You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah, keberadaan
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) selalu eksis dan tidak berubah. Sejak
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah, kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan selanjutnya diganti dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, selalu
terdapat pasal yang mengatur keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja. Ini
berarti ketika zaman terus berubah, keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja
tidak berubah, dan selalu dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintah
daerah. Hal tersebut sesuai dengan peran strategis Satuan Polisi Pamong Praja
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, yaitu sebagimana tercantum dalam
Pasal 148 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah yang menyatakan bahwa :Untuk membantu Kepala Daerah dalam
menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat dibentuklah Satuan Polisi Pamong Praja".
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 148 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah di atas, dapat ditegaskan bahwa
Satuan Polisi Pamong Praja memiliki 2 (dua) tugas yaitu :
1. Menegakkan Peraturan Daerah
1

Peran ini berkaitan erat dengan eksistensi Pemerintah Daerah, karena


keberadaannya didukung dengan berbagai Peraturan Daerah yang ada,
misalnya peraturan daerah yang mengatur tentang Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Perangkat Daerah. Disamping itu kemampuan daerah juga
ditentukan oleh berbagai

peraturan daerah, seperti peraturan yang

mengatur APBD, Peraturan Daerah yang mengatur pajak dan retribusi,


Peraturan Daerah tersebut jelas mempengaruhi kapasitas daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
2. Menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Peran ini berkaitan dengan salah satu tugas pokok Pemerintah Daerah,
yaitu menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
Tanpa dikondisikan dengan baik, ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat akan mengganggu jalannya penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Tentu tugas ini harus ada kerjasama dan koordinasi yang baik
dengan pihak kepolisian setempat secara berjenjang dari Polda, Polwil,
Polres dan Polsek.
Untuk melaksanakan Pasal 148 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah ini, dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong
Praja. Selanjutnya, guna merealisasikan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja, melalui
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2012Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Sumatera
Barat, dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja dalam daerah Provinsi Sumatera
2

Barat. Dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat


Nomor 9 Tahun 2012Tentang Organisasi dan Tata Kerja

Satuan Polisi

Pamong Praja Provinsi Sumatera Barat disebutkan bahwa : Satuan Polisi


Pamong Praja yang selanjutnya disingkat Satpol PP adalah bagian perangkat
daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat. Sementara dalam Pasal 1 angka 7 ditegaskan bahwa :
Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat Pemerintah
Daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat.
Upaya Polisi Pamong Praja sebagai aparat Pemerintah Daerah dalam
penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak faktor
yang mempengaruhinya, baik itu pengaruh internal maupun pengaruh
eksternal. Hal itu dapat dilihat pada saat melaksanakan tugasnya baik
dalam

penegakan

Perda,

menyelenggarakan

ketertiban

umum,

dan

ketentraman masyarakat, tidak selalu mendapat sambutan positif dari


masyarakat. Ada banyak pihak yang kurang setuju bahkan menolaknya dengan
keras. Selain penolakan karena tidak disukai juga menimbulkan dampak
negatif terhadap kehidupan masyarakat tertentu.

Berangkat dari latar belakang masalah tersebut penulis tertarik untuk


mengkaji lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong
Praja sebagaimana di atur dalam Pasal 148 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah di Provinsi Sumatera Barat terhitung sejak
tahun 2011-2013 dan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah yang berbentuk
skripsi dengan judul : "Pelaksanaan Tugas Satuan Polisi Pamong Praja Di
Bidang Ketertiban Umum Dan Ketenteraman Masyarakat Berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 Di Provinsi Sumatera Barat.
A. Rumusan Masalah.
Penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan tugas satuan polisi pamong praja di bidang
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 9 Tahun 2012 di Provinsi Sumatera Barat ?
2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja dalam
melaksanakan tugas di bidang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 di Provinsi Sumatera
Barat? Dan upaya apa yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi
Sumatera Barat dalam menghadapi dan mengatasi kendala-kendala tersebut ?

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan tugas satuan polisi pamong praja di bidang
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 9 Tahun 2012 di Provinsi Sumatera Barat.
4

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Satuan Polisi Pamong


Praja dalam melaksanakan tugas di bidang ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 di Provinsi
Sumatera Barat serta upaya apa yang dilakukan dalam menghadapi kendalakendala tersebut.

C. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai berupa :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum tata
negara pada umumnya, khususnya yang berkaitan dengan pemerintahan di
daerah.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemikiran dan
pertimbangan, serta sumbangan pemikiran bagi masyarakat umumnya
terutama bagi Satuan Polisi Pamong Praja di Provinsi Sumatera Barat.

D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Penelitian ini peneliti memakai metode yuridis sosiologis.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, bertujuan

untuk

mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu

populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristikkarakteristik atau faktor-faktor tertentu.
3. Jenis dan Sumber Data
Dalam menjawab permasalahan penelitian, dibutuhkan data sebagai
sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan (field
reserch) dari masyarakat dengan mendatangi sumber data yang relevan
dengan masalah penelitian yaitu Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi
Sumatera Barat.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang diperoleh melalui penelitian pustaka dan studi
dokumen berupa bahan hukum. Terdiri atas :
1. Bahan Hukum Primer, yaitu Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong
Praja dan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9
Tahun 2012Tentang Organisasi Dan Tata Kerja

Satuan Polisi

Pamong Praja Provinsi Sumatera Barat.


2. Bahan hukum sekunder.
3. Bahan hukum tersier, yakni kamus, ensiklopedi hukum, Kamus
Umum Bahasa Indonesia.
4. Alat dan Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Pustaka, yaitu penelusuran literatur.
6

b. Studi Dokumen yaitu suatu metode pengumpulan data primer dan


sekunder.
c. Wawancara dengan caranya mempersiapkan pedoman wawancara
(terstruktur). Wawancara dilakukan dengan Kepala dan anggota Satuan
Polisi Pamong Praja Propinsi Sumatera Barat.
5. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data
Adapun kegiatan pengolahan data yang dilakukan adalah editing.
b. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu
menganalisis fakta-fakta yang ditemui dilapangan kemudian dikaitkan
dengan norma hukum yang berlaku.

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DAN
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

A. Tinjauan Umum Tentang Pemerintahan Daerah


a.
Pengertian dan Dasar Hukum Pemerintahan Daerah
Penulis menjelaskan definisi pemerintahan daerah baik menurut
peraturan dan perundang-undangan, juga berdasarkan beberapa pendapat
7

para ahli. Salah satunya adalah pendapat dari Inu Kencana Syafiie yang
berkata:
Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
menyeimbangkan
pelaksanaan
kepengurusan
(eksekutif),
kepengurusan (legislatif), kepemimpinan dan
koordinasi
pemerintahan (baik pusat dengan daerah maupun rakyat dengan
pemerintahannya) dalam berbagai peristiwa dan gejala
pemerintahan, secara baik dan benar.
Ada

dua

macam

konsep

pengertian

pemerintahan,

yailu

pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit. Dalain arti
sempit, pemerintahan negara itu tidak meliputi kekuasaan perundang
undangan, peradilan dan polisi yang disebut "bestuur". Dalam arti yang
luas, pemerintahan merupakan semua aparatur/ alat perlengkapan negara
dalam rangka menjalankan segala tugas dan kewenangan/kekuasaan
negara, baik kekuasaan legislatif, eksekutif, kekuasaan yudikatif. Istilah
"Pemerintahan Daerah" dan "Pemerintah Daerah", menurut Pasal 1 angka
(2) dan (3) Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 adapun arti secara
yuridis adalah, pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsjp otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan RI sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945.
Sementara Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau
Walikota,

dan

perangkat

daerah

sebagai

unsur

penyelenggara

pemerintahan daerah.
2. Sejarah Pemerintahan Daerah di Indonesia

Lebih dari setengah abad lembaga pemerintah lokal ini telah mengisi
perjalanan bangsa. Dari waktu ke waktu pemerintahan daerah telah
mengalami perubahan bentuknya. Yang amat penting untuk segera
diselenggarakan

ialah

pemerintahan

daerah-daerah.

Karena

pemerintah daerah merupakan sendi negara kesatuan, sendi ini harus baik
dan sentosa agar negara kesatuan mempunyai pemerintahan yang stabil.
Daerah-daerah menunjukkan keinginannya untuk mendapat otonomi yang
teratur baik harus segera diberi otonomi itu agar mereka dapat merasakan
bahwa

daerah-daerah

itu

dalam

ketatanegaraan

tidak

mengalami

kemunduran.
Penulis memuat konsep pemerintahan daerah sesuai yang telah diatur
Undang-Undang, yakni:
1. Undang-Undang Nomor I tahun 1945 tentang Kedudukan Komite
Nasional Daerah yang ditetapkan tanggal 23 November tahun 1945.
Ketentuan undang-undang inilah yang pertama-tama menerapkan
demokrasi di daerah-daerah.
2. Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1948 tentang Pemerintahan
Daerah, yang ditetapkan pada tanggal 10 Juli tahun 1948. Undangundang ini menghapuskan perbedaan antara cara pemerintahan di
Daerah Jawa dan Daerah Madura. Undang-undang ini berlaku
satu tahun setelah Aksi Militer I tahun 1947.
3. Undang-Undang Nomor 44 tahun 1950 tentang Pemerintahan Negara
Indonesia Timur (NIT) yang ditetapkan pada tanggal 15 Juni 1950.
4. Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah yang ditetapkan pada tanggal 18 Januari 1957.
5. Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 1965 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah yang ditetapkan pada tanggal 1 September 1965.
9

6. Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok


Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara RI tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3037) disahkan dan
diundangkan pada tanggal 23 Juli 1974.
7. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah (Lembaran Negara RI tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3839) disahkan dan diundangkan pada
tanggal 7 Mei 1999.
8. Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara RI tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4437 disahkan dan diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2004.
Beberapa hal yang ditetapkan dan diatur oleh Undang-Undang tersebut:
1. Daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan di daerah.
2. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan untuk memberi
pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3. Penyelenggaraan pemerintahan daerah berpedoman pada asas-asas
umum.
3. Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
1. Asas Umum Pemerintahan yang Baik
2. Asas Keahlian dan Kedaerahan
3. Asas Dekonsentrasi
4. Asas Desentralisasi
5. AsasTugas Pembantuan
B. Tinjauan Khusus Tentang Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP)
1. Sejarah Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP)
10

Sejarah Polisi Pamong Praja sesungguhnya sudah sangat


tua.

Tahun

1620

Gubernur

Jenderal

VOC,

Pieter Both

membentuk apa yang dinamakan Bailluw. Ini adalah polisi


yang bertugas menangani perselisihan hukum yang timbul
antara VOC dengan warga kota selain menjaga ketertiban
dan ketentraman warga kota.
Satuan yang menggunakan badge berlatar kemudi dan tameng berwarna
kuning di atas warna biru tua itu tahun ini sudah berusia 60 tahun. Untuk
ukuran manusia, itu adalah usia yang tidak bisa dibilang muda lagi. Sudah
banyak asam garam yang dimakan dan sudah banyak lekuk-liku jalan yang
dilewatinya. Pada tahun 1815 Bailluw berganti menjadi Bestuurpolitie atau
Polisi Pamong Praja dibentuk dengan tugas membantu pemerintah
Kewedanaan untuk melakukan tugas-tugas ketertiban dan keamanan.
Pasca proklamasi kemerdekaan,

diawali dengan kondisi yang

mengancam NKRI, dibentuklah Detasemen Polisi Penjaga Keamanan


Kapanewon di Yogjakarta sesuai dengan Surat Perintah Jawatan Praja di
DIY No 1/1948 tertanggal 30 Oktober 1948 untuk menjaga ketenteraman
dan ketertiban masyarakat. Pada tanggal 10 Nopember 1948, lembaga ini
berubah menjadi Detasemen Polisi Pamong Praja berdasarkan Surat
Perintah Jawatan Praja DIY No 2/1948. Di Jawa dan Madura, Satuan
Polisi Pamong Praja dibentuk tanggal 3 Maret 1950 berdasarkan Surat
Keputusan Menteri dalam Negeri NO. UR32/2/21/Tahun 1950 untuk
mengubah Detasemen Pol PP menjadi Kesatuan Polisi Pamong Praja.
11

Inilah embrio terbentuknya Satpol PP. Tetapi barulah sepuluh tahun


kemudian Satpol PP terbentuk di Sumatera dan luar Jawa.
Pada Tahun 1960, dimulai pembentukan Kesatuan Polisi Pamong
Praja di luar Jawa dan Madura berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri dan Otonomi Daerah No. 7 Tahun 1960 tanggal 30 Nopember
1960, yang mendapat dukungan para petinggi militer (Angkatan Perang).
Tahun 1962 namanya berubah menjadi Kesatuan Pagar Baya dengan
Peraturan Menteri Pemerintah Umum dan Otonomi Daerah No. 10 Tahun
1962 tertanggal 11 Juni 1962 untuk membedakannya dari korps Kepolisian
Negara seperti dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 1961
tentang Pokok-pokok Kepolisian. Tahun 1963, lembaga ini berganti nama
lagi

menjadi

Kesatuan

Pagar

Praja

dengan

Peraturan

Menteri

Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah No. 1 Tahun 1963 tanggal 11


Februari 1963. Istilah Satpol PP sendiri mulai populer sejak pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
di Daerah. Dalam Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang itu disebutkan, Satpol
PP merupakan perangkat wilayah yang melaksanakan tugas dekonsentrasi.
2. Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6
tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, dalam Bab I (1) mengenai
ketentuan umum disebutkan Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya
disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan
Peraturan daerah (Perda) dan penyelenggaraan keamanan, ketertiban
umum dan ketenteraman masyarakat.
12

3. Tugas dan Kewajiban Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP)


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Satuan Polisi Pamong Praja, dalam Bab II ayat 5 diatur dan ditetapkan
tugas dan wewenang Satpol PP.

BAB III
PELAKSANAAN TUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DI BIDANG
KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT
BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2012 DI
PROVINSI SUMATERA BARAT

Pada bab ini Penulis menguraikan pelaksanaan tugas Satuan Polisi


Pamong Praja Provinsi Sumatera Barat sesuai dengan apa yang diatur oleh
Undang-Undang dan Peraturan lainnya, berikut dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang ada. Selanjutnya, Penulis menjelaskan hal-hal teknis yang
dilakukan dalam pelaksanaan tugas Satuan polisi Pamong Paraja Provinsi
Sumatera Barat, dalam kurun waktu tahun 2011-2013, di lintas wilayah kerja
gubernur provinsi Sumatera Barat. Kemudian dari pada itu, perlu juga Penulis
tambahkan bahwa, keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Sumatera
barat, dan juga tindakan-tindakan yang dilaksanakannya sesuai dengan
pelaksanaan tugas yang sudah diatur oleh regulasi yang ada, tidaklah berjalan
tanpa mengalami kendala-kendala yang dihadapi di lapangan. Itu sebabnya pada
bagian akhir dari bab ini, penulis memaparkan kendala-kendala apa saja yang
13

dihadapi oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Sumatera Barat dalam
eksistensinya sebagai SKPD penegak Perda dan juga penyelenggara ketertiban
umum dan ketenteraman masyarakat, bahkan tantangan dan kesulitan-kesulitan
yang dihadapi di kala menjalankan tugasnya di lapangan. Dapatlah
dikategorikan, bahwa kendala-kendala itu adalah kendala dari dalam dan
kendala dari luar.

Tugas-tugas itu meliputi:


1. Menyusun

program

dan

melaksanakan

penegakan

Perda,

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta


perlindungan masyarakat.
2. Melaksanakan kebijakan penegakkan Perda dan peraturan kepala daerah.
3. Melaksanakan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat di daerah.
4. Melaksanakan kebijakan perlindungan masyarakat.
5. Melaksanakan koordinasi penegakkan Perda dan peraturan kepala daerah,
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
daerah, dan atau aparatur lainnya.
6. Melakukan pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum
7.

agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah.


Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.

Sementara kewajibannya adalah:


1. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan
norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat.
2. Menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja.
3. Membantu menyelesaikan perselisihan masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
14

4. Melaporkan

kepada

Kepolisian

Negara

Republik

Indonesia

atas

ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana.


5. Menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas
ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda
dan/atau peraturan kepala daerah.
Selanjutnya dalam pelayanannya, Satpol PP berpegang pada Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur tentang penegakan peraturan
daerah dan tentang ketertiban umum serta ketenteraman masyarakat.
B. Bentuk Kegiatan Yang Dilakukan Oleh Satuan Polisi Pamong Praja
Provinsi Sumatera Barat Secara Teknis Di Bidang Ketertiban Umum
Dan Ketenteraman Masyarakat.
Dari hasil penelitian penulis, Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi
Sumatera Barat dalam mengupayakan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat di wilayah kerja gubernur, telah melakukan upaya-upaya
teknis dalam penanganan masalah-masalah yang ada, baik yang bersifat
penanganan/penanggulangan masalah (repressif) ataupun pencegahannya
(preventif). Tak dapat dipungkiri bahwa meningkatnya eskalasi gangguan
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, antara lain diindikasikan
dengan meningkatnya pelanggaran peraturan di daerah seiring pengaruh
globalisasi, yang suka atau tidak suka memaksa Satuan Polisi pamong
Praja harus lebih berbenah diri dan semakin sigap, sebagai lini terdepan
dalam penegakan aturan dan peraturan Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah.
Sesuai dengan tugas Satpol PP yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
15

Nomor 6 Tahun 2010, tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh Satuan


Polisui Pamong Praja Provinsi Sumatera Barat bertalian dengan penegakan
Perda dan penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman
Masyarakat, dalam kurun waktu tahun 2011 2013, menyangkut 2 (dua)
hal, yakni tindakan preventif

dan tindakan repressif. Bentuk kegiatan

tersebut dituangkan dalam tabel.


C. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja Dalam
Melaksanakan

Tugas

Di

Bidang

Ketertiban

Umum

Dan

Ketenteraman Masyarakat.
Kendala internal adalah minimnya personil Satpol PP yaitu 138
orang. Sementara jumlah personil sebanyak ini tidak sepadan dengan
tuntutan lapangan yang sangat besar. Kendala lainnya yang tergolong
internal adalah, lemahnya sarana prasarana penunjang operasional. Masih
rendahnya SDM yang dimiliki oleh personil Satpol PP, adalah juga sangat
memengaruhi kinerja Satpol PP Provinsi. Dari jumlah itu, sekitar 58%,
yakni 80 orang berpendidikan tidak sarjana atau tamatan SLTA. Juga 25%,
dari jumlah itu, yakni sebanyak 27 orang adalah Pegawai Tidak Tetap
(PTT). Hal ini disebabkan karena belum adanya rekruitmen khusus
personil Satpol PP dan belum adanya sekolah khusus Satpol PP.
Selain itu, lemahnya sarana prasarana penunjang operasional
adalah juga kendala internal yang dialami.
Kendala eksternal saya kira adalah belum terjalinnya koordinasi
yang baik antara SKPD-SKPD dengan Satpol PP. Satpol PP dipandang
16

hanya sebagai pengawal saja. Ini sikap-sikap skeptis bukan saja dari
masyarakat biasa, tetapi dari SKPD yang ada. Selain itu saya pikir adalah
terdapatnya rasa kurang senang masyarakat terhadap Satuan Polisi
Pamong Praja yang kadangkala memperlihatkan sikap permusuhan.

BAB IV
PE N UTU P

A. Kesimpulan
Setelah penulis memaparkan bab demi bab dalam tulisan ini, dan berdasarkan
hasil penelitian dan analisa masalah yang ada, penulis berkesimpulan, bahwa:
1. Pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja di Bidang Ketertiban
Umum dan Ketenteraman Masyarakat Berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 9 Tahun 2012 di Provinsi Sumatera Barat adalah dilaksanakan
berdasarkan Standar Operasional Polisi Pamong Praja, baik Standar
Operasional Polisi Pamong Praja dalam Penegakan Hukum maupun
Standar Operasional Polisi Pamong Praja dalam Penyelenggaraan
Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat.
2. Kendala-kendala yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja dalam
melaksanakan tugas di bidang ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 di
Provinsi Sumatera Barat adalah kendala internal dan kendala eksternal
sedangkan upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala-kendala
tersebut adalah melakukan pembinaan internal secara intensif, yaitu
mengadakan penyuluhan-penyuluhan internal dan pelatihan, serta
17

pendidikan, meski masih kurang memadai dan memperbaiki image (citra)


Polisi Pamong Praja di mata masyarakat yaitu dengan menerapkan
Standar Operasional dengan semestinya dan menghindari konflik.
B. Saran
Bertitik tolak dari pemaparan di atas, dapat diberikan beberapa saran sebagai
berikut :
1. Satuan Polisi Pamong Praja harus berwibawa dan simpatik, sehingga
image terhadap Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penegak Peraturan
Daerah, penyelenggara Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat
tidak miring, dalam arti semakin disegani dan dipandang oleh masyarakat.
2. Satuan Polisi Pamong Praja agar bekerja sesuai dengan Standar
Operasional yang telah digariskan dan tidak melenceng dari Prosedur yang
telah ditetapkan.
3. Satpol PP semakin meningkatkan kualitas pelayanannya dan kapabilitas
diri, baik institusi maupun individu. Pemulihan citra diri Satpol PP adalah
beban moral dan tanggung jawab Satpol PP itu sendiri.
Padang, Maret 2014

18

You might also like