Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Spondilitis (spondylitis) mengacu pada rasa sakit punggung kronis dan
kekakuan yangdisebabkan olehinfeksiparah atau peradangan pada sendi tulang
belakang. Peradangan padatulang belakang dapat disebabkan oleh infeksi
atau peradangan kronik pada jaringan di sekitar tulang belakang seperti pada
ankylosis spondilitis.
Ankylosis spondilitis menyerang bagian dari insersi tendon, ligamen,
fascia dan jaringan fibrosa kapsul sendi. Ankylosis spondilitis dianggap sebagai
penyakit rematik yang relatif jarang terjadi. Sedangkan infeksi pada tulang
belakangyang sering di temukan adalah infeksi bakterial TB. Tuberkulosis
merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena insidensnya
cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Mycobacterium tuberculosis
merupakan bakteri yang menyebabkan spondilisis tuberkulosa. Insidensi
spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan
dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta
kondisi sosial di negara tersebut. Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari
seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang,
sekitar 60% kasus terjadi pada usia di bawah usia 20 tahun sedangkan pada
negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.
1|Page
membentuk
dua
tulang
yaitu
tulang
sacrum
dan coccygeus.
Discus
2|Page
3|Page
DEFINISI
Spondilitis merupakan inflamasi pada vertebra (Spondyle), bentuk
spondilitis yang paling sering terjadi adalah Spondilitis ankilosis (SA) kadang
pula disebut Spondilitis Megankilosis yang merupakan penyakit inflamasi
kronik, bersifat sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama
menyerang
sendi
tulang
belakang
(vertebra)
sendi
sakroiliaka
serta
4|Page
ETIOLOGI
Penyebab tidak diketahui ,dicurigai adanya kaitannya dengan faktor
genetik, kurang lebih 90% penderita yang didiagnosa sebagai ankilosan
spondilitis juga memiliki antigen HLA-B27 positif. 1
PATOFISIOLOGI
Spondilitis ankilosis menyerang tulang rawan dan fibrokartilago sendi
pada tulang belakang dan ligamen ligamen para vertebral. Apabila
diskusvertebral \is juga terinvasi oleh jaringan vaskular dan fibrosa maka akan
timbul kalsifikasi sendi- sendi dan struktur artikular .Kalsifikasi yang terjadi
pada jaringan lunak akan menjembatani satu tulang vertebra dengan vertebra
lainnya.Jaringan sinovial disekitar sendi yang terserang akan meradang
.Penyakit jantung juga dapat timbul bersamaan dengan penyakit ini. 3
INSIDENSI
Penyakit ini termasuk jarang dan insidensnya sebanding dengan artritis
rematoid. Sekitar 20% donor darah menderita kelainan sakroilitis. Manifestasi
biasanya dimulai pada masa remaja dan jarang di atas 40 tahun, lebih banyak
pada pria daripada wanita (5 : 1). Angka kekerapan bervariasi antara 1,0-4,7%.3
GEJALA KLINIK
1. Gejala utama SA adalah adanya sakroilitis. Perlangsungannya secara
gradual dengan nyeri hilang timbul pada pinggang bawah dan menyebar ke
bawah pada daerah paha
Heri Widiarto 111001379
KKS FK.UISU Rumah Sakit Imelda
5|Page
prosesus
spinosus,
krista
iliaka,
trokanter
mayor,
tuberositas tibia atau tumit. Keluhan lain dapat berasal dari sendi
kostovertebra dan manubriosternal yang menyebabkan keluhan nyeri
dada, sering disalahdiagnosiskan sebagai angina.
b. Manifestasi ekstraskeletal berupa iritis akut, fibrosis paru, dan
amiloidosis. Manifestasi di luar tulang terjadi pada mata, jantung, paru,
dan sindroma kauda ekuina. Manifestasi di luar tulang yang paling
sering adalah uveitis anterior akut, biasanya unilateral, dan ditemukan
25--30% pada penderita SA dengan gejala nyeri, lakrimasi, fotofobia,
dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung dapat berupa aorta
insufisiensi, dilatasi pangkal aorta, jantung membesar, dan gangguan
konduksi. Pada paru dapat terjadi fibrosis, umumnya setelah 20 tahun
menderita SA, dengan lokasi pada bagian atas, biasanya bilateral, dan
6|Page
PEMERIKSAAN FISIK
Pada stadium awal dapat ditemukan tanda sakroilitis yang ditandai
dengan nyeri tekan pada sendi sakroiliaka. Stadium berikutnya, rasa nyeri dapat
hilang karena peradangan diganti dengan fibrosis dan atau dengan ankilosis.
Pada stadium lanjut ditemukan keterbatasan gerak vertebra ke semua arah yang
dapat dinilai dengan gerak laterofleksi, hiperekstensi, anterofleksi, dan rotasi.
Uji Schober sangat berguna untuk menilai keterbatasan sendi. Pemeriksa harus
memperhatikan:1,3
1. Spasme otot-otot paravertebra dan hilangnya lordosis vertebra.
2. Menurunnya mobilitas spinal ke arah anterior dan lateral.
3. Pinggang bagian bawah sukar dibengkokkan bila membungkuk
4. Berkurangnya ekspansi dada
5. Nyeri di daerah prosesus spinosus torakolumbal, persendian sakroiliaka dan
daerah sternum, klavikula, krista iliaka, atau tumit.
Uji Scober dilakukan dengan posisi berdiri tegak, kemudian dibuat tanda
titik pada kulit di atas prosesus spinosus vertebra lumbal lima, kurang lebih
setinggi spina iliaka posterior superior, dan titik kedua 10 cm di atas titik
pertama. Penderita diminta membungkukkan punggungnya tanpa menekuk
Heri Widiarto 111001379
KKS FK.UISU Rumah Sakit Imelda
7|Page
lutut. Normalnya, jarak kedua titik akan bertambah 5 cm atau lebih. Apabila
kurang dari 15 cm menunjukkan adanya keterbatasan gerak. Pemeriksaan
ekspansi rongga dada dilakukan dengan cara mengambil selisih jarak antara
inspirasi dan ekspirasi maksimal, diukur pada sela iga4. Normalnya, selisih ini
610cm.3
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik. Peninggian laju endap
darah ditemukan pada 75% kasus, tetapi hubungannya dengan keaktifan
penyakit kurang kuat. Serum C reactive protein (CRP) lebih baik digunakan
sebagai petanda keaktifan penyakit. Kadang-kadang, ditemukan peninggian
IgA. Faktor rematoid dan ANA selalu negatif. Cairan sendi memberikan
gambaran sama pada inflamasi. Anemia normositik-normositer ringan
ditemukan pada 15% kasus. Pemeriksaan HLA - B27 dapat digunakan sebagai
pembantu diagnosis.4
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi aksial,
terutama pada sendi sakroiliaka, diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan
kostotransversal. Perubahan pada sendi S2 bersifat bilateral dan simetrik,
dimulai dengan kaburnya gambaran tulang subkonral, diikuti erosi yang
memberi gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian, terjadi penyempitan
celah sendi akibat adanya jembatan interoseus dan osilikasi. Setelah beberapa
tahun, terjadi ankilosis yang komplit. Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5
tingkatan berdasarkan radiologis, yaitu tingkat 0 (normal), tingkat 1 (tepi sendi
menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1 ditambah adanya sclerosis periartikuler,
jembatan sebagian tulang atau pseudo widening, tingkat 3 (tingkat 2 ditambah
Heri Widiarto 111001379
KKS FK.UISU Rumah Sakit Imelda
8|Page
adanya erosi dan jembatan tulang), serta tingkat 4 (ankilosa yang lengkap).
Akan terlihat gambaran squaring (segi empat sama sisi) pada kolumna vertebra
dan osifikasi bertahap lapisan superfisial anulus fibrosus yang akan
mengakibatkan timbulnya jembatan di antara badan vertebra yang disebut
sindesmofit. Apabila jembatan ini sampai pada vertebra servikal, akan
membentukbamboo spine. Keterlibatan sendi panggul memperlihatkan adanya
penyempitan celah sendi yang konsentris, ketidakteraturan subkhondral, serta
formasi osteofit pada tepi luar permukaan sendi, baik pada asetabulum maupun
femoral.
Akhirnya,
terjadi
ankilosis
tulang
dan
pada
sendi
bahu
DIAGNOSIS
Agak sulit menegakkan diagnosis dini SA sebelum timbulnya deformitas
yang ireversibel. Diagnosis SA dapat ditegakkan berdasarkan Kriteria New
York 1984 yang dimodifikasi. 1
Kriteria klinis:
1. Keterbatasan gerak vertebra lumbal terhadap bidang frontal dan sagital.
2. Nyeri pinggang bawah lebih dari 3 bulan, menjadi baik dengan latihan dan
tidak hilang dengan istirahat.
3. Penurunan ekspansi dada.
Kriteria radiologis:
1. Sakroilitis bilateral tingkat.
2. Sakroilitis unilateral tingkat.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan minimal 1 kriteria radiologis
ditambah 1 kriteria klinis. Pemeriksaan B27 tidak hanya berguna sebagai
Heri Widiarto 111001379
KKS FK.UISU Rumah Sakit Imelda
9|Page
PENANGANAN
1. Menghilangkan nyeri
2. Mengurangi inflamasi
3. Latihan fisik untuk perbaikan kekuatan otot, dan memelihara postur tubuh.
Latihan fisik penting dilakukan karena penyakit ini cenderung terjadi
kelainan berupa fleksi spinal yang progresif. Oleh karena itu, otot-otot
ekstensor spinal harus diperkuat.
a. Penderita dianjurkan tidur terlentang menggunakan kasur yang agak
keras dengan sebuah bantal tipis. Menggunakan bantal yang tebal atau
beberapa bantal sebaiknya dihindari. Pada pagi hari, mandi air hangat,
diikuti latihan fisik untuk penguatan otot-otot belakang (sesuai dengan
petunjuk dokter atau dokter fisioterapi). Hal ini sebaiknya dilakukan di
rumah secara teratur. Tidur tengkurap selama beberapa menit dilakukan
beberapa kali dalam sehari merupakan tindakan yang bermanfaat dalam
menjaga pergerakan ekstensi spinal.
b. Berenang merupakan latihan fisik yang terbaik selama otot-otot masih
boleh menahan dalam keadaan ekstensi. Fusi spinal merupakan
komplikasi dari spondilitis. Karena itu, postur harus dipertahankan dan
menghindari terjadinya kontraktur dalam posisi fleksi dari bahu dan
lutut. Penderita dianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit, bokong,
pundak, bahu, dan belakang kepala selalu bersandar pada dinding.
Heri Widiarto 111001379
KKS FK.UISU Rumah Sakit Imelda
10 | P a g e
c. Manuver lain yang perlu dilakukan adalah bernapas dalam dan gerakan
fleksi lumbal yang isometrik. Posisi postur tubuh harus diperhatikan
setiap saat. Kursi dengan sandaran yang keras dianjurkan, tetapi
diutamakan lebih banyak berjalan dari pada duduk. 1,2
PENGOBATAN
Pengobatan dengan obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) untuk
mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, dan memperbaiki kualitas hidup
penderita. Indometasin 75--150 mg perhari (Areumakin, Benocid, Dialorir,
Confortid) memegang rekor terbaik. Apabila penderita tidak mampu mentolerir
efek samping seperti gangguan lambung atau gangguan SSP berupa sakit
kepala dan pusing, maka AINS yang lain dapat dicoba. 3
Penderita yang tidak responsif dengan indometasin atau AINS yang baru
lainnya dapat dicoba dengan fenilbutazon 100-300 mg perhari. Tingginya
insidens agranulositosis atau anemia aplastik akibat efek samping obat ini
dibandingkan dengan AINS yang lain perlu disampaikan pada penderita.
Jumlah eritrosit dan lekosit harus selalu dimonitor. 2
Preparat emas dan penisilamin telah digunakan pada penderita dengan
poliatritis perifer. Publikasi studi klinik terakhir dari sulfasalazin 2--3 gr perhari
(Sulcolon tab. 500 mg) menunjukkan adanya perbaikan, baik nyeri maupun
kelainan spinal. 1
Bila keluhan sangat mengganggu dalam kegiatan sehari-hari dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan artroplasti atau koreksi deformitas spinal.
Tindakan ini sangat berguna untuk mengurangi keluhan akibat deformitas
tersebut.1,2
11 | P a g e
PROGNOSIS
Prognosis dari SA sangat bervariasi dan susah diprediksi. Secara umum,
penderita lebih cenderung dengan pergerakan yang normal daripada timbulnya
restriksi berat. Keterlibatan ekstraspinal yang progresif merupakan determinan
penting dalam menentukan prognosis. Beberapa survei epidemiologis
menunjukkan bahwa apabila penyakitnya ringan, berkurangnya pergerakan
spinal yang ringan, dan berlangsung dalam 10 tahun pertama maka
perkembangan penyakitnya tidak akan memberat. Keterlibatan sendi-sendi
perifer yang berat menunjukkan prognosis buruk. Sebagian besar penderita
dengan SA memperlihatkan keluhan serta perlangsungan yang ringan dan dapat
dikontrol sehingga dapat menjalankan tugas dan kehidupan sosial dengan baik. 3
Secara umum, wanita lebih ringan dan jarang progresif serta lebih
banyak memperlihatkan keterlibatan sendi-sendi perifer. Sebaliknya, bamboo
spine lebih sering terlihat pada pria. Terdapat dua gambaran yang secara
langsung berpengaruh terhadap morbiditas, mortalitas, dan prognosis.
Keduanya dianggap sebagai akibat dari trauma, baik yang tidak disadari
maupun trauma berat. Awalnya, terjadi lesi destruksi pada salah satu
diskovertebra, biasa terjadi pada segmen spinal yang bisa dilokalisir, dan
ditandai dengan nyeri akut atau berkurangnya tinggi badan yang mendadak.
Skintigrafi dan tomografi tulang memperlihatkan kelainan, baik elemen anterior
maupun posterior. Imobilisasi yang tepat dan diperpanjang dapat memberikan
penyembuhan pada sebagian besar kasus. Komplikasi kedua yang menyusul
trauma berat maupun yang ringan berupa fraktur yang dapat menyebabkan
koropresi komplit atau inkomplit. 4
12 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
13 | P a g e
SPONDILITIS
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Imelda
Medan
Pembimbing :
Heri Widiarto
NPM. 111001379
14 | P a g e
2013
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul: Spondilitis sebagai tugas mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Ilmu Neurology pada Rumah Sakit Imelda
Penulis menerima segala kritikan dan saran yang bersifat membangun yang
akhirnya dapat meningkatkan manfaat yang diperoleh dari makalah ini.
Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Medan, Desember 2013
Penulis
Heri Widiarto
15 | P a g e
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................
Daftar Isi...........................................................................................................
Pendahuluan.....................................................................................................
Anatomi Tulang Belakang...............................................................................
Definisi.............................................................................................................
Etiologi.............................................................................................................
Patofisiologi.....................................................................................................
i
Insidensi............................................................................................................
Gejala Klinik....................................................................................................
Pemeriksaan Fisik............................................................................................
Pemeriksaan Laboratorium..............................................................................
Pemeriksaan Radiologi....................................................................................
Diagnosis..........................................................................................................
Penanganan.......................................................................................................
......................................................................................................................10
Pengobatan.......................................................................................................
......................................................................................................................11
Prognosis..........................................................................................................
......................................................................................................................12
Daftar Pustaka..................................................................................................
13
16 | P a g e
ii