You are on page 1of 11

BAB III

KONDISI UMUM
3.1.

Pendahuluan
Sektor energi dan sumber daya mineral memiliki peran penting dalam

pembangunan daerah, terutama dalam mendukung perekonomian daerah baik


melalui sisi fiskal maupun sektor riil, bahkan dalam kebijakan makro perencanaan
jangka menengah mencanangkan Kabupaten Bojonegoro sebagai lumbung
pangan dan energi negeri. Tahun 2012 mencatat kontribusi sektor pertambangan
migas saja menyumbang hampir 12,4 Trilyun Rupiah atau 43,38% dari total PDRB
sebesar 28,6 Trilyun Rupiah (ADHB) dan kontribusi 2,5 Trilyun Rupiah atau
28,93% dari total PDRB sebesar 8,8 Trilyun Rupiah (ADHK). Kondisi ini
menunjukkan sektor energi dan sumber daya mineral mempunyai peran strategis
dalam memperkuat struktur perekonomian daerah meski strategi kebijakan
Kabupaten Bojonegoro tetap meletakkan sektor agrobis sebagai sektor andalan
untuk jangka menengah dan panjang.
Beberapa peran penting dari sektor energi dan sumber daya mineral
diantaranya :
Sebagai sumber penerimaan daerah
Penggerak pembangunan daerah
Penggerak investasi di daerah
Memberikan implikasi timbulnya efek berantai (multyplier effect) industri
turunan sektor hilir
Membuka lapangan kerja yang cukup besar
Migas sebagai salah satu elemen energi dan sumber daya mineral juga
telah menapakkan perannya sedemikian strategis di Kabupaten Bojonegoro.
Dari

struktur

tercatat

dari

fiskal
total

kapabilitas APBD Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012,


target

rencana

penerimaan

daerah

sebesar

Rp.

1.537.694.091.064,00 kontribusi target penerimaan dari sektor migas mencapai


Rp. 294.782.704.618,82 atau 19,17 %, sedangkan realisasi penerimaannya
mencapai Rp. 460.497.275.662,00.

III-1

Eksploitasi migas Blok Cepu yang belum mencapai peak production,


serta masih berjalannya proses pengembangan EPC-1, EPC-2 dan EPC-5 yang
memerlukan expense tinggi menjadikan penerimaan sektor migas sampai dengan
Tahun 2015 nanti hanya mengandalkan dari Dana Bagi Hasil (DBH) semata,
sedang perkiraan cash flow daerah baru positif pada saat stage full production,
yaitu antara 150 170 ribu barel per day, dengan estimasi pada saat itu cash in
telah mampu menutup semua biaya produksi yang diperlukan, meski demikian
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro tetap harus bersabar, karena sesuai komitmen
awal yang telah dicapai bahwa BUMD baru akan menerima revenue setelah
semua modal kerja yang dikeluarkan oleh partner sudah dikembalikan. Ini berarti
share 4,4847% dari penerimaan bersih (net cash flow) Participating Interest Blok
Cepu diperkirakan baru akan diterima pada Tahun 2016.
Oleh karenanya, dalam perencanaan jangka menengah Kabupaten
Bojonegoro memandang ketergantungan pada DBH semata bukanlah solusi yang
smart, meski diakui faktor tersebut juga cukup penting. Sejatinya DBH tetaplah
merupakan hitungan pembagian yang disertai resiko. Kemapanan DBH pada
strata tertentu diidentikkan sebagai indikator kemandirian fiskal yang berdampak
pada pengurangan proporsional dana alokasi umum dan khusus. Faktor resiko
menjadi amat merugikan manakala terjadi deviasi prediksi migas, semisal terkait
kendala produksi ataupun fluktuasi harga minyak yang amat sensitif terhadap
pengaruh global. Dengan kata lain, dalam konteks sebagai daerah penghasil,
DBH dapat kontraproduktif, gagal bayar berarti daerah harus melakukan rescheduling kegiatan tahunan, sukses bayar juga bukan solusi sepadan yang
dapat memberi harapan karena sebetulnya dampak sosial ekonomi dan
lingkungan akibat eksplorasi dan eksploitasi migas justru memerlukan cost yang
lebi tinggi.
3.2.

Potensi ESDM dan Permasalahannya

3.2.1. Potensi Minyak dan Gas Bumi


Potensi
mencapai

cadangan minyak

bumi

di

Kabupaten Bojonegoro

lebih dari 1.200 MMBOE. Sampai dengan Tahun 2012

pendayagunaannya ada yang baru tahap eksplorasi maupun telah masuk

III-2

tahap eksploitasi yang dilaksanakan oleh beberapa Kontraktor Kontrak


Kerjasama (K3S), baik kontraktor lokal maupun asing, yaitu :
Pertamina EP yang mengerjakan
Lapangan Kawengan (eksploitasi)
dan Blok Nona (eksplorasi)
Exxon Mobile yang mengerjakan
Lapangan Banyuurip (eksploitasi)
Petrochine

East

Java

yang

mengerjakan Lapangan Sukowati


(eksploitasi) melalui Join of Body dengan Pertamina.
Adapun produksi minyak bumi yang berasal dari lapangan minyak
diwilayah Kabupaten Bojonegoro adalah sebagaimana daftar tabel berikut :
Tabel III.1.
Realisasi Produksi Minyak Bumi Tahun 2012

Produksi minyak bumi diperkirakan baru mencapai full production


sekitar + 165.000 BOPD pada Tahun 2016 mendatang setelah semua
pengerjaan Central Procesing Fasilty Lapangan Banyuurip selesai dikerjakan.
Sedangkan produksi minyak bumi Lapangan Sukowati yang dikelola JOB
Pertamina Petrochina East Java telah mengalami stagnan bahkan
cenderung menurun.
Sedangkan potensi cadangan gas bumi di Kabupaten Bojonegoro
mencapai lebih dari 6 TCF. Sampai dengan Tahun 2012 pendayagunaannya
melalui eksploitasi masih sangat kecil, yaitu 10 MMBTU, sedangkan terhadap

III-3

potensi cadangan yang lain masih pada tahap eksplorasi. Beberapa


Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S), baik kontraktor lokal maupun asing
dalam pengelolaan gas bumi, yaitu :
Pertamina EP Cepu (PEP C) yang mengerjakan Lapangan Tiung Biru dan
Blok Nona (eksplorasi)
Exxon Mobile yang mengerjakan Lapangan Jambaran (eksplorasi),
Lapangan Kedung Keris (eksplorasi), Lapangan Alas Tua Barat dan Timur
(eksplorasi).
Petrochine East Java yang mengerjakan Lapangan Sukowati (eksploitasi)
melalui Join of Body dengan Pertamina.
Adapun produksi gas bumi yang berasal dari lapangan gas diwilayah
Kabupaten Bojonegoro adalah sebagaimana daftar tabel berikut :
Tabel III.2.
Realisasi Produksi Gas Bumi Tahun 2012

Dengan potensi cadangan minyak yang mencapai 1.200 MMBOE


dan potensi gas mencapai 6 TCF di Blok Banyu Urip sebagaimana dijelaskan
diatas, maka diperkirakan Kabupaten Bojonegoro turut memberikan kontribusi
pada negara lebih dari 1.000 Trilyun Rupiah dengan asumsi ICP lifting minyak
nasional 90 US$/barel dan price gas nasional 3 US$/MMBTU. Sangat wajar
jika Bojonegoro berharap minimal 1% dari investasi proyek Banyu Urip (EPC1, EPC-2 dan EPC-5) dapat dilakukan oleh konten lokal sebagai wujud
pemberdayaan masyarakat sesuai amanah Peraturan Daerah Nomor 23
Tahun 2011 tentang Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah dalam
Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi serta Pengolahan Minyak dan Gas
Bumi di Kabupaten Bojonegoro. Ratio nilai tersebut tidak lebih dari 0,016%
dari kontribusi migas di daerah Bojonegoro untuk nasional.

III-4

Permasalahan yang dihadapi dalam tata kelola potensi minyak dan


gas bumi adalah :
a) Bahwa eksplorasi dan eksploitasi migas onshore diwilayah Kabupaten
Bojonegoro berada di lingkungan permukiman penduduk yang rata-rata
terkategori penduduk miskin. Sehingga sangat rentan terhadap munculnya
gejolak sosial masyarakat.
b) Belum optimalnya implementasi Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2011
yang disebabkan beberapa faktor :
belum siapnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap esensi
Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2011 sehingga indikator
pemberdayaan

yang

seharusnya

diarahkan

guna

peningkatan

kesejahteraan masyarakat secara merata justru dimanfaatkan orang


orang tertentu dengan berlindung dibalik baju konten lokal
masih rendahnya kepedulian K3S dan kontraktor pelaksananya
terhadap upaya pemberdayaan masyarakat sekitar proyek
dalam beberapa sisi masih muncul ambigu implementasi Peraturan
Daerah Nomor 23 Tahun 2011 dengan peraturan perundangan yang
lebih tinggi, khususnya dalam menterjemahkan domain negara atas
tata kelola migas.
c) konsepsi tata kelola migas seringkali secara kritis diletakkan pada
paradigma yang berbasis negara. Implikasi paradigma ini adalah
memberikan wewenang penuh pada negara untuk menguasai, memiliki
dan mengatur pengelolaan migas. Konsepsi tersebut selama ini
terimplementasi dalam berbagai pengambilan kebijakan pengelolaan
migas yang (hampir) sepenuhnya berada pada Pemerintah Pusat. Pada
sisi lain, daerah sebagai lokasi sasaran kegiatan proyek seringkali
terbebani dengan berbagai faktor resiko, baik terkait dampak kerusakan
alam yang ditimbulkan, munculnya permasalahan sosial akibat kurangnya
perhatian sisi pemberdayaan potensi lokal, atau bahkan kerusakan
infrastruktur yang penanganannya memerlukan cost yang nilainya tidak
sepadan dengan alokasi penganggaran yang diterima daerah

III-5

3.2.2. Potensi Mineral Lainnya


Diwilayah Kabupaten Bojonegoro memiliki sebaran mineral dari
berbagai jenis antara lain : onyx, andesit, phosphat, bentonit, dan lain lain.
Tabel III.3.
Potensi Mineral Logam / Non Logam
No

Jenis Mineral

Potensi
(Luas Wilayah/Volume)
Jumlah
Luas
Cadangan (m)
(Ha)
808.750
335

Lokasi
(Dsn/Desa/Kecamatan)

1.

Batu Onyx

2.

Batu Phospat

950
350.000
850

4
15
2

Ds. Kunci Kec. Dander


Ds. Jono Kec. Temayang
Ds. Sambungrejo,
Ds. Pragelan Kec. Bubulan

3.

Gipsum

105.000
71.250

210
95

Ds. Gapluk Kec. Purwosari


Ds. Mojodelik Kec. Ngasem

4.

Bentonit

585.000
40.000
112.500

390
1
75

Ds. Geneng Kec. Margomulyo


Ds. Ketileng Kec. Malo
Ds. Sugihwaras, Ds. Nganti
Kec. Ngraho

5.

Batu Gamping

240.000
2.400.000

12
30

Ds. Kunci Kec. Dander


Ds. Gunungsari, Ds. Gajah
Kec. Baureno

6.

Batu Andesit

1.890.000
109.375.000

27
596

Ds. Dandangilo Kec. Kasiman


Ds. Jari Kec. Gondang

7.

Tanah Urug

210.520.000
200.000

100
8

Ds. Krondonan Kec. Gondang


Ds. Banjarsari, Ds. Pagerwesi
Kec. Trucuk

8.

Pasir Sungai

225.000

Dinamis

Sepanjang
Sungai
Bengawan
Solo

234.000

11

24.000
8000

2
1

9.

Lempung

Ds. Jari Kec. Gondang

Kec. Malo, Kec. Baureno,


Kec. Kedungadem
Kec. Margomulyo sampai
Kec. Baureno

Ds. Luwihaji, Ds. Sumberagung,


Ds. Mojorejo
Ds. Padangan Kec. Padangan
Lereng Dimoro Kec. Kanor

Permasalahan yang dihadapi dalam tata kelola potensi mineral


diatas adalah :

III-6

a) Dari potensi mineral logam dan non logam sebagaimana tabel III.3 diatas,
hanya beberapa potensi yang telah tereksplorasi dan tereksploitasi meski
belum optimal, yaitu onyx, andesit, phosphat, tanah urug dan pasir sungai.
Namun demikian dari pengusahaan potensi mineral tersebut baru
beberapa yang dilakukan secara legal berdasar Ijin Usaha Produksi yang
telah dikeluarkan, yaitu :
Tabel III.4.
Produksi Mineral Logam / Non Logam yang berijin

d)
b) Sebagian besar potensi mineral tersebut berada dalam kawasan hutan
negara yang dikelola Perhutani, sehingga disamping pengurusan IUP
pihak investor juga harus membangun komitmen dengan Perhutani sesuai
regulasi yang mengaturnya.
c) Beberapa jenis mineral, seperti phosphat, andesit, dan lain lain dipandang
mempunyai neraca keekonomisan yang rendah, yaitu perbandingan
antara cost produksi dan cadangan potensi serta kualitas mineral yang
dinilai belum memberikan nilai lebih.
d) Belum terbangunnya sarana infrastruktur baik jalan maupun sarana lain
menuju kearea lokasi pertambangan
e) Pada potensi bahan galian golongan C yang letaknya lintas propinsi
mengikuti DAS Bengawan Solo, manajemen pengurusan perijinannya
dipandang masih rumit dan memakan waktu lama.

III-7

3.2.3. Potensi Energi Kelistrikan


Listrik merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang memegang
peran sentral dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan kualitas sumber
daya manusia. Melalui listrik masyarakat bukan hanya terfasilitasi masalah
penerangan semata, lebih dari itu listrik merupakan sarana bagi masyarakat
untuk meningkatkan keberdayaan ekonomi mereka. Terlebih pada masyarakat
pedesaan terpencil, yang dikarenakan faktor isolasi daerah seringkali belum
merasakan fasilitas listrik sebagaimana dirasakan masyarakat lainnya. Oleh
karenanya,

Pemerintah

Kabupaten

Bojonegoro

memasukkan

program

pengembangan fasilitas jaringan listrik pedesaan sebagai salah satu program


prioritas guna memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, khususnya
pelayanan kebutuhan dasar kelistrikan.
Sampai dengan akhir Tahun 2012, di Kabupaten Bojonegoro masih
terdapat 99 kawasan dusun gelap, yaitu dusun yang belum terfasilitasi
jaringan listrik. Jumlah ini mencapai 7,96% dari total jumlah dusun di
Kabupaten Bojonegoro yang mencapai 1.243 dusun. Selama kurun waktu 5
(lima) tahun terakhir jumlah kawasan dusun gelap telah menurun 30%, yaitu
dari jumlah dusun gelap sebanyak 140 dusun pada Tahun 2008 menjadi 99
dusun pada Tahun 2012. Dan ditargetkan penanganan sampai dengan Tahun
2018 jumlah kawasan dusun gelap menurun 60%. Adapun ratio elektrifikasi
ditargetkan menurun dari 1,75% (yaitu ratio KK belum terlayani fasilitas
jaringan listrik sebanyak 7.000 KK berbanding jumlah KK di Kabupaten
Bojonegoro sebanyak + 400.000 KK) menjadi 0,93%.
Permasalahan yang dihadapi dalam penuntasan kawasan dusun
gelap adalah :
a) Dari jumlah dusun gelap sebanyak 99 dusun, 82,5% adalah dusun dalam
kawasan hutan yang pelaksanaan pembangunannya mempersyaratkan
ketentuan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) kepada Menteri
Kehutanan
b) Proses pengurusan IPPKH yang memakan waktu panjang serta
persyaratan lampiran yang memerlukan biaya cukup besar, seperti

III-8

UKL/UPL, Foto Citra Satelit, Peta Kawasan Hutan, serta pernyataan


pernyataan dari Bupati, termasuk didalamnya pernyataan kesediaan
penggantian tebangan kayu jika proses pembangunan jaringan terpaksa
harus melakukan penebangan pohon.
c) Lebih dari 60% lokasi dusun gelap dalam kawasan hutan masuk kategori
terisolir berat, sehingga pihak penyedia tegangan (PLN) berkeberatan
dikarenakan tidak adanya aksesibilitas untuk pemeliharaan jaringan
3.2.4. Potensi Energi Baru Terbarukan
Sebagaimana uraian diatas, bahwa lebih dari 60% lokasi dusun
gelap dalam kawasan hutan masuk kategori terisolir berat sehingga tidak
memungkinkan dibangun melalui jaringan listrik yang nantinya dikelola oleh
PLN. Dalam kondisi dimaksud, maka alternatif penanganan yang dilakukan
untuk memberikan fasilitas dasar penerangan pada masyarakat adalah
melalui pemanfaatan energi baru terbarukan.
Penanganan energi melalaui sektor energi baru terbarukan ini
sejatinya dapat dilakukan melalui pemanfaatan beberapa potensi alam, yaitu
matahari, air, angin dan energi alternatif lainnya. Mempertimbangkan potensi
yang ada di Kabupaten Bojonegoro, maka strategi yang dipilih adalah melalui
pemanfaatan energi tenaga surya (PLTS).
PLTS yang dimanfaatkan guna memberikan fasilitas penerangan
pada masyarakat adalah :
a) PLTS Solar Home System (SHS), yaitu PLTS terdesentralisasi pada
masing masing rumah penduduk dengan kekuatan 50 100 Watt Peak
atau setara dengan 150 300 Watt Jam. Sistem ini mempunyai
keunggulan tidak memerlukan jaringan terkoneksi sehingga sangat cocok
untuk perdusunan yang jarak antar rumah terpisah cukup jauh.
b) PLTS

Komunal,

yaitu

PLTS

tersentralisasi

yang

penggunaannya

terkoneksi melalui jaringan dengan penempatan panel surya khusus pada


lokasi

tertentu.

Sistem

ini

mempunyai

keunggulan

daya

yang

didistribusikan pada masing masing rumah lebih besar dan dapat


dimanfaatkan bukan hanya sebatas fasilitas penerangan semata. Namun

III-9

kelemahan dari sistem ini adalah cost-nya yang amat tinggi sehingga
kurang

efektif

dan

efisien

jika

pendanaannya

dilakukan

melalui

pembebanan APBD kabupaten.


Tabel III.5.
Realisasi Penanganan Kawasan Dusun Gelap Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012

Permasalahan dalam pengembangan sektor energi baru terbarukan


ini diantaranya :
a) Keterbatasan usia pakai, yang hanya dapat dimanfaatkan maksimal
selama 20 tahun
b) Keengganan dari masyarakat untuk menerima bantuan PLTS karena
dirasa kurang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas
listrik, sehingga masyarakat tetap berharap melalui pembangunan
jaringan listrik PLN
c) Karena

hanya

dimaksudkan

untuk

pemenuhan

kebutuhan

dasar

masyarakat terhadap penerangan, maka PLTS kurang dapat memberikan


efek berantai khususnya dalam upaya mengangkat perekonomian desa.
3.2.5. Potensi Geologi
Secara geologi Kabupaten Bojonegoro terbagi menjadi tiga zona
geologi yaitu :

III-10

a.

Zona Kendeng berada di sebelah Selatan pada umumnya terisi oleh


endapan arus turbidit yang selalu mengandung batuan piroklastik dengan
selingan napal dan batuan karbonat serta merupakan endapan laut dalam.
Potensi geologi yang ada pada Zona Kendeng adalah andesit, onyx, batu
gamping, phosphat dan panas bumi di gunung pandan dengan potensi
sekitar 50 MWe.

b.

Zona Randublatung berada di tengah menerobos antara Zona Kendeng


dan Zona Rembang. Potensi geologi yang ada adalah batu gamping,
phospat, lempung, gypsum, bentonit, reservoir minyak serta potensi
aquifer air tanah.

c.

Zona Rembang berada di sebelah Utara memperlihatkan batuan dengan


kadar pasir yang tinggi disamping meningkatnya kadar karbonat serta
menghilangnya endapan piroklastik. Potensi geologi yang ada adalah
batugamping, batupasir, lempung dan reservoir minyak.

III-11

You might also like