Professional Documents
Culture Documents
SKENARIO 7
BLOK GASTROINTESTINAL
OLEH :
ANDINI SARASWATI
1118011005
ANNISA RATYA
1118011011
AYU APRILIA
1118011016
AYU LESTARI N
1118011017
1118011030
M DWI ARIO
1118011070
PRADILA DESTY S
1118011096
ROZI K WARGANEGARA
1118011117
SEULANGA RACHMANI
1118011125
TRYVANIE R PUTRA
1118011136
YOLANDA FRATIWI
1118011140
2014
KATA PENGANTAR
Tim Penulis
Skenario :
Seorang wanita hamil 7 bulan, Usia 35 tahun datang ke klinik dr. Dara dengan
keluhan BAB berdarah.
Ananesis:
-
KU
KT
: BAB berdarah
: mengejan saat BAB (+)
Sulit BAB (+)
Pemeriksaan fisik
-
R
: 20
S
: 37,8 0C
Tekanan darah normal
BB
: 95kg
TB
: 165 cm
Thorax dalam batas normal
PF rectal : benjolan (+), darah (+)
Anoskopi : Benjolan (+) jam 1 dan jam 5
STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.
STEP 3
1.
-
Hemoroid Interna
Hemoroid Eksterna
Ca Colorektal
5.
STEP 4
1. Hemoroid Interna
Hemoroid interna adalah kondisi dimana pleksus v. hemoroidalis superior di atas
garis mukutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan
bantalan vaskuler di dalam jaringan sub mukosa pada rektum sebelah bawah.
Hemoroid interna terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan (jam 11),
kanan belakang (jam 7) dan lateral kiri (jam 3), yang oleh Miles disebut Three
Primary Haemorrhoidal Areas. Hemoroid yang lebih kecil tedapat di antara
ketiga letak primer tersebut dan kadang juga sirkuler.
Hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat yaitu :
-
Derajat I
: -
Derajat II
Hemorrhoid Grade II
-
Derajat III
Derajat IV
Hemorrhoid Grade IV
Hemoroid
eksterna
b.
c.
Kanker colorectal
Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa colon
atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip, oleh karena
itu polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker colorectal. Polip
colon dan kanker pada stadium dini terkadang tidak menunjukkan gejala. Secara
histopatologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri
atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda.
Tumor dapat menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan,
seperti ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe
pericolon dan mesocolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena colon
mengalirkan darah ke sistem portal.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker colorectal yaitu:
a. Umur
Kanker colorectal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini
menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia 60-70
tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan di bawah usia 40 tahun yaitu pada
orang yang memiliki riwayat colitis ulseratif atau polyposis familial.
b. Faktor Genetik
Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan disebabkan oleh faktor
lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa indikasi
bahwa
ada
kecenderungan
faktor
keluarga
pada
terjadinya
kanker
c. Faktor Lingkungan
Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik
dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan
penting pada kejadian kanker colorectal. Risiko mendapat kanker colorectal
Universitas Sumatera Utarameningkat pada masyarakat yang bermigrasi dari
wilayah dengan insiden kanker colorectal yang rendah ke wilayah dengan risiko
kanker colorectal yang tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa lingkungan sentrum
perbedaan pola makanan berpengaruh pada karsinogenesis.
Faktor Makanan
Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker
colorectal.
e. Polyposis Familial
Polyposis Familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Insiden pada
populasi umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip bervariasi 100-10.000
dalam setiap usus yang terserang. Bentuk polip ini biasanya mirip dengan polip
adenomatosun bertangkai atau berupa polip sesil, akan tetapi multipel tersebar
pada mukosa colon. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai
keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan
kecil yang mengganggu penderita. Polip cenderung muncul pada masa remaja dan
awal dewasa dan risiko karsinoma berkembang di pasien yang tidak diobati adalah
sekitar 90% pada usia 40 tahun.
f. Polip Adenoma
Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar. Insiden terbanyak pada umur
sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada semua umur dan lakilaki
lebih banyak dibanding dengan perempuan. Polip adenomatosum lebih banyak
pada colon sigmoid (60%), ukuran bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak
berukuran 1 cm. Polip terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Polip
dengan ukuran 1,2 cm atau lebih dapat dicurigai adanya adenokarsinoma.
Semakin besar diameter polip semakin besar kecurigaan keganasan. Perubahan
dimulai dibagian puncak polip, baik pada epitel pelapis mukosa maupun pada
epitel kelenjar, meluas ke bagian badan dan tangkai serta basis polip. Risiko
terjadinya kanker meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan jumlah
polip.
g. Adenoma Vilosa
Adenoma vilosa jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10% adenoma colon.
Terbanyak dijumpai di daerah rectosigmoid dan biasanya berupa massa papiler,
soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda dengan ukuran
basis polip. Adenoma vilosa mempunyai insiden kanker sebesar 30-70%.
Adenoma dengan diameter lebih dari 2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45%.
Semakin besar diameter semakin tinggi pula insiden kanker.
h. Colitis Ulserosa
Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker colorectal yang berhubungan dengan
colitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% pada 30 tahun, dan 10,8% pada
50 tahun.Colitis ulserosa dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa colon
dan beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul
pseudopolip yaitu penonjolan mukosa colon yang ada diantara ulkus. Perjalanan
penyakit yang sudah lama, berulang-ulang, dan lesi luas disertai adanya
pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap karsinoma. Pada kasus demikian
harus dipertimbangkan tindakan kolektomi. Tujuannya adalah mencegah
terjadinya karsinoma (preventif) dan menghindari penyakit yang sering berulangulang. Karsinoma yang timbul sebagai komplikasi colitis ulserosa sifatnya lebih
ganas, cepat tumbuh dan metastasis.
Gambaran Klinis
Karsinoma colon dan rectum dapat menyebabkan ulserasi, atau perdarahan,
menimbulkan obstruksi bila membesar, atau menembus (invasi) keseluruh dinding
usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan
menimbulkan abses di peritonium. Keluhan dan gejala tergantung juga dari lokasi
dan besarnya tumor.
terlihat yaitu berat badan yang menurun dan sakit perut pada bagian bawah yang
relatif sering, tetapi jarang terjadi pendarahan di anus. Pada 50-60% pasien
terdapat massa yang teraba di sisi kanan perut.
Karsinoma Rectum
Sering terjadi gangguan defekasi, misalnya konstipasi atau diare. Sering terjadi
perdarahan yang segar dan sering bercampur lendir, berat badan menurun. Perlu
diketahui bahwa rasa nyeri tidak biasa timbul pada kanker rectum. Kadangkadang
menimbulkan tenesmus dan sering merupakan gejala utama.
Patologi
Pada umumnya, dalam perjalanan penyakit, pertumbuhan adenokarsinoma usus
besar sebelah kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma usus besar kanan (caecum,
colon ascenden, transversum sampai batas flexura lienalis), tumor cenderung
tumbuh eksofitik atau polipoid. Pada permulaan, massa tumor berbentuk sesil,
sama seperti tumor colon kiri. Akan tetapi kemudian tumbuh progresif, bentuk
polipoid yang mudah iritasi dengan simtom habit bowel: sakit di abdomen yang
sifatnya lama. Keluhan sakit, sering berkaitan dengan makanan/minuman atau
gerakan peristaltik dan kadang-kadang disertai diare ringan. Berat badan semakin
metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem
staging yang awalnya diperhatikan oleh Dukes.
Pencegahan Primordial
Dilakukan dengan peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dalam
bentuk kampanye cara makan sehat yaitu makan seimbang baik dalam menu
maupun
jumlah
makanan
yang
dikonsumsi
setiap
hari
sehingga
Pencegahan Primer
Pencegahan primer ialah usaha untuk mencegah timbulnya kanker dengan
menghilangkan dan/atau melindungi tubuh dari kontak dengan karsinogen dan
faktorfaktor lain yang dapat menimbulkan kanker. Beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam pencegahan primer kanker colorectal yaitu
a. Menghentikan atau mengubah kebiasaan hidup yang memperbesar risiko
terjadinya kanker colorectal seperti menghindari makan makanan yang tinggi
lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat, mengkonsumsi
makanan berserat dengan jumlah cukup dan mengurangi konsumsi daging
merah. Kebalikan dengan daging merah/daging olahan, konsumsi ikan dapat
menurunkan risiko. Untuk mengurangi konsumsi daging merah, para ahli
menganjurkan mengkonsumsi daging unggas (ayam, bebek, dsb) dan ikan.
b. Mengubah kebiasaan mengkonsumsi alkohol karena selain merusak hepar,
konsumsi minuman beralkohol juga berhubungan dengan peningkatan risiko
kanker colorectal.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan skrining. Strategi skrining pada
orang yang tidak memperlihatkan gejala dianjurkan yaitu laki-laki dan perempuan
berusia lebih dari 40 tahun harus menjalani pemeriksaan rektal digital (rectal
toucher) setiap tahun dan orang yang berusia di atas 50 tahun harus menjalani
pemeriksaan darah samar feses setiap tahun dan pemeriksaan sigmoidoskopi
setiap 3 hingga 5 tahun setelah 2 kali pemeriksaan awal yang berjeda setahun.
Orang yang beresiko tinggi karena memiliki riwayat keluarga terkena kanker
colorectal harus dipantau ketat dengan melakukan skrining teratur.Selain itu, pada
pencegahan sekunder juga dilakukan:
a. Diagnosis
Anamnesis yang teliti Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa
diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah
segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi (risk factor), riwayat kanker
dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat
Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail.
Akan tetapi barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari
1 cm).
2. Patofisiologi Hemoroid
Anatomi Anal Canal
Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum hingga
orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh epitel
skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang
dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (lajur morgagni).
Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal superior
sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua
pembuluh tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal
dari arteri pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka
interna. Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.
Gambar. Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan
Eksternal.
Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang biasanya
ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan bagian
kanan belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel
bawah dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir
percabangan saraf pudendal (Snell, 2006).
Patogenesis Hemoroid
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas
dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang
berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan
terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular
tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya
inkontinensia.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu
aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan
mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air
besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh
trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya
disimpulkan bahwa sel mast memiliki peran multidimensional terhadap
patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul
sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan
vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan
leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada
hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel
mast juga melepaskan platelet-activating factorsehingga terjadi agregasi dan
trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami
rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast.
Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma,
heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-serta interleukin 4
untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan
parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.
b. Konstipasi
Konstipasi
colon descendenyang
Ketidaksesuaian diet
Makanan yang lunak akan menghasilkan suatu produk yang tidak cukup untuk
merangsang refleks pada proses defekasi. Makan makanan yang rendah serat
seperti; beras, telur dan daging segar akan membuat makanan tersebut
Keturunan
Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak lahir
akan memudahkan terjadinya hemorrhoid setelah mendapat paparan tambahan
seperti mengejan terlalu kuat atau terlalu lama, konstipasi, dan lain-lain.
Tumor abdomen
Kehamilan
Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan mengakibatkan
peristaltik saluran pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi.
Sehingga akan mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem vena.
Pelebaran vena pada wanita hamil juga dapat dipicu oleh penekanan bayi atau
fetus pada rongga abdomen. Selain itu proses melahirkan juga dapat
menyebabkan hemorrhoid karena adanya penekanan yang berlebihan pada
plexus hemorrhoidalis.
Leukosit
Hb
5. penatalaksanaan Hemoroid
Penatalaksanaan
hemoroid
terdiri
dari
penatalaksanaan
medis
dan
penatalaksanaan bedah.
1. Penatalaksanaan Medis
Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat
hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau klien yang menolak operasi.
a. Non-farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki
defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan
minum, perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel
Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin
feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting).
Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam
air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja
yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat
menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.
b. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan
gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
c. Minimal Invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan
tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain skleroterapi
hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser. Dilakukan jika pengobatan
farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil.
2. Penatalaksanaan Tindakan Operatif
Ada 2 prinsip dalam melakukan operasi hemoroid :
a. Pengangkatan pleksus dan mukosa
b. Pengangkatan pleksus tanpa mukosa
Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 3 metode :
a. Metode Langen-beck (eksisi atau jahitan primer radier)
Dimana semua sayatan ditempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu
memanjang dari rectum.
b. Metode White head (eksis atau jahitan primer longitudinal)
Sayatan dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang menonjol
c. Metode Morgan-Milligan
Semua primary piles diangkat
3. Penatalaksanaan Tindakan non-operatif
Dilakukan pada hemoroid derajat I dan II
a. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar
b. Mempergunakan obat-obat flebodinamik dan sklerotika
c. Rubber band ligation yaitu mengikat hemoroid dengan karet elastis kira-kira 1
minggu.
STEP 5
1.
2.
3.
4.
Komplikasi hemoroid?
Prolaps anus?
Proktitis?
Limfoma?
STEP 7
1. Komplikasi Hemoroid
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis,dan
strangulasi.Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai
darah dihalangi oleh sfingter ani. Komplikasi hemoroid antara lain :
1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan
dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin memperberat
luka di anus.
2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin
sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk
2. Prolaps anus
Prolaps Recti adalah kondisi medis yang ditandai dengan terabanya benjolan
pada anus akibat turunnya rektum (bagian dari usus besar yang mengarah ke
anus, dimana materi tinja melaluinya untuk keluar dari tubuh) sebagai akibat
melemahnya otot-otot dan ligamen-ligamen yang menahan di tempatnya.
Benjolan biasanya terasa sewaktu bersin atau batuk, berdiri atau berjalan atau
sewaktu defekasi. Pada kasus berat, rektum dapat timbul di luar anus,
menyebabkan nyeri dan konstipasi. Hal ini sering disebabkan karena terlalu
banyak mengedan sewaktu di toliet, suatu komplikasi persalinan atau suatu
kondisi kongenital. Prolaps recti juga seringkali ditemukan pada anak muda
dan orang tua. Untungnya, rektum yang prolaps dapat dikoreksi secara mudah
melalui prosedur bedah.
Prolapsus Rektum adalah turunnya rektum melalui anus.
Prolapsus yang bersifat sementara dan hanya mengenai lapisan rektu
(mukosa), sering terjadi pada bayi normal, mungkin karena bayi mengedan
selama buang air besarnya dan jarang berakibat serius. Pada orang dewasa,
prolapsus lapisan rektum cenderung menetap dan bisa memburuk, sehingga
lebih banyak bagian dari rektum yang turun.Prosidensia adalah prolapsus
rektum yang lengkap. Paling sering terjadi pada wanita di atas usia 60 tahun.
Prolapsus rektum seringkali berhubungan dengan berbagai keadaan berikut:
- Enterobiasis
- Trikuriasis
- Fibrosis kistik
- Malnutrisi dan malabsorbsi (misalnya penyakit seliak)
- Sembelit.
3. Limfoma
Limfoma merupakan salah satu jenis kanker di mana sel-sel getah bening
memperbanyak diri dengan tidak terkendali. Limfoma dibedakan menjadi dua
kategori yaitu limfoma Hodgkin tanda yang khas dari penyakit ini ialah
ditemukannya sejenis sel yang disebut sel Reed-Steinberg, dan jenis lainnya
adalah limfoma non-Hodgkin (Non-Hodgkins lymphomaNHL). Kasus NHL di
kalangan Odha berkembang tetap sejak tahun 1989 hingga 1995. Penelitian terus
menyelidiki terlibatnya virus dalam memproduksi jenis kanker ini. Namun,
penelitian klinis mengenai limfoma pada jaringan otak akibat AIDS masih sangat
sedikit. NHL adalah salah satu kanker yang menyerang sel-sel terutama di
kelenjar getah bening dan limpa. Leukemia dan limfoma merupakan nama yang
biasa/lazim digunakan untuk kanker yang menyerang sel darah putih. Kanker bisa
mengubah sel darah putih pada tahap perkembangan apa pun mulai dari bentuk sel
induk di sumsum tulang sampai menjadi sel T dan sel B dewasa. NHL dapat
timbul kapan saja pada tahap penyakit HIV. Kasus Odha yang mengalami NHL
terus meningkat sampai tahun 1995, ketika terapi antiretroviral yang sangat aktif
mulai meluas. Kenaikan jumlah Odha yang mengalami NHL tampaknya
sebanding dengan besar dan lamanya penekanan sistem kekebalan tubuh mereka.
Limfoma muncul ketika ada satu limfosit (sel getah bening) mengalami sejumlah
mutasi genetik dan kehilangan kendali terhadap reproduksinya. Sel yang
memperbanyak diri ini terus bermutasi dan berkembang menjadi tumor kemudian
menyerang jaringan getah bening seperti kelenjar getah bening atau pun limpa.
Bahaya yang paling besar dari limfoma adalah penyebarannya ke jaringan atau
organ lainnya.
Sarkoma Kaposi (KS) pada Odha merupakan infeksi ganda dari HIV dan virus
herpes penyebab sarkoma Kaposi (Kaposis sarcoma-associated herpesvirus
KSHV) yang baru dikenal. Bagaimana dengan limfoma pada Odha? Penelitian
baru-baru ini menegaskan peranan aktif virus Epstein-Barr (EBV) dalam
perkembangan limfoma. Salah satu jenis NHL yaitu limfoma Burkitt, terbukti
berkaitan dengan EBV. Di seluruh dunia, EBV berperan pada sekitar separuh dari
seluruh kasus kanker pada tenggorokan atas, serta lebih dari 30% dari semua
kasus penyakit Hodgkin dan 10% NHL. Hipotesis bahwa HIV memberdayakan
virus lainnya untuk menyebabkan kanker tertentu tampaknya baik untuk diteliti
lebih jauh. Penelitian diperlukan untuk menjelaskan peranan EBV pada limfoma
akibat AIDS, walaupun hubungan antara KSHV dan KS serta peranan virus
papilloma manusia dalam kanker anogenital tampaknya lebih bisa dimengerti.
Penelitian itu juga diperlukan untuk mengetahui hubungan antara virus herpes
yang baru ditemukan dengan limfoma. Penelitian semacam itu dapat
menghasilkan cara baru dalam memprediksi dan mengobati limfoma.
Di lain pihak, sebuah penelitian berskala kecil menyatakan bahwa ada hubungan
antara kadar racun dan pestisida tertentu di dalam tubuh seseorang dengan risiko
NHL. Karena sedikitnya jumlah peserta dalam penelitian ini, maka dibutuhkan
penelitian yang lebih lanjut untuk menguatkannya.
Gejala NHL yang dirasakan oleh pasien meliputi pembengkakan kelenjar getah
bening di daerah leher dan pangkal paha tanpa rasa sakit, gatal-gatal di sekujur
badan, kehilangan berat badan, demam dan berkeringat hebat di malam hari.
Orang dengan HIV positif seharusnya berhati-hati bila ada pembengkakan di luar
kelenjar getah bening. Pemeriksaan fisik pada orang yang mengalami NHL akan
memperlihatkan pembesaran hati dan limpa, dan tes laboratorium rutin sering
menunjukkan anemia (rendahnya kadar sel darah merah) yang terlihat dari kadar
Hb yang rendah.
Diagnosa NHL mengacu pada lebih dari 24 jenis kanker pada sistem getah bening.
Untuk menemukan pengobatan yang tepat atau pun memprediksi hasilnya, para
dokter pertama-tama harus menemukan sel getah bening mana yang diserang
limfoma. Langkah pertama adalah dengan mengambil sampel jaringan (biopsi)
yang terkena limfoma untuk dianalisa. Sel itu kemudian diberi pewarna khusus
dan diamati melalui mikroskop untuk membandingkan ukuran dan bentuk sel
serta penampakan nukleus dan sitoplasmanya. Sel itu digolong-golongkan dalam
beberapa tingkatan yaitu: tingkat rendah untuk penyebaran yang lambat, tingkat
sedang untuk penyebaran yang agak cepat dan tingkat tinggi untuk penyebaran
yang sangat cepat. Diagnosa dikuatkan dengan CT-scan (computerized
tomography scan) dan gambar MRI (magnetic resonance imaging).
NHL bisa
menyerang
berbagai
HIV
berkemungkinan lebih besar mengalami limfoma pada lebih dari satu organ tubuh.
Ronsen dada akan memperlihatkan apakah paru-paru juga terkena. Biopsi
sumsum tulang berguna untuk mengetahui apakah limfoma itu menjalar ke
sumsum tulang, tempat produksi sel darah merah dan sel darah putih caranya ialah
dengan mengambil sedikit sumsum tulang, yang kemudian diamati dengan
mikroskop untuk melihat ada-tidaknya ketidaknormalan sel. Yang terakhir,
gambaran beberapa ronsen khusus dapat berguna untuk melihat struktur kelenjar
getah bening yang membengkak dan memeriksa suplai darah dan getah bening
pada kelenjar tersebut. Proses ini disebut lymphangiography, memerlukan cairan
berwarna biru yang dapat terlihat dengan sinar X. cairan itu disuntikkan pada
pembuluh darah di antara jari kaki dan kemudian dengan menggunakan sinar X
akan terlihat gambaran kelenjar getah bening ketika cairan itu melewatinya.
Ada dua jenis terapi yang ditawarkan untuk orang yang terserang NHL. Yang
pertama adalah kemoterapi yang terdiri dari obat-obatan yang membunuh dan
merusak sel kanker. Yang kedua adalah terapi radiasi yang mengunakan sinar X
yang diatur untuk membunuh sel kanker dan menciutkan tumor. Biasanya kedua
terapi tersebut dikombinasikan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan si pasien.
Ada kontroversi seputar kemoterapi yang paling baik untuk NHL akibat AIDS.
Rangkaian obat yang disebut CHOP, yang terdiri dari cyclophosphamide,
doxorubicin, vincristine dan prednisone, diusulkan untuk pengobatan limfoma
akibat AIDS karena dipandang sebagai pengobatan standar untuk Odha.
Pendukung kombinasi ini mengakui bahwa setiap individu harus membuat pilihan
sendiri baik mengenai obat yang akan digunakan maupun jumlah pengurangan
dosisnya, yang didasarkan pada keadaan kekebalannya dan kemampuan individu
itu untuk mentoleransi pengobatan yang sebenarnya banyak mengandung racun
ini. Semua peserta dalam debat mengenai pilihan kombinasi kemoterapi mengakui
bahwa terapi antiretroviral yang efektif mungkin memiliki efek yang baik bagi
daya tahan tubuh secara keseluruhan.
Baik kemoterapi maupun radiasi merusak sejumlah besar sel sistem kekebalan.
Neutropenia (penurunan neutrofil, sejenis sel darah putih) bisa dicegah sebelum
segera diobati dengan memeriksakan mata secara rutin. Maka limfoma SSP akan
lebih cepat dideteksi dibandingkan dengan pemeriksaan khusus yang bisa saja
terlambat. Lagipula pemeriksaan mata tidaklah begitu menakutkan bila
dibandingkan dengan biopsi otak.
Daftar pustaka
Sudoyo, W. Aru, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.
Price, A. Sylvia & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
De Jong, Wim & R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Sabiston. Buku ajar bedah(Essentials of surgry). Bagian 2, cetakan I : Jakarta,
penerbit buku kedokteran EGC. 1994.
Schwartz. et al. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Ed. 6. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC, 2000.