Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Diabetes Melitus
2.1.1
Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi
insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi dengan efekti f. Hiperglikemia atau peninggian kadar gula
darah adalah suatu efek yang sering dijumpai pada diabetes yang tidak terkontrol
dan jika dibiarkan, dalam jangka masa panjang dapat menyebabkan kerusakan
pelbagai sistem tubuh terutama siste m persarafan dan pembuluh darah (WHO,
2006).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, k erja insulin, atau
kedua-duanya (ADA, 2010).
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan kelainan metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh karena adanya defisiensi insulin
baik relatif maupun absolut. (Colledge et al, 2006).
Berdasarkan kriteria diagnostik PERKENI ( Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia) tahun 2011, seseorang dikatakan menderita diabetes jika ada gejala
diabetes melitus dengan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL atau adanya gejala
klasik diabetes melitus dengan kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL atau
kadar gula plasma 2 jam pada tes tolerans i glukosa oral (TTGO) 200 mg/dL
(PERKENI, 2011).
Dari berbagai definisi yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa diabetes
melitus adalah suatu penyakit metabolisme kronis yang disebabkan adanya
kelainan dari produksi, sekresi dan kerja insulin yang ditandai dengan dengan
peninggian kadar glukosa darah (hiperglikemia). Seseorang dikatakan menderita
diabetes jika memiliki kadar glukosa darah 126 mg/dL dan 200 mg/dL pada
tes glukosa darah sewaktu.
Keterangan
Tipe 1
Tipe 2
Tipe lain
Usia.
Resistensi insulin lebih cenderung terjadi seiring pertambahan usia.
2.1.4
Obesitas
Gaya hidup
Hipertensi
sel
beta
pankreas
tidak
lagi
dapat
memperta hankan
kondisi
Resistensi Insulin
Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan target
terutama otot rangka dan hepar merupakan gambaran utama diabetes melitus tipe
2 dan merupakan kombinasi antara faktor genetik dan obesitas. Mekanism e pasti
mengenai resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 masih belum diketahui.
(Colledge et al.,2006)
Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot rangka
merupakan efek sekunder hiperinsulinemia.
(Harrison, 2008). Terdapat tiga hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait
obesitas, yaitu :
Adipokin
Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin, sedangkan resistin
meningkatkan resistensi terhadap insulin.
...
..............................
..Gambar 2.3. Mekanisme resistensi insulin
Sumber : Lippincott Williams & Wilkins ; Obesity, Mechanisms and Clinical
Management, 2003
Abnormalitas Metabolik
Akibat resistensi insulin, penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin
menurun, sedangkan kadar hepatic glucose output bertambah. Seiring dengan
peningkatan kadar glukosa darah, akan terjadi akumulasi lipid dalam serat otot
rangka, yang mengganggu fosforilasi oksidatif dan penurunan produksi ATP
mitokondria. Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari adiposit sehingga
terjadi peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) dalam hepatosit. (Porth
dan Martin, 2008.)
Penyimpanan lipid (steatosis) dalam hati dapat berlanjut pada penyakit
perlemakan hati non-alkoholik dan abnormalitas fungsi hati. Selain itu, keadaan
tersebut menyebabkan dislipidemia pada penderita diabetes melitus tipe 2,
yaitu peningkatan
(Powers et al, 2008)
trigliserida,
peningkatan
LDL,
dan
penurunan
HDL.
Gambar 2.4. Efek insulin pada metabolisme glukosa, asam lemak, dan
protein.
Sumber : Pathophysiology: Concepts of Altered Health Sta tes, 8th ed., 2008
2.1.5
Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara (PERKENI, 2011,
WHO, 2006, ADA,2011) , yaitu :
Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO sensitif dan spesifik
dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan
ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTG O sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena
membutuhkan persiapan khusus. ...............................................................
2.1.7
Penatalaksanaan
Diabetes melitus tipe 2 fase awal dapat ditangani dengan diet dan olahraga tetapi
seiring dengan berkembangya perjalanan penyakit diabetes melitus tipe dua ini
adalah
dari
golongan
metformin,
thiazolidinedio nes
(TZD),
sulfonilurea, analog meglitidin, alpha glucosidase inhib itors, insulin dan terapi
GLP-1 (Meeking, 2011)
Metformin
Metformin adalah dari golongan insulin-sensitizing agents dimana ia tidak
menstimulasi
perlepasan
insulin
dari
pankreas
sebaliknya
hanya
Thiazolidinedione (TZD)
TZD juga adalah dari golongan insulin-sensitizing agents dan berfungsi
sebagai Peroxisome Proliferator Activated Receptor -gamma (PPAR)
agonist. TZD meningkatkan sensivitas insulin dengan cara menstimulasi
reseptor PPAR pada jaringan lemak dimana TZD membantu dalam
meningkatkan transkripsi gene sensitif insulin seperti GLUT 4, dan
lipoprotein lipase.
Sulfonilurea
Obatan sulfonilurea menstimulasi sekresi insulin dari sel beta pankreas
untuk memberikan kesan hipoglikemi langsung. Obatan golongan ini
berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Hal ini
menyebabkan
ATP-sensitive
potassium
channel
menutup
dan
Analog Meglitidine
Analog meglitidine menstimulasi fase pertama dari perlepasan insulin.
Sama seperti golongan sulfonilurea, golongan analog megdlitidine ini
berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Obatan
golongan ini dapat diberikan secara kombinasi dengan agen hipoglikemi
yang lain kecuali sulfonilurea kerana cara keduanya akan berikatan pada
reseptor yang sama.
Insulin
Karena fungsi sel beta pankreas cenderung memburuk pada penyakit
diabetes melitus tipe 2, banyak pasien akhirnya akan memerlukan terapi
insulin. Terdapat tiga jenis insulin yaitu short-acting, long-acting dan
mixed insulin preparations.
Terapi GLP-1
GLP-1 dihasilkan dari gene proglukagon di L-cell pada usus halus dan
disekresikan sebagai respons terhadap nutrisi. GLP-1 memberikan efek
dengan cara menstimulasi perlepasan glucose-dependent insulin dari sel
islet pankreas.
2.1.8
Komplikasi makrovaskular
Koroner
Cerebral
Vaskularisasi perifer
Gambaran klinis
Penurunan atau terdapat gangguan
penglihatan
Ditemukan proteinuria, hipertensi atau
sindroma nefrotik
Neuropati perifer, mononeuropati,
carpal tunnel syndrome, amyotrofi atau
ulserasi pada kaki
Gambaran Klinis
Angina atau infark miokard
Strok, transient ischemic attack (TIA)
Intermittent claudication, ischaemic
leg, ulserasi dan gangrene
Komplikasi akut:
Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan
tanda-tanda :
-
Rasa lapar
Gemetar
Keringat dingin
Pusing
Krisis Hiperglikemia
kekurangan
hormon
insulin
dan
meningkatnya
hormon
kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan perlepasan asam lemak bebas dari
jaringan adiposa dari proses lipolisis ke dalam aliran darah dan oksidasi asam
Komplikasi kronik :
Nefropati
Neuropati
Neuropati muncul pada 60% penderita diabetes jangka panjang baik pada tipe 2
(Meeking, 2011). Pada penderita diabetes melitus kemungkinan disebabkan
gangguan sirkulasi pada sel saraf karena kerusakan pembuluh darah, Ada pun
jenis-jenisnya adalah:
a.
Bentuk yang paling umum dari neu ropati diabetes adalah polineuropati simetris
distal. Ini paling sering ditandai dengan kehilangan sensori distal, tetapi hanya
50% dari penderita diabetes melitus memiliki gejala neuropati. Gejala mungkin
termasuk sensasi mati rasa, kesemutan, atau rasa panas yang dimulai dari kaki
dan menyebar proksimal.
Nyeri sering melibatkan ekstremitas bawah dan biasanya hadir saat
istirahat, dan memburuk pada malam hari. Sedangkan mononeuropati adalah
disfungsi saraf perifer atau saraf kranial yang terisolasi. Mono neuropati ditandai
dengan rasa sakit dan kelemahan motorik dalam distribusi saraf tunggal. ( Powers.,
2008)
b.
Neuropati otonom
dan
peptidergik).
Saraf -saraf
tersebut
mengatur
jantung,
gastrointestinal dan sistem kemih. Hal ini bisa mengakibatkan takikardi, gejala
gangguan pengosongan lambung, gangguan frekuensi berkemih dan hipotensi
ortostatik (Powers, 2008).
Retinopati
Keadaan
hiperglikemi
dapat
menyebabkan
hilangnya
retinal
pericytes,
Gastrointestinal
Kelainan yang paling sering muncul adalah gang guan pengosongan lambung dan
gangguan motilitas usus (Powers, 2008). Gejala yang mungkin muncul adalah
anorexia, muntah, mual, dan kembung. Keadaan ini disebabkan disfungsi saraf
simpatis akibat neuropati otonomik. ( Meeking, 2011)
Genitourinari
Komplikasi kardiovaskular
Infeksi
2.2
Anemia
2.2.1
Definisi Anemia
2.2.2
Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi anemia yang diusulk an, dan tiga yang sering di
gunakan adalah berdasarkan mekanisme patofisiologi, fungsional dan morfologi
sel darah merah.
Anemia megaloblastik
Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah adanya kelainan dari sel -sel darah merah.Kondisi yang
bersifat heriditer ini ditandai dengan sel -sel eritrosit yang rapuh dan mudah pecah
khususnya saat melalui kapiler darah dan sirkulasi darah di limpa . (Porth dan
Martin , 2008) Pada beberapa penyakit hemolitik, masa hidup dari sel eritosit
lebih singkat kerana keadaannya yang rapuh dapat membuatkan sel eritrosit yang
dihasil lebih cepat rusak meskipun jumlah sel darah merah yang terbentuk normal,
atau bahkan jauh lebih besar dari normal. (Guyton dan hall, 2013)
Anemia aplastik
Anemia gizi umumnya terjadi akibat kurangnya pemenuhan zat gizi yang
diperlukan tubuh untuk membentuk dan memproduksi sel eritrosit seperti
defisiensi besi, asam folat dan vitamin B12 (WHO 2008, Wiwanitkit, 2007).
C.Anemia makrositer
a.Bentuk megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b.Bentuk non-megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodiplastik
Sumber : Hematologi Klinik Ringkas. (Bakta, I Made. 2006.)
2.2.3 Diagnosis
Anemia biasanya didiagnosis dengan menganalisa hitung darah len gkap.
Pemeriksaan yang lebih sederhana seperti pemeriksaan hapusan darah
menggunakan mikroskop juga dapat membantu. Berikut adalah tabel penetuan
batas ambang hemoglobin oleh WHO. (WHO, 2008) :
Ambang Hb (g/dl)
Ambang Hb (mmol/l)
jenis kelamin
Perempuan, Tidak hamil
12.0
7.4
13.0
8.1
(>15tahun)
Laki-laki (>15 tahun)
palpitasi,
pusing
sinkop
dispnoe
takikardi
2.3
Reaksi ini dapat terjadi sebelum timbulnya neuropati pada diabetes melitus
(Katherine et al, 2005)
Neuropati otonom
Peningkatan inflamasi sistemik pada neuropati otonom akan menyebabkan
terjadinya sympathetic denervation dari eferen ginjal yang akan berakibat
pada kerusakan ginjal (Thomas et al, 2003).
Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan ACE-inhibitor pada pasien
diabetes melitus dapat menyebabkan terjadinya anemia. Sistem reninangiotensin-aldosteron (RAAS) cukup berperan dalam memodulasi
produksi eritropoeitin (Mehdi, 2009). Peningkatan pada angiotensin II
akan menyebabkan laju filtrasi glomerular men inggi dan kebutuhan
terhadap oksigen juga akan bertambah. Keadaan ini memicu ginjal untuk
memproduksi eritropoeitin dengan lebih banyak. Penggunaan ACE inhibitor dapat menyebabkan gangguan pada sistem RAAS
dan
advanced