Professional Documents
Culture Documents
secara
eksplisit
ungkapan
kesatuan
usaha
(entitas/entity
atau
also include certain deffered credits that are not obligation but that are
recognize and measure in conformity accepted accounting principle.
(Kewajiban ekonomis yang diakui dan diukur sesuai dengan generally accepted
accounting principles. Definisi ini meliputi juga deffered credits yang
sebenarnya tidak mempunyai makna apa apa bagi mereka yang tidak mengenal
atau tidak mempelajari struktur akuntansi).
Deffered Credits adalah sejenis kewajiban tetapi bukan dalam pengertian memberikan
pengorbanan di masa yang akan datang. Deffered credits dibagi atas: prepaid revenue
adalah penerimaan pembayaran di muka yang belum sepenuhnya diimbangi dengan
pemberian jasa atau produk yang dibayar. Deffered akibat peraturan pengakuan.
Selain definisi APB, definisi kewajiban selalu memuat pula ungkapan manfaat
ekonomik, sumber ekonomik, atau potensi jasa. Ini berarti bahwa pengertian kewajiban
tidak dapat dipisahkan dengan pengertian asset. Asset dapat menimbulkan kewajiban dan
sebaliknya timbulnya kewajiban dapat dibarengi dengan pengakuan asset (Suwardjono,
2005:305-307).
b. Karakteristik
Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai suatu kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas
atau tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk
melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat
ekonomik di masa yang akan datang. Untuk menjadi kewajiban, pengorbanan tersebut
harus bersifat memaksa dan bukan atas dasar kebijakan atau keleluasaan manajemen
untuk memutuskan baik dalam hal jumlah rupiah maupun dalam saat transfer.
Berdasarkan pengertian tersebut bisa dikatakan bahwa suatu kewajiban hanya terjadi
antar kesatuan usaha atau paling tidak melibatkan kesatuan usaha lain.
Keharusan Sekarang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang
harus timbul akibat keharusan sekarang. Pengertian sekarang ini mengandung pengertian
(1) waktu, yaitu tanggal pelaporan, dan (2) adanya. Artinya, pada tanggal neraca kalau
perlu atau kalau dipaksakan (secara yuridis, etis, atau rasional) pengorbanan sumber
ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada.
Beberapa keharusan yang tercakup dalam pengertian kewajiban ini adalah keharusan
kontraktual, keharusan konstruktif, keharusan demi keadilan, dan keharusan bergantung
hukuman (penalty).
Keharusan konstruktif (constructive obligation) adalah kewajiban yang tidak
dinyatakan secara tertulis atau keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha
dalam rangka menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang
disebut praktik usaha yang baik (best business practices) atau etika bisnis (business
ethics) dan bukan untuk mmenuhi kewajiban yuridis. Kebijakan tersebut
menimbulkan kewajiban karena kesatuan usaha sengaja memberi , mengkonstruksi,
atau membentuk hak bagi pihak lain (misalnya, pelanggan, pemasok, pegawai, atau
perusahaan lain) tanpa harus melalui perjanjian tertulis yang disepakati kedua belah
pihak.
Keharusan demi keadilan (equitable obligation) adalah kewajiban yang tidak
dikuatkan kontrak dan hanya karena kewajiban moral atau kewajiban demi kewajaran
dan keadilan atau keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi
perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan
hukum atau praktik bisnis yang sehat. Keharusan ini muncul dari tugas (duties)
kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, adil, dan benar
menurut hati nurani (conscience) dan rasa keadilan (sense of justice). Tidak ada
sanksi hukum untuk tidak memenuhi keharusan ini tetapi kewajiban ini mengikat
Keharusan membayar kas. Keharusan membayar kas pada waktu dan jumlah rupiah
tertentu dimasa datang merupakan petunjuk yang kuat atau jelas mengenai adanya
3
kewajiban. Akan tetapi, untuk menjadi kewajiban, penyerahan asset bukan satu
diketahui.
Berkekuatan hukum. Keharusan suatu entitas untuk mengorbankan manfaat ekonomi
timbul akibat klaim yuridis yang mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa
yuridis menunjukan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan
secara yuridis material.
Definisi kewajiban merupakan bayangan cermin dari definisi aset. Transaksi,
kejadian, atau keadaan dapat mempengaruhi aset dan kewajiban secara bersamaan karena
konsep kesatuan usaha yang mendasari sistem berpasangan.
Dalam hal aset, transaksi atau kejadian masa lalu menimbulkan penguasaan sekarang
terhadap manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti. Dalam hal kewajiban, transaksi
atau kejadian masa lalu menimbulkan keharusan sekarang untuk pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang yang cukup pasti.
(Suwardjono, 2005:307-316)
2. Mengukur dan Menentukan Jumlah Rupiah saat penganggungan, penelusuran dan
Pelunasan Liabilitas (Pengakuan, Pengukuran, dan Pelunasan)
Pengertian kewajiban merupakan cerminan dari aset, kewajiban harus diukur dan
diakui pada saat terjadinya. Memiliki kesamaan dengan aset yang direpresentasi oleh tiga
tahapan (pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban juga direpresentasi tiga
tahapan, yaitu pengakuan, penelusuran, dan pelunasan.
Pengakuan
Kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang
sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu definisi,
keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Arfan dan Bambang (hlm 185) kriteria
pengakuan atas hutang antara lain:
a. Didasarkan atas hukum
Ketersediaan dasar hukum, kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan
keberpautan informasi. Jika ada suatu tuntunan menurut hokum dapat dilaksanakan,
ada sedikit keraguan bahwa kewajiban hutang ada.
b. Penggunaan prinsip konservatisme
4
karena kesempatan telah dicapai atau kebijakan telah diputuskan sehingga sudah
cukup jelas jumlah dan waktu pengorbanannya.
Pengukuran
Pengakuan dilakukan setelah suatu kewajiban pengukuran dengan cukup pasti.
Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya parallel dengan pengukuran asset.
Terjadinya kewajiban pada umumnya disertai dengan pemerolehan asset atau timbulnya
biaya. Pemerolehan asset dapat berupa penguasaan barang dagangan atau asset
nonmoneter lainnya yang terjadi dari transaksi pembelian. Pemerolehan asset dapat juga
berupa kas yang terjadi dari transaksi peminjaman atau penerimaan uang muka untuk
barang atau jasa. Oleh karena itu, pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos
kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan dalamtransaksi-transaksi
tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Jadi, konsep dasar
penghargaan berlaku baik untuk asset maupun untuk kewajiban. Hal ini berlaku khusunya
untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material
sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan junlah rupiah
pengorbanan sumber ekonomik masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka
pendek, kos pendanaan atau kos penundaan kewajiban jangka pendek, kos pendanaan
atau kos penundaan dianggap tidak material.
Kewajiban Dalam Pembelian Kredit
Dasar pengukuran kewajiban yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai
implisit. Karena kewajiban merupakan cerminan dari aset, maka pengukurannya juga
mengikuti pengukuran aset.
Diskun dan Premium Utang Obligasi
Nilai nominal atau jatuh tempo obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah
kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun bagi kreditor. Dasar
pengukuran demikian tidak tepat. Utang obligasi diukur dan diakui atas dasar jumlah
rupiah yang diterima dalam penerbitan obligasi, sedangkan diskun dan premium obligasi
merupakan jumlah rupiah penyesuaian bunga nominal untuk mendapatkan bunga efektif.
Diskun obligasi merupakan bunga yang belum dibayar yaitu bagian bunga efektif total
yang baru akan dibayar pada saat utang obligasi jatuh tempo. Premium obligasi
merupakan utang dan jumlah amortisasi periodik merupakan penyesuai terhadap biaya
bunga dan bukannya merupakan elemen pendapatan.
Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
6
(b) dibebaskan secara hukum sebagai penanggung utang uama oleh keputusan
pengadilan atau kreditor. Keadaan pembebasan substantif tidak memenuhi kriteria
kritis untuk mengawaakui kewajiban. Kewajiban tidak lenyap dengan sendirinya
meskipun perusahaan telah menyediakan dana yang cukup untuk melunasinya.
Atas dasar ketentuan b, jika kreditor membebaskan debitor dari kewajibannya
karena pihak ketiga mengambil ahli/menanggung kewajiban tersebut dan debitor semula
hanya menjadi penanggung sekunder, pembebasan tersebut dengan sendirinya
melenyapkan kewajiban debitor semula. Penanggung sekunder berfungsi atau
bertanggung jawab sebagai penjamin.
Dengan ketentuan a, kewajiban dapat dikatakan lenyap bila debitor menyerahkan
atau mentransfer kas atau asset financial lain. Asset financial merupakan salah satu jenis
dari apa yang disebut instrument financial. FASB mendifinisi instrument financial
sebagai berikut (SFAS No. 107, prg. 3) :
Instumen financial adalah kas, bukti pemilikkan dalam suatu entitas, atau suatu kontrak
yang memuat dua ketentuan berikut:
a. Mengenakan atas suatu entitas keharusan kontraktual untuk menyerahkan kas atau
instrument finasial lainnya kepada entitas kedua atau, menukar instrument financial
yang dipegang entitas kedua dengan instrument financial lain atas keuntungan entitas
kedua.
b. Mengalihkan/memberi kepada entitas kedua diatas suatu hak kontraktual untuk
menerima kas atau instrument financial lainnya dari entitas pertama atau, menukarkan
instrument financial yang dipegangnya dengan instrument financial lain dari entitas
pertama atau keuntungan atas entitas kedua.
Ketentuan a merupakan imbangan atau pasangan dari ketentuan b. Artinya,
ketentuan a harus disertai dengan ketentuan b atau sebaliknya. Ketentuan a memandang
kontrak dari sudut penerbit instrument atau entitas pertama dan ketentuan b dari sudut
pemegang instrument atau entitas kedua. Oleh karena itu, kas, bukti pemilikkan, atau
kontrak dari sudut pandang pemegang instrument disebut sebagai asset financial
sedangkan kontrak dari sudut pandang penerbit disebut sebagai
kewajiban financial.
Pemegang asset financial dapat mentransfer asset tersebut ke pihak ketiga untuk
pelunasan kewajiban.
(Suwardjono, 2005:316-332)
3. Dasar atau Atribut Penilaian Liabilitas
Basis (Atribut) Penilaian
Keterangan
Harga
Pasar
Sekarang Berbagai kewajiban yang
(Current Market Value)
melibatkan komoditas dan
surat-suratberharga
(Suwardjono, 2005:329)
4. Kriteria Pengakuan Kewajiban
Transfer Asset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer asset financial
(termasuk kas), barang, atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan
mentransfer secara penuh kas, barang, atau jasa ke debitor, maka pada saat itu pelunasan
dianggap tuntas. Pelunasan kewajiban dengan asset financial juga dapat bersifat tuntas
bila penyerahan asset financial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai penjualan.
Artinya, asset financial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima seketika itu
pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Masalah Teoritis
a. Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi sebelum jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal)
dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga
tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal.
Penarikan kembali obligasi yang beredar adalah suatu transaksi yang
mempengaruhi kontrak antara debitur dan kreditur tetapi transaksi ini sangat berbeda
dengan transaksi aliran kegiatan operasi dan transaksi penggunaan aset (investasi).
Namun pada umumnya selisih yang terjadi adalah selisih antara nilai bawaan
dan nilai penebusan atau penarikan. Bila penarikan dilakukan dengan pendanaan
kembali, terdapat tiga perlakuan terhadap selisih tersebut yaitu:
a. Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali
b. Selisih diamortisasi selama umur utang baru yang diterbitkan
c. Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan di statemen laba-rugi tahun
bersangkutan
Alternatif a dilandasi oleh pemikiran bahwa selisih tersebut merupakan penyesuai
terhadap kos peminjaman (kos bunga) lama selama sisa waktu pinjaman akibat
diperolehnya pinjaman baru. Dengan demikian, kos bunga selama sisa waktu pinjaman
lama dipengaruhi oleh selisih yang timbul akibat pelunasan lebih awal utang lama.
Alternatif ini beranggapan bahwa pada umumnya debitor melakukan pelunasan lebih
9
awal karena pembayaran bunga dimasa mendatang dapat dikurangi sehingga lebih
menguntunggkan bagi debitor. Dengan dasar pikiran ini ,logislah bahwa selisih tersebut
disebar selama sisa umur utang lama. Walaupun demikian, kalau utang baru jatuh tempo
sebelum jatuh temponya utang semula, sebagian selisih (proporsional dengan waktu)
diamortisasi selama umur utang yang baru dan sisanya diakui segera oada saat utang
baru jatuh tempo sebagai untung atau rugi.
Alternatif b dilandasi oleh gagagsan bahwa motivasi pendanaan kembali utang
adalah untuk mendapatkan tingkat bunga yang lebih menguntungkan selama umur utang
baru disbanding tingkat bunga selama sisa umur utang lama. Keuntungan tersebut
dinikmati dalam konteks umur utang baru sehingga logislah kalau selisih diamortisasi
selama umur utang baru. Perlakuan ini cukup beralasan bila pendanaan kembali utang
dilakukan karena lebih rendahnya tingkat bunga selama sisa umur utang lama atau
karena antisipasi akan lebih besarnya tingkat bunga setelah utang lama jatuh tempo. Jadi,
utang baru sekarang lebih murah daripada utang yang dapat diperoleh setelah utang lama
jatuh tempo.
Alternatif c didasarkan pada pemikiran bahwa pelunasan lebih awal dengan
pendanaan kembali sifatnya sama dengan pelunasan yang lain. Jadi, pelunasan lebih awal
dianggap sebagai penarikan kembali utang dan utang baru dianggap sebagai transaksi
yang terpisah atau independen. Pandangan ini menyatakan bahwa nilai pasar utang
berubah sepanjang waktu karena perubahan tingkat bunga pasar dan penarikan kembali
merupakan pilihan terbaik untuk meleyapkan utang. Akan tetapi, selisih antara nilai pasar
utang dan nilai bawaan sepanjang waktu tidak pernah dicatat sehingga secara logis
seluruh selisih diakui ketika kontrak utang diakhiri karena selisih tersebut berkaitan
dengan periode-periode masa lalu selama berlakunya kontrak utang tersebut. Jadi, selisih
dan sisa diskun atau premium berkaitan dengan kontrak utang lama dan bukan
merupakna manfaat yang berasal dari kontrak utang baru. Oleh karena itu, beralasanlah
kalau selisih diakui segera pada saat penarikan utang lama bukannya diamortisasi selama
sisa utang lama atau selama umur utang baru.
b. Utang Terkonversi
Aset dan kewajiban finansial merupkan pos-pos statemen keuangan sebagai
konsekuensi adanya instrumen finansial. Instrumen finansial pada dasarnya merupakan
alat pembayaran atau penjaminan sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk
melunasi utang. Utang terkonversi (convertible debt) merupakan salah satu instrumen
finansial tersebut. Karakteristik obligasi konversi menimbulkan maslah akuntansi pada
saat pengakuan, pengkonversian, dan pelunasan.
10
Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi terkonversi
yang pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena mereka dapat
menggeser resiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih menguntungkan. Hak
konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal
yang terlalu rendah disbanding tingkat bunga umum. Obligasi terkonversi biasanya
mempunyai karakteristik :
1. Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang
setara
2. Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena
penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham biasa
seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau deviden saham
Terdapat dua perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Pendukung
pemisahan berpendapat bahwa hak konversi dapat dinilai karena hak tersebut tidak
berbeda dengan hak beli saham. Sementara itu, pendukung semata-mata utang
mengatakan seballiknya. Landasan mereka dalam memperlakukan utang terkonversi
semata-mata sebagai utang adalah ketidakterpisahan (inseparability) dan kepraktisan
(practicality). Hal ini pula yang menjadi basis APB dalam memandang nilai obligasi
dan hak konversi sebagai satu kesatuan.
c. Pembebasan Substantif
Pembebasan substantif adalah suatu keadaan yang dicapai pada saat debitor
telah menempatkan kas atau aset lainnya ke perwalian yang ditujukan semata-mata
untuk pelunasan utang tertentu (dan tidak dapat ditarik kembali) dan pada saat itu
dapat dipastikan bahwa debitor tidak lagi harus melakukan pembayaran karena dana
yang terkumpul dan aliran kas dari aset tersebut cukup untuk menutup pokok
pinjaman dan bunga.
Masalah teoritis dalam hal pembebasan substantif adalah apakah pada saat
terjadi pembebasan substantif perusahaan dapat mengawaakui kewajiban. Pada
awalnya standar yang terdapat dalam FASB memperbolehkan pengawaakuan
kewajiban pada saat tercapainya pembebasan substantif melalui SFAS No. 76. tetapi
kemudian membatalkannya dengan dikeluarkan SFAS No. 125. Dalam standar
tersebut FASB menegaskan bahwa pada saat terjadi pembebasan substantif, kewajiban
tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak memenuhi karakteristik atau
kriteria kritis sebagaimana yang tercantum dalam standar.
Penyajian
11
jumlah pembayaran minimum masa datang untuk sewaguna operasi harus diungkapkan.
Dalam SFAS No. 47 misalnya, FASB memberi pedoman tentang pengungkapan unutk
keharusan pembelian tak bersyarat jangka panjang ( long term unconditional purchase
obligation) dan pinjaman saham tertebus jangka panjang (long term borrowings and
redeemable stock). Saham tertebus adalah saham yang pemegangnya dapat meminta
penerbit untuk menebusnya secara tunai pada saat tertentu sehingga statusnya menjadi
kewajiban.
Hak Mengkompensasi
Telah disinggung sebelumnya bahwa kewajiban tidak selayaknya disajikan di
neraca dengan mengkompensasinya atau mengkontranya dengan aset yang dianggap
berkaitan. Ada kalanya hak mengontra diperbolehkan bila kondisi tertentu dipenuhi yang
biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak bersyarat dan kontrak
pertukaran. Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada
timbulnya kejadian masa datang tertentu yang belum tentu terjadi dan dapat mengubah
saat peneriamaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrumen keuangan.
Contoh kontrak semacam ini misalnya adalah future contracts dan forward purchase sale
contracts. Kontak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan
kewajiban di masa datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak saja.contoh
kontrak semacam ini adalah interest rate swaps dan currency swaps. Kontrak-kontrak
semacam ini biasanya berkaitan dengan instrument keuangan.
Secara umum pengkompensasian aset dan kewajiban dalam neraca adalah tidak
layak kecuali terdapat hak mengontra yang banyak terdapat dalam jenis kontrak-kontrak
yang disebut di atas. Hak mengontra adalah hak yuridis debitor lantaran kontrak atau yang
lainnya, untuk menghapus semua atau sebagian utnag kepada pihak lain dengan cara
mengkompensasi utang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor.
Hak mengontra dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:
a. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah
rupiah tertentu
b. Pihak pelapor mempunyai hak mengontra jumlah yang diutangnya dengan jumlah
yang diutang pihak lain
c. Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra
d. Hak mengontra terpaksakan secara hukum
Kondisi (a) diperlukan karena kondisi ini menjadi basis untuk dapat melakukan
kompensasi yaitu menhubungkan utang dengan aset. Sebagai contoh A mempunyai
13
piutang usaha dari B dan pada saat yang sama A juga mempunyai utang usaha kepada B.
Dengan kata lain utang dan aset bukan dua pos yang independen. Kondisi (b) merupakan
syarat utama yang secara eksplisit atau implisit terkandung dalam kontrak. Tanpa hal ini
hak mengontra tidak ada. Kondisi (c) diperlukan karena harus terdapat kemungkinan
untuk
mengkompensasi
sehingga
pihak
pelapor
mempunyai
kehendak
untuk
ekonomi
(selanjutnya
disebut
sebagai
sumber
daya)
untuk
Peristiwa yang mengikat adalah peristiwa yang menimbulkan kewajiban hukum atau
kewajiban konstruktif yang mengakibatkan entitas tidak memiliki alternatif lain kecuali
menyelesaikan kewajiban tersebut.
Provisi adalah liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum pasti.
Pengakuan
IAS 37
Pengakuan Dari Provisi
Suatu entitas harus mengakui suatu provisi jika, dan hanya jika
Suatu liabilitas sekarang timbul sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
Suatu peristiwa yang mewajibkan adalah suatu peristiwa yang menciptakan suatu liabilitas
legal atau kontruktif dan oleh karena itu, menyebabkan suatu entitas tidak mempunyai
alternatif yang realistis akan tetapi wajib menyelesaikan liabilitas tersebut.
Suatu liabilitas yang kontruktif timbul apabila praktik dimasa lalu menciptakan suatu
harapan yang berlaku pada bagian dari suatu pihak ketiga.
Suatu kontrak yang memberatkan adalah suatu perjanjian bahwa suatu entitas tidak dapat
terhindar secara hukum tanpa terjadinya biaya tersebut. Suatu contoh mengenai kontrak yang
memberatkaan yaitu bilamana suatu entitas telah menandatangani suatu perjanjian untuk
memasarkan produk dari produsen untuk suatu periode lima tahun dan syarat-syarat
perjanjian mengharuskan pembayaran kompensasi dalam hal terminasi dininya. Liabilitas
menurut perjanjian ini adalah jumlah penalti yang harus dibayar. Suatu liabilitas yang
15
memungkinkan harus diungkapkan dan tidak diakrual atau diakui. Namun, pengungkapan
tidak diperlukan apabila kemungkinannya adalah mendekati.
(Ankarat, 2012:292)
PSAK 57
Provisi
Provisi diakui jika:
a) entitas memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif)
sebagai akibat peristiwa masa lalu;
b) kemungkinan besar penyelesaian kewajib an tersebut mengakibatkan arus keluar
sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi; dan
c) estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.
Jika kondisi di atas tidak terpenuhi, maka provisi tidak diakui.
Pengukuran
IAS 37
Pengukuran Provisi
Jumlah yang diakui sebagai suatu provisi yang merupakan estimasi terbaik dari pengeluaran
yang diharuskan untuk menyelesaikan liabilitas sekarang pada tanggal pelaporan; yaitu,
jumlah bahwa suatu entitas secara rasional membayar untuk menyelesaikan liabilitas pada
tanggal pelaporan atau untuk mentransfernya kepada pihak ketiga. Hal ini berarti :
Provisi untuk peristiwa sekali saja diukur pada jumlah yang paling memungkinkan
Provisi untuk populasi besar dari peristiwa-peristiwa diukur pada suatu nilai
probabilitas rata-rata tertimbang
ketidakpastian yang melingkupi peristiwa yang mendasarinya. Harapan arus kas keluar harus
didiskontokan pada nilai sekarangnya, dimana dampak nilai waktu dari uang adalah material.
Apabila beberapa atau semua pengeluaran yang disyaratkan untuk menyelesaikan suatu
provisi yang diharapkan harus dilakukan penggantian oleh pihak lain, penggantian tersebut
harus diakui sebagai pengurangan dari provisi yang ditetapkan bilamana, dan hanya
bilamana, secara pasti bahwa penggantian tersebut akan diterima apabila perusahaan
menyelesaikan liabilitasnya. Jumlah yang diakui tidak boleh melebihi jumlah provisi.
PSAK 57
16
Estimasi Terbaik; Jumlah yang diakui sebagai provisi adalah hasil estimasi terbaik
pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode
pelaporan.
Risiko dan Ketidakpastian; Dalam menentukan estimasi terbaik suatu provisi, entitas
mempertimbangkan berbagai risiko dan ketidakpastian yang selalu mem penga ruhi berbagai
peristiwa dan keadaan.
Nilai Kini; Jika dampak nilai waktu dari uang cukup material, maka jumlah provisi adalah
nilai kini dari perkiraan pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban.
Tingkat diskonto adalah tingkat diskonto sebelum pajak yang mencerminkan penilaian pasar
atas nilai waktu dari uang dan risiko yang terkait dengan liabilitas yang bersangkutan.
Tingkat diskonto tidak boleh mencerminkan risiko yang sudah diperhitungkan dalam estimasi
arus kas masa depan.
Peristiwa Masa Depan; Peristiwa masa depan yang dapat mempengaruhi jumlah yang
diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban tercermin dalam jumlah provisi jika ada bukti
obyektif bahwa peristiwa itu akan terjadi.
Rencana Pelepasan Aset; Keuntungan sehubungan dengan rencana pelepasan aset tidak boleh
dipertimbangkan dalam menghitung suatu provisi.
Pengukuran Kembali Provisi
Pengkajian ulang dan penyesuaian terhadap provisi pada setiap tanggal laporan provisi
keuangan. Apabila arus keluar tidak lagi memungkinkan, maka penjurnalbalikan provisi
terhadap pendapatan dilakukan. Berikut contoh mengenai provisi yang sudah umum
ditemukan.
Situasi
Pengakuan Provisi
Restrukturisasi melalui penjualan suatu Akrual suatu provisi hanya setelah
operasi
penandatanganan perjanjian penjualan
Restrukturisasi melalui penutupan atau Akrual suatu provisi hanya setelah rencana
reorganisasi
formal terinci diadopsi dan diumumkan
kepada khalayak umum. Keputusan dewan
tidak cukup
Jaminan (warannty)
Akrual suatu provisi(peristiwa masa lalu
adalah penjualan barang yang rusak)
Pengembalian dana kepada pelanggan
Akrual jika kebijakan yang ditetapkan adalah
memberikan dana
Pengeboran minyak lepas pantai harus Akrual suatu provisi bilamana diinstalasi dan
dipindahkan dan dasar laut direstorasi
menambah harga perolehan aset
Entitas harus melaksanakan pelatihan staf Tidak ada provisi (tidak ada liabilitas untuk
karyawannya untuk perubahan didalam memberikan pelatihan)
undang-undang pajak baru
Kontrak yang memberatkan( menderita Akrual suatu provisi
17
kerugian)
(Ankarat, 2012:292-293)
Restrukturisasi
IAS 37
Suatu restrukturisasi mungkin disebabkan karena
Penutupan atau reorganisasi. Akrual hanya setelah rencana formal terinci diadopsi dan
diumumkan kepada khalayak umum, keputusan dewan sendiri tidak mencukupi untuk
menjamin suatu provisi.
Kerugian operasi masa depan. Provisi harus dipakai untuk kerugian operasi masa
depan, bahkan dalam hal restrukturisasi sekalipun
kasikan, sekurangkurangnya:
usaha atau bagian usaha yang terlibat;
lokasi utama yang terpengaruh;
lokasi, fungsi, dan perkiraan jumlah pegawai yang akan menerima kompensasi
karena pemutusan hubungan kerja;
18
Saldo awal
Penambahan
Pemberian diskon
Saldo akhir
Sifat
Waktu
Asumsi
penggantian atas pengeluaran uang akanmerugikan entitas didalam suatu sengketa dengan
pihak lain dalam hal provisi,maka suatu entitas tidak perlu mengungkapkan informasi
19
tersebut tetapi harus mengungkpakan sifat umum daripada sengketa tersebut, bersama dengan
fakta bahwa, dan apa alasannya, informasi tidak pernah diungkapkan.
(Ankarat, 2012:294-295)
PSAK 57
Untuk setiap jenis provisi, entitas mengungkapkan:
a) nilai tercatat pada awal dan akhir periode;
b) provisi tambahan yang dibuat dalam periode bersangkutan, termasuk peningkatan
jumlah provisi yang ada;
c) jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan pada provisi
selama periode bersangkutan;
d) jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode bersangkutan; dan
e) peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai kini yang timbul karena
berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan tingkat diskonto.
Informasi komparatif tidak disyarat.
Untuk setiap jenis provisi, entitas mengungkapkan:
a. uraian singkat mengenai karakteristik kewajiban dan perkiraan saat arus keluar
sumber daya ekonomi terjadi;
b. indikasi mengenai ketidakpastian saat atau jumlah arus keluar tersebut. Jika
diperlukan dalam rangka menyediakan informasi yang memadai, maka entitas
mengungkap kan asumsi utama yang men dasari prakiraan peristiwa masa depan
sebagaimana diatur di paragraf 48; dan
c. jumlah estimasi penggantian yang akan diterima dengan menyebutkan jumlah aset
yang telah diakui untuk estimasi penggantian tersebut.
Kecuali kemungkinan arus keluar dalam penyelesaian adalah kecil, entitas mengungkapkan
untuk setiap jenis liabilitas kontinjensi pada akhir periode pelaporan, uraian ringkas mengenai
karakteristik liabilitas kontinjensi dan, jika praktis:
estimasi dari dampak keuangannya yang diukur sesuai dengan ketentuan paragraf 3652;
indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah atau waktu arus keluar
sumber daya; dan
kemungkinan penggantian oleh pihak ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
Ankarath, Nandakumar et al,2012, Memahami IFRS: Standar Pelaporan Keuangan
lnternasional, Alih Bahasa: Priyo Darmawan, S.E, Ak, MBA, Indeks, Jakarta.
20
21