Professional Documents
Culture Documents
STEP 1 - 7
A. STEP I
Klasifikasi Terminologi yang Tidak Diketahui
1. Brucellosis : penyakit akibat brucella, bakteri Gram negatif
2. Zoonosis : penyakit yang bertransmisi dari hewan ke manusia, atau penyakit
yang disebabkan oleh hewan
B. STEP II
Definisi Masalah
Setelah mempelajari skenario, peserta tutorial mendefinisikan masalah yang harus
dibahas adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan ular berbisa dan yang tidak berbisa
C. STEP III
Curah Pendapat
1. Perbedaan ular berbisa dan yang tidak berbisa
Perbedaan
Mata
Kepala
Ekor
Ular berbisa
Oval
Segitiga
Ruas terbagi dan
Bekas gigitan
Pengeluaran bisa
Bentuk taring
ditempelkan ke cermin
Besar
2.
-
3.
-
4.
-
Manifestasi klinis :
Lokal
Sistemik
Spesifik
5. Pemeriksaan :
- Lab (darah,urin)
- Penunjang (Rontgen, EKG)
6.
a.
b.
c.
d.
Tatalaksana :
Pemasangan torniquet
Immobilisasi
Pembersihan dengan air mengalir
Rawat lanjutan (RS)
7.
-
Tindakan preventif :
Baju lengan panjang
Sarung tangan tebal
Celana panjang tebal
Sepatu boot setinggi hampir mencapai lutut
berbisa
Kecil, dalam
Terdapat pengeluaran
bisa saat ditempel
ke cermin
Kecil
- Sengatan tawon/lebah
- Laba-laba
- Kalajengking
D. STEP IV
Analisis Masalah
1. Tingkat toksisitas bisa ular juga dapat ditentukan berdasarkan tempatnya,
biasanya ular di daerah perairan lebih berbahaya dibandingkan daerah darat.
Contoh : ular laut
Ular berbisa biasanya hidup berkelompok sedangkan ular tidak berbisa tidak
berkelompok.
2. Faktor yang mempengaruhi :
- Identitas
o Usia : semakin tua seseorang, semakin rendah imun seseorang (kecuali pada
anak)
o Pekerjaan : paling beresiko pada orang yang bekerja di bidang pertanian tanpa
APD
- Riwayat penyakit keturunan : bisa terjadi imunodepresi, contoh pada
-
Manifestasi klinis :
Lokal
Bengkak yang cepat menyebar, progresif
Nekrosis yang cepat
Pallor
Paralisis
Pulseness
Parestesi
Sistemik
Nausea
Vomit
Disorientasi
Perdarahan hidung dan telinga
Spesifik
Neurotoksik
Hemolitik
Pemeriksaan penunjang
Darah (pengambilan darah 5-10menit sebelum injeksi anti bisa) :
Leukositosis PMN
Anemia
Koagulopati
APTT memanjang
Fibrinogen menurun
Urin :
Proteinuria
Hematuria
EKG :
Aritmia
Takikardia
Rontgen dada (jika ada perburukan)
6.
-
Tatalaksana :
Perhatikan ketenangan korban (A,B,C)
Immobilitas keadaan korban
Tindakan menghisap bisa dan insisi TIDAK BOLEH dilakukan
Pemakaian torniquet di sisi proksimal untuk mencegah venom masuk ke KGB,
diharapkan pemakaian tidak terlalu kuat untuk memungkinkan jaringan tidak
mati atau rusak akibat tidak ada aliran darah
- Tandai perluasan luka secara progresif, tandai kerusakan kulit yang meluas
- Pemberian IV line kristaloid serum dengan antivenom diberikan 2-20 vial
@5ml
- Koagulopati, diberikan presipitat, jika koagulopati menetap, berikan presipitat
kembali
- Antivenin didapat dari serum kuda, diencerkan terlebih dahulu, pemberian
awal 15-20 vial, kemudian di infus ditambahkan 5-10 vial untuk maintenance
dose hingga bengkak berkurang.
7.
-
Tindakan preventif :
Baju lengan panjang
Sarung tangan tebal
Celana panjang tebal
Sepatu boot setinggi hampir mencapai lutut
8. LO
E. STEP V
Tujuan Pembelajaran (Menentukan LO)
1.
2.
F. STEP VI
Belajar Mandiri
Ular Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia available at
URL : http://id.wikipedia.org/wiki/Ular
Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 : Luka,
Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta, Mei
1997. Hal. 99-100.
Daley eMedicine Snakebite : Article by Brian James, MD, MBA, FACS, 2006
available at URL : http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm
10
G. STEP VII
Laporan Hasil Belajar Mandiri
1. Potensial Hazard Zoonosis
Penyakit yang secara alami dapat dipindahkan dari hewan vertebrata ke
manusia atau sebaliknya. Ada 150 penyakit zoonosa di dunia. Di Indonesia
terdapat lebih dari 50 zoonosis antara lain: rabies, pes, anthrax,
taeniasis/cysticercosis, JE, leptospirosis, toxoplasmosis, bovine tubercullosis,
schistosomiasis, flu burng, sapi gila dsb.
11
GEJALA KLINIS JE :
1. Keluhan awal: demam, nyeri kepala, kuduk kaku, kesadaran menurun ,
tremor, kejang
2. Keluhan lanjutan : kaku otot, koma,
badan menurun
3. Keluhan lain : rf. tendon meningkat, paresis, suara pelan & parau
2.
3.
Stadium subakut
4.
: 7-10 hari
Pengendalian kejang
Antiviral (-)
12
Oksigen
2. Menurunkan panas:
1
Antipiretik :
3.
ibuprofen
13
UPAYA PENCEGAHAN
A. Penyuluhan masyarakat
B. Pengendalian vektor
C. Hindari gigitan nyamuk
D. Jauhkan kandang babi
E. Vaksinasi
PENGENDALIAN VEKTOR :
Konvensional :
Semprot ruangan
Vaksin JE
a. Live attenuated vaccine
b. Inactivated vaccine :
Otak tikus
14
Ginjal hamster
Dalam penelitian :
Vaksin DNA
JE-yellow fever chimeric vaccine
2. LEPTOSPIROSIS
1
Bersifat zoonosis
Bersifat musiman :
Iklim sedang : puncak insiden musim panas dan gugur.
Iklim tropis : puncak insiden musim hujan
SUMBER PENULARAN
1.
Rodent ( Tikus )
2.
3.
Anjing, Kucing
4.
Burung
5.
CARA PENULARAN :
Kontak dengan bahan yang tercemar air kemih hewan yang sakit leptopspirosis,
melalui :
1
Kulit yang lecet atau kulit yang intak, tetapi terendam lama dalam air
Saluran pencernakan
15
DAERAH RAWAN
A. Kriteria
1
Daerah kumuh
B. Tindakan
Peningkatan kewaspadaan pada daerah rawan dengan pencarian/ penemuan
tersangka / penderita. di unit pelayanan kesehatan (UPK) melalui
pemeriksaan klinis yang mengarah pada leptospirosis
Pengobatan penderita/ tersangka.
Pengambilan sediaan bila ditemukan panderita/ tersangka leptospirosis
PENCEGAHAN
A. Personal hygiene
B. Pakaian pelindung (pembersih septick tank, dll)
C. Sanitasi lingkungan, termasuk sanitasi kolam renang
D. Pada hewan
rodent control
vaksinasi hewan
cara memelihara hewan yang sehat
MANIFESTASI BERVARIASI
16
Sub klinik
Demam anikterik ringan : 90 %
Demam ikterik berat
1
: 10 %
Manifestasi tergantung
Serovar leptospira
Usia
Kerentanan
Nutrisi
2.
3.
5.
6.
Self limited
7.
17
3. PENYAKIT ANTRAKS :
1 Bersifat zoonosis
2 Disebut juga radang limpa, radang kura, malignant pustula, malignant
edema, woolsorters disease, charbon
3 Merupakan penyakit yang berhubungan sangat erat dg pekerjaan .
4 Dikenal sejak zaman mesir kuno, wabah pertama di indonesia tahun 1832
di Kab Kolaka Sultra
5
ETIOLOGI
1
Spora mati :
a) Bila dioven pada suhu 140 c selama 3 4 jam
b) Dididihkan pada suhu 100 c selama 10 menit
c) Dengan Otoklaf suhu 120 c tekanan 2 atm selama 30 menit.
18
gangren
Kematian
PENULARAN MENURUT DAERAH:
1
JENIS ANTRAKS:
1. Antraks kulit ( bila tidak mendapat pengobatan ) : 5 20 % akan
meninggal, tergantung luas jaringan kulit yang terinfeksi
2
Penularan juga dapat melalui gigitan serangga dan penggunaan alat secara
bersama ( sikat gigi, handuk dll)
19
ANTRAKS KULIT
Papula
sebagai tanda patogonomis antraks. Pada penderita yang rentan kuman menyebar
melalui sirkulasi darah menimbulkan antraks saluran pencernakan, antraks paru ,
meningitis antraks.
ANTRAKS SALURAN PENCERNAKAN
Kuman/spora limfadenitis hemorragik
Edema pada dinding usus gangren
ANTRAKS PARU
Spora hidung/tenggorokan gejala sub klinis.
Spora
dinding alveoli
trombosis
KEWASPADAAN DINI
Dalam antisipasi terjadinya kasus antraks di daerah endemis perlu diperhatikan
1
Menjelang idul fitri dan idul adha kebutuhan daging meningkat, sehingga
sering terjadi pemotongan hewan tidak lewat rumah potong hewan (RPH)
PELAPORAN
20
Sesuai Undang Undang wabah nomor : 04 tahun 1984 dan permenkes no : 560
tahun 1989, kasus antraks harus dilaporkan dalam 24 jam.
DIAGNOSA
1
2
Gejala klinik
Laboratorium
- mikroskopis
sediaan hapus dari tempat infeksi :
Antraks kulit : spesimen dari eksudat lesi
Antraks paru : sputum atau cairan pleura
Antraks meningitis : pungsi lumbal
Antraks intestinal : faeses atau cairan ascites
- serologis : ascoli test, fat, elisa
- Biakan
21
tangan, masker dan barang barang lain yang mungkin telah tercemar bakteri
antraks dan beri label berbahaya jangan dibuka
7. Bila bubuk yang diduga mengandung antraks tercecer diruangan, dilakukan
penutupan dengan handuk yang dibasahi bahan pemutih cucian/ hypocloride.
8. Letakkan dos dan stoples dalam ruangan yang tidak banyak digunakan oleh
orang lain atau ruangan khusus yang terkunci.
1. Dunia kesehatan selalu dihadapkan pada fenomena baru setiap kali ilmu
pengetahuan dan teknologi berhasil mengungkapkan sesuatu yang baru seperti
PRION.
2. PRION PROTEIN (PRP) atau biasa disebut PRION adalah sejenis protein
yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena penyakit radang otak
22
yang
tidak
diketahui
sebabnya
yang
disebut
bovine
spongiform
encephalopathy
3. Prion bukan benda hidup yang lengkap layaknya bakteri, virus ataupun
protozoa.
4. Prion dapat dibedakan dari virus atau viroid karena tidak memiliki asam
nukleat dan oleh karenanya dia tahan terhadap semua prosedur yang bertujuan
mengubah atau menghidrolisa asam nukleat termasuk ensim protease, sinar
ultraviolet, radiasi dan berbagai zat kimia seperti deterjen, zat yang
menimbulkan
denaturasi
protein
seperti
obat
disinfektan
atau
pemanasan/perebusan
5. Namun yang mengherankan prion memiliki kemampuan memperbanyak diri
melalui mekanisme yang hingga saat ini belum diketahui.
6. Prion sampai sekarang dianggap sebagai benda yang bertanggung jawab
terhadap kejadian ensefalopati pada penyakit sapi gila (BSE), CreutzfeldtJakob Disease (CJD) , Gerstmann-Straussler Syndrome dan penyakit Kuru
sejenis penyakit kelumpuhan yang timbul pada keluarga tertentu . Semuanya
memiliki gejala yang sama yaitu jaringan otaknya mengalami degenerasi
menjadi benda yang berlubang? lubang kecil seperti layaknya karet busa atau
spons dan oleh karena itu disebut sebagai spongiform encephalopathy
Perubahan perilaku
Dari hewan ke hewan, melalui pemberian pakan hewan yang berasal dari
23
Hewan ke Manusia, melalui makanan yang berasal dari hewan (sapi) sakit
BSE, material medis & produk hewan seperti: enzim, kapsul, vaksin yang
menggunakan biakan sel otak yang berasal dari hewan sakit.
Karena pola konsumsi makan manusia yang hampir memakan seluruh bagian
tubuh sapi/ruminansia termasuk otak dan sop buntut.
Importasi daging sapi/atau bahan pakan ternak yang berasal dari negara yang
belum bebas penyakit BSE
Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis
yang berasal dari sapi seperti: Seleksi sumber material dari sapi, penggunaan
material dari sapi, kondisi pengumpulan material asal sapi dan besarnya
material asal sapi yang digunakan, cara pemberian/penggunaan material asal
sapi
Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis
yang berasal dari manusia seperti:
1). Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan peralatan/ instrumen, hormn
pituitary dan durameter
2). Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan darah dan produk darah
24
Resiko transmisi dari CJD akibat konsumsi produk makanan yang berasal dari
hewan sapi/ruminansia seperti:
1). Keamanan susu
2). Resiko kejadian BSE/Prion pada Domba
3). Penggunaan gelatin pada rantai makanan
PENGOBATAN:
Karena sifat dari agent penyakit ini (PRION) sangat unik di dalam tubuh penderita
tidak ada respon imunologik maka penggunaan obatpun hanya bersifat
SIMPTOMATIS, tidak kausalis.
1. Mengadakan survei dan monitoring ternak sapi pada daerah kantong ternak
2. Peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan
petugas
lapangan
yang
2.
25
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa
ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas.
Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang
besar. Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan
terakhir, derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung
ular merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular untuk
mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan.
Ular koral memiliki mulut yang lebih kecil dan gigi taring yang lebih pendek. Hal
ini menyebabkan mereka memiliki lebih sedikit kesempatan untuk menyuntikan
bisa dibanding dengan jenis crotalid, dan mereka menggigit lebih dekat dan lebih
mirip mengunyah daripada menyerang seperti dikenal pada ular jenis viper.
26
Variasi derajat toksisitas juga membuat bisa ular dapat berguna untuk membunuh
mangsa. Selama envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa atau racun), bisa
ular melewati kelenjar bisa melalui sebuah duktus menuju taring ular, dan
akhirnya menuju mangsanya. Bisa ular merupakan kombinasi berbagai substansi
dengan efek yang bervariasi.
Dalam istilah sederhana, protein-protein ini dapat dibagi menjadi 4 kategori :
Cytotoxin menyebabkan kerusakan jaringan lokal.
Hemotoxin, bisa yang menghancurkan eritrosit, atau mempengaruhi kemampuan
darah untuk berkoagulasi, menyebabkan perdarahan internal.
Neurotoxin menyerang sistem syaraf, menyebabkan paralisis transmisi saraf ke
otot dan pada kasus terburuk paralisis melibatkan otot-otot menelan dan
pernafasan.
27
Cardiotoxin berefek buruk langsung pada jantung dan mengarah pada kegagalan
sirkulasi dan syok. [2, 9]
Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yang luas dan
hemolisis. Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri yang hebat yang tidak
sebanding dengan besar luka, udem, eritema, petekie, ekimosis, bula, dan tenda
nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan di peritoneum atau pericardium, udem
paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada otot jantung. Ular berbisa
yang terkenal di Indonesia adalah ular kobra dan ular welang yang bisanya
bersifat neurotoksik. Gejala dan tanda yang timbul akibat bisa jenis ini adalah rasa
kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan
ptosis, refleks abnormal, dan sesak nafas sampai akhirnya terjadi henti nafas
akibat kelumpuhan otot pernafasan.
DAFTAR PUSTAKA
Ular Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia available at
URL : http://id.wikipedia.org/wiki/Ular
Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 : Luka,
Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta, Mei
1997. Hal. 99-100.
Daley eMedicine Snakebite : Article by Brian James, MD, MBA, FACS, 2006
available at URL : http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm
28