You are on page 1of 2

DIGITALISASI DAN KATALOGISASI MANUSKRIP NUSANTARA:

MEMBEDAH KHAZANAH MANUSKRIP PESANTREN


Oleh. Muhammad Nida' Fadlan

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang tetap eksis sampai
sekarang. Tidak dapat dimungkiri, keberadaan lembaga pendidikan pesantren telah
mengilhami terbentuknya berbagai lembaga pendidikan yang ada pada saat ini. Selain itu,
keberadaan pesantren juga telah mengilhami banyak peneliti lokal dan internasional untuk
mengkaji sisi keunikan pesantren, mulai dari kesederhanaannya, sistem dan metodenya,
hingga mengkaji tentang hubungan antara kiyai dan santri yang tidak sekadar sebagai
hubungan antara guru dan murid, namun sebagai hubungan antara orang tua dan anak.
Di masa lampau, para ulama memiliki cita-cita untuk melestarikan dan mengembangkan
ajaran agama Islam. Cita-cita para ulama tersebut diwujudkan dengan jalan mendirikan
pesantren dan menulis kitab untuk kepentingan pengajaran para santri. Berbagai disiplin ilmu
yang diajarkan di pesantren tulis di atas alas naskah yang beragam, seperti kertas, kulit kayu,
bambu, lontar, dan sebagainya.
Berbekal keinginan untuk menyebarkan ajaran agama Islam dan kesadaran mengenai
keterbatasan usia alas naskah di atas, para kiyai meminta para santrinya untuk melakukan
penyalinan atas kitab-kitab yang telah ditulis dengan harapan ajaran Islam dapat tersebar luas
seiring dengan tersebarnya para santri di berbagai daerah setelah menyelesaikan
pendidikannnya di pesantren.
Sampai saat ini, pesantren masih melakukan pelestarian khazanah keilmuan pesantren seperti
melakukan pengkajian isi naskah melalui forum bahts al-masail (membahas masalahmasalah agama dengan menggunakan kitab karangan para ulama sebagai sumber primer).
Sebagaimana yang dilakukan para ulama masa lampau, beberapa pesantren masih
mempertahankan tradisi penulisan naskah keagamaan melalui penyalinan buku-buku ajarnya,
kegiatan penyalinan naskah tersebut dilakukan dengan cara tulis tangan yang menggunakan
tinta celup sebagai alat tulisnya.

Inventarisasi Awal: Belajar dari Pesantren Cirebon


Berdasarkan hasil inventarisasi awal atas khazanah manuskrip Islam di lingkungan Pesantren
Babakan Ciwaringin dan Pesantren Buntet, Cirebon, kedua Pesantren ini menyimpan
khazanah manuskrip tulisan para ulama terdahulu, yang tidak sekedar berbahasa Jawa dan
Arab, melainkan juga Melayu.
Salah satu manuskrip yang tersimpan di pesantren tersebut diketahui berjudul Sabil almuhtadin, kitab fikih Melayu karangan Muhammad Arsyad al-Banjari, ulama asal Kalimantan
Selatan abad ke-18. Pesantren Buntet, Cirebon bahkan telah menghimpun sekitar 40 buah
manuskrip dalam kondisi yang tidak terawat, yang dapat dipastikan sebagai warisan leluhur
Pesantren.

Sayangnya, manuskrip-manuskrip di kedua pesantren tersebut dijumpai dalam kondisi yang


sangat memprihatinkan, bahkan santri-santri pun tidak mengetahui kandungan isinya.
Padahal, jelas bahwa manuskrip-manuskrip tersebut adalah warisan budaya (al-turath)
pesantren yang patut dijaga dan dipelajari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Manuskrip
Islam di Pesantren Cirebon dapat dianggap sebagai bagian dari mozaik Islam Nusantara yang
jika dikaji niscaya akan dapat memberikan pengetahuan terhadap upaya rekonstruksi sejarah
sosial-intelektual Islam di kedua wilayah terkait.
Karenanya, berbagai upaya untuk memfasilitasi terwujudnya kajian atas khazanah manuskrip
Islam tersebut perlu dilakukan, dan salah satu bentuk upaya tersebut adalah dengan
melakukan digitisasi, sehingga teks-teks yang terkandung di dalamnya mudah dikaji, tanpa
merusak fisik manuskripnya sendiri yang kondisinya memang sangat rentan.

Memulai Digitalisasi Manuskrip Pesantren


Sebagai salah satu upaya memperpanjang usia naskah, digitalisasi naskah memainkan peran
penting dalam upaya pelestarian tradisi intelektual Islam di pesantren. Dapat dibayangkan
betapa besar kerugian yang harus ditanggung oleh generasi sekarang jika naskah-naskah kuno
warisan kultural dan intelektual itu rusak, bahkan hilang, sementara pengkajian isi naskah
belum dilakukan. Oleh karena itu, untuk melestarikan aset kultural dan intelektual tersebut,
digitalisasi naskah merupakan kebutuhan yang mendesak.
Pada masa lampau, melalui pesantren, Indonesia terkenal akan pusat keilmuannya. Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika di bumi Nusantara itu banyak tersimpan naskah kuno
yang merupakan rekaman sejarah sosial dan intelektual yang harus dilestarikan. Akan tetapi,
upaya-upaya pelestarian yang sudah dilakukan hingga kini masih terbilang sedikit, sehingga
diperlukan upaya yang lebih nyata untuk mengantisipasi "terkuburnya" khazanah keilmuan
masa lampau melalui proses konservasi naskah dan pengkajian isi yang terkandung di
dalamnya.
Preservasi digital atas naskah-naskah klasik pesantren merupakan kepentingan yang
mendesak. Melihat potensinya, digitalisasi tidak hanya menyadarkan para santri mengenai
pentingnya pelestarian produk tradisi tulis pesantren, namun juga mengenai pentingnya
penggunaan teknologi sebagai partner dalam mengembangkan khazanah keilmuan pesantren.
Melalui digitalisasi tersebut, naskah pesantren dapat dinikmati dan dibaca
secara online sehingga dapat diakses secara internasional.
------------------------1. Penulis adalah Peneliti Islamic Manuscripts Unit (ILMU) Pusat Pengkajian Islam dan
Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Tulisan ini telah terbit dalam versi bahasa Inggris di Jurnal Studia Islamika Vol. 19,
No. 1, 2012 dengan judul "Digitalizing and Cataloging Islamic Manuscripts in
Pesantren".

You might also like