Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Skizofrenia
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan
psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran,
afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian (Sadock, 2003).
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu
gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi,
kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala
negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau
isolasi diri dari pergaulan, miskin kontak emosional (pendiam, sulit diajak
bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan
dorongan kehendak atau inisiatif.
Paling tidak, terdapat enam kriteria diagnostik skizofrenia menurut DSM-IV
TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV Text Revision)
sebagai berikut :
1. Simtom-simtom Khas
Dua atau lebih dari yang berikut ini, masing-masing muncul cukup jelas
selama jangka waktu satu bulan (atau kurang, bila ditangani dengan baik) :
Delusi,
Halusinasi,
Pembicaraan kacau,
Tingkah laku kacau atau katatonik,
Simtom-simtom negatif.
2. Disfungsi sosial/okupasional.
3. Durasi
Simtom-simtom gangguan ini tetap ada untuk paling sedikit 6 bulan.
Periode 6 bulan ini mencakup paling tidak 1 bulan dimana simtom-simtom
muncul.
4. Tidak termasuk gangguan schizoaffective atau gangguan mood.
5. Tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis.
6. Hubungan dengan Pervasive Developmental Disorder (PDD)
Bila ada riwayat Autistic Disorder atau gangguan PDD lainnya, diagnosis
tambahan skizofrenia hanya dibuat bila ada halusinasi atau delusi yang
menonjol, selama paling tidak 1 bulan (atau kurang bila tertangani dengan
baik).
Sedangkan menurut PPDGJ-III, pedoman diagnostic untuk skizofrenia
adalah harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang sangat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas) :
1. Thought echo = isi fikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal = isi fikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya;
2. Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
3. Halusinasi auditorik :
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara
berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh;
4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, ayau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
1. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila baik disertai
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun yang disertai oleh ide-ide
Harus ada suatu perubahna yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude),
dan penarikan diri secara social (PPDGJ III, 2003).
B. Rokok
yang merokok yang diklasifikasikan sebagai perokok berat (25 atau lebih
rokok setiap hari) dibandingkan dengan hanya 11% dari populasi umum
yang merokok. Dalam studi lain (Olincy, dkk, 1997), pasien dengan
skizofrenia yang merokok memiliki tingkat jauh lebih tinggi dari nikotin
metabolit cotinine dibandingkan dengan lainnya perokok, membenarkan
penelitian kami. Merokok berlebihan cenderung menjadi kebiasaan seumur
hidup antara pasien dengan skizofrenia. Proporsi mereka yang berhenti
adalah lebih rendah dibandingkan pada populasi umum; dalam penelitian
kami dari populasi pasien dengan skizofrenia, hanya 8% dari laki-laki
adalah mantan perokok, dibandingkan dengan 31% dari laki-laki dalam
populasi umum setempat.
b. Teori Antara Skizofrenia dan Merokok
Beberapa model telah diajukan untuk menjelaskan mengapa individu
dengan skizofrenia cenderung merokok lebih dari populasi umum. Sebagian
dari model ini cenderung untuk menerangkan keuntungan yang dirasakan
pasien dari merokok. Model ini juga menjelaskan mengapa pasien dengan
skizofrenia memiliki angka merokok yang lebih tinggi (Patel, 2010 dan
Kumari, 2005 ).
1. Model yang pertama adalah model self-medication dari gejala negatif
Menyebutkan bahwa individu dengan skizofrenia menggunakan rokok
sebagai cara untuk menghilangkan gejala depresif dan psikotik mereka.
Nikotin dapat mengatasi gejala negatif seperti anhedonia dan penarikan
sosial karena kemampuan nikotin untuk meningkatkan level dopamin
pada nucleus accumbens dan korteks prefrontal, serta adanya
peningkatan pada sistem reward efek umum dari nikotin yang
memberikan perasaan relaks dan bahagia. Nikotin diketahui dapat
sebagai
mekanisme
menghadapi
penyakit
tetapi
juga
aromatic
carbohydrates
yang
diproduksi ketika
efek
samping
obatberkurang,
termasuk
gejala
mungkin
dapat
dijelaskan
oleh
pengaruh
familial,
juga
secarasignifikan
berhubungan
dengan
resikountuk
berkembangnya skizofrenia.
Dibandingkan dengan individu yang tidak merokok, remaja yang
merokok 1-9 batang rokok per hari memiliki resiko1.38 kali lebih besar
Penyalahgunaan
zat
jugameningkatkan
resiko
terjadinya
terjadi ketika permulaan merokok juga mulai menjadi suatu bentuk selfmedication. Merokok jugadapat memberi efek menenangkanuntuk
remaja selama fase distressafektif. Oleh karena itu, fakta bahwa remaja
mulai merokok selama periode ini mungkin menjadi suatu indicator dari
penyakit mental yang serius seperti skizofrenia (Patel, 2010 dan Kumari,
2005 ).
Pasien dengan ketergantungan nikotin berat dikatakan memiliki gejala
positif yang lebih besar serta mendapatkan resep obat-obatan antipsikotik
dengan dosis yang lebih tinggi.Gejala negatif lebih besar tampak pada
pasien dengan ketergantungan ringan, yang dikonfirmasi dengan
peningkatan angka sindrom defisit pada grup ini. Gejala positif dan
negatif yang lebih besar juga berhubungan dengan penyesuaian sosial
yang buruk. Hal ini didukung temuan bahwa pasien dengan
ketergantungan nikotin berat lebih banyak tidak bekerja.
Salah satu studi menyatakan bahwa disamping segala pengaruh
buruknya, merokok dapat merupakan suatu faktor protektif yang
independen terhadap terjadinya skizofrenia. Hal inisesuai dengan uji coba
pada binatang yang menunjukkan efek neuroprotektif dari nikotin serta
pelepasan dopamin prefrontal sebagai respon terhadap nikotin (Zammit
S, dkk, 2003).
c. Implikasi dari KetergantunganTembakau pada Skizofrenia
Ketergantungan tembakau pada pasien skizofrenia dapat memiliki banyak
implikasi yang tidak diinginkan. Berdasarkan laporan National Instituteof
Mental Health, individu dengan skizofrenia memiliki harapan hidup yang
lebih singkat dan meningkatnya angka kematian dibandingkan dengan
merokok
dalam
skizofrenia.
Penelitian
sebelumnya
telah
untuk
mempertimbangkan
ketergantungan
tembakau
ketika
memonitor dosis obat pasien (Patel, 2010, Zammit S, dkk, 2003 dan Kumari,
2005). Walaupun penyesuaian dosis dapat menjadi salah satu pilihan untuk
menghadapi situasi ini, strategialternatif adalah dengan mengganti
pengobatan. Contohnya risperidon dan aripiprazol yang dimetabolisme
melalui CYP2D6 dan CYP3A, serta quetiapine dan ziprasidone yang
dimetabolisme melalui CYP3A, sehingga kadarnya dalam plasma tidak
dipengaruhi oleh rokok (Winterer, 2010).
Pasien dengan skizofrenia juga sering memiliki kesulitan keuangan dan
ketergantungan tembakau hanya menambah biaya, sebab sebagian besar
pasien merokok sebanyak rata-rata 25 batang per hari. Pasien dapat
menghabiskan kurang lebih 30% dari dana bulanan hanya untuk membeli
produk-produk tembakau. Beban finansial ini membuat pasien kesulitan
untuk memperoleh rokok disamping fakta bahwa mereka ketagihan terhadap
rokok (Patel, 2010 dan Winterer, 2010).
Yang terakhir, tetapi yang palingpenting, remaja yang memiliki resiko untuk
berkembang menjadi skizofrenia dan yang mulai merokok pada usia muda
lebih mungkin menjadi pecandu rokok di kemudian hari dan juga lebih
mungkin mengalami implikasi yang tidak diinginkan dari ketergantungan
tembakau seperti yang sudah disebutkan diatas, lebih awal dari mereka yang
tidak merokok (Patel, 2010).
d. Berhenti Merokok Pada Pasien Skizofrenia
Tingkat berhenti merokok sangat rendah pada skizofrenia dan bahkan lebih
rendah pada penyakit jiwa lainnya. Upaya untuk mendapatkan pasien
dengan skizofrenia untuk menghentikan merokok telah berhasil ditemukan.
Persepsi yang ditimbulkan bahwa hal itu akan berhasil dan akan membawa
salah satu individu dari beberapa kesenangan mereka. Pandangan ini secara
inheren diskriminatif. Dalam studi Kelly dan McCreadie (1999) sepertiga
dari pasien melaporkan bahwa mereka ingin berhenti karena alasan
kesehatan.
dan
psikologikal
dengan
berhenti
merokok
perlu
terus
antidepresan
adrenergik,
menghasilkan
responsivitas
e. Kk
III.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA