You are on page 1of 25

DIREKTORAT PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN


KEMENTERIAN KEHUTANAN

DASAR HUKUM
1.
2.
3.
4.
5.

UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan


UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
PP No. 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP
PP No. 73 tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP Yang Bersumber dari
Kegiatan Tertentu
6. PP No. 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan
Realisasi PNBP
7. PP No. 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas jenis PNBP yang Berasal dari
Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan
Kehutanan yang berlaku pada Depertemen Kehutanan.
8. PP No. 29 tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran dan
Penyetoran PNBP Yang Terutang
9. PP No. 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
10. PP No. 34 Tahun 2010 tentang Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan atas
Penetapan PNBP Yang Terutang
11. PP No. 78 tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang
12. KEPPRES No. 41 tahun 2001 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang
Pertambangan Yang Berada di Kawasan Hutan
13. Permenhut No. 60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan
Reklamasi Hutan
14. Permenhut No 4/Menhut-II/2011, tentang Pedoman Reklamasi
15. Permenhut No. 63 tahun 2011 tentang Penanaman Dalam Rangka Rehabilitasi
Lahan Kritis di Sekitar DAS
16. Permenhut Nop. 56/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Penentuan Areal
Terganggu dan Areal Reklamasi Untuk Perhitungan PNBP Penggunaan Kawasan
Hutan.
17. Permenkeu No. 91/PMK.02/2009 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan
Penyetoran Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan
Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan.
18. Permenhut No. 18/Menhut-II/2011, tentang Pedoman Penggunaan Kawasan

LATAR BELAKANG
Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat ekologi,
sosial budaya maupun ekonomi secara seimbang dan dinamis.
Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan,
manfaat sosial budaya dan manfaat ekonomi dari kawasan hutan
tersebut, maka pemerintah memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakan kawasan hutan khususnya kawasan hutan produksi dan
kawasan hutan lindung.
Izin tersebut diberikan untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan melalui izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH)
sebagai mana dimaksud pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan (dengan pengaturan yang ketat dalam rangka
perlindungan terhadap lingkungan hidup).

Lanjutan latar belakang..


- Penggunaan Kawasan Hutan (PKH) untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan melalui Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
diberikan pada kawasan hutannya masih > 30% dan yang < 30%.
- Untuk Provinsi yang kawasan hutannya < 30% (Lampung, Jawa, Bali):
untuk pelestarian lingkungan dan menjaga ekosistem, maka nilai manfaat
yang hilang akibat IPPKH harus digantikan oleh penanaman diluar IPPKH dan
lahan kompensasi (ratio 1:2) untuk ditunjuk dan dijadikan kawasan hutan.
Walaupun sangat sulit mencari lahan kompensasi, tetap harus dilakukan demi
ekosistem dan menjaga pelestarian atau keseimbangan lingkungan.
- Untuk Provinsi yang Kawasan hutannya > 30%: karena hutan dan ekosistem
masih memungkinkan untuk digunakan, dan mencari lahan kompensasi
sangat sulit diperoleh, maka diperlukan suatu nilai pengganti terhadap lahan
kompensasi. Pengganti lahan kompensasi tsb adalah berupa Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP).
- Jadi PNBP-PKH

adalah Pengganti Lahan Kompensasi.

PNBP-PKH sebagai Pengganti Lahan


Kompensasi
PNBP-PKH sebagai pengganti lahan kompensasi, bukan
sebagai PNBP Pemanfaatan SDA, sehingga tidak termasuk
dalam kelompok PNBP pasal 2 ayat (1) UU 20 thn 1997 ttg
PNBP, sehingga sesuai dgn pasal 2 ayat (2) dan (3) diperlukan
Peraturan Pemerintah (PP) tersendiri, dengan alasan tsb PP
PNBP-PKH tdk bisa digabung dgn PP PNBP Kementerian
Kehutanan lainnya yang merupakan pemanfaatan SDA.
PNBP-PKH TIDAK DAPAT dibagi hasilkan ke daerah, karena
PNBP yg dapat dibagi hasilkan ke Pemda berdasarkan pasal
11, UU No. 33 thn 2004 tentang perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, adalah PNBP yg
diperoleh karena pemanfaatan SDA.
Pengaturan dana bagi hasil pertambangan umum telah diatur
dalam PP No. 5 thn 2005.

PNBP-PKH sebagai pengganti kompensasi lahan,


tidak dapat dibagi-hasilkan ke Daerah
Berdasarkan UU No. 33 thn 2004, yang pelaksanaannya diatur dalam PP
no. 55 thn 2005 ttg Dana Perimbangan, pengaturan dana Bagi Hasil yg
berasal dari pemanfaatan SDA pertambangan umum, bahwa DAERAH
TELAH MENDAPAT DANA BAGI HASIL dari sbb:
No.

1.

2.

3.

4.

Penerimaan

Pusat

Prov

Kab/ Kota
penghasil

Kab/ kota
sekitar

Total

IUP Kab/Kota Penghasil:


-Iuran Tetap
-Iuran Produksi

20%
20%

16%
16%

64%
32%

32%

100%
100%

IUP Provinsi sebagai daerah penghasil:


-Iuran Tetap
-Iuran Produksi

20%
20%

80%
26%

54%

100%
100%

Kontrak Karya :
-Iuran Tetap
-Iuran Produksi

20%
20%

16%
16%

64%
32%

32%

100%
100%

20%

16%

64%

100%

20%
100%

16%
-

32%
-

32%
-

100%
100%

PKP2B:
-Iuran Tetap
-Dana hasil produksi batubara (13,5%)
1)Royaltyi (3-7%)
2)Penjualan hsl tambang 13,5% (3-7%)

PNBP-PKH
Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan
Kawasan Hutan (PNBP-PKH) adalah :
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari
penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang luas
kawasan hutannya di atas 30% (tiga puluh persen).
Luas kawasan hutan lebih dari 30% adalah luas kawasan
hutan suatu propinsi yang berdasarkan surat keputusan
Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan
luasnya lebih dari 30% dari luas daratan.
Propinsi dengan luas kawasan hutan < 30% dari luas daratan
adalah :
Seluruh Propinsi di Pulau Jawa
Propinsi Lampung
Propinsi Bali

PEMBAYARAN
PEMBAYARAN PNBP-PKH
PNBP-PKH BERDASARKAN
BERDASARKAN PADA
PADA
BASELINE
BASELINE
(RENCANA
(RENCANA PKH)
PKH)

PNBP Penggunaan kawasan hutan dikenakan kepada


pemegang IPPKH atau disebut WAJIB BAYAR dengan
berdasarkan pada baseline penggunaan kawasan
hutan dan perubahan luas penggunaan kawasan hutan
pada masing-masing kategori L1, L2, L3
Baseline luas L1, luas L2, dan Luas L3 disusun oleh
pemegang IPPKH sesuai formulir PNBP-1 dan disampaikan
kepada Dirjen Planologi Kehutanan dan Direktur Jenderal
/instansi terkait selambat-lambatnya 90 (Sembilan puluh) hari
sejak terbitnya IPPKH
Penyusunan baseline dan perkembangan obyek penggunaan
kawasan hutan mengacu pada design tambang (mine
design) atau rencana kerja di bidangnya dan atau; peta
lampiran izin pinjam pakai kawasan hutan dan atau;
rencana kerja anggaran biaya (RKAB) dan atau; Rencana
kerja tahunan teknis dan lingkungan (RKTTL) dan atau
AMDAL atau UKL dan UPL dan atau; survey lapangan
8

SUBYEK DAN OBYEK


PNBP PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

SUBYEK (pasal 2) :

PNBP PKH dikenakan kepada pemegang IPPKH


dari Menteri dan perjanjian pinjam pakai yang
masih berlaku, selanjutnya disebut WAJIB
BAYAR.

OBYEK (pasal 3) :
L1, L2 dan L3

FORMULA
PENGHITUNGAN
PNBP
= (L1 x tarif ) + (L2 x 4 x tarif ) +(L3
x 2 x tarif ) Rp/tahun
L1= adalah area terganggu karena penggunaan kawasan hutan untuk
sarana prasarana penunjang yang bersifat permanen meliputi : Pabrik,
Kolam Tailing, perumahan karyawan, jalan, gudang, kantor, bengkel,
stock pile, pelabuhan, washing plan, bukaan tambang dan obyek pinjam
pakai kawasan hutan lainnya (ha)
L2 = adalah area terganggu karena penggunaan kawasan hutan yang
bersifat temporer yang secara teknis dapat dilakukan reklamasi, meliputi
: timbunan tanah pucuk , timbunan batuan penutup, timbunan bahan
galian, kolam sedimen (ha)
L3 = adalah area terganggu karena penggunaan kawasan hutan yang
bersifat permanen yang secara teknis tidak dapat dilakukan reklamasi,
meliputi bukaan tambang vertikal, eks pit mining terakhir (ha)
10

Sumber: Permenhut P.56/MenhutII/2008

DASAR PERHITUNGAN PNBP ADALAH BASELINE

Baseline luas L1, luas L2 dan luas L3


sesuai formulir PNBP-1 pada Lampiran 1
selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sejak
terbitnya izin PPKH

Updating/pemutahiran Baseline dan perkembangan Obyek


L1, L2 dan L3
sesuai formulir PNBP-2 pada Lampiran 2
Dibuat setiap akhir tahun
Berdasar pada realisasi bukaan lahan, keberhasilan
reklamasi dan koreksi hasil verifikasi
Menjadi dasar revisi baseline utk perhitungan PNBP tahun
berikutnya, tp tdk berlaku utk perhitungan PNBP tahun
sebelumnya

Sumber: PP No. 2 Tahun


2008

JENIS DAN TARIF PNBP

Jenis PNBP
1.

2.

3.

4.

Satuan

Tarif

a. hutan lindung *

Ha /tahun

Rp3.000.000,00

b. hutan produksi

Ha /tahun

Rp2.400.000,00

a. hutan lindung *

Ha /tahun

Rp2.250.000,00

b. hutan produksi

Ha /tahun

Rp1.800.000,00

a. hutan lindung

Ha /tahun

Rp2.250.000,00

b. hutan produksi

Ha /tahun

Rp1.800.000,00

a. hutan lindung

Ha /tahun

Rp1.500.000,00

b. hutan produksi

Ha /tahun

Rp1.200.000,00

Penggunaan kawasan hutan untuk tambang


terbuka yang bergerak secara horizontal
(tambang terbuka horizontal)

Penggunaan kawasan hutan untuk tambang


terbuka yang bergerak secara vertikal

Penggunaan kawasan hutan untuk tambang


bawah tanah

Penggunaan kawasan hutan untuk migas,


panas bumi,jaringan telekomunikasi, repiter
telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun
relay televisi, ketenagalistrikan,instalasi
teknologi energi terbarukan, instalasi air, dan
jalan tol

* Hanya berlaku bagi perusahaan Tambang sesuai Keppres 41/2004

TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN


DAN PENYETORAN PNBP PKH

PNBP-PKH dihitung dan disetor secara sendiri (Self Assessment) oleh Wajib Bayar
berdasarkan baseline penggunaan kawasan hutan (Form PNBP-1) pada masing-masing
kategori L1, L2, L3 yang disusun oleh Wajib Bayar; PNBP dibayarkan di awal pada jatuh
tempo.

Jatuh Tempo Penyetoran:


a. Tahun Pertama: Paling lambat 90 hari sejak terbitnya SK IPPKH dari
Menteri Kehutanan;
b. Tahun Kedua dan seterusnya: Setiap tanggal terbitnya SK IPPKH dari
Menteri Kehutanan

Baseline merupakan rencana PKH, Jadi pembayaran PNBP berdasarkan rencana, dan
bukan menunggu realisasi PKH. Jika penggunaan kawasan hutan melebihi rencana yang
telah dibayarkan, maka areal yang digunakan yang belum dibayar , harus segera dilunasi
dihitung sejak awal jatuh tempo. Jika Penggunaan kawasan hutan kurang dari rencana yg
telah dibayarkan, maka tidak ada klaim kelebihan pembayaran.

Berdasarkan perhitungan pada formulir PNBP-3, PNBP PKH disetor oleh wajib bayar
dengan menggunakan Formulir PNBP-4 yaitu Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) ke Kas
Negara melalui Bank/Pos Persepsi dengan kode instansi : 029.06.477493 dan kode MAP :
421441
13

Penagihan, Pemungutan dan Penyetoran


kepada Wajib Bayar

menagih
Wajib Bayar

KEMENHUT

IPPKH
dicabut

Surat Tagihan Pertama


1 bulan
1 bulan

Surat Tagihan Kedua

1 bulan

Surat Peringatan Ketiga


1 bulan
Surat Peringatan Kedua
1 bulan

Surat Tagihan Ketiga


Surat Peringatan Pertama
1 bulan

Surat Penyerahan Tagihan


kepada Instansi yang
mengurus Piutang Negara

REKLAMASI DAN REVEGETASI utk perhitungan


PNBP

Upaya maksimal untuk mencapai kondisi


awal menuju ekosistem hutan.

Untuk bidang pertambangan, reklamasi


dilakukan sesuai dengan rencana
reklamasi yang tertuang dalam rencana
kerja tahunan teknis dan lingkungan

15

PENILAIAN KEBERHASILAN REVEGETASI


DALAM RANGKA REKLAMASI utk perhitungan
PNBP
Dilakukan pada Tahun Ke-3 sesudah Penanaman, dengan
ketentuan :

Persentase keberhasilan minimal 80 % dari jumlah


tanaman hutan yang ditanam dengan jarak tanam 4 x 4
meter atau lebih rapat;
Persentase tanaman sehat minimal 80 %;
Penilaian dengan cara sensus

Dilakukan Oleh :

untuk bidang pertambangan, dikoordinir oleh BPKH, dengan


mengikutsertakan unsur-unsur BP DAS, BP2HP, Dept
ESDM)/Dinas provinsi yang membidangi pertambangan dan
dituangkan dalam berita acara;

untuk bidang di luar pertambangan oleh BPKH, dengan


mengikutsertakan BP DAS dan BP2HP serta dituangkan dalam
berita acara

Dalam hal pada baseline, L1 dan L2 yang menurut pemegang


izin PPKH tidak dimungkinkan dilakukan reklamasi dan
16
revegetasi, maka lokasi tersebut dilakukan verifikasi

PENILAIAN KEPATUHAN PEMBAYARAN DANA PNBP


PKH
Verifikasi dilakukan terhadap :
Ketepatan dan kebenaran perhitungan luas L1, L2, L3
Kebenaran atas jumlah pembayaran dana PNBP PKH
Ketepatan waktu pembayaran dana PNBP PKH
Dikoordinasikan oleh BPKH dengan beranggotakan :
Untuk bidang pertambangan: BP DAS, BP2HP dan Departemen
ESDM/ Dinas provinsi yang membidangi pertambangan;
Untuk bidang di luar pertambangan: BP DAS dan BP2HP

Dituangkan dalam Berita Acara

Dilakukan secara uji petik

Hasil dari verifikasi untuk rekomendasi :


Dikenakan denda sesuai ketentuan yang berlaku;
Pemberian sanksi sesuai ketentuan yang berlaku

Biaya operasional verifikasi dibebankan kepada PNBP PKH

17

SANKSI ADMINISTRASI
1.Keterlambatan penyetoran PNBP Penggunaan Kawasan
Hutan dikenakan denda administrasi 2% per bulan dan bagian
dari bulan dihitung satu bulan untuk maksimal 24 bulan. (Pasal
3 Ayat 6 Permenkeu No. 91 Tahun 2009);
2. Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi terdapat kekurangan
penyetoran PNBP Penggunaan Kawasan Hutan, wajib bayar
wajib menyetor kekurangan dimaksud secepatnya ke Kas
Negara ditambah dengan sanksi denda administrasi sebesar 2
% per bulan untuk paling lama 24 bulan, dari jumlah
kekurangan tersebut. (Pasal 5 Ayat 4 Permenkeu No. 91 Tahun
2009);
3. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan akan dicabut oleh pemberi izin
sebagai sanksi yang dikenakan kepada pemegang izin apabila
menyalahi ketentuan yang tercantum dalam Izin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan (Termasuk Pembayaran PNBP-PKH). (Pasal 44
Permenhut No. P.18/Menhut-II/2011); setelah melalui peringatan
sampai 3 kali dengan selang 1 bulan
18

CARA MENGHITUNG
DENDA PNBP-PKH
Perhitungan denda PNBP yang Terutang :

Denda = Po x {(1+r)n-1}
Po = Pokok PNBP Terutang
r = prosentase besaran denda
n = bulan keterlambatan
Contoh:
Berapa denda atas PNBP Terutang sejumlah Rp 100.000.000,00 pada bulan ke-23?

Jawab :
Denda = Po x {(1+r)n-1}
= Rp 100.000.000,00 x {(1+2%)23-1}
= Rp 57.689.926,42

SANKSI PIDANA & DENDA


1. Pasal 20 Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
bahwa Wajib Bayar yang karena kealpaannya:
a. Tidak menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, atau:
b. Menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar.
Sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang;
2. Pasal 21 Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
bahwa Wajib Bayar yang terbukti dengan sengaja:
a. Tidak membayar, tidak menyetor dan/atau tidak melaporkan jumlah PNBP yang
Terutang;
b. Tidak menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, atau:
c. Menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar.
Sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang;

20

TARGET DAN REALISASI PNBP PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN


NO

TAHUN

Jumlah
WB

1.

2009

130

Rp 196.000.000.000

Rp 169.797.334.864

2.

2010

182

Rp 100.000.000.000

Rp 175.859.245.949

3.

2011

245

Rp 175.016.696.000

Rp 432.525.429.818

4.

2012

281

Rp 227.293.588.500

Rp 97.477.472.481

TARGET (Rp)

s/d Juli12

(s/d Juli 2012)

5.

2013

Rp 295.168.492.500

6.

2014

Rp 383.080.372.500

7.

2015

Rp. 497.017.908.270

TOTAL

REALISASI (Rp)

Rp 1.873.577.057.770

Rp 875.684.679.452
21

PERMASALAHAN PENERIMAAN PNBP-PKH DARI SISI WAJIB


BAYAR
1. Kesadaran terhadap pelaksanaan kewajiban pembayaran PNBP-PKH oleh wajib bayar
belum optimal. Wajib Bayar hanya 30% yang membayar tepat pada waktunya;
2. Pengisian SSBP dan baseline oleh Wajib Bayar Tidak berdasarkan pada acuan yang telah
ditetapkan, sehingga sering terjadi rencana dengan realisasi tidak sesuai, dan
mengakibatkan kekurangan atau kelebihan bayar.
3. Pemahaman terhadap kewajiban pembayaran serta penyampaian dokumen terkait PNBPPKH masih sangat minim. Cara pengisian format PNBP-PKH serta pembuatan peta
rencana, peta realisasi dan peta citra resolusi sangat tinggi masih dianggap beban
kewajiban yang sangat berat untuk dilakukan.
4. Banyaknya Wajib Bayar yang tidak mempunyai divisi/bagian atau personal khusus yang
menangani PNBP-PKH, sehingga setiap penggantian personal di perusahaan akan
memberi dampak hilangnya kontak atau pembayaran PNBP-PKH akan terabaikan.
5. Banyaknya Pemegang IIPKH yang hanya memberikan kepercayaan pada contact person
atau seseorang yang dari awal mengurus IPPKH untuk menangani PNBP-PKH. Sementara
disisi lain Contact person tersebut memegang atau mengurus IPPKH banyak perusahaan.
6. Contact person atau konsultan yang ditunjuk untuk mengurus PNBP-PKH hanya
berkedudukan di Jakarta, tidak mempunyai hubungan langsung dengan site di lokasi
tambang, sehingga koordinasi pengurusan PNBP-PKH menjadi terabaikan dan member
dampak salah perhitungan atau telat pembayaran.
7. Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap Wajib Bayar berupa 2% per bulan, dianggap
terlalu kecil. Belum ada ketegasan terhadap sanksi pidana.
8. Keterlambatan pembayaran PNBP-PKH belum menjadi sanksi dicabutnya IPPKH

PERMASALAHAN PENERIMAAN PNBP-PKH DARI SISI PENGELOLA PNBPPKH


1. Berbagai persepsi dan penafsiran terhadap aturan perudang-undangan yang berlaku harus
segera melakukan pembenahan dan pelayanan terhadap pengenaan, penagihan dan
pemungutan PNBP-PKH terhadap Wajib Bayar. Kondisi ini membuat pengelolaan PNBP-PKH
belum berjalan optimal.
2. Dalam pengelolaan PNBP-PKH, khususnya terkait dengan pelaksanaan verifikasi
pembayaran PNBP, belum semua personal pengelola PNBP-PKH (pusat dan BPKH)
memahami perturan terkait PNBP-PKH, mekanisme verifikasi, perpetaan, dan pengukuran
di lapangan untuk verifikasi ketepatan luas areal terganggu.
3. Anggaran yang tersedia untuk verifikasi PNBP-PKH belum maksimal, padahal peraturan
mewajibkan bahwa seluruh wajib bayar harus diverifikasi setiap tahun tanggal jatuh tempo,
baik PNBP yang terbayarkan maupun PNBP Terutang. Indikator Kinerja Utama Ditjen
Planologi Kehutanan untuk tahun 2011 adalah 80% Wajib bayar harus tertib Bayar, berarti
anggaran yang harus tersedia untuk kegiatan verifikasi adalah 80% dari jumlah Wajib Bayar
di wilayah masing2.
4. Untuk verifikasi pembayaran PNBP-PKH, dilakukan dengan 2 cara, yaitu metode desk
analysis dan metode pengukuran di lapangan. Metode pengukuran di lapangan dilakukan
jika diperlukan dan dapat dilakukan secara uji petik terhadap Wajib Bayar.
5. Untuk metode desk analysis diperlukan data lengkap yang terkait dengan PNBP-PKH,
khususnya penyediaan peta citra resolusi sangat tinggi. Namun sebagian besar Wajib Bayar
belum atau tidak menyampaikan peta citra resolusi sangat tinggi, keadaan ini menyulitkan
petugas untuk melakukan verifikasi PNBP-PKH, keadaan ini pun akan memaksa untuk
melakukan pengukuran di lapangan, sementara jumlah anggaran dan SDM sangat terbatas.

SOLUSI PERMASALAHAN DAN OPTIMALISASI PENERIMAAN PNBP-PKH


1. Perlu dilakukan sosialisasi secara intensif tentang peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Perlu penekanan dalam SK IPPKH bahwa agar baseline benar-benar disusun berdasarkan
acuan yang telah ditetapkan.
3. Perlu dilakukan workshop atau inhouse training secara bertahap terhadap Wajib Bayar.
4. Pengadaan Citra Resolusi Sangat Tinggi sebaiknya dilakukan oleh pemerintah dalam hal
ini Ditjen Planologi Kehutanan.
5. Agar pembayaran PNBP-PKH dapat terlaksana dan tercatat dengan baik di tingkat Wajib
Bayar, maka Ditjen Planologi Kehutanan perlu menyurat atau menghimbau agar setiap
perusahaan membentuk divisi/bagian khusus untuk menangani PNBP-PKH, tidak menunjuk
orang/contact person yang freelance.
6. Bagi Wajib Bayar yang melalaikan pembayaran pembayaran PNBP-PKH dikenakan sanksi
atau ancaman dicabut IPPKH-nya.
7. Jumlah SDM yang belum memadai dapat diatasi dengan penambahan SDM yang memiliki
kompetensi yang diperlukan, misalnya yang ahli dalam perpetaan, GIS, dan teknologi
informasi. Atau dilakukan training terhadap SDM yang sudah ada terkait dengan keahlian
yang dibutuhkan dalam pengelolaan PNBP-PKH.
8. Untuk pelaksanaan kegiatan verifikasi di tingkat BPKH atau pusat, perlu dibuat petunjuk
teknis yang dapat menjadi acuan, dan personal yang terlibat diberi inhouse training
terkait pelaksanaan verifikasi.
9. Untuk mencapai target yang telah ditetap sebagai IKU, maka diperlukan penyediaan
anggaran untuk kegiatan verifikasi minimal 80% dari jumlah Wajib Bayar di masingmasing BPKH.
10.Untuk pelaksanaan verifikasi yang lebih akuntable, maka penyediaan peta citra resolusi
sangat tinggi perlu diadakan sendiri oleh Ditjen Planologi Kehutanan
11.Diperlukan penerbitan buku panduan sebagai pedoman pengelolaan PNBP-PKH

25

You might also like