigma. Graha Ilmu: Yogyakarta.

21

You might also like