You are on page 1of 22

LAPORAN KASUS

SEPSIS PADA PASIEN POST OPERATIF LAPAROTOMI ATAS


INDIKASI PERITONITIS ET CAUSA PERFORASI GASTER
DI UNIT PERAWATAN INTENSIF

Oleh : Esqy Ghea Askara : 140221088


Dibimbing oleh : dr. Sri Sunarmiasih, Sp.An, KIC

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RSPAD GATOT SOEBROTO
PERIODE 9 FEBRUARI 14 MARET 2015
KATA PENGANTAR

Dalam kesempatan kali ini puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
rahmat, nikmat, karunia dan hidayah-Nya, dan tidak lupa sholawat serta salam yang
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya serta para sahabatnya,
laporan kasus yang berjudul Sepsis pada Pasien Post Operatif Laparotomi atas indikasi
Peritonitis et causa Perforasi Gaster di Unit Perawatan Intensif dapat diselesaikan.
Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada dr. Sri
Sunarmiasih, Sp.An, KIC selaku pembimbing yang dengan penuh dedikasi, kesabaran dan
keikhlasan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis sehingga
hambatan dalam penulisan laporan kasus ini dapat teratasi.
Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada nyonya R dan keluarga atas
partisipasi dan kerjasamanya yang memperbolehkan pelaporan kasus ini berlangsung dengan
baik dan lancar. Atas hal tersebut penulis ucapkan terimakasih.
Penulis menyadari bahwa tulisan dalam laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan pada laporan
kasus. Penulis juga mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari semua pihak agar
menjadi lebih baik. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
kemajuan ilmu pengetahuan khususnya kedokteran dikemudian hari.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI 2
BAB I LAPORAN KASUS 3
A. Identitias Pasien 3
B. Status Pasien
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Peritoneum 8
B. Penyakit
10
1. Perforasi Gaster
2. Peritonitis
11
3. sepsis 14
C. Unit Perawatan Intensif

8
8
10

D. BAB II ANALISA KASUS 21


DAFTAR PUSTAKA

20

BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
TTL
Usia
No. RM
Alamat
Agama
Suku
Pekerjaan
Pendidikan Terakhir
Tanggal Masuk

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

R
9 Desember 1958
56 Tahun
412685
Rempoa
Islam
Jawa
Rabu, 25 Februari 2015

B. Status Pasien
1. Anamnesis
a) Keluhan Utama

: Pasien datang dengan keluhan nyeri

perut post operasi


b) Keluhan Tambahan :
c) Riwayat Penyakit Sekarang :
1 jam SMRS, pasien merasakan nyeri perut. Nyeri dirasakan mendadak setelah
pasien makan siang dan terus-menerus. Pasien merasakan mual, muntah (-). BAB
(+) terakhir tadi pagi. Flatus tidak bisa, dan pasien merasakan keringat dingin,
pasien tidak merasakan demam. Akhirnya pasien dilakukan pembedahan
laparotomi cyto atas indikasi peritonitis umum et causa perforasi gaster. Setelah
dilakukan pembedahan pasien di pindahkan ke ICU karena memerlukan
pemantauan hemodinamik ketat dan diduga mengalami sepsis karena peritonitis.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya mempunyai riwayat nyeri perut di regio epigastrium tapi
diabaikan.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ditemukan keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama
f) Riwayat Penggunaan Obat
Riwayat alergi obat disangkal. Kalau nyeri kepala sering meminum obat tanpa
resep dokter.
g) Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku pola makan yang tidak teratur, sering begadang, merokok (-),
minum alkohol (-)
2. Pemeriksaan Fisik
a) Kesadaran
: Compos Mentis
b) Keadaan Umum : Nyeri sedang

c) Tanda Vital

: TD = 108/60mmHg, HR = 96x/min, RR = 16x/min, Suhu =

35,80C
d) Berat badan
: 80 Kg
e) Tinggi badan
: 150 Cm
f) Status Generalis :
1) Kepala
:
(a) Mata
: Anemis -/-, Ikterik -/(b) Hidung : Septum di bagian tengah, hiperemis -/-, secret -/-,
terpasang NGT (+)
(c) Mulut
: Bibir tampak kering, mukosa (-) lesi
2) Leher
: KGB tidak membesar
3) Thorax
:
Terpasang CVC di clavicular dextra
(a) Pulmo : Inspeksi = Bentuk Normochest, Simetris kanan=kiri,

(b) Cor

4) Abdomen

tidak ada lesi


Palpasi = Vocal fremitus +/+ di seluruh lapang paru
Perkusi
= Sonor +/+ di seluruh lapang paru
Auskultasi = Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/: Inspeksi = Iktus kordis (-) terlihat
Palpasi = Iktus kordis (+), Thrill (-)
Perkusi = Batas Jantung Kanan ICS 3-4 parasternal (D)
Batas Jantung Kiri ICS 4-5 midklavikula (S)
Pinggang Jantung
ICS 2 parasternal (S)
Auskultasi = S1/S2 normal regular, murmur (-), gallop (-)
:
(a) Inspeksi
:
Datar, Supel, terdapat
jahitan operasi dan terpasang drain di perut kanan dan

perut kiri.
(b) Auskultasi
: BU (+)
(c) Perkusi
: (+) nyeri saat perkusi, suara timpani
(d) Palpasi
: (+) nyeri tekan.
5) Extremitas
: Edema tungkai -/-, Akral hangat, CRT < 2 detik
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
Tanggal 18-01-2015
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Koagulasi
Waktu Protrombin

Hasil

Nilai Rujukan

10*
31*
3.3*
16420*
328.000
92
30
33

13 18 g/dL
40 52%
4.3 6.0 juta / UL
4.800 10.800 /UL
150.000 400.000 / UL
80 96 fL
27 32 pg
32 36 g/dL

Kontrol
Pasien
APTT
Kontrol
Pasien
Kimia Klinik
SGOT
SGPT
Analisa Gas Darah
pH
pCO2
pO2
Bikarbonat (HCO3)
Kelebihan Basa (BE)
Saturasi O2
Ureum
Kreatinin
Kalsium (Ca)
Magnesium (Mg)
Glukosa Darah (Sewaktu)
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)
Laktat
Imunoserologi
Procalcitonin

12.0
14.0*

Detik
10.2 12.2 detik

34.5
36.9

Detik
29.0 40.2 detik

9
21

< 35 U/L
< 40 U/L

7.308*
28.5*
66.5*
14.4*
-9.6
89.9*
66*
1.0
7.2*
1.43*
62
141
4.3
105
3.00

7.37 7.45
33 44 mmHg
71 104 mmHg
22 29 mmol/L
(-2) 3 mmol/L
94 98 %
20 50 mg/dL
0.5 1.5 mg/dL
8.6 10.3 mg/dL
1.8 3.0 mEq/L
< 140 mg/dL
135 147 mmol/L
3.5 5.0 mmol/L
95 105 mmol/L
0.55 2.2 mmol/L

>200.00 ng/ml*

< 0.5 ng/mL : normal / atau


kemungkinan infeksi lokal
0.5 - < 2 ng/mL :
Kemungkinan sepsis, harus
diinterpretasikan
bersamaan dengan riwayat
pasien.
Disarankan periksa ulang
(6-24 Jam)
> 2 ng/mL : Resiko Tinggi
Sepsis (infeksi sistemik)
(Metode ELFA)

b) Foto Thorax PA
Jantung kesan membesar
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
Trakea terletak di tengah, kedua hilus suram
Corakan bronkovaskular meningkat,
Tampak infiltrat di kedua lapang paru terutama sentral.

Hemidiafragma kanan- kiri licin dan sinus kostofrenikus kiri lancip.


Sinus kostofrenikus kanan
Tulang-tulang kesan intak
Terpasang CVC dari vena subclavian kanan dengan tip setinggi Th 7, proyeksi
vena cava superior
Kesan :
Kardiomegali dengan awal bendungan paru
Suspek efusi pleura kanan
CVC dengan tip di proyeksi vena cava superior
4. Diagnosis
Post laparotomi explorasi jahit primer perforasi + omental patch atas indikasi peritonitis
umum et causa perforasi gaster, hipokalsemia, sepsis.
5. Terapi
a) Terapi Konservatif
1) NGT dialirkan
2) Clear fluid 30ml/jam
3) Pemasangan IVFD RL : Dextrose 5% (2 : 2) 40 ml / jam, Gelofusin 40 ml /
jam.
4) Amoxicillin 2xlarutan IV
5) Omeprazole 2x40 mg IV
6) MgSO4 3xlarutan IV
7) Ca Gluconas 3xlarutan IV
8) Ketorolac 3x30 mg IV
9) Tramadol (jika suhu > 38oC)
10) Clarithromycin 2x500mg PNGT
11) Head Up 45o

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Peritoneum
a) Definisi : Merupakan membrane serosa tipis yang melapisi dinding abdomen,
kavitas pelvis, dan bagian visceral abdomen.
b) Lapisan :
1) Peritoneum Parietal :Melapisi dinding abdomen dan kavitas pelvis
2) Peritoneum Visceral :Melapisi organ visceral abdomen.
c) Ruang Peritoneum : Merupakan ruang diantara peritoneum parietal dan visceral.
Terdapat cairan didalam ruang ini yaitu cairan peritoneum yang berfungsi sebagai
pelumas pergerakan antara peritoneum parietal dengan peritoneum visceral.
Secara garis besar ruang peritoneum dapat dibagi menjadi dua :
1) Greater Sac : Merupakan ruang peritoneum yang besar dan terbentang dari
diafragma ingga ke pelvis. Ruang ini terletak disebelah anterior dari hepar dan
gaster.
2) Lesser Sac : Merupakan ruang peritoneum yang kecil dan terbentang
dibelakang hepar dan duodenum.
d) Omentum : Merupakan pertemuan dua lipatan peritoneum visceral yang
menghubungkan gaster ke organ visceral lainnya. Dibagi menjadi dua :
1) Omentum mayus : Terletak pada kurvatura mayor gaster, menghubungkan
gaster dengan kolon transversum. Omentum mayus terbentang dari kurvatura
mayor lalu menjuntai kebawah didepan usus halus lalu melipat ke belakang
untuk melekat ke kolon transversum. Batas bawah, kanan, dan kiri omentum
tidak terikat dan bergerak di dalam kavitas peritoneal sebagai respon terhadap
gerakan peristaltic.
2) Omentum minus : Terletak pada kurvatura minor gaster, menghubungkan
kurvatura minor gaster dengan permukaan inferior hepar.
e) Mesenterium : Merupakan pertemuan dua lipatan peritoneum visceral yang
menghubungkan usus dengan dinding abdomen posterior. Dibagi menjadi tiga :
1) Mesenterium usus halus
2) Mesenterium kolon transversum
3) Mesenterium kolon sigmoid
f) Fisiologi Peritoneium
Peritoneum memiliki rongga antara lapisan parietal dan visceral yang diisi oleh
cairan yang disebut cairan peritoneum. Cairan ini berwarna kuning pucat dan
kental, dimana cairan ini mengandung leukosit. Cairan peritoneum disekresikan
oleh peritoneum dan berfungsi dalam memastikan pelumasan antara lapisan

peritoneum parietal dan visceral sehingga tidak terjadi friksi. Cairan ini akan
diserap oleh ruang peritoneum subfrenikus.
Peritoneum juga berfungsi dalam imunitas terhadai infeksi. Peritoneum yang
melapisi usus akan melekat ke organ viscera yang mengalami infeksi untuk
melokalisir infeksi dengan cara berlekatan dengan permukaan peritoneum lain
disekitar focus infeksi. Fungsi ini dilakukan oleh omentum mayus dimana batasbatas omentum mayus yang tidak berikatan dapat melekat pada area sekitar focus
infeksi visceral dengan bantuan gerakan peristaltic usus.

B. Penyakit
1. Perforasi Gaster
a) Definisi
adalah penyakit yang disebabkan oleh komplikasi serius dari penyakit ulserasi
peptik
b) Etiologi
perforasi gaster tidak lepas dari komplikasi akut dari ulkus gaster. Dimana
penyebab dari ulkus gaster yaitu :
1) Infeksi Helicobakter pylori
2) Obat obatan (OAINS, Kortikosteroid)
3) Gaya hidup
4) Stres psikologi
5) Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut
c) Patofisiologi
Lapisan mukus lambung yang tebal merupakan garis depan pertahanan terhadap
autodigesti. Helicobacter pylori dan OAINS menyebabkan adanya perubahan
fisiologi lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh
pepsin sehingga mengubah permeabilitas sawar epitel gaster. Hal ini
menyebabkan difusi balik asam klorida yang akhirnya menyebabkan histamin
terstimulasi untuk dikeluarkan. Keadaan ini menyebabkan adanya sekresi asam
lambung dan pepsin lebih lanjut. Dan bila hal ini berlangsung terus menerus akan
menyebabkan terjadinya perluasan kerusakan submukosa dan muskularis (tukak
gaster). Dan bila masih terus berlanjut maka akan terjadi perforasi gaster.
d) Gejala Klinis :
1) Nyeri seperti ditikam di regio epigastrium fase akut
2) Nyeri subyektif dirasakan pada saat bergerak
3) Bila telah terjadi peritonitis bakteria suhu badan akan naik, takikardia,
hipotensi, tampak letargik.
4) Defans muskuler kemungkinan besar sudah terjadi perforasi sehingga
menyebabkan peritonitis.
e) Diagnosis
1) Nyeri obyektif nyeri ketika digerakkan (misalnya : saat di palpasi), nyeri
tekan lepas (+), nyeri tekan saat colok dubur.
2) Defans muskuler
3) Peristaltis usus menurun sampai hilang
4) Laboratorium : Hb, Leukosit meningkat, Ht meningkat
f) Terapi
1) Resusuitasi cairan
2) Pipa nasogastrik
3) Kateter Foley
4) Antibiotik broad-spectrum

5) Eksplorasi laparotomi
g) Komplikasi
1) Peritonitis
2) Fistula gastro kolik
2. Peritonitis
a) Definisi
Keadaan terjadinya inflamasi membrane serosa yang melapisi kavitas abdominal
beserta organ yang diliputnya
b) Klasifikasi
1) Peritonitis Lokal
(a) Peradangan terbatas pada suatu daerah
(b) Terdapat defans muscular di bagian abdomen yang mengalami peradangan
2) Peritonitis Umum / Difus
(a) Peradangan tersebar pada seluruh abdomen dan terdapat nyeri tekan dan
nyeri lepas difus
(b) Terdapat defans muscular di seluruh lapang abdomen
c) Etiologi
1) Berdasarkan jenisnya :
(a) Peritonitis primer
Peritonitis Bakterial Spontan merupakan infeksi bacterial akut cairan
ascites. Kontaminasi ini diakibatkan oleh translokasi bakteri dari dinding
abdomen atau pembuluh limfatik mesenterium atau akibat penyebaran
hematogenik. Gangguan ini muncul sebagai komplikasi dari penyakitpenyakit yang menyebabkan asites. Gangguan ini diakibatkan oleh infeksi
monomikroba, paling sering diakibatkan oleh bakteri Gram-negatif E.coli
(40%).
(b) Peritonitis sekunder
Diakibatkan oleh perforasi organ abdomen, seperti :
- Appendisitis perforasi
- Perforasi gaster
- Ulkus duodenum
- Perforasi sigmoid akibat diverticulitis, volvulus, atau kanker
- Strangulasi usus besar
Patogen peritonitis sekunder :

(c) Peritonitis tersier


Terjadi akibat kegagalan respon inflamasi tubuh atau superinfeksi (Infeksi
sekunder yang terjadi jika flora mikroba normal tubuh terganggu selama
terapi antibiotic).
(d) Peritonitis kimiawi
Disebabkan oleh bahan iritan seperti garam empedu, darah, barium, atau
bahan lainnya yang mengiritasi peritoneum.
(e) Abses Peritoneal
Merupakan formasi pengumpulan cairan yang terinfeksi atau terkapsulasi
oleh eksudat fibrinosa, omentum, dan / atau organ visceral yang
berdekatan.
d) Gejala Klinis
1) Nyeri abdomen akut
2) Nyeri tekan abdomen
Merupakan gejala yang hampir selalu ada. Nyeri datang dengan onset yang
tiba-tiba, hebat, dan menyebar keseluruh abdomen pada pasien dengan
perforasi. Nyeri akan dirasakan terus-menerus, tidak ada henti, dan timbul
dengan berbagai gerakan seiring dengan berjalannya penyakit. Nyeri lebih
terasa pada daerah dimana timbul peradangan. Bila nyeri berkurang dan
intensitas berkurang, maka hal tersebut menandakan peradangan terlokalisir,
namun bila intensitas nyeri bertambah dan luas daerah nyeri bertambah maka
hal tersebut merupakan tanda penyebaran peritonitis
3) Defans muscular (+)

4) Anoreksia, mual, muntah


e) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis (+), Asidosis (+)
2) Foto Polos Abdomen
Terdapat dilatasi usus halus dan usus besar disertai dengan edema dinding
usus. Terdapat udara bebas dibawah diafragma yang berhubungan dengan
terjadinya perforasi organ
3) CT-Scan
Dapat mengidentifikasi abses atau udara bebas
4) Paracentesis
Dilakukan apabila terdapat asites. Melihat jumlah sel leukosit (> 250
neutrofil / microliter pada peritonitis), kadar protein dan laktat dehydrogenase,
dan untuk uji kultur.
f) Terapi
1) Prinsip
(a) Kontrol sumber infeksi
(b) Elminasi bakteri dan toksin
(c) Pertahankan fungsi sistem organ
(d) Kendalikan proses inflamasi
2) Non-Farmakologi
(a) Pembedahan
(b) Rehidrasi cairan
Dilakukan resusitasi agresif cairan untuk mengatasi kehilangan cairan
intravascular. Pantau terus tekanan darah, nadi, output urin, AGD,
hemoglobin dan hematocrit, elektrolit, dan fungsi ginjal.
3) Farmakologi
(a) Antibiotik
Dapat diberikan antibiotic spectrum luas seperti Ceftriaxone 1-2 g/hari IV /
IM selama 4 14 hari
Sebelum operasi, diberikan profilaksis infeksi operasi yaitu 1 g IV 30
menit 2 jam sebelum operasi
g) Komplikasi
1) Peritonitis tersier
2) Infeksi / sepsis
3) Wound Dehiscence situs operasi
4) Fistula enterokutaneus
5) Sindrom kompartemen abdominal
6) Insufisiensi enteral
h) Prognosis
Mortalitas < 10% pada kasus peritonitis tanpa komplikasi yang disebabkan oleh
perforasi ulkus, rupture appendikx, atau diverticulum
Mortalitas 40% pada pasien berusia lanjut dan peritonitis telah terjadi selama >
48 jam.

3. Sepsis
a) Definisi
Sepsis adalah sindrom klinis yang disebabkan respon infl amasi terhadap
infeksi. Adalah kumpulan gejala akibat respons sistemik terhadap inflamasi
(Systemic Inflammatory Respons Syndrome = SIRS) akibat infeksi.
b) Etiologi
Berdasarkan urutan yang paling tersering yaitu :
1) Aerob Gram Negatif
2) Aerob Gram Positif
3) jamur
4) Parasit
5) Virus

c) Patofisiologi
.
d) Gejala Klinis :
1) Suhu tubuh > 38,3o C atau < 36o C.
2) Frekuensi nadi yang lebih dari 90 kali per menit.
3) Frekuensi pernapasan lebih tinggi dari 20 kali per menit.
4) Lemah, malaise, gelisah
e) Diagnosis
1) Suhu tubuh >38O C atau <36O C
2) Denyut jantung > 90x/menit
3) Pernafasan > 20x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
4) Leukosit > 12.000 atau < 4000/mm3
5) Ada bukti infeksi atau suspek infeksi.
6) Laktat 4 mmol / liter
7) Procalcitonin > 2
8) Sistol <90mmHg, MAP <70

f) Terapi

1) Sepsis Resuscitation Bundle (initial 6 h)

Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakan dalam waktu 6 jam


setelah pasien didiagnosis sepsis. Hal ini dapat dilakukan di ruang
emergensi sebelum pasien masuk di ICU. Identifi kasi awal dan resusitasi
yang menyeluruh sangat mempengaruhi

outcome. Dalam 6 jam pertama

Golden hours merupakan kesempatan yang kritis pada pasien. Resusitasi


segera diberikan bila terjadi hipotensi atau peningkatan serum laktat >
4mmol/l. Resusitasi awal tidak hanya stabilisasi hemodinamik tetapi juga
mencakup pemberian antibiotik empirik dan mengendalikan penyebab infeksi.
a. Resusitasi Hemodinamik
Resusitasi awal dengan pemberian cairan yang agresif. Bila
terapi cairan tidak dapat memperbaiki tekanan darah atau laktat
tetap meningkat maka dapat diberikan vasopressor. Target terapi
CVP

8-12mmHg, MAP 65mmHg, produksi urin 0,5

cc/kg/jam, oksigen saturasi vena kava superior 70% atau


saturasi mixed vein 65%
b. Terapi inotropik dan Pemberian PRC
Jika saturasi vena sentral <70% pemberian infus cairan dan/atau
pemberian PRC dapat dipertimbangkan. Hematokrit
diinginkan

untuk

menjamin

30%

oxygen delivery. Meningkatkan

cardiac indexdengan pemberian dobutamin sampai maksimum


20ug/kg/m dapat dipertimbangkan seperti pada tabel 2.
c. Terapi Antibiotik
Antibiotik segera diberikan dalam jam pertama resusitasi awal.
Pemberian antibiotik sebaiknya mencakup patogen yang cukup
luas. Terdapat bukti bahwa pemberian antibiotik yang adekuat
dalam jam pertama resusitasi mempunyai korelasi dengan
mortalitas.
d. Identifikasi dan kontrol penyebab infeksi. Diagnosis

tempat

penyebab infeksi yang tepat dan mengatasi penyebab infeksi


dalam 6 jam pertama. Prosedur bedah dimaksudkan untuk
drainase abses, debridemen jaringan nekrotik atau melepas alat
yang potensial terjadi infeksi.
2) Sepsis Management Bundle(24 h bundle)
a. Steroid
Steroid diberikan bila pemberian vasopressor tidak respon
terhadap hemodinamik pada pasien syok septik. Hidrokortison
intravena dosis rendah (<300mg/hari) dapat dipertimbangkan

pada pasien syok septik dengan hipotensi yang tidak respon


terhadap resusitasi cairan dan vasopressor.
b. Ventilasi Mekanik
Lung Protective strategiesuntuk pasien dengan ALI/ARDS yang
menggunakan ventilasi mekanik sudah diterima secara luas.
Volume tidal rendah (6cc/kg) dan batas plateau pressure 30
cmH2O

diinginkan pada

pasien

dengan ALI/ARDS.

Pola

pernapasan ini dapat meningkatkan PaCO2 atau hiperkapnia


permisif. Pemberian PEEP secara titrasi dapat dicoba untuk
mencapai sistem pernapasan yang optimal.
c. Kontrol Gula Darah
Beberapa penelitian menunjukkan penurunan angka kematian di
ICU

dengan

menggunakan

terapi

insulin

Penelitimenemukan target GD < 180mg/dl

intensif.

menurunkan

mortalitas daripada target antara 80-108mg/dl. Banyaknya


episode hipoglikemia ditemukan pada kontrol GD yang ketat.
Rekomendasi SSC adalah mempertahankan gula darah < 150
mg/dl.
d. Recombinant Human-Activated Protein C(rhAPC)
Pemberian rhAPC tidak dianjurkan pada pasien dengan
kematian

yang

rendah

atau

pada

anakanak.

risiko
SSC

merekomendasikan pemberian rhAPC pada pasien dengan risiko


kematian tinggi (APACHE II25 atau gagal organ multipel)
e. Pemberian Produk darah
Pemberian PRC dilakukan bila Hb turun dibawah 7.0

g/dl.

Direkomendasikan target Hb antara 7-9 g/dl pada pasien sepsis


dewasa. Tidak menggunakan FFP untuk memperbaiki hasil
laboratorium dengan masa pembekuan yang abnormal kecuali
ditemukan adanya perdarahan atau direncanakan prosedur invasif.
Pemberian

trombosit

dilakukan

bila

hitung

trombosit

<5000/mm3 tanpa memperhatikan perdarahan.


C. ICU (Intensive Care Unit atau Unit Perawatan/Terapi Intensif)
1. Definisi
adalah suatu tempat atau unit tersendiri di dalam Rumah Sakit, memiliki staf khusus,
peralatan khusus, ditunjukan untuk menanggulangi pasien gawat karena penyakit, trauma
atau komplikasi komplikasi yang mengancam nyawa atau berpotensial mengancam
nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih reversibel.

2. Indikasi masuk ICU


a) Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis dan tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif seperti dukungan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinu, dll. Contoh
pasien kelompok ini antara lain adalah pasien pascabedah atau pasien syok sepsis.
b) Pasien Prioritas 2
Pasien pada kelompok ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU karena
sangat berisiko untuk menjadi tidak stabil sehingga memerlukan terapi intensif segera.
Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung,
paru, atau ginjal dan kemudian mengalami penyakit akut yang parah.
c) Pasien Prioritas 3
Pasien pada kelompok ini adalah pasien yang keadaannya sangat mengurangi
kemungkinan kesembuhan dan manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien ini antara
lain pasien dengan keganasan metastasis disertai penyulit infeksi, pericardial
tamponade, sumbatan jalan napas, atau pasien yang menderita penyakit jantung atau
paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
d) Pengecualian:
1) Pada kasus mati batang otak bila menjadi kandidat pendonor organ
2) Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang
agresif dan hanya demi perawatan yang nyaman saja.
3) Pasien yang secara fisiologis stabil atau secara statistik risikonya rendah untuk
memerlukan terapi ICU.
3. Indikasi keluar ICU
a) Pasien prioritas 1
Pasien prioritas 1 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak
ada lagi atau bila terapi secara intensif telah gagal atau tidak bermanfaat sehingga
prognosis jangka pendek jelek. Contoh: pasien dengan tiga atau lebih gagal sistim
organ yang tidak respons terhadap pengelolaan agresif.
b) Pasien prioritas 2
Pasien prioritas 2 dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak memerlukan terapi
intensif telah berkurang.
c) Pasien prioritas 3
Pasien prioritas 3 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak
ada lagi. Namun, mungkin pasien demikian dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan
sembuh atau manfaat terapi intensif kontinu kecil. Contohnya: pasien dengan penyakit
lanjut yang telah tidak berespon terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya yang

secara statistik mempunyai prognosis jangka pendek jelek, dan yang tidak ada terapi
yang potensial untuk memperbaiki prognosisnya.

BAB III
ANALISA KASUS
Ny. R masuk ICU setelah laparotomi eksplorasi jahit primer perforasi + omental patch
atas indikasi peritonitis umum et causa perforasi gaster dengan hipokalsemia dan sepsis.
Pasien masuk ICU atas indikasi Leukosit > 100.000/mcl dengan tekanan darah sistolik yang
menurun <20mmHg dari tekanan darah normal (sebelumnya TD 140/90 mmHg), dan kadar
laktat yang meningkat sebesar 3,00 sehingga memerlukan pemantauan hemodinamik ketat.
Dari hasil anamnesa pasien mengeluh nyeri perut post operasi. Pasien masuk ICU
dengan kesadaran compos mentis dan keadaan umum nyeri sedang. Distensi abdomen, akral
dingin, TD 108/60mmHg, HR 96x/min, RR 16x/min, S 35,8oC.
Pada pemeriksaan lab didapatkan laktat 3,00 leukosit 16.420/mm3 procalcitonin
>200.00 ng/ml sehingga pasien didiagnosia sebagai sepsis. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri abdomen saat di perkusi dan nyeri tekan (+), terdapat drain di perut kanan
dan kiri, nyeri yang dirasakan kemungkinan karena peritonitis yang terjadi sebelum Ny.R
dioperasi ataupun karena terdapat jahitan yang masih basah.
Kemungkinan besar perforasi gaster yang dialami Ny. R diakibatkan karena pola makan
Ny. R yang tidak teratur dan sering meminum obat tanpa resep dokter (kemungkinan
merupakan obat AINS) yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar asam lambung.
Pasien yang mengaku sering nyeri perut di regio epigastrium tetapi tidak pernah diobati dan
kemungkinan adanya bakteri H. pylori di gaster meningkatkan derajat keparahan keadaan
lambung yang semakin asam sehingga lambung mengalami kerusakan / ulkus
berkepanjangan / meluas. Hal ini menyebabkan terjadinya perforasi gaster dan menimbulkan
komplikasi lebih lanjut. Peritoneum akhirnya terkontaminasi bakteri yang kelamaan akan
mengalami penyebaran infeksi sampai ke peritoneum sehingga terjadi peritonitis umum yang
memiliki tanda defans muskular (+) di seluruh lapang abdomen saat pemeriksaan fisik di
IGD.
Lanjutan dari komplikasi peritonitis yang terjadi pada Ny. R adalah kondisi sepsis.
Diagnosa sepsis ditegakan dari suhu tubuh < 36oC, HR > 90x/min, Leukosit > 12.000/mm3,
laktat > 2.2 mmol/L, dan procalcitonin >2 ng/mL dimana terdapat > 2 gejala SIRS dan
adanya kecurigaan infeksi.

Sesuai diagnosis sepsis maka penatalaksanaan pada pasien ini mengikuti Surviving
Sepsis Campaign dimana dalam 6 jam pertama dilakukan resusitasi awal (6 hour bundle)
yang meliputi resusitasi hemodinamik, pemberian antibiotik dan identifikasi juga kontrol
penyebab.
Pada pasien ini diberikan resusitasi cairan yaitu IVFD RL : Dextrose 5% (2:2) 40
ml/jam, gelofusin 40 ml/jam, dengan target CVP 8-12mmHg, MAP > 65 mmHg atau < 90
mmHg, urine output > 0,5 cc/kg/jam dan Sat vena sentral (ScvO 2) > 70% juga kultur darah
untuk mendapatkan etiologi dari sepsis. Sehingga dilakukan pemasang CVC pada Ny. R
untuk mengukur CVP dan saturasi vena sentral. Diketahui CVP +14 cmH 2O (normal : 2 6
mmHg atau 5 10 cmH2O ), urine output 50-150 cc (> 40 cc).
Pasien juga diberikan terapi obat antibiotik diberikan Amoxicillin 2xlarutan IV,
Clarithromycin 2x500mg PNGT yang merupakan antibiotik spektrum luas. Pemasangan
drainase di abdomen juga merupakan salah satu penatalaksanaan untuk menghilangkan
sumber infeksi.
Karena pada pasien ini terdapat hipokalsemia maka diberikan Ca gluconas 3xlarutan IV.
MgSO4.diberikan karena terjadi penurunan kadar Mg pada Ny. R. Ketorolac 3x30 mg IV
diberikan untuk nyeri (+) yang dirasakan Ny.R. Omeprazol diberikan untuk proteksi diri
gaster Ny. R. Pasien juga diberikan sungkup O2 untuk menjaga saturasi O2 tetap baik.

DAFTAR PUSTAKA
-

https://www.facs.org/~/media/files/education/patient%20ed/app.ashx
http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview
http://emedicine.medscape.com/article/195537-overview
Harrison
Ilmu Penyakit Dalam
Snell Clinical Anatomy

You might also like