You are on page 1of 38

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 7
BLOK GASTROINTESTINAL

OLEH :
ANDINI SARASWATI

1118011005

ANNISA RATYA

1118011011

AYU APRILIA

1118011016

AYU LESTARI N

1118011017

DEVI PUTRI AMALIA S

1118011030

M DWI ARIO

1118011070

PRADILA DESTY S

1118011096

ROZI K WARGANEGARA

1118011117

SEULANGA RACHMANI

1118011125

TRYVANIE R PUTRA

1118011136

YOLANDA FRATIWI

1118011140

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG

2014

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr. wb.


Alhamdulillah, puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
laporan tutorial scenario 7.
Selanjutnya, laporan tutorial ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
Blok Gatrointestinal. Kepada semua dosen yang terlibat dalam pembuatan laporan
tutor ini, kami ucapkan terima kasih atas segala pengarahannya sehingga laporan
ini dapat kami susun dengan cukup baik.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi
isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami ingin meminta maaf
atas segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya
pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu, kritik dan saran dari
pembaca sangat kami harapkan, guna kesempurnaan laporan ini dan perbaikan
untuk kita semua.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan berupa ilmu
pengetahuan untuk kita semua.
Wassalammualaikum wr. wb.
Bandar Lampung, Oktober 2014

Tim Penulis

Skenario :
Seorang wanita hamil 7 bulan, Usia 35 tahun datang ke klinik dr. Dara dengan
keluhan BAB berdarah.

Ananesis:
-

KU
KT

: BAB berdarah
: mengejan saat BAB (+)
Sulit BAB (+)

Pemeriksaan fisik
-

R
: 20
S
: 37,8 0C
Tekanan darah normal
BB
: 95kg
TB
: 165 cm
Thorax dalam batas normal
PF rectal : benjolan (+), darah (+)
Anoskopi : Benjolan (+) jam 1 dan jam 5

STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.

Diagnosis banding kasus pada scenario?


Patofisiologi Hemoroid?
Faktor resiko hemoroid?
Pemeriksaan Penunjang dari hemoroid?
Penatalaksanaan hemoroid?

STEP 3
1.
-

Hemoroid Interna
Hemoroid Eksterna
Ca Colorektal

2. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada


hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan
perdarahan
3. faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah:
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas.
4.

anoskopi dan sigmoidoskopi

5.

konservatif dan pembedahan

STEP 4

1. Hemoroid Interna
Hemoroid interna adalah kondisi dimana pleksus v. hemoroidalis superior di atas
garis mukutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan
bantalan vaskuler di dalam jaringan sub mukosa pada rektum sebelah bawah.
Hemoroid interna terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan (jam 11),
kanan belakang (jam 7) dan lateral kiri (jam 3), yang oleh Miles disebut Three
Primary Haemorrhoidal Areas. Hemoroid yang lebih kecil tedapat di antara
ketiga letak primer tersebut dan kadang juga sirkuler.
Hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat yaitu :
-

Derajat I

: -

Terdapat perdarahan merah segar pada rectum pasca


defekasi

Tanpa disertai rasa nyeri

Tidak terdapat prolaps

Pada pemeriksaan anoskopi terlihat permulaan dari


benjolan hemoroid yang menonjol ke dalam lumen

Derajat II

: - Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan sesudah defekasi


-

Terjadi prolaps hemoroid yang dapat masuk sendiri


(reposisi spontan)

Hemorrhoid Grade II
-

Derajat III

: - Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan sesudah defekasi


-

Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat masuk


sendiri jadi harus didorong dengan jari (reposisi
manual)

Derajat IV

: - Terdapat perdarahan sesudah defekasi


-

Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat didorong


masuk (meskipun sudah direposisi akan keluar lagi)

Hemorrhoid Grade IV
Hemoroid

eksterna

Hemoroid eksterna merupakan pelebaraan dan penonjolan pleksus hemoroidalis

inferior, terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah


epitel anus.
Ada 3 bentuk hemoroid eksterna yang sering dijumpai :
a.

Bentuk hemoroid biasa tapi letaknya distal linea pectinea.

b.

Bentuk trombosis atau benjolan hemoroid yang terjepit

c.

Bentuk skin tags.

Kanker colorectal
Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa colon
atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip, oleh karena
itu polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker colorectal. Polip
colon dan kanker pada stadium dini terkadang tidak menunjukkan gejala. Secara
histopatologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri
atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda.
Tumor dapat menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan,
seperti ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe
pericolon dan mesocolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena colon
mengalirkan darah ke sistem portal.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker colorectal yaitu:
a. Umur
Kanker colorectal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini
menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia 60-70
tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan di bawah usia 40 tahun yaitu pada
orang yang memiliki riwayat colitis ulseratif atau polyposis familial.

b. Faktor Genetik
Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan disebabkan oleh faktor
lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa indikasi
bahwa

ada

kecenderungan

faktor

colorectal.Risiko terjadinya kanker

keluarga

pada

terjadinya

kanker

colorectal pada keluarga pasien kanker

colorectal adalah sekitar 3 kali dibandingkan pada populasi umum. Banyak


kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kanker colorectal diantaranya
sindrom poliposis. Namun demikian sindrom poliposis hanya terhitung 1% dari
semua kanker colorectal. Selain itu terdapat Hereditary NonPoliposis Colorectal
Cancer (HNPCC) atau Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari kanker colorectal.
[

c. Faktor Lingkungan
Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik
dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan
penting pada kejadian kanker colorectal. Risiko mendapat kanker colorectal
Universitas Sumatera Utarameningkat pada masyarakat yang bermigrasi dari
wilayah dengan insiden kanker colorectal yang rendah ke wilayah dengan risiko
kanker colorectal yang tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa lingkungan sentrum
perbedaan pola makanan berpengaruh pada karsinogenesis.

Faktor Makanan
Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker

colorectal.

Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat menurunkan risiko


timbulnya kanker colorectal sebesar 40% dibandingkan orang yang hanya
mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang yang banyak mengkonsumsi daging merah
(misal daging sapi, kambing) atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi
atau lebih) akan mengalami peningkatan risiko kanker colorectal sebesar 35%
dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per minggu.

e. Polyposis Familial
Polyposis Familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Insiden pada
populasi umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip bervariasi 100-10.000
dalam setiap usus yang terserang. Bentuk polip ini biasanya mirip dengan polip
adenomatosun bertangkai atau berupa polip sesil, akan tetapi multipel tersebar
pada mukosa colon. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai
keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan
kecil yang mengganggu penderita. Polip cenderung muncul pada masa remaja dan
awal dewasa dan risiko karsinoma berkembang di pasien yang tidak diobati adalah
sekitar 90% pada usia 40 tahun.
f. Polip Adenoma
Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar. Insiden terbanyak pada umur
sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada semua umur dan lakilaki
lebih banyak dibanding dengan perempuan. Polip adenomatosum lebih banyak
pada colon sigmoid (60%), ukuran bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak
berukuran 1 cm. Polip terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Polip
dengan ukuran 1,2 cm atau lebih dapat dicurigai adanya adenokarsinoma.
Semakin besar diameter polip semakin besar kecurigaan keganasan. Perubahan
dimulai dibagian puncak polip, baik pada epitel pelapis mukosa maupun pada
epitel kelenjar, meluas ke bagian badan dan tangkai serta basis polip. Risiko
terjadinya kanker meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan jumlah
polip.
g. Adenoma Vilosa
Adenoma vilosa jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10% adenoma colon.
Terbanyak dijumpai di daerah rectosigmoid dan biasanya berupa massa papiler,
soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda dengan ukuran
basis polip. Adenoma vilosa mempunyai insiden kanker sebesar 30-70%.
Adenoma dengan diameter lebih dari 2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45%.
Semakin besar diameter semakin tinggi pula insiden kanker.

h. Colitis Ulserosa
Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker colorectal yang berhubungan dengan
colitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% pada 30 tahun, dan 10,8% pada
50 tahun.Colitis ulserosa dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa colon
dan beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul
pseudopolip yaitu penonjolan mukosa colon yang ada diantara ulkus. Perjalanan
penyakit yang sudah lama, berulang-ulang, dan lesi luas disertai adanya
pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap karsinoma. Pada kasus demikian
harus dipertimbangkan tindakan kolektomi. Tujuannya adalah mencegah
terjadinya karsinoma (preventif) dan menghindari penyakit yang sering berulangulang. Karsinoma yang timbul sebagai komplikasi colitis ulserosa sifatnya lebih
ganas, cepat tumbuh dan metastasis.
Gambaran Klinis
Karsinoma colon dan rectum dapat menyebabkan ulserasi, atau perdarahan,
menimbulkan obstruksi bila membesar, atau menembus (invasi) keseluruh dinding
usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan
menimbulkan abses di peritonium. Keluhan dan gejala tergantung juga dari lokasi
dan besarnya tumor.

Karsinoma Colon Sebelah Kanan


Penting untuk diketahui bahwa umumnya pasien dengan karsinoma pada
caecum atau pada ascending colon biasanya memperlihatkan gejala nonspesifik
seperti kekurangan zat besi (anemia). Kejadian anemia ini biasanya meningkatkan
kemungkinan terjadinya karsinoma colon yang belum terdeteksi, yang lebih
cenderung berada di proksimal daripada di colon distal. Beberapa tanda gejala
yang

terlihat yaitu berat badan yang menurun dan sakit perut pada bagian bawah yang
relatif sering, tetapi jarang terjadi pendarahan di anus. Pada 50-60% pasien
terdapat massa yang teraba di sisi kanan perut.

Karsinoma colon sebelah kiri


Jika karsinoma terletak pada bagian distal, maka kemungkinan besar akan ada
gangguan pada kebiasaan buang air besar, serta adanya darah di feses. Beberapa
karsinoma pada transversa colon dan colon sigmoid dapat teraba melalui dinding
perut.Karsinoma sebelah kiri lebih cepat menimbulkan obstruksi, sehingga terjadi
obstipasi. Tidak jarang timbul diare paradoksikal, karena tinja yang masih encer
dipaksa melewati daerah obstruksi partial.

Karsinoma Rectum
Sering terjadi gangguan defekasi, misalnya konstipasi atau diare. Sering terjadi
perdarahan yang segar dan sering bercampur lendir, berat badan menurun. Perlu
diketahui bahwa rasa nyeri tidak biasa timbul pada kanker rectum. Kadangkadang
menimbulkan tenesmus dan sering merupakan gejala utama.

Patologi
Pada umumnya, dalam perjalanan penyakit, pertumbuhan adenokarsinoma usus
besar sebelah kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma usus besar kanan (caecum,
colon ascenden, transversum sampai batas flexura lienalis), tumor cenderung
tumbuh eksofitik atau polipoid. Pada permulaan, massa tumor berbentuk sesil,
sama seperti tumor colon kiri. Akan tetapi kemudian tumbuh progresif, bentuk
polipoid yang mudah iritasi dengan simtom habit bowel: sakit di abdomen yang
sifatnya lama. Keluhan sakit, sering berkaitan dengan makanan/minuman atau
gerakan peristaltik dan kadang-kadang disertai diare ringan. Berat badan semakin

menurun dan anemia karena adanya perdarahan kecil tersembunyi. Konstipasi


jarang terjadi, mungkin karena volum colon kanan lebih besar. Suatu saat dapat
dipalpasi massa tumor di rongga abdomen sebelah kanan. Karsinoma usus besar
kiri (colon transversum batas flexura lienalis, colon descenden, sigmoid dan
rectum) tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkin-ring. Pada permulaan,
tumor tampak seperti massa berbentuk sesil, kemudian tumbuh berbentuk plak
melingkar yang menimbulkan obstipasi. Kemudian bagian tengah mengalami
ulserasi yang menimbulkan simtom diare, tinja campur lendir dan darah,
konstipasi dan tenesmus mirip dengan sindrom disentri.

Prognosis dari pasien kanker colorectal berhubungan dengan dalamnya penetrasi


tumor ke dinding

colon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau

metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem
staging yang awalnya diperhatikan oleh Dukes.

Skin Tag, Hemorrhoid Grade I - IV

Pencegahan Primordial
Dilakukan dengan peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dalam
bentuk kampanye cara makan sehat yaitu makan seimbang baik dalam menu
maupun

jumlah

makanan

yang

dikonsumsi

setiap

hari

sehingga

mengurangi/mencegah keterpaparan terhadap bahan makanan yang bersifat


karsinogenik dan kokarsinogenik. Selain itu, pengaturan pola makan juga dapat
menghindari obesitas, karena obesitas juga diketahui merupakan faktor risiko
untuk kanker colorectal.

Pencegahan Primer
Pencegahan primer ialah usaha untuk mencegah timbulnya kanker dengan
menghilangkan dan/atau melindungi tubuh dari kontak dengan karsinogen dan
faktorfaktor lain yang dapat menimbulkan kanker. Beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam pencegahan primer kanker colorectal yaitu
a. Menghentikan atau mengubah kebiasaan hidup yang memperbesar risiko
terjadinya kanker colorectal seperti menghindari makan makanan yang tinggi
lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat, mengkonsumsi
makanan berserat dengan jumlah cukup dan mengurangi konsumsi daging
merah. Kebalikan dengan daging merah/daging olahan, konsumsi ikan dapat
menurunkan risiko. Untuk mengurangi konsumsi daging merah, para ahli
menganjurkan mengkonsumsi daging unggas (ayam, bebek, dsb) dan ikan.
b. Mengubah kebiasaan mengkonsumsi alkohol karena selain merusak hepar,
konsumsi minuman beralkohol juga berhubungan dengan peningkatan risiko
kanker colorectal.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan skrining. Strategi skrining pada
orang yang tidak memperlihatkan gejala dianjurkan yaitu laki-laki dan perempuan

berusia lebih dari 40 tahun harus menjalani pemeriksaan rektal digital (rectal
toucher) setiap tahun dan orang yang berusia di atas 50 tahun harus menjalani
pemeriksaan darah samar feses setiap tahun dan pemeriksaan sigmoidoskopi
setiap 3 hingga 5 tahun setelah 2 kali pemeriksaan awal yang berjeda setahun.
Orang yang beresiko tinggi karena memiliki riwayat keluarga terkena kanker
colorectal harus dipantau ketat dengan melakukan skrining teratur.Selain itu, pada
pencegahan sekunder juga dilakukan:
a. Diagnosis
Anamnesis yang teliti Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa
diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah
segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi (risk factor), riwayat kanker
dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat

colitis ulserosa, riwayat kanker

payudara/ovarium, ureterosigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat,


banyak lemak).
b. Pemeriksaan Fisik
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang
airbesar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi. Semakin distal
letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses
semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang menyempit, bahkan bisa
disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar. Warna perdarahan sangat
bervariasi, merah terang, purple, mahogany, dan kadang kala merah kehitaman.
Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering disertai
dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada
colorectal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba
pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar.
Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah
metastasis jauh ke hepar.
c. Pemeriksaan laboratorium

Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara makroskopis/mikroskopis


atau ada darah samar (occult blood) serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic
antigen). Kadar yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat
meninggi pada tumor epitelial dan mesenkimal, emfisema paru, sirhosis hepatis,
hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis ulserosa, penyakit crohn, tukak
peptik, serta pada orang sehat yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah
bila diagnosis karsinoma colorectal sudah ditegakkan dan ternyata CEA meninggi
yang kemudian menurun setelah operasi maka CEA penting untuk tindak lanjut.
Double-contrast barium enema (DCBE)
Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan Single contras
procedure

(barium saja) atau Double contras procedure (udara dan barium).

Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail.
Akan tetapi barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari
1 cm).

2. Patofisiologi Hemoroid
Anatomi Anal Canal
Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum hingga
orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh epitel
skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang
dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (lajur morgagni).
Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal superior
sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua
pembuluh tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal
dari arteri pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka
interna. Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.

Gambar. Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan
Eksternal.

Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang biasanya
ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan bagian
kanan belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel

anal canal dan

Universitas Sumatera Utaraterdiri dari plexus arteriovenosus terutama antara


cabang terminal arteri rektal superior dan arteri hemoroid superior. Selain itu
hemoroid juga menghubungkan antara arteri hemoroid dengan jaringan sekitar.
Persarafan pada bagian atas

anal canal disuplai oleh plexus otonom, bagian

bawah dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir
percabangan saraf pudendal (Snell, 2006).

Patogenesis Hemoroid
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas
dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang
berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan
terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular
tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya
inkontinensia.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu
aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan
mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air
besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh
trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya
disimpulkan bahwa sel mast memiliki peran multidimensional terhadap
patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul
sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan
vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan
leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada
hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel
mast juga melepaskan platelet-activating factorsehingga terjadi agregasi dan
trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami
rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast.
Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma,
heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-serta interleukin 4
untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan
parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.

3. Faktor resiko hemoroid


Faktor risiko hemorrhoid antara lain:
a. Kurangnya konsumsi makanan berserat Serat makanan yang tinggi mampu
mencegah dan mengobati konstipasi apabila diiringi dengan peningkatan
intake cairan yang cukup setiap hari. Konsumsi cairan dapat membantu kerja
serat makanan dalam tubuh. Suatu studi meta-analisis di Barcelona
menyimpulkan bahwa kebiasaan mengonsumsi serat akan menurunkan gejala
dan perdarahan pada hemorrhoid.

b. Konstipasi
Konstipasi

berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar yang

disebabkan oleh tinja yang kering dan keras pada

colon descendenyang

menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan.Pada konstipasi diperlukan


waktu mengejan yang lebih lama. Tekanan yang keras saat mengejan dapat
mengakibatkan trauma berlebihan pada

plexus hemorrhoidalis sehingga

menyebabkan hemorrhoid. Sebuah penelitian yang dilakukan pada pasien


hemorrhoid di RS
Beberapa penyebab konstipasi antara lain :
Peningkatan stress psikologis Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan
konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja epinefrin
dan sistem syaraf simpatis. Stress juga dapat menyebabkan usus spastic
(spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon).

Ketidaksesuaian diet
Makanan yang lunak akan menghasilkan suatu produk yang tidak cukup untuk
merangsang refleks pada proses defekasi. Makan makanan yang rendah serat
seperti; beras, telur dan daging segar akan membuat makanan tersebut

bergerak lebih lambat di saluran cerna. Namun dengan meningkatkan intake


cairan dapat mempercepat pergerakan makanan tersebut di saluran cerna.
Penggunaan obat-obatan
Obat-obatan

seperti ; morfin, codein, obat-obatan adrenergik dan

antikolinergik lain dapat memperlambat pergerakan colon melalui mekanisme


kerja sistem syaraf pusat sehingga dapat menyebabkan konstipasi.
Usia lanjut
Pada orang lanjut usia terjadi penyerapan air yang berlebihan pada saluran
cerna. Sehingga konsistensi tinja yang dikeluarkan menjadi keras
.
Usia
Pada usia tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot sphincter
pun juga menjadi tipis dan atonis. Karena sphincternya lemah maka dapat
timbul prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang
dikarenakan penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Hal tersebut
menyebabkan konsistensi tinja menjadi keras. Sehingga terjadi penekanan
berlebihan pada plexus hemorrhoidalis yang dipicu oeh proses mengejan
untuk mengeluarkan tinja.

Keturunan
Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak lahir
akan memudahkan terjadinya hemorrhoid setelah mendapat paparan tambahan
seperti mengejan terlalu kuat atau terlalu lama, konstipasi, dan lain-lain.

Tumor abdomen

Tumor abdomen yang memiliki pengaruh besar terhadap kejadian hemorrhoid


adalah tumor di daerah pelvis seperti tumor ovarium, tumor rektal, dan lainlain. Tumor ini dapat menekan vena sehingga alirannya terganggu dan
menyebabkan pelebaran plexus hemorrhoidalis.

Pola buang air besar yang salah


Pemakaian jamban duduk juga dapat meningkatkan insidensi hemorrhoid.
Menurut dr. Eka Ginanjar, dengan pemakaian jamban yang duduk posisi usus
dan anus tidak dalam posisi tegak. Sehingga akan menyebabkan tekanan dan
gesekan pada vena di daerah rektum dan anus. Berbeda halnya pada
penggunaan jamban jongkok. Posisi jongkok saat defekasi dapat mencegah
terjadinya konstipasi yang secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya
hemorrhoid. Hal tersebut dikarenakan pada posisi jongkok, valvula ilicaecal
yang terletak antara usus kecil dan caecum dapat menutup secara sempurna
sehingga tekanan dalam colon cukup untuk
mengeluarkan feses. Selain itu menghindari kebiasaan untuk menunda ke
jamban ketika sudah dirasa ingin buang air besar juga dapat menurunkan
kejadian konstipasi

Kurang intake cairan


Kurangnya intake cairan setiap hari dapat meningkatkan kejadian hemorrhoid.
Hal tersebut dikarenakan, kurangnya intake cairan dapat menyebabkan tinja
menjadi keras sehingga seseorang akan cenderung mengejan untuk
mengeluarkan tinja tersebut. Sementara itu, proses mengejan tersebut dapat
meningkatkan tekanan pada plexus hemorrhoidalis. Dengan intake cairan yang
cukup setiap harinya dapat membantu melunakkan tinja dan membersihkan
usus. Sehingga tidak perlu mengejan untuk mengeluarkan tinja.

Kurang aktivitas fisik


Kebiasaan melakukan gerakan ringan dapat mengurangi frekuensi untuk
duduk dan merupakan salah satu pencegahan dari kekambuhan hemorrhoid.
Selain itu dengan melakukan olahraga yang ringan seperti berenang dan
menggerakkan daerah perut diharapkan dapat melemaskan dan mengurangi
ketegangan dari otot. Namun dengan melakukan aktivitas yang terlalu berat
seperti mengangkat benda berat akan meningkatkan risiko kejadia
hemorrhoid. Hal tersebut dikarenakan terjadi peregangan musculus sphincter
ani yang berulang sehingga ketika penderita mengejan akan terjadi peregangan
yang bertambah buruk.

Kehamilan
Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan mengakibatkan
peristaltik saluran pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi.
Sehingga akan mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem vena.
Pelebaran vena pada wanita hamil juga dapat dipicu oleh penekanan bayi atau
fetus pada rongga abdomen. Selain itu proses melahirkan juga dapat
menyebabkan hemorrhoid karena adanya penekanan yang berlebihan pada
plexus hemorrhoidalis.

4. Pemeriksaan penunjang hemoroid


Pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rektaltouche (colok dubur)
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba
sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.
Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps,
selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat
dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.
Anoskopy
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna
terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya,
letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor
ganas harus diperhatikan.
Pemeriksaan Proktosigmoidoskopy
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena
hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses
harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
Rontgen (colon inloop) atau Kolonoskopy
Laboratorium : - Eritrosit
-

Leukosit

Hb

5. penatalaksanaan Hemoroid
Penatalaksanaan

hemoroid

terdiri

dari

penatalaksanaan

medis

dan

penatalaksanaan bedah.

1. Penatalaksanaan Medis
Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat
hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau klien yang menolak operasi.

a. Non-farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki
defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan
minum, perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel
Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin
feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting).
Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam
air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja
yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat
menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.

b. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan
gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:

1. Obat yang memperbaiki defekasi


Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja
(stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain
psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang
berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi
bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan
meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat

kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).


2. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau
kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan
Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi
radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC,
Scheriproct.
3. Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena
hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari
jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh
darah.
4. Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 32 tablet selama 4 hari, lalu 22
tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala
inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.

c. Minimal Invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan
tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain skleroterapi
hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser. Dilakukan jika pengobatan
farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil.
2. Penatalaksanaan Tindakan Operatif
Ada 2 prinsip dalam melakukan operasi hemoroid :
a. Pengangkatan pleksus dan mukosa
b. Pengangkatan pleksus tanpa mukosa
Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 3 metode :
a. Metode Langen-beck (eksisi atau jahitan primer radier)
Dimana semua sayatan ditempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu
memanjang dari rectum.
b. Metode White head (eksis atau jahitan primer longitudinal)
Sayatan dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang menonjol

c. Metode Morgan-Milligan
Semua primary piles diangkat
3. Penatalaksanaan Tindakan non-operatif
Dilakukan pada hemoroid derajat I dan II
a. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar
b. Mempergunakan obat-obat flebodinamik dan sklerotika
c. Rubber band ligation yaitu mengikat hemoroid dengan karet elastis kira-kira 1
minggu.

STEP 5

1.
2.
3.
4.

Komplikasi hemoroid?
Prolaps anus?
Proktitis?
Limfoma?

STEP 7
1. Komplikasi Hemoroid
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis,dan
strangulasi.Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai
darah dihalangi oleh sfingter ani. Komplikasi hemoroid antara lain :
1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan
dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin memperberat
luka di anus.
2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin
sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk

2. Prolaps anus
Prolaps Recti adalah kondisi medis yang ditandai dengan terabanya benjolan
pada anus akibat turunnya rektum (bagian dari usus besar yang mengarah ke
anus, dimana materi tinja melaluinya untuk keluar dari tubuh) sebagai akibat
melemahnya otot-otot dan ligamen-ligamen yang menahan di tempatnya.
Benjolan biasanya terasa sewaktu bersin atau batuk, berdiri atau berjalan atau
sewaktu defekasi. Pada kasus berat, rektum dapat timbul di luar anus,
menyebabkan nyeri dan konstipasi. Hal ini sering disebabkan karena terlalu
banyak mengedan sewaktu di toliet, suatu komplikasi persalinan atau suatu
kondisi kongenital. Prolaps recti juga seringkali ditemukan pada anak muda
dan orang tua. Untungnya, rektum yang prolaps dapat dikoreksi secara mudah
melalui prosedur bedah.
Prolapsus Rektum adalah turunnya rektum melalui anus.
Prolapsus yang bersifat sementara dan hanya mengenai lapisan rektu
(mukosa), sering terjadi pada bayi normal, mungkin karena bayi mengedan
selama buang air besarnya dan jarang berakibat serius. Pada orang dewasa,
prolapsus lapisan rektum cenderung menetap dan bisa memburuk, sehingga
lebih banyak bagian dari rektum yang turun.Prosidensia adalah prolapsus
rektum yang lengkap. Paling sering terjadi pada wanita di atas usia 60 tahun.
Prolapsus rektum seringkali berhubungan dengan berbagai keadaan berikut:
- Enterobiasis
- Trikuriasis
- Fibrosis kistik
- Malnutrisi dan malabsorbsi (misalnya penyakit seliak)
- Sembelit.

Prolapsus rektum menyebabkan rektum berpindah keluar, sehingga lapisan


rektum terlihat seperti jari berwarna merah gelap dan lembab yang keluar dari
anus.
Untuk menentukan luasnya prolapsus, dilakukan pemeriksaan pada saat
penderita berdiri atau jongkok dan mengedan. Melalui perabaan otot
melingkar anus (otot sfingter ani) dengan menggunakan sarung tangan, sering
ditemukan adanya penurunan dari tonus (ketegangan) otot. Melalui
pemeriksaan sigmoidoskop dan barium enema usus besar, bisa ditemukan
penyakit yang mendasarinya (misalnya adanya kelainan pada saraf dari otot
sfingter ani).
Pada bayi dan anak-anak, pelunak tinja akan mengurangi kebutuha mengedan
selama buang air besar. Melilit bokong dengan tali pengikat diantara waktu
buang air besar, biasanya membantu prolapsus sembuh dengan sendirinya.
Pada orang dewasa, diperlukan pembedahan untuk mengatasi masalah ini.
Pembedahan sering menyembuhkan prosidensia. Pada pembedahan perut,
rektum diangkat, ditarik dan ditempelkan pada tulang ekor. Pada jenis
pembedahan yang lainnya, sebagian dari rektum dibuang. Untuk orang yang
terlalu lemah untuk menjalani operasi karena usia lanjut atau kesehatan yang
buruk, lingkaran dari kawat atau plastik dapat dimasukan mengelilingi otot
sfingter ani, cara ini disebut prosedur Thiersch.

3. Limfoma
Limfoma merupakan salah satu jenis kanker di mana sel-sel getah bening
memperbanyak diri dengan tidak terkendali. Limfoma dibedakan menjadi dua
kategori yaitu limfoma Hodgkin tanda yang khas dari penyakit ini ialah
ditemukannya sejenis sel yang disebut sel Reed-Steinberg, dan jenis lainnya
adalah limfoma non-Hodgkin (Non-Hodgkins lymphomaNHL). Kasus NHL di
kalangan Odha berkembang tetap sejak tahun 1989 hingga 1995. Penelitian terus
menyelidiki terlibatnya virus dalam memproduksi jenis kanker ini. Namun,
penelitian klinis mengenai limfoma pada jaringan otak akibat AIDS masih sangat
sedikit. NHL adalah salah satu kanker yang menyerang sel-sel terutama di
kelenjar getah bening dan limpa. Leukemia dan limfoma merupakan nama yang
biasa/lazim digunakan untuk kanker yang menyerang sel darah putih. Kanker bisa
mengubah sel darah putih pada tahap perkembangan apa pun mulai dari bentuk sel
induk di sumsum tulang sampai menjadi sel T dan sel B dewasa. NHL dapat
timbul kapan saja pada tahap penyakit HIV. Kasus Odha yang mengalami NHL
terus meningkat sampai tahun 1995, ketika terapi antiretroviral yang sangat aktif
mulai meluas. Kenaikan jumlah Odha yang mengalami NHL tampaknya
sebanding dengan besar dan lamanya penekanan sistem kekebalan tubuh mereka.
Limfoma muncul ketika ada satu limfosit (sel getah bening) mengalami sejumlah
mutasi genetik dan kehilangan kendali terhadap reproduksinya. Sel yang
memperbanyak diri ini terus bermutasi dan berkembang menjadi tumor kemudian
menyerang jaringan getah bening seperti kelenjar getah bening atau pun limpa.
Bahaya yang paling besar dari limfoma adalah penyebarannya ke jaringan atau
organ lainnya.
Sarkoma Kaposi (KS) pada Odha merupakan infeksi ganda dari HIV dan virus
herpes penyebab sarkoma Kaposi (Kaposis sarcoma-associated herpesvirus
KSHV) yang baru dikenal. Bagaimana dengan limfoma pada Odha? Penelitian
baru-baru ini menegaskan peranan aktif virus Epstein-Barr (EBV) dalam
perkembangan limfoma. Salah satu jenis NHL yaitu limfoma Burkitt, terbukti
berkaitan dengan EBV. Di seluruh dunia, EBV berperan pada sekitar separuh dari
seluruh kasus kanker pada tenggorokan atas, serta lebih dari 30% dari semua

kasus penyakit Hodgkin dan 10% NHL. Hipotesis bahwa HIV memberdayakan
virus lainnya untuk menyebabkan kanker tertentu tampaknya baik untuk diteliti
lebih jauh. Penelitian diperlukan untuk menjelaskan peranan EBV pada limfoma
akibat AIDS, walaupun hubungan antara KSHV dan KS serta peranan virus
papilloma manusia dalam kanker anogenital tampaknya lebih bisa dimengerti.
Penelitian itu juga diperlukan untuk mengetahui hubungan antara virus herpes
yang baru ditemukan dengan limfoma. Penelitian semacam itu dapat
menghasilkan cara baru dalam memprediksi dan mengobati limfoma.
Di lain pihak, sebuah penelitian berskala kecil menyatakan bahwa ada hubungan
antara kadar racun dan pestisida tertentu di dalam tubuh seseorang dengan risiko
NHL. Karena sedikitnya jumlah peserta dalam penelitian ini, maka dibutuhkan
penelitian yang lebih lanjut untuk menguatkannya.
Gejala NHL yang dirasakan oleh pasien meliputi pembengkakan kelenjar getah
bening di daerah leher dan pangkal paha tanpa rasa sakit, gatal-gatal di sekujur
badan, kehilangan berat badan, demam dan berkeringat hebat di malam hari.
Orang dengan HIV positif seharusnya berhati-hati bila ada pembengkakan di luar
kelenjar getah bening. Pemeriksaan fisik pada orang yang mengalami NHL akan
memperlihatkan pembesaran hati dan limpa, dan tes laboratorium rutin sering
menunjukkan anemia (rendahnya kadar sel darah merah) yang terlihat dari kadar
Hb yang rendah.
Diagnosa NHL mengacu pada lebih dari 24 jenis kanker pada sistem getah bening.
Untuk menemukan pengobatan yang tepat atau pun memprediksi hasilnya, para
dokter pertama-tama harus menemukan sel getah bening mana yang diserang
limfoma. Langkah pertama adalah dengan mengambil sampel jaringan (biopsi)
yang terkena limfoma untuk dianalisa. Sel itu kemudian diberi pewarna khusus
dan diamati melalui mikroskop untuk membandingkan ukuran dan bentuk sel
serta penampakan nukleus dan sitoplasmanya. Sel itu digolong-golongkan dalam
beberapa tingkatan yaitu: tingkat rendah untuk penyebaran yang lambat, tingkat
sedang untuk penyebaran yang agak cepat dan tingkat tinggi untuk penyebaran
yang sangat cepat. Diagnosa dikuatkan dengan CT-scan (computerized
tomography scan) dan gambar MRI (magnetic resonance imaging).

NHL bisa

menyerang

berbagai

organ tubuh. Seseorang dengan

HIV

berkemungkinan lebih besar mengalami limfoma pada lebih dari satu organ tubuh.
Ronsen dada akan memperlihatkan apakah paru-paru juga terkena. Biopsi
sumsum tulang berguna untuk mengetahui apakah limfoma itu menjalar ke
sumsum tulang, tempat produksi sel darah merah dan sel darah putih caranya ialah
dengan mengambil sedikit sumsum tulang, yang kemudian diamati dengan
mikroskop untuk melihat ada-tidaknya ketidaknormalan sel. Yang terakhir,
gambaran beberapa ronsen khusus dapat berguna untuk melihat struktur kelenjar
getah bening yang membengkak dan memeriksa suplai darah dan getah bening
pada kelenjar tersebut. Proses ini disebut lymphangiography, memerlukan cairan
berwarna biru yang dapat terlihat dengan sinar X. cairan itu disuntikkan pada
pembuluh darah di antara jari kaki dan kemudian dengan menggunakan sinar X
akan terlihat gambaran kelenjar getah bening ketika cairan itu melewatinya.
Ada dua jenis terapi yang ditawarkan untuk orang yang terserang NHL. Yang
pertama adalah kemoterapi yang terdiri dari obat-obatan yang membunuh dan
merusak sel kanker. Yang kedua adalah terapi radiasi yang mengunakan sinar X
yang diatur untuk membunuh sel kanker dan menciutkan tumor. Biasanya kedua
terapi tersebut dikombinasikan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan si pasien.
Ada kontroversi seputar kemoterapi yang paling baik untuk NHL akibat AIDS.
Rangkaian obat yang disebut CHOP, yang terdiri dari cyclophosphamide,
doxorubicin, vincristine dan prednisone, diusulkan untuk pengobatan limfoma
akibat AIDS karena dipandang sebagai pengobatan standar untuk Odha.
Pendukung kombinasi ini mengakui bahwa setiap individu harus membuat pilihan
sendiri baik mengenai obat yang akan digunakan maupun jumlah pengurangan
dosisnya, yang didasarkan pada keadaan kekebalannya dan kemampuan individu
itu untuk mentoleransi pengobatan yang sebenarnya banyak mengandung racun
ini. Semua peserta dalam debat mengenai pilihan kombinasi kemoterapi mengakui
bahwa terapi antiretroviral yang efektif mungkin memiliki efek yang baik bagi
daya tahan tubuh secara keseluruhan.
Baik kemoterapi maupun radiasi merusak sejumlah besar sel sistem kekebalan.
Neutropenia (penurunan neutrofil, sejenis sel darah putih) bisa dicegah sebelum

menjalani kemoterapi atau pun radiasi dengan menggunakan granulocyte colony


stimulating factor. Setelah kemoterapi dan radiasi, pencangkokan sumsum tulang
secara autologous (diambil dari pasien sebelum diobati) seringkali perlu dilakukan
untuk membangkitkan kembali sistem kekebalan. Pencangkokan sumsum tulang
lebih sering dilakukan pada orang HIV negatif, di antaranya memiliki 75% NHL
tingkat rendah setempat yang hidup sedikitnya lima tahun; 40-50% dari mereka
yang mengalami sakit lebih parah hidup dua tahun atau lebih.
PalliationPerawatan Ketika Tidak Ada Kemungkinan untuk Sembuh
Pengobatan untuk NHL sangat menekan sistem kekebalan. Setelah kemoterapi
dan radiasi seringkali diperlukan glucocorticoid, obat anti-serangan jantung dan
mengandung zat penghilang rasa sakit yang kuat. Penanggulangan yang cukup
(mencapai sasaran) dari pembengkakan dan rasa sakit dengan obat-obatan
biasanya diperbolehkan dan jarang terjadi adanya ketergantungan obat. Bila
limfoma tidak dapat dikendalikan dengan kemoterapi dan radiasi, maka si pasien
harus merasa nyaman dengan mendapatkan dukungan dari dokter, keluarga dan
sahabatnya.
NHL pada OtakKasus Istimewa
Limfoma pada otak jarang dialami oleh orang dengan kadar sel CD4 yang tinggi.
Gejala utama dari limfoma susunan saraf pusat (SSP) adalah sakit kepala dan
demam. Perasaan seperti meningkatnya tekanan di dalam kepala atau bahkan
serangan sakit kepala yang hebat juga sering terjadi. Sepertiga orang yang
mengalami limfoma SSP merasakan gangguan bicara (aphasia), pandangan kabur
dan gangguan kepekaan atau pun koordinasi gerakan pada satu sisi tubuh.
Menurut klinik Mayo, tanda awal limfoma SSP bisa dideteksi di mata. 11% dari
orang yang belakangan diketahui terserang limfoma SSP ternyata mengalami
uveitis (radang pada selaput pelangi mata dan bagian di sekeliling mata) yang
didahului dengan gejala lainnya selama berbulan-bulan sampai tahunan. Jika
terapi kortikosteroid tidak menyembuhkan uveitis, maka diperlukan sebuah biopsi
cairan vitreus pada mata yang akan menunjukkan adanya infiltrasi (radang sel dan
puing) sehingga diagnosa limfoma SSP dengan secepatnya diketahui dan dapat

segera diobati dengan memeriksakan mata secara rutin. Maka limfoma SSP akan
lebih cepat dideteksi dibandingkan dengan pemeriksaan khusus yang bisa saja
terlambat. Lagipula pemeriksaan mata tidaklah begitu menakutkan bila
dibandingkan dengan biopsi otak.

Daftar pustaka
Sudoyo, W. Aru, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.
Price, A. Sylvia & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
De Jong, Wim & R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Sabiston. Buku ajar bedah(Essentials of surgry). Bagian 2, cetakan I : Jakarta,
penerbit buku kedokteran EGC. 1994.
Schwartz. et al. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Ed. 6. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC, 2000.

You might also like