You are on page 1of 28

1

HASIL DISKUSI SKENARIO 3


TUTORIAL BLOK
AGROMEDICINE

KELOMPOK 2 ANGKATAN 2009 FK UNIV. LAMPUNG (UNILA)


SCENARIO KASUS
KASUS 3 :
SANG ULAR
Budi bergegas dibawa oleh rekan-rekannya ke klinik perusahaan tempatnya
bekerja. Baru saja kaki kanannya digigit ular berbisa saat sedang melakukan
perawatan tanaman nanas. Dokter perusahaan dengan sigap menangani Budi.
Kejadian seperti ini dapat terjadi pada siapa saja yang bekerja di perusahaan yang
bergerak di bidang agroindustri. Minggu lalu rekan sejawatnya terkena sengatan
kalajengking saat sedang bekerja di wilayah perkebunan . Selain itu bahaya
lainnya yang disebabkan oleh kontak dengan reptil, mamalia, bakteri virus,
zoonosis juga selalu mengancam, seperti flu burung, antraks, brucellosis dan
penyakit lain yang sewaktu-waktu dapat mengancam hidup pekerja.

STEP 1 - 7
A. STEP I
Klasifikasi Terminologi yang Tidak Diketahui
1. Brucellosis : penyakit akibat brucella, bakteri Gram negatif
2. Zoonosis : penyakit yang bertransmisi dari hewan ke manusia, atau penyakit
yang disebabkan oleh hewan

B. STEP II
Definisi Masalah
Setelah mempelajari skenario, peserta tutorial mendefinisikan masalah yang harus
dibahas adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan ular berbisa dan yang tidak berbisa

2. Faktor faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit lewat hewan


3.
4.
5.
6.
7.
8.

ataupun penyakit akibat hewan


Mekanisme bisa ular
Manifestasi klinis gigitan ular
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui diagnosis gigitan ular berbisa
Tatalaksana awal gigitan ular berbisa
Tindakan preventif yang dilakukan
Potensial hazard dari hewan

C. STEP III
Curah Pendapat
1. Perbedaan ular berbisa dan yang tidak berbisa

Perbedaan
Mata
Kepala
Ekor

Ular tidak berbisa


Bulat
Segiempat
Ruas lurus

Ular berbisa
Oval
Segitiga
Ruas terbagi dan

Bekas gigitan
Pengeluaran bisa

Seperti huruf U, besar


Tidak terdapat
pengeluaran bisa saat

Bentuk taring

ditempelkan ke cermin
Besar
2.
-

Faktor yang mempengaruhi :


Identitas (pekerjaan, usia)
Riwayat penyakit keturunan
Spesies ular
Kedalaman dan jumlah gigitan
Interval gigitan
Kecepatan tatalaksana

3.
-

Mekanisme bisa ular :


Neurotoksin
Sitolitik
Hemolitik
Miotoksin
Kardiotoksin
Sitotoksin
Enzim lain

4.
-

Manifestasi klinis :
Lokal
Sistemik
Spesifik

5. Pemeriksaan :
- Lab (darah,urin)
- Penunjang (Rontgen, EKG)
6.
a.
b.
c.
d.

Tatalaksana :
Pemasangan torniquet
Immobilisasi
Pembersihan dengan air mengalir
Rawat lanjutan (RS)

7.
-

Tindakan preventif :
Baju lengan panjang
Sarung tangan tebal
Celana panjang tebal
Sepatu boot setinggi hampir mencapai lutut

8. Potensial Hazard hewan :


- Gigitan ular (berbisa, tidak berbisa)

berbisa
Kecil, dalam
Terdapat pengeluaran
bisa saat ditempel
ke cermin
Kecil

- Sengatan tawon/lebah
- Laba-laba
- Kalajengking

D. STEP IV
Analisis Masalah
1. Tingkat toksisitas bisa ular juga dapat ditentukan berdasarkan tempatnya,
biasanya ular di daerah perairan lebih berbahaya dibandingkan daerah darat.
Contoh : ular laut
Ular berbisa biasanya hidup berkelompok sedangkan ular tidak berbisa tidak
berkelompok.
2. Faktor yang mempengaruhi :
- Identitas
o Usia : semakin tua seseorang, semakin rendah imun seseorang (kecuali pada
anak)
o Pekerjaan : paling beresiko pada orang yang bekerja di bidang pertanian tanpa
APD
- Riwayat penyakit keturunan : bisa terjadi imunodepresi, contoh pada
-

HIV/AIDS atau sindrom lain


Spesies ular
Kedalaman dan jumlah gigitan
Interval gigitan
Kecepatan tatalaksana

3. Mekanisme bisa ular :


- Neurotoksin : bersifat neurotoksin karena mengandung fosfolipase A2
Fosfolipase A2 mempengaruhi asetil kolin dan neuroseptik sehingga
mendepresi sistem pernafasan yang dapat berakibat fatal
- Sitotoksin : peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan edema
- Sitolitik : kerusakan jaringan dan menyebabkan nekrosis, ekimosis, dan
kerusakan jaringan sekitar
- Hematotoksin : perdarahan dari lubang yang ada di tubuh, contoh : epistaksis,
hemoptisis, hematemesis, dsb
- Hemolisis : kerusakan sel darah merah
- Kardiotoksin : kerusakan serabut otot jantung

- Enzim lain, hyalurodinase menyebabkan penyebaran bisa menjadi lebih cepat.


4.
a.
o
o
o
o
o
o
b.
o
o
o
o
c.
o
o

Manifestasi klinis :
Lokal
Bengkak yang cepat menyebar, progresif
Nekrosis yang cepat
Pallor
Paralisis
Pulseness
Parestesi
Sistemik
Nausea
Vomit
Disorientasi
Perdarahan hidung dan telinga
Spesifik
Neurotoksik
Hemolitik

Gejala muncul tergantung pada jenis ular, contoh :


o Cobra, viper >24 jam menimbulkan kematian
o Coral > 72 jam menimbulkan kematian
5.
o
o
o
o
o
o
o
o
o
-

Pemeriksaan penunjang
Darah (pengambilan darah 5-10menit sebelum injeksi anti bisa) :
Leukositosis PMN
Anemia
Koagulopati
APTT memanjang
Fibrinogen menurun
Urin :
Proteinuria
Hematuria
EKG :
Aritmia
Takikardia
Rontgen dada (jika ada perburukan)

6.
-

Tatalaksana :
Perhatikan ketenangan korban (A,B,C)
Immobilitas keadaan korban
Tindakan menghisap bisa dan insisi TIDAK BOLEH dilakukan
Pemakaian torniquet di sisi proksimal untuk mencegah venom masuk ke KGB,
diharapkan pemakaian tidak terlalu kuat untuk memungkinkan jaringan tidak
mati atau rusak akibat tidak ada aliran darah

- Tandai perluasan luka secara progresif, tandai kerusakan kulit yang meluas
- Pemberian IV line kristaloid serum dengan antivenom diberikan 2-20 vial
@5ml
- Koagulopati, diberikan presipitat, jika koagulopati menetap, berikan presipitat
kembali
- Antivenin didapat dari serum kuda, diencerkan terlebih dahulu, pemberian
awal 15-20 vial, kemudian di infus ditambahkan 5-10 vial untuk maintenance
dose hingga bengkak berkurang.
7.
-

Tindakan preventif :
Baju lengan panjang
Sarung tangan tebal
Celana panjang tebal
Sepatu boot setinggi hampir mencapai lutut

8. LO

E. STEP V
Tujuan Pembelajaran (Menentukan LO)
1.
2.

Potensial hazard zoonosis


Mekanisme bisa ular

F. STEP VI
Belajar Mandiri
Ular Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia available at
URL : http://id.wikipedia.org/wiki/Ular

Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 : Luka,
Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta, Mei
1997. Hal. 99-100.

Snakebite, 2005 available at URL :


http://www.emedicinehealth.com/snakebite/article_em.htm#Snakebite..

Daley eMedicine Snakebite : Article by Brian James, MD, MBA, FACS, 2006
available at URL : http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm

MedlinePlus Medical Encyclopedia: Snake bite, A.D.A.M., Inc. 2006 available at


URL : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000031.htm

MedlinePlus Medical Encyclopedia:Snakebite (poison) treatment series


A.D.A.M., Inc. 2006, available at URL :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100141_1.htm
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100141_2.htm

MedlinePlus Medical Encyclopedia: Snake bite on the finger, A.D.A.M., Inc.


2006 available at URL :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/2583.htm

Snakes and snake bites, 2005 available at URL :


http://www.netdoctor.co.uk/travel/diseases/snakes_and_snake_bites.htm

10

G. STEP VII
Laporan Hasil Belajar Mandiri
1. Potensial Hazard Zoonosis
Penyakit yang secara alami dapat dipindahkan dari hewan vertebrata ke
manusia atau sebaliknya. Ada 150 penyakit zoonosa di dunia. Di Indonesia
terdapat lebih dari 50 zoonosis antara lain: rabies, pes, anthrax,
taeniasis/cysticercosis, JE, leptospirosis, toxoplasmosis, bovine tubercullosis,
schistosomiasis, flu burng, sapi gila dsb.

1. JAPANESE ENCEPHALITIS (Radang otak)


Tergolong penyakit Emerging infectious diseases & emerging zoonotic
diseases
Japanese Encephalitis (JE) adalah : Penyakit infeksi virus pada susunan saraf
pusat (SSP) disebarkan melalui gigitan nyamuk dengan perantaraan hewan
lain, terutama babi.

11

GEJALA KLINIS JE :
1. Keluhan awal: demam, nyeri kepala, kuduk kaku, kesadaran menurun ,
tremor, kejang
2. Keluhan lanjutan : kaku otot, koma,

napas abnormal, dehidrasi, berat

badan menurun
3. Keluhan lain : rf. tendon meningkat, paresis, suara pelan & parau

MASA INKUBASI PENYAKIT JE :


Masa inkubasi 4 14 hari
Ada empat stadium klinis :
1.

Stadium prodromal: 2-3 hari

2.

Stadium Akut : 3-4 hari

3.

Stadium subakut

4.

Stadium konvalesen : 4-7 minggu

: 7-10 hari

TATA LAKSANA PENDERITA


1

Cairan : atasi dehidrasi, keseimbangan elektrolit

Analgetik & antipiretik

Pemberian makanan bergizi baik

Pengawasan jalan napas

Pengendalian kejang

Antiviral (-)

Simtomatis & suportif

1. Awasi tanda vital

12

Rutin dan seksama

Gagal napas resusitasi

Oksigen

Renjatan segera diatasi

2. Menurunkan panas:
1

Penting untuk mengatasi kejang

Antipiretik :

Suportif : - istirahat, - kompres

3.

parasetamol atau asetaminofen,

ibuprofen

Menurunkan tekana intrakranial


Manitol : menarik cairan ekstravaskular ke pembuluh darah otak:
1

Dosis awal 200 mg/kg IV 3-5

Dewasa : urin 30-50 ml/jam setelah 2-3 jam

Anak : urin 1 ml/jam

setelah 2-3 jam

Fungsi ginjal adekuat :


Dewasa :
1,5-2 g/kg lar. 15-20-25% IV 1 jam
Anak <12 th : 0,25-1 g/kg lar 20% IV 20-30 diulang 4-6 jam
Anak > 12 th = dewasa
Evaluasi kardiovaskular :
Cegah pseudoaglutinasi :
20 mEq NaCl / liter lar. Manitol
Bila transfusi bersamaan

Posisi duduk netral, kepala 20-30

13

4. Mempertahankan fungsi metabolisme otak :


Cairan mengandung glukosa 10% kadar gula darah 100-150 mg/dl
Metabolisme otak meningkat terjadi hipertermia dan kejang
5. Pemberian antibiotik
1

Atasi infeksi sekunder: Pneumonia, ISK, dekubitus

Berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi

Pasca rawat : rehabilitasi medis

UPAYA PENCEGAHAN
A. Penyuluhan masyarakat
B. Pengendalian vektor
C. Hindari gigitan nyamuk
D. Jauhkan kandang babi
E. Vaksinasi

PENGENDALIAN VEKTOR :

Konvensional :

penyemprotan insektisida efek residu

Semprot ruangan

Larvasida dan pengaliran air

Vaksin JE
a. Live attenuated vaccine
b. Inactivated vaccine :
Otak tikus

14

Ginjal hamster
Dalam penelitian :
Vaksin DNA
JE-yellow fever chimeric vaccine

2. LEPTOSPIROSIS
1

Bersifat zoonosis

Disebut juga WeilS Disease, Haemorrhagic Jaundice

Merupakan penyakit yang berhubungan erat dengan pekerjaan.

Merupakan penyakit reemerging disease

Bersifat musiman :
Iklim sedang : puncak insiden musim panas dan gugur.
Iklim tropis : puncak insiden musim hujan

SUMBER PENULARAN
1.

Rodent ( Tikus )

2.

Sapi, Kambing, Domba, Kuda, Babi

3.

Anjing, Kucing

4.

Burung

5.

Insektivora ( Landak, Kelelawar, Tupai )

CARA PENULARAN :
Kontak dengan bahan yang tercemar air kemih hewan yang sakit leptopspirosis,
melalui :
1

Selaput lendir (mucosa) mata, hidung

Kulit yang lecet atau kulit yang intak, tetapi terendam lama dalam air

Saluran pencernakan

15

Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi


MASA INKUBASI :
Masa inkubasi 4 19 hari, ( rata rata 10 hari)

DAERAH RAWAN
A. Kriteria
1

Daerah rawan banjir

Daerah rawa/ lahan gambut

Daerah persawahan/ peternakan

Daerah pasang surut

Daerah kumuh

B. Tindakan
Peningkatan kewaspadaan pada daerah rawan dengan pencarian/ penemuan
tersangka / penderita. di unit pelayanan kesehatan (UPK) melalui
pemeriksaan klinis yang mengarah pada leptospirosis
Pengobatan penderita/ tersangka.
Pengambilan sediaan bila ditemukan panderita/ tersangka leptospirosis
PENCEGAHAN
A. Personal hygiene
B. Pakaian pelindung (pembersih septick tank, dll)
C. Sanitasi lingkungan, termasuk sanitasi kolam renang
D. Pada hewan
rodent control
vaksinasi hewan
cara memelihara hewan yang sehat
MANIFESTASI BERVARIASI

16

Sub klinik
Demam anikterik ringan : 90 %
Demam ikterik berat
1

: 10 %

Manifestasi tergantung
Serovar leptospira
Usia
Kerentanan
Nutrisi

2. Onset leptospirosis mendadak, ditandai:


1.

Demam yang remittent, nyeri kepala, myalgia. conjungtiva


suffusion, uveitis, iridosiklitis

2.

Limfadenopati, splenomegali, hepatomegali, rash makulo


bisa ditemukan meski jarang

3.

Didapatkan pleiositosis di cls

meningitis aseptik pada <

25 % kasus dan 60 % pd. Anak < 14 th


4.

Torniquet positip bisa terjadi

5.

Kematian jarang terjadi, di cina dilaporkan 2 4 %

6.

Self limited

7.

Gejala klinik menghilang dalam 2 3 minggu

3. Perjalanan penyakit berlangsung cepat, ditandai dengan:


o Demam dapat persistent
o Ikterus
o Perdarahan
o Gagal ginjal akut : 16 % - 40 %
o Kadar billirubin meningkat tinggi
o Azotemia, oliguria, urinuria terjadi pada minggu ke 2, tetapi dapat juga
terjadi pada hari ke 3 setelah onset
Komplikasi dapat melibatkan multi sistem :
1

Paru : 20 % - 70 %, batuk, nyeri dada, hemophtysis,

adrs, efusi pleura

17

infiltrate alveola sesak


2

Jantung : myocarditis congestive heart failure. gangguan irama jantung,


kelainan gambar EKG, hipotensi sering dijumpai

komplikasi berat dapat menyebabkan kematian ( 54 % )

3. PENYAKIT ANTRAKS :
1 Bersifat zoonosis
2 Disebut juga radang limpa, radang kura, malignant pustula, malignant
edema, woolsorters disease, charbon
3 Merupakan penyakit yang berhubungan sangat erat dg pekerjaan .
4 Dikenal sejak zaman mesir kuno, wabah pertama di indonesia tahun 1832
di Kab Kolaka Sultra
5

Endemis di DKI, JABAR, JATENG, NTB,NTT, JAMBI, SUMBAR,


SULTRA, SULTENG, dan PAPUA

ETIOLOGI
1

Agent bacillus anthracis, berbentuk batang, berkapsul

Virulensi : tergantung toksin dan resistensi host

Ukuran 1-2 m x 5 10 m, non motil

Membentuk spora, aktif bila masuk tubuh host.

Spora mati :
a) Bila dioven pada suhu 140 c selama 3 4 jam
b) Dididihkan pada suhu 100 c selama 10 menit
c) Dengan Otoklaf suhu 120 c tekanan 2 atm selama 30 menit.

KAPSUL KUMAN BACILLUS ANTHRACIS :


Menghalangi fagositosis
Membentuk toksin
Toksin mempengaruhi : endotel vaskuler, edema, agregasi platelet, trombosis,

18

gangren
Kematian
PENULARAN MENURUT DAERAH:
1

Antraks daerah pertanian (agriculture anthrax): terjadi di daerah pertanian


karena pencemaran lingkungan tanah, air, sayuran

Antraks kawasan industri (industrial anthrax ) : terjadi di daerah industri,


misal pabrik wool, industri yang menggunakan bahan dari hewan

Antraks laboratorium : terjadi di laboratorium melalui hewan percobaan


kelinci, marmut dan alat alat laboratorium

JENIS ANTRAKS:
1. Antraks kulit ( bila tidak mendapat pengobatan ) : 5 20 % akan
meninggal, tergantung luas jaringan kulit yang terinfeksi
2

Antraks gastro intestinal : 25 75 % dalam waktu kurang 2 hari

Antraks paru paru :75 90 %

Antraks meningitis : sangat tinggi mendekati 100%

Kematian biasanya pada hari ke 2 3 setelah gejala timbul


JENIS ANTRAKS MENURUT GEJALA :
1

Antraks kulit ( cutaneous anthrax ) : melalui kulit yang lecet

Antraks pencernakan (intestinal antrhax) : melalui saluran pencernakan

Antraks peranafasan (pulmonary anthrax ) : melalui pernafasan

Antraks peradangan otak (meningitis anthrax) : akibat komplikasi yang lain

Penularan juga dapat melalui gigitan serangga dan penggunaan alat secara
bersama ( sikat gigi, handuk dll)

19

ANTRAKS KULIT
Papula

ulcus vesikula nekrosis (hitam) disebut malignant pustula

sebagai tanda patogonomis antraks. Pada penderita yang rentan kuman menyebar
melalui sirkulasi darah menimbulkan antraks saluran pencernakan, antraks paru ,
meningitis antraks.
ANTRAKS SALURAN PENCERNAKAN
Kuman/spora limfadenitis hemorragik
Edema pada dinding usus gangren

ANTRAKS PARU
Spora hidung/tenggorokan gejala sub klinis.
Spora

dinding alveoli

pneumonia/ peradangan pleura

trombosis

pembuluh darah kapiler paru gagal paru.


Produk toksin dari kuman juga mempengaruhi susunan syaraf pusat yang
berakibat pada sentrum pernafasan

KEWASPADAAN DINI
Dalam antisipasi terjadinya kasus antraks di daerah endemis perlu diperhatikan
1

Menjelang idul fitri dan idul adha kebutuhan daging meningkat, sehingga
sering terjadi pemotongan hewan tidak lewat rumah potong hewan (RPH)

Perubahan musim dari kemarau ke musim hujan. permukaan tanah yang


tererosi air hujan, maka spora muncul kepermukaan bersama tunas rumput
yang kemudian termakan hewan ternak.

PELAPORAN

20

Sesuai Undang Undang wabah nomor : 04 tahun 1984 dan permenkes no : 560
tahun 1989, kasus antraks harus dilaporkan dalam 24 jam.

DIAGNOSA
1
2

Gejala klinik
Laboratorium
- mikroskopis
sediaan hapus dari tempat infeksi :
Antraks kulit : spesimen dari eksudat lesi
Antraks paru : sputum atau cairan pleura
Antraks meningitis : pungsi lumbal
Antraks intestinal : faeses atau cairan ascites
- serologis : ascoli test, fat, elisa
- Biakan

TATA CARA PENGAMANAN BARANG DIDUGA MENGANDUNG


ANTRAKS
1. Jangan membuka lebih lanjut amplop/bungkusan/paket yang mengandung
bahan diduga antraks.
2. Jangan menggoyang atau mengosongkan amplop/ bungkusan/ paket yang
diduga mengandung bubuk antraks.
3. Hindari semaksimal mungkin bahan yang diduga mengandung kuman antraks
tersebar atau tertiup angin atau terhirup.
4. Gunakan sarung tangan atau masker hidung dan mulut, bila tangan atau badan
tercemar bubuk yang diduga mengandung spora antraks , cuci tangan atau
mandi dengan sabun dan air yang mengalir.
5. Masukkan amplop atau bungkusan seluruhnya kedalam kantong plastik yang
kedap udara atau dapat diikat dengan keras, lebih baik bila menggunakan
kantong plastik 2 lapis atau lebih.
6. Masukkan kantong plastik kedalam wadah kaleng / stoples kaca berikut sarung

21

tangan, masker dan barang barang lain yang mungkin telah tercemar bakteri
antraks dan beri label berbahaya jangan dibuka
7. Bila bubuk yang diduga mengandung antraks tercecer diruangan, dilakukan
penutupan dengan handuk yang dibasahi bahan pemutih cucian/ hypocloride.
8. Letakkan dos dan stoples dalam ruangan yang tidak banyak digunakan oleh
orang lain atau ruangan khusus yang terkunci.

4. PENYAKIT SAPI GILA (BSE )


Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform Encephalopathy/BSE) adalah
penyakit yang disebabkan oleh bahan infeksius yang baru dikenal dan
disebut PRION.
Agent penyebab BSE adalah PRION
BSE termasuk salah satu penyakit yg tergolong dalam Transmissible
Spongiform Encephalopathy (TSE) yaitu penyakit yg menyerang susunan
syaraf pusat dengan gejala histopatologik utama adanya degenerasi
spongiosus atau terbentuknya lubang-lubang kosong di dalam sel-sel otak,
dapat menular kepada manusia dan menyebabkan penyakit yang dalam
istilah kedokteran disebut Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE).
BSE lebih banyak menyerang sapi perah dari pada sapi potong
Saat ini penyakit BSE lebih dikenal dengan penyakit PRION

1. Dunia kesehatan selalu dihadapkan pada fenomena baru setiap kali ilmu
pengetahuan dan teknologi berhasil mengungkapkan sesuatu yang baru seperti
PRION.
2. PRION PROTEIN (PRP) atau biasa disebut PRION adalah sejenis protein
yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena penyakit radang otak

22

yang

tidak

diketahui

sebabnya

yang

disebut

bovine

spongiform

encephalopathy
3. Prion bukan benda hidup yang lengkap layaknya bakteri, virus ataupun
protozoa.
4. Prion dapat dibedakan dari virus atau viroid karena tidak memiliki asam
nukleat dan oleh karenanya dia tahan terhadap semua prosedur yang bertujuan
mengubah atau menghidrolisa asam nukleat termasuk ensim protease, sinar
ultraviolet, radiasi dan berbagai zat kimia seperti deterjen, zat yang
menimbulkan

denaturasi

protein

seperti

obat

disinfektan

atau

pemanasan/perebusan
5. Namun yang mengherankan prion memiliki kemampuan memperbanyak diri
melalui mekanisme yang hingga saat ini belum diketahui.
6. Prion sampai sekarang dianggap sebagai benda yang bertanggung jawab
terhadap kejadian ensefalopati pada penyakit sapi gila (BSE), CreutzfeldtJakob Disease (CJD) , Gerstmann-Straussler Syndrome dan penyakit Kuru
sejenis penyakit kelumpuhan yang timbul pada keluarga tertentu . Semuanya
memiliki gejala yang sama yaitu jaringan otaknya mengalami degenerasi
menjadi benda yang berlubang? lubang kecil seperti layaknya karet busa atau
spons dan oleh karena itu disebut sebagai spongiform encephalopathy

TANDA KLINIS PENYAKIT SAPI GILA :


1

Gangguan Motorik (pergerakan anggota tubuh/kelumpuhan yang terjadi


semakin lama semakin berat menimbulkan kematian)

Ataksia, tremor, kelemahan, haus dan mengalami kegatalan dengan derajat


yang hebat.

Sensitif terhadap suara dan sinar

Perubahan perilaku

Penyebaran penyakit BSE/PRION


1

Dari hewan ke hewan, melalui pemberian pakan hewan yang berasal dari

23

hewan sakit (serbuk tulang dll)


2

Hewan ke Manusia, melalui makanan yang berasal dari hewan (sapi) sakit
BSE, material medis & produk hewan seperti: enzim, kapsul, vaksin yang
menggunakan biakan sel otak yang berasal dari hewan sakit.

Manusia ke Manusia, melalui jalur Iatrogenik seperti transplantasi kornea,


penggunaan electrode pada EEG, alat-alat nekropsi terkontaminasi, hormon
pituitary dan transfusi

RESIKO MASYARAKAT TERKENA PENYAKIT BSE/PRION


1

Karena pola konsumsi makan manusia yang hampir memakan seluruh bagian
tubuh sapi/ruminansia termasuk otak dan sop buntut.

Importasi daging sapi/atau bahan pakan ternak yang berasal dari negara yang
belum bebas penyakit BSE

Importasi bahan-bahan medis yang berasal dari materi sapi/ruminansia


terkontaminasi BSE

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN BSE/PRION


Pencegahan adalah cara terbaik bagi penyakit BSE/PRION, karena hingga kini
belum ada obatnya. Maka langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan:
1

Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis
yang berasal dari sapi seperti: Seleksi sumber material dari sapi, penggunaan
material dari sapi, kondisi pengumpulan material asal sapi dan besarnya
material asal sapi yang digunakan, cara pemberian/penggunaan material asal
sapi

Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis
yang berasal dari manusia seperti:
1). Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan peralatan/ instrumen, hormn
pituitary dan durameter
2). Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan darah dan produk darah

24

Resiko transmisi dari CJD akibat konsumsi produk makanan yang berasal dari
hewan sapi/ruminansia seperti:
1). Keamanan susu
2). Resiko kejadian BSE/Prion pada Domba
3). Penggunaan gelatin pada rantai makanan
PENGOBATAN:
Karena sifat dari agent penyakit ini (PRION) sangat unik di dalam tubuh penderita
tidak ada respon imunologik maka penggunaan obatpun hanya bersifat
SIMPTOMATIS, tidak kausalis.

ANTISIPASI TERHADAP PENYAKIT BSE DI INDONESIA

1. Mengadakan survei dan monitoring ternak sapi pada daerah kantong ternak
2. Peningkatan

pengetahuan

dan

keterampilan

petugas

lapangan

yang

bersentuhan langsung dengan ternak yang rentan penyakit prion.


3. Sosialisasi pada masyarakat luas terutama konsumen produk asal ternak tentang
bahaya, cara penanganan dan pengendalian penyakit BSE/PRION
4. Melarang importasi ternak, bahan (pakan, medis dan lainnya) yang dapat
menularkan BSE dari negara yang tidak bebas penyakit tersebut.
5. Penegakan Hukum dan aturan yang berlaku setiap kegiatan yang berkaitan
dengan peternakan, khususnya masuknya bahan yang dapat menularkan BSE
6. Melarang penggunaan bahan baku pakan ternak yang terbuat dari tepung
daging dan tulang sapi/ruminansia (meat and bone meal/MBM) yang tercemar
Prion

2.

Mekanisme Bisa Ular

25

Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa
ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas.
Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang
besar. Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan
terakhir, derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung
ular merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular untuk
mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan.

Ular koral memiliki mulut yang lebih kecil dan gigi taring yang lebih pendek. Hal
ini menyebabkan mereka memiliki lebih sedikit kesempatan untuk menyuntikan
bisa dibanding dengan jenis crotalid, dan mereka menggigit lebih dekat dan lebih
mirip mengunyah daripada menyerang seperti dikenal pada ular jenis viper.

Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk


mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri
dari air. Protein enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya.
Bisa ular terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase,
ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase,
DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik
terhadap saraf, menyebabkan hemolisis, atau pelepasan histamin sehingga timbul
reaksi anafilaksis.Protease, kolagenase, dan arginin ester hydrolase telah
diidentifikasi pada bisa ular viper. Neurotoxin merupakan mayoritas bisa pada
ular koral.
Detail spesifik diketahui beberapa enzim seperti berikut ini:
(1) hyaluronidase memungkinkan bisa dapat cepat menyebar melalui jaringan
subkutan dengan merusak mukopolisakarida;
(2) phospholipase A2 memainkan peranan penting pada hemolisis sekunder dari
efek esterolitik pada membran eritrosit dan menyebabkan nekrosis otot; dan
(3) enzim trombogenik menyebabkan terbentuknya bekuan fibrin yang lemah,
dimana, pada waktunya mengaktivasi plasmin dan menyebabkan koagulopati

26

konsumtif dan konsekuensi hemoragiknya.

Konsentrasi enzim bervariasi di antara spesies, karena itu menyebabkan


perbedaan envenomasi. Gigitan copperhead secara umum terbatas pada destruksi
jaringan lokal. Rattlesnake dapat menyisakan luka yang hebat dan menyebabkan
toksisitas sistemik. Ular koral mungkin meninggalkan luka kecil yang kemudian
dapat muncul kegagalan bernafas dengan tipe blokade neuromuscular sistemik.
Efek lokal dari bisa berfungsi sebagai pengingat akan potensi kerusakan sistemik
dari fungsi system organ. Salah satu efek adalah perdarahan; koagulopati
bukanlah hal yang aneh pada envenomasi yang hebat. Efek lain, edema lokal,
meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan interstisial di paru. Mekanisme
pulmonal dapat terpengaruh secara signifikan. Efek terakhir, kematian sel lokal,
meningkatkan konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume
dan membutuhkan peningkatan ventilasi per menit. Efek-efek blokade
neuromuskuler berakibat pada lemahnya ekskursi diafragmatik. Gagal jantung
merupakan akibat dari hipotensi dan asidosis. Myonekrosis meningkatkan
kejadian kerusakan adrenal myoglobinuria.

Variasi derajat toksisitas juga membuat bisa ular dapat berguna untuk membunuh
mangsa. Selama envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa atau racun), bisa
ular melewati kelenjar bisa melalui sebuah duktus menuju taring ular, dan
akhirnya menuju mangsanya. Bisa ular merupakan kombinasi berbagai substansi
dengan efek yang bervariasi.
Dalam istilah sederhana, protein-protein ini dapat dibagi menjadi 4 kategori :
Cytotoxin menyebabkan kerusakan jaringan lokal.
Hemotoxin, bisa yang menghancurkan eritrosit, atau mempengaruhi kemampuan
darah untuk berkoagulasi, menyebabkan perdarahan internal.
Neurotoxin menyerang sistem syaraf, menyebabkan paralisis transmisi saraf ke
otot dan pada kasus terburuk paralisis melibatkan otot-otot menelan dan
pernafasan.

27

Cardiotoxin berefek buruk langsung pada jantung dan mengarah pada kegagalan
sirkulasi dan syok. [2, 9]

Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yang luas dan
hemolisis. Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri yang hebat yang tidak
sebanding dengan besar luka, udem, eritema, petekie, ekimosis, bula, dan tenda
nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan di peritoneum atau pericardium, udem
paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada otot jantung. Ular berbisa
yang terkenal di Indonesia adalah ular kobra dan ular welang yang bisanya
bersifat neurotoksik. Gejala dan tanda yang timbul akibat bisa jenis ini adalah rasa
kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan
ptosis, refleks abnormal, dan sesak nafas sampai akhirnya terjadi henti nafas
akibat kelumpuhan otot pernafasan.

DAFTAR PUSTAKA
Ular Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia available at
URL : http://id.wikipedia.org/wiki/Ular

Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 : Luka,
Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta, Mei
1997. Hal. 99-100.

Snakebite, 2005 available at URL :


http://www.emedicinehealth.com/snakebite/article_em.htm#Snakebite..

Daley eMedicine Snakebite : Article by Brian James, MD, MBA, FACS, 2006
available at URL : http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm

28

MedlinePlus Medical Encyclopedia: Snake bite, A.D.A.M., Inc. 2006 available at


URL : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000031.htm

MedlinePlus Medical Encyclopedia:Snakebite (poison) treatment series


A.D.A.M., Inc. 2006, available at URL :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100141_1.htm
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100141_2.htm

MedlinePlus Medical Encyclopedia: Snake bite on the finger, A.D.A.M., Inc.


2006 available at URL :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/2583.htm

Snakes and snake bites, 2005 available at URL :


http://www.netdoctor.co.uk/travel/diseases/snakes_and_snake_bites.htm

You might also like