You are on page 1of 17

LI1.

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal


LO1.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal
Makroskopis
Ginjal

terletak

dibagian

belakang

abdomen

atas,

dibelakang

peritonium, didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar


(transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor).
Ginjal pada orang dewasa penjangnya sampai 13 cm, lebarnya 6 cm
dan berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau
ginjal beratnya antara 120-150 gram.
Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan
kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya
ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal
dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang
tebal. Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang
berbeda yaitu korteks dan medulla. Medulla terbagi menjadi baji
segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi
oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan
duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan
bagian terminal dari banyak duktus pengumpul
LO1.2. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal
Mikroskopis
1) Nefron
Nefron merupakan unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdiri
atas satu juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan
fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari Kapsula Bowman, yang
mengitari rumbai kapiler glomerolus, tuulus kontruktus proximal,
lengkung henle dan tubulus konturtus distal, yang mengosongkan
diri ke duktus pengumpul. Seorang yang normal masih dapat
bertahan walaupun dengan susah payah dengan jumlah nefron
kurang dari 20.000. fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan
atau untuk menjernihkan plasma darah dari zat zat yang tidak
dikehendaki ketika zat zat tersebut mengalir melalui ginjal.
( Guyton and Hall, 1997 : 389 )
2) Korpuskulus ginjal

Korpuskulus ginjal terdiri dari kapsula bowman dan rumbai kapiler


glomerolus. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari
tubulus proximal, terdapat ruang yang mengandung kemih antara
rumbai kapiler dan kapsula bowman dan ruang yang mengandung
kemih ini dekenal sebagai ruang bowman atau ruang kapsular
kapsula bowman yang dilapisi oleh sel sel epitel. Sel sel epitel
parietal berbentuk gepeng dan berbentuk bagian terluar dari
kapsula, sedangkan sel sel epitel viseral jauh lebih besar dan
membentuk bagian dalam dari kapsula dan juga melapisi bagian
luar dari rumbai kapiler.
Membran basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler,
terjepit diantara sel sel epitel padat pada satu sisi dan sel endotel
pada sisi lain. Membran basalis kapiler kontiniu dengan membran
basalis tubulus. Sel sel endotel membentuk bagian terdalam dari
rumbai kapiler. Sel sel endotel, membran basalis dan sel sel
viseralmerupakan tiga lapisan yang membentuk membran filtrasi
glomerolus. Cairan yang di filtrasikan melalui glomerolus kedalam
kapsula bowman disebut dengan filtrat glomerolus. Membran filtrasi
glomerolus memungkinkan ultrafiltrasi darah melalui pemisahan
unsur unsur darah dan molekul molekul protein besar dari bagian
plasma lainnya dan mengalirkan bagian plasma tersebut sebagai
kemih primer kedalam ruang dari kapsula bowman.
Filtrat glomerolus memiliki komposisi yang hampir tepat sama
dengan komposisi cairan yang merembes dari ujung arteri kapiler
kedalam cairan intestisial. Filtrat tersebut tidak mengandung
eritrosit dan hanya mengandung sekitar 0.03% protein atau sekitar
1
/200 protein diplasma.
Sel sel mesangial adalah sel endotel yang membentuk suatu
jalinan kontiniu antara lengkung lengkung kapiler glomerolus dan
diduga berfungsi sebagai jalinan penyokong dan bukan merupakan
bagian dari membran filtrasi.
3) Aparatus jugstaglomerolus
Dari setiap nefron bagian pertama dari tubulus distal berasal dari
medula sehingga terletak pada sudut yang terbentuk antara
anterior aferen dan eferen dari glomerolus nefron yang
bersangkutan. Pada posisi ini sel sel jugstaglomerolus didnding
anteriol aferen mengandung glanural sekresi yang diduga

mengeluarkan renin. Renin adalah suatu enzim yang penting dalam


pengaturan tekanan darah. Sel sel tubulus distal yang
mengadakan kontaqk erat dengan sel sel glanular tersebut dikenel
dengan nama makula densa.
Sel sel jugstaglomerolus berfungsi sebagai baroreseptor (sensor
tekanan ) yang sensitif terhadap aliran darah yang melalui arteriola
aferen. Penurunan tekanan arteria akan merangsang peningkatan
glanularitas sel sel jugstaglomerolus dan peningkatan sekresi
renin. Sel sel makula densa tubulus distal bertindak sebagai
kemoreseptor yang sensitif terhadap kadar natrium dan cairan
tubulus. Peningkatan kadar natrium dalam tubulus akan
mempengaruhi makula densa sehingga akan meningkatkan
produksi renin. Selain itu, sistem saraf simpatis dan katekolamin
dapat mempengaruhi produksi renin.
4) Sisten renin angiotensin
Pengeluaran renin dalam ginjal akan mempengaruhi pemgeluaran
angiotensinogen ( suatu glikoprotein yang diproduksi oleh hati )
menjadi angiotensin I, kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh
enzim konversi yang ditemukan pada kapiler paru paru..
angiotensin II meningkatkan tekanan darang oleh efek vasokontriksi
arteriola ferifer dan merengsang sekresi aldosteron. Peningkatan
aldosteroan akan merangsang reabsorpsi natrium dalam tubulus
distal dan duktus pengumpul. Peningkatan reabsorpsi natrium
mengakibatkan peningkatan reabsorpsi air, dengan demikian
volume plasma akan meningkat. Peningkatanvolume plasma akan
berperan dalan peningkatan tekanan darah yang selanjutnya akan
mengurangi iskemia ginjal.
LI2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal
(Pembentukan Urin)

Proses pembentukan urin terdiri atas 3 tahap, yaitu; Filtrasi,


Reabsorpsi dan Augmentasi.Urin dibentuk di nefron, yaitu dengan
menyaring darah dan kemudian mengambil kembali ke dalam darah
bahan-bahan yang bermanfaat. Dengan demikian akan tersisa
bahan tak berguna, yang nantinya akan keluar dari nefron dalam
bentuk suatu larutan yang disebut urin.

Filtrasi
1.

Filtrasi adalah proses penyaringan darah yang mengandung zat-zat


sisa metabolisme yang dapat menjadi racun bagi tubuh.

2.

Filtrasi terjadi di glomerulus yang ada di badan malpighi.

3.

Hasil dari filtrasi di glomerulus, menuju kapsula bowman dan


dihasilkan urin primer.

4.

Urin primer terdiri dari: air, gula, asam amino, garam/ion anorganik,
urea

Reabsorpsi
1.

Reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal yang nantinya


akan menghasilkan urin sekunder.

2.

Urin primer yang terkumpul di kapasula Bowman masuk ke dalam


tubulus kontortus proksimal dan terjadi reabsorpsi.

3.

Pada proses ini terjadi proses penyerapan kembali zat-zat yang


masih berguna bagi tubuh oleh dinding tubulus, lalu masuk ke
pembuluh darah yang mengelilingi tubulus.

4.

Zat-zat yang diserap kembali oleh darah antara lain: glukosa, asam
amino, dan ion-ion anorganik (Na+, Ka+, Ca2+, Cl-, HCO3-, HPO43-,
SO43-)

5.

Hasil dari reabsorpsi urin primer adalah urin sekunder yang


mengandung sisa limbah nitrogen dan urea.

6.

Urin sekunder masuk ke lengkung henle. Pada tahap ini terjadi


osmosis air di lengkung henle desenden sehingga volume urin
sekunder berkurang dan menjadi pekat. Ketika urin sekunder
mencapai lengkung henle asenden, garam Na+ dipompa keluar dari
tubulus, sehingga urin menjadi lebih pekat dan volume urin tetap.

Augmentasi
1.

Dari lengkung henle asenden, urin sekunder akan masuk ke tubulus


distal untuk masuk tahap augmentasi (pengumpulan zat-zat yang
tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh).

2.

Zat sisa yang dikeluarkan oleh pembuluh kapiler adalah ion


hidrogen (H+), ion kalium (K+), NH3 dan kreatinin. Pengeluaran ion
H+ ini membantu menjaga pH yang tetap dalam darah.

3.

Selama melewati tubulus distal, urin banyak kehilangan air sehingga


konsentrasi urin makin pekat.
Selanjutnya urin memasuki pelvis renalis dan menuju ureter,
kemudian dialirkan ke vesica urinaria, untuk ditampung sementara
waktu. Pengeluaran urin diatur oelh otot-otot sfingter. Kandung
kemih hanya mampu menampung kurang lebih 300 ml.
LI3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Nefrotik
LO1.3. Memahami dan Menjelaskan Definisi Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik adalah gangguan ginjal yang menyebabkan tubuh
manusia kehilangan terlalu banyak protein di dalam urine.

LO2.3. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Sindrom


Nefrotik
Penyebab Primer
1. Sindroma nefrotik kelainan minimal
2. Nefropati membranosa
3. Glomerulonephritis proliferative membranosa
4. Glomerulonephritis stadium lanjut
b. Penyebab Sekunder
a. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis,
TB, lepra, skistosoma1
b.

Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma

:paru, payudara, colon, myeloma multiple, karsinoma ginjal1,3,5


c.

Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed

connective tissue disease)1


d. Metabolik : Diabetes militus, amylodosis5
e.

Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami,

probenesid, kaptopril, heroin1


f. Berdasarkan respon steroid, dibedakan respon terhadap steroid
(sindrom nefrotik yang sensitive terhadap steroid (SNSS) yang
lazimnya berupa kelainan minimal, tidak perlu biopsy), dan resisten
steroid atau SNRS yang lazimnya bukan kelainan minimal dan
memerlukan biopsy
LO3.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Sindrom
Nefrotik
Pada kondisi normal, urine biasanya tidak mengandung protein.
Glomeruli atau sekelompok pembuluh darah dalam ginjal akan
menyaring darah dan memisahkan zat yang dibutuhkan tubuh dari
limbah. Tetapi jika terjadi kerusakan atau kebocoran pada
glomeruli, tubuh akan kehilangan protein secara berlebihan dan
mengeluarkannya lewat urine. Kerusakan pada glomeruli inilah yang
gejala utama sindrom nefrotik. Terdapat berbagai jenis penyakit
serta kondisi kesehatan yang bisa menyebabkan kerusakan ini,

misalnya:
Glomerulonefritis perubahan minimal. Penyakit ini memicu
fungsi abnormal pada ginjal, tapi sampel jaringan dari ginjal
penderitanya akan tampak normal atau mendekati normal
saat diperiksa di bawah mikroskop. Diperkirakan sekitar 90
persen sindrom nefrotik pada anak disebabkan oleh penyakit
ini.
Glomerulosklerosis atau terbentuknya jaringan parut pada
glomeruli.
Nefropati membranosa atau glomerulonefritis membranosa.
Penyakit ini menyebabkan penebalan pada membran
glomeruli dan merupakan penyebab umum sindrom nefrotik
pada penderita dewasa.
Nefropati diabetes atau komplikasi ginjal akibat diabetes.
Lupus.
Infeksi tertentu, seperti HIV, hepatitis, serta sifilis.
Beberapa jenis kanker, seperti kanker darah (leukemia) dan
limfoma.
LO3.4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi
Sindrom Nefrotik
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling
utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap
sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya

muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada


sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran
albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein
didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A
Latas, 2002 : 383).Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih
dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang
mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema
muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl.
Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi
kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan
onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan
menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial
menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan.
(Silvia A Price, 1995: 833).Akibat dari pergeseran cairan ini
volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini
mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan
meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium
yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang
merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan
merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang
meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena
onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi
akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).

Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti


diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi.
Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh
hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein
menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak
yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase
plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis.
LO3.5. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis
Sindrom Nefrotik
Proteinuri
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar
berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan
hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri
tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin
adalah albumin. Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung
dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma
yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus
normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic
glycosaminoglycan) dan size selective barrier. Pada nefropati lesi
minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge
selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan
terutama oleh hilangnya size selectivity.

Hipoalbuminemi
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin
dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di
hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti
kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun.
Hiperlipidemi

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density


lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density
lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini
disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL,
kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah).
Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan
albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.
Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana
basalis glomerulus yang permeabel.
Edema
Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium (teori underfill).
Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, hormon
antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan atrial
natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan
meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus
dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan
edema berkurang. Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti
adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas renin
plasma yang rendah serta peningkatan ANP. Beberapa penjelasan
berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan
bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan
bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat
pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.
Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein
S, C dan plasminogen activating factor dalam urin dan
meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen,
peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta
menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI). Kerentanan terhadap
infeksi Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena
kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan
katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi
bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella,

Haemophilus. Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang


diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.
LO3.6. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis
Banding Sindrom Nefrotik
Diagnosis
SN Primer:
5.

Edema

6.

Proteinuria massif (++ atau dengan kuantitatif >40mg/m2/jam)


atau 1 gr/L dalam 24 jam (esbach)

7.

Hipoalbuminemia (<2,5 gr/dl)

8.

Hiperkolesterolemia (>250 mg/dl)


Laboratorium:

7.

Analisis urin: proteinuria +3 atau +4, Hematuria mikroskopis


mungkin saja, tapi jarang yang makroskopis.

8.

Fungsi ginjal normal atau menurun.

9.

Kreatinin klirens menurun.

10.

Ekskresi metabolik protein >2g/24 jam

11.

Kadar albumin serum kurang dari 2gr/dl

12.

Kadar kalsium turun (karena kalsium terikat albumin, dan


albuminnya banyak yang 'bocor')

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang.
I. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak
mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah
urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin
berwarna kemerahan.
II. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di

kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema


skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi.
III. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat
disertai

hematuria.

Pada

pemeriksaan

darah

didapatkan

hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap


darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum
dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
Diagnosis Banding
1. Edema / Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan
nutrisi, edema hepatal, edema Quincke.
2. Glomerulonefritis akut
3. Lupus sistemik eritematosus
LO3.7. Memahami dan Menjelaskan Tata Laksana dan
Pencegahan Sindrom Nefrotik
Untuk sindroma nefrotik meliputi terapi spesifik dan non-spesifik.
Terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal, yaitu dengan
penggunaan immunosupresif dalam hal ini steroid (prednison)
dengan dosis 1 mg/kgBB/ hari diberikan antara 4-12 minggu.
Selanjutnya diturunkan secara bertahap dalam 2-3 bulan. Steroid
memberikan respon yang baik untuk tipe lesi minimal dan
membranosa. Pasien yang resisten dengan kortikosteroid dapat
digunakan obat lain yaitu dengan siklofosfamid atau klorambusil.
Dosis Siklofosfamid yang diberikan 2 mg/kgBB/hari selama 8
minggu, klorambusil diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg/kgBB/hari
selama 8 minggu. Terapi non-spesifik diberikan untuk gejala yang
ditimbulkan oleh sindroma nefrotik antara lain (1-8):

1.Pengobatan untuk edema :-Pembatasan diit garam dan cairanPemberian diuretika loop (furosemida) oral, bila perlu
dikombinasikan dengan diuretik golongan lain yang bersifat
sinergistik dengan furosemid.
2.Pengobatan hipertensi didapatkan, bisa diberikan ACE inhibitor
atau ARB. Pemberian
3.Pengobatan infeksi dapat digunakan antibiotik mengingat
penderita sindroma nefrotik sangat mudah terkena infeksi.
Pencegahan
Penanganan sindrom nefrotik berbeda-beda untuk tiap penderita.
Penentuan jenis pengobatan tergantung pada penyakit yang
menyebabkan kondisi tersebut. Dokter juga umumnya
menganjurkan obat-obatan untuk mengurangi gejala atau
menangani komplikasi yang Anda alami. Contoh obat-obatan
tersebut adalah:
9.

Obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah tinggi.

10.

Diuretik yang berfungsi untuk membuang cairan yang berlebihan


dari dalam tubuh melalui urine.

11.

Obat antikoagulan yang digunakan untuk menurunkan risiko


penggumpalan darah.

12.

Steroid untuk menangani peradangan atau glomerulonefritis


perubahan minimal.

13.

Imunosupresan yang digunakan untuk mengurangi inflamasi dan


menekan respons abnormal dari sistem kekebalan tubuh.
Untuk penderita glomerulonefritis perubahan minimal, 90 persen

penderitanya dapat diobati secara efektif dengan steroid. Bagi anak


yang mengidap sindrom nefrotik bawaan atau kongenital, dokter
akan memberikan albumin melalui infus. Dokter juga mungkin akan
menyarankan dialisis atau cuci darah, operasi pengangkatan atau
transplantasi ginjal sebagai pengobatan. Tingkat kesembuhan dari
kondisi ini sangat bergantung pada apa penyebab dasarnya, tingkat
keparahan, dan respon tubuh terhadap pengobatan. Umumnya
anak-anak dapat sembuh dari kondisi ini walau sekitar 70 persen
kembali mengalaminya lagi di masa depan.
LO3.8. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Sindrom
Nefrotik
Meningkatnya risiko infeksi dan penggumpalan darah.
Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah.
Anemia.
Kekurangan gizi, misalnya defisiensi vitamin D.
Hipertensi.
Gagal ginjal akut.
Penyakit ginjal kronis.
LO3.9. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Sindrom
Nefrotik
Prognosisnya bervariasi, tergantung kepada penyebab, usia
penderita dan jenis kerusakan ginjal yang bisa diketahui dari
pemeriksaan mikroskopik pada biopsi.
Gejalanya akan hilang seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit
yang dapat diobati (misalnya infeksi atau kanker) atau obat-obatan.

Prognosis biasanya baik jika penyebabnya memberikan respon yang


baik terhadap kortikosteroid.
Anak-anak yang lahir dengan sindroma ini jarang yang bertahan
hidup sampai usia 1 tahun, beberapa diantaranya bisa bertahan
setelah menjalani dialisa atau pencangkokan ginjal.
Prognosis yang paling baik ditemukan pada sindroma nefrotik akibat
glomerulonefritis yang ringan; 90% penderita anak-anak dan
dewasa memberikan respon yang baik terhadap pengobatan.
Jarang yang berkembang menjadi gagal ginjal, meskipun cenderung
bersifat kambuhan. Tetapi setelah 1 tahun bebas gejala, jarang
terjadi kekambuhan.
Sindroma nefrotik akibat glomerulonefritis membranosa terutama
terjadi pada dewasa dan pada 50% penderita yang berusia diatas
15 tahun, penyakit ini secara perlahan akan berkembang menjadi
gagal ginjal.
50% penderita lainnya mengalami kesembuhan atau memiliki
proteinuria menetap tetapi dengan fungsi ginjal yang adekuat.
Pada anak-anak dengan glomerulonefritis membranosa, proteinuria
akan hilang secara total dan spontan dalam waktu 5 tahun setelah
penyakitnya terdiagnosis.
Sindroma nefrotik familial dan glomerulonefritis
membranoproliferatif memberikan respon yang buruk terhadap
pengobatan dan prognosisnya tidak terlalu baik.
Lebih dari separuh penderita sindroma nefrotik familial meninggal
dalam waktu 10 tahun. Pada 20% pendeita prognosisnya lebih
buruk, yaitu terjadi gagal ginjal yang berat dalam waktu 2 tahun.
Pada 50% penderita, glomerulonefritis membranoproliferatif
berkembang menjadi gagal ginjal dalam waktu 10 tahun. Pada
kurang dari 5% penderita, penyakit ini menunjukkan perbaikan.
Sindroma nefrotik akibat glomerulonefritis proliferatif mesangial
sama sekali tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid.
Pengobatan pada sindroma nefrotik akibat lupus eritematosus
sistemik, amiloidosis atau kencing manis, terutama ditujukan untuk
mengurangi gejalanya.
Pengobatan terbaru untuk lupus bisa mengurangi gejala dan
memperbaiki hasil pemeriksaan yang abnormal, tetapi pada
sebagian besar penderita terjadi gagal ginjal yang progresif.
Pada penderita kencing manis, penyakit ginjal yang berat biasanya

akan timbul dalam waktu 3-5 tahun. Prognosis pada sindroma


nefrotik akibat infeksi, alergi maupun pemakaian heroin intravena
bervariasi, tergantung kepada seberapa cepat dan seberapa efektif
penyebabnya diatasi.
LO3.10. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Sindrom
Nefrotik
Sindrom nefrotik dapat terjadi karena berbagai penyakit. Pada orang
dewasa, penyebab paling umum adalah nefropati diabetik (suatu
komplikasi penyakit diabetes) dan nefropati membran. Namun
demikian, penyebab sindrom nefrotik seringkali tidak diketahui.
Kondisi ini juga dapat terjadi sebagai akibat infeksi (seperti radang
tenggorokan, hepatitis, atau mononucleosis), penggunaan obatobatan tertentu, kanker, gangguan genetik, gangguan kekebalan
tubuh, atau penyakit yang mempengaruhi beberapa sistem tubuh
termasuk

diabetes, lupus

beberapa myeloma,
kelainan

ginjal

dan amiloidosis. Hal

seperti

eritematosus sistemik,
ini

glomerulonefritis,

dapat

menyertai

glomerulosclerosis

fokus dan segmental, dan glomerulonefritis mesangiocapillary.


Sindrom nefrotik dapat mempengaruhi semua kelompok umur. Pada
anak-anak, kejadian yang paling umum adalah pada usia 2 sampai 6
tahun, dan umumnya merupakan suatu penyakit gangguan system
imun. Gangguan ini terjadi sedikit lebih sering pada laki-laki
daripada perempuan.

DAFTAR PUSTAKA
1.Anonim, Sindroma Nefrotik, Behrman, R.E. MD, dkk dalam buku
Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol 3 Edisi 15, Penerbit Buku EGC,
2000. 1828-1831.

2.Anonim, Nefrologi dan hipertensi, Mansjoer. A. dkk dalam buku


Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 Jilid 1. Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta 2001, 525-527.
3.Anonim, Nefrologi, Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak dalam Buku
Kuliah II, Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta 1985, 832-835.
4.Ngastiyah, Sindrom Nefrotik, dalam buku Perawatan Anak Sakit,
Jakarta, 1997, 304-310.
5. http://repository.usu.ac.id

You might also like