You are on page 1of 11

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kematian tidak bisa dihindari dan semua orang cepat atau lambat
pasti akan menemuinya. Bagi sebagian orang, kematian adalah hal yang
menakutkan. Mereka tidak mau memikirkan, apalagi membicarakannya.
Sebagian orang lain menganggap kematian adalah hal yang biasa, sebagai
awal kehidupan baru di akhirat. Karena setiap orang akan mati, setiap
orang juga akan melalui proses sekarat. Ada yang cepat ada juga yang
lambat, menyakitkan dan menyengsarakan. Di sinilah perawatan paliatif
diperlukan.
Perawatan paliatif menurut WHO (2002) adalah pendekatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keluarganya
menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang
mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan penderitaan melalui
identifikasi awal dan penilaian serta terapi rasa sakit dan masalah lainbaik
fisik, psikososial maupun spiritual.
Paliatif berasal dari bahasa Latin pallium, sejenis jubah pada zaman
Yunani kuno dan Romawi. Paliatif berarti berfungsi seperti jubah yang
melindungi,

menyamankan,

dan

menyembunyikan

atau

mengurangi

keburukan. Perawatan paliatif adalah perawatan yang menyelubungi seorang


yang sakit dengan terapi yang penuh cinta kasih. Perawatan ini tidak hanya
memikirkan aspek fisik, tetapi juga termasuk kebutuhan psikologis, sosial
dan spiritual seseorang.
Perawatan paliatif tidak lagi ditujukan untuk penyembuhan, tetapi
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien di sisa usianya. Perawatan ini
diberikan ketika tidak ada lagi peluang kesembuhan secara medis.
Perawatan hanya ditujukan untuk mengurangi penderitaan sebanyak mungkin.

Selain itu, ada penekanan pada perawatan psikologis untuk pasien dan
orang-orang dekatnya.
Perawatan paliatif mulai dikenalkan pada tahun 60-an di Inggris oleh
Cicely Saunders. Dia adalah peletak konsep dasar perawatan paliatif.
Sebagai perawat, pekerja sosial dan kemudian dokter, Cicely banyak
menghadapi pasien yang sakit parah dan tergerak untuk melakukan
sesuatu bagi mereka. Filosofi dasar perawatannya adalah bahwa kematian
adalah fenomena yang sama alaminya dengan kelahiran, sehingga melihat
kematian sebagai proses yang harus meneguhkan hidup dan bebas dari rasa
sakit.
Berkat jasanya, saat ini ada sekitar 220 panti perawatan paliatif (hospis) di
Inggris dan lebih dari 8.000 di seluruh dunia. Di Indonesia, perawatan
paliatif baru mulai berkembang akhir-akhir ini. Perawatan paliatif pertama
dimulai pada tahun 1992 oleh RS Dr. Soetomo (Surabaya), yang disusul
oleh RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta),
RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan
RS Sanglah (Denpasar).
Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner
yang tidak hanya mencakup dokter dan perawat tetapi juga ahli gizi, ahli
fisioterapi, pekerja sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang
bekerja

secara terkoordinasi dan melayani sepenuh hati. Perawatan dapat

dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah (home care), day
care dan respite care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan ke rumah
pasien, terutama mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit. Kunjungan
dilakukan oleh tim untuk memantau dan memberikan solusi atas masalahmasalah yang dialami pasien dan keluarganya, baik masalah medis
maupun psikis, sosial, dan spiritual. Day care adalah menitipkan pasien
selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang merawatnya
memiliki keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan

respite care adalah layanan yang bersifat psikologis melalui konseling dengan
psikolog atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker lain,
mengikuti terapi musik.
Beberapa karakteristik perawat paliatif adalah:
Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses

yang normal.
Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan

pasien.
Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit

dan setelah kematian.


Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien
dan

keluarganya,

termasuk

konseling

masa

duka

cita,

jika

diindikasikan.
Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif

memengaruhi perjalanan penyakit.


Bersamaan dengan terapi lainnya

yang

ditujukan

untuk

memperpanjang usia, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan


mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih memahami
dan mengelola komplikasi klinis yang berat.
Pada awalnya, perawatan paliatif hanya diberikan kepada pasien
kanker stadium akhir yang tidak mungkin sembuh. Namun, kini perawatan juga
diberikan kepada pasien penyakit-penyakit lain yang mengancam jiwa
seperti HIV/AIDS, penyakit jantung, penyakit paru, dan penyakit saraf.
Lamanya perawatan paliatif mungkin hanya beberapa hari, tapi juga mungkin
beberapa bulan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Perawatan paliatif menurut WHO (2002) adalah pendekatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keluarganya
menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang
mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan penderitaan melalui
identifikasi awal dan penilaian serta terapi rasa sakit dan masalah lain
baik fisik, psikososial maupun spiritual.
B. Komponen perawatan paliatif
Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner
yang tidak hanya mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga ahli
gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan
lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan melayani sepenuh hati.
Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah
(home care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan dengan
kunjungan ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat pergi ke
rumah

sakit.

memberikan

Kunjungan dilakukan
solusi

atas

oleh

masalah-masalah

tim
yang

untuk

memantau

dialami

pasien

dan
dan

keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual. Day
care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau
keluarga yang merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day care pada
penitipan

anak).

Sedangkan respite care adalah

layanan yang

bersifat

psikologis melalui konseling dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi


dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, dll.

C. Tujuan dan sasaran perawatan paliatif


1. Adapun tujuan dalam keperawatan paliatif :

Meyakini bahwa hidup dan mati adalah proses yang normal,


tidak menghambat atau menundan kematian, mengurangi nyeri
dan gejala penyakit lainnya, integrasi fisik, psikis, sosial,
emosional dan spiritual dalam

memberikan pelayanan sesuai

dengan kebutuhan individu dan keluarga.


Menyediakan sistem untuk membantu individu hidup seoptimal

mungkin sampai menjelang kematiannya.


Menyediakan sistem dukungan untuk membantu keluarga dalam
mengatasi masalah sepanjang perawatan pasien dan masa berduka.

2. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif :

Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga,


lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun

pasien berada di seluruh Indonesia.


Pelaksana perawatan paliatif :

dokter,

kesehatan lainnya dan tenaga terkait lainnya.


Institusi-institusi terkait, misalnya:
a Dinas kesehatan propinsi dan
b
c
d
e

dinas

kabupaten/kota,
Rumah Sakit pemerintah dan swasta,
Puskesmas,
Rumah perawatan/hospis,
Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.

D. Ruang lingkup perawatan paliatif


1. Lingkup kegiatan perawatan paliatif
a

perawat,

Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :


a Penatalaksanaan nyeri.
b Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
c Asuhan keperawatan

tenaga

kesehatan

d
e
f
g
b

Dukungan psikologis
Dukungan sosial
Dukungan kultural dan spiritual
Dukungan persiapan dan selama

masa

dukacita

(bereavement).
Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan,
dan kunjungan/rawat rumah. Aspek medikolegal dalam perawatan
paliatif di ruang kritis :
a Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien
b

paliatif.
Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif
Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya
tindakan resusitasi dapat dibuat oleh pasien yang

kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif.


Informasi tentang hal ini sebaiknya

telah

diinformasikan pada saat pasien memasuki atau

memulai perawatan paliatif.


Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak
menghendaki resusitasi,
adekuat

yang

sepanjang

dibutuhkannya

informasi

untuk membuat

keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut


dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced
directive) atau dalam informed consentmenjelang

ia kehilangan kompetensinya.
Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh
membuat keputusan tidak resusitasi, kecuali telah
dipesankan

dalam

advanced

directive tertulis.

Namun demikian, dalam keadaan tertentu dan


atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut,
permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga
terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan

untuk pengesahannya.
Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan
untuk

tidak melakukan resusitasi sesuai dengan

pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien


berada

dalam tahap terminal dan tindakan

resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan


atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan
c

bukti ilmiah pada saat tersebut.


Perawatan pasien paliatif di ICU
Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di

ICU

mengikuti ketentuan-ketentuan umum yang berlaku

sebagaimana diuraikan di atas.


Dalam
menghadapi
tahap
perawatan

paliatif

terminal,

harus mengikuti

Tim

pedoman

penentuan kematian batang otak dan penghentian


d

peralatan life-supporting.
Beberapa karakteristik perawat paliatif di ruangan kritis :
Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang

mengganggu.
Menghargai kehidupan dan menyambut kematian

sebagai proses yang normal.


Tidak berusaha mempercepat

kematian.
Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual

dalam perawatan pasien.


Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai

akhir hayat.
Membantu keluarga pasien menghadapi situasi

selama masa sakit dan setelah kematian.


Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi
kebutuhan

pasien dan

atau

keluarganya,

menunda

termasuk

konseling masa duka cita, jika diindikasikan.


Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga

secara positif memengaruhi perjalanan penyakit.


Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan
untuk memperpanjang usia, seperti kemoterapi
atau terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan

yang diperlukan untuk lebih memahami dan


e

mengelola komplikasi klinis yang berat.


Isu Kebijakan Perawatan Paliatif :
Kurangnya SDM serta mekanisme pembiayaan
kesehatan merupakan hambatan yang besar untuk

mengakses Palliative and end-of-life care


Palliative care dipengaruhi oleh isu
organisasi

kebijakan ekonomi secara

keseluruhan
Mengintegrasikan konsep palliative care untuk
seluruh

dan

sosial,

penyakit dalam konteks pelayanan dan

pendidikan
Ada
sistem

yang

mengatur

pendidikan

berkelanjutan terkait dengan Palliative Care untuk


tenaga kesehatan.
E. Prinsip perawatan paliatif
1. Prinsip perawatan paliatif meliputi :
a) Menghargai setiap kehidupan
b) Menganggap kematian sebagai proses yang normal
c) Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan
d) Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
e) Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam
perawatan pasien dan keluarga
f) Menghindari tindakan medis yang sia-sia
g) Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai
dengan kondisinya sampai akhir hayat
h) Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa dukacita
F. Penilaian pada perawatan paliatif
1.Edmonton Symptom Assessment System
a) Rasa sakit
b) Aktivitas
c) Mual
d) Depresi
e) Kecemasan
f) Rasa mengantuk
g) Nafsu makan
h) Kesehatan
i) Sesak nafas

BAB 3
PEMBAHASAN

BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat
disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit
degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis,stroke,
Parkinson, gagal jantung/heart failure, penyakit genetika dan penyakit
infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping
kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Namun saat ini,
pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien
dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium
lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi
juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien yang
berada di ruang keperawatan kritis dan keluarganya.
Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih
belum merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan
pelayanan yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan
kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi
sarana pelayanan kesehatan yang berada di keperawatan kritis untuk
menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif secara maksimal.
B. SARAN
Pada permasalahan dalam keperawatan paliatif di ruang perawatan
kritis memerlukan kesiapan yang baik oleh setiap perawat yang berada
dalam tatanan kerja tersebut sehingga dalam pelayanannya dapat dilakukan
secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan

DAFTAR PUSTAKA

Anderson , Ian .D. 1999. Care of the Critically Ill Surgical Patient. The
Royal College of Surgeons of England
Hopkinson R.B. 1996. General Care Units, in

Critical Care, Standards

Audit and Ethics. ED. Tinker, Browne and Sibbald. Arnold p. 37 54


Moore

E.E,

Mattox

K.L,

Feliciano

D.V. 2003. Principles of Critical

Care, in Trauma Manual, ED. Moore E.E, Mattox K.L,

Feliciano

D.V .McGraw Hill Book Coy.,p. 441 451


Rivet E.B and Coopersmith C.M. 2008. Critical Care in The Washington
MANUAL OF surgery, 5th ed. , Ed. Klingensmith

M.E, Lie E.C,

Glasgow S.C et al, , Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia, p.


134 52.

You might also like