You are on page 1of 5

MODUL 22 GAS KROMATOGRAFI (GC)

1. PENDAHULUAN
Prinsip analisis kromatografi adalah mengalirkan cuplikan (sampel) dengan bantuan fasa gerak ke
dalam suatu kolom/plat yang berisi fasa diam. Dalam perjalanannya melalui kolom tersebut,
komponen-komponen yang ada dalam cuplikan (yang berupa campuran) akan terpisah-pisah
berdasarkan sifat polaritasnya, sehingga waktu yang diperlukan oleh masing-masing komponen
untuk melewati kolom (waktu tinggal dalam kolom) berbeda-beda. Waktu tinggal untuk setiap
komponen sangat spesifik, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk analisis kualitatif. Untuk
analisis kuantitatif digunakan data luas masing-masing puncak/tonjolan dalam kromatogram yang
dihasilkan oleh masing-masing komponen yang telah terpisah dengan baik
Ada dua jenis kromatografi, yaitu planar chromatography dan column chromatography. Planar
chromatography menggunakan fasa diam berupa plat (bidang datar) dan fasa gerak berpindah
melewati fasa diam karena gaya kapiler atau gravitasi. Pada column chromatography, fasa diam
ditempatkan dalam suatu kolom (pipa) dan fasa gerak berpindah melewati fasa diam karena tekanan
atau gravitasi.

2. PERALATAN GC
Pada dasarnya bagian-bagian utama dari GC adalah :
1. Tabung gas yang dilengkapi dengan pressure regulator dan flowmeter) dan berfungsi
sebagai pemasok gas pembawa
2. Sistem untuk penyuntikan sampel / cuplikan (injektor)
3. Kolom
4. detektor
5. recorder ( + integrator) / komputer
6. termostat untuk pengatur suhu kolom, injektor, dan detektor
Hubungan ke-enam komponen utama tersebut dapat dilihat pada rangkaian alat dalam Gambar 1.

detektor
flowmeter

Elektronik
(interfase)

injektor

Recorder
Oven

Kolom

Tabung
Gas pembawa

Gambar 1. Diagram skematik suatu tipe Gas Chromatography

Gas pembawa (fasa gerak yang akan mendorong/membawa sampel) haruslah berupa gas inert
tidak bereaksi dengan komponen cuplikan, biasanya adalah Nitrogen, argon, helium atau hidrogen
yang ditempatkan dalam tabung gas bertekanan.
Injektor adalah tempat untuk memasukkan sampel dengan cara disuntikKan menggunakan syringe
(suntikan).
Komponen kolom di dalam GC adalah fasa diam yang berupa cair yang diikatkan kepada matriks
/penyangga padatan yang diisikan ke dalam kolom atau dilapiskan pada permukaan dalam kolom
GC. Kinerja fasa diam dari kolom bergantung kepada jenis zat yang akan dianalisis. Fasa diam harus
tetap inert terhadap cuplikan. Fasa diam harus sangat berpori sehingga tidak memberikan
perubahan tekanan yang besar.
Detektor merupakan bagian yang akan menafsirkan hasil pemisahan zat di dalam kolom. Kinerja
detektor bergantung kepada kepekaan terhadap kontaminan di dalam cuplikan. Detektor harus
menghasilkan kromatogram yang baik tanpa adanya noise dan drift serta memberikan waktu
tanggap yang cepat. Atau dengan kata lain detektor harus memiliki konstanta waktu yang kecil. Ada
berbagai jenis detektor dua diantaranya adalah detektor (1) Thermal conductivity detector(TCD) dan
(2) Flame Ionization detector (FID). TCD yang menggunakan prinsip perbedaan konduktivitas panas
dari setiap zat. Perbedaan ini akan memberikan dampak yang berbeda terhadap laju pendinginan.
Temperatur merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi hambatan. Perbedaan hambatan
akan memberikan perbedaan arus listrik. Perbedaan arus listrik ini akan menggerakkan perekam
yang nilainya berbeda-beda bergantung kepada zat yang terdeteksi. Gas dengan berat molekul
makin tinggi akan mempunyai daya hantar panas yang semakin rendah. Gagasan dasar pada
pendeteksian FID (detektor ionisasi nyala) adalah bahwa jika dibakar, senyawa organik akan terurai
membentuk pecahan-pecahan sederhana yang bermuatan positif, biasanya terdiri dari satu atom
karbon. Pecahan ini meningkatkan daya hantar tempat lingkungan nyala yang nilainya dapat diukur
dan direkam. Jadi gas efluen kolom dialirkan ke dalam suatu nyala (yang paling banyak digunakan
adalah nyala hidrogen) yang dibakar oleh udara dan dua elektroda yang bermuatan ditempatkan di
dalam nyala tersebut. FID mengukur jumlah atom karbon, bukan jumlah mol molekul seperti pada
TCD. Detektor jenis ini lebih peka, namun tidak dapat dipakai untuk mendeteksi gas-gas
anorganik.FID atau detektor ionisasi nyala
Rekorder adalah alat perekam isyarat dari detektor dan akan menunjukkan hasil berupa
kromatogram. Isyarat akan diperlemah atau diperkuat sehingga cocok dalam selang rekorder yang
dipergunakan. Penguatan ini dapat diatur dengan menggunakan atenuasi yang tepat. Bentuk dari
kromatogram ini bergantung kepada jenis detektornya.
Thermostat adalah alat untuk mengkondisikan suhu kolom, injektor dan detektor sedemikian rupa,
sehingga dapat dilakukan penganalisisan sampel dengan baik. Untuk mendapatkan kondisi tersebut,
kolom ditempatkan dalam oven/ ruang/kotak yang terisolasi dan dipanaskan / didinginkan dengan
suhu yang dapat dikontrol dengan baik.
Suhu kolom merupakan variabel yang sangat penting, yang harus dikendalikan dan tidak boleh
menyimpang 1 atau 2o pun. Untuk pengerjaan kualitatif yang teliti, penyimpangan yang diijinkan
sampai sepersepuluh derajat.

3. TUJUAN PERCOBAAN
Setiap kelompok praktikan diberi cuplikan (sampel) dan diminta untuk menentukan secara kualitatif
dan kuantitatif komposisi dari cuplikan yang diberikan tersebut (cair dan atau gas) dengan metode
standarinternal banyak titik.

4. PERCOBAAN
Persiapan awal sebelum penggunaan GC adalah
1. Alirkan gas pembawa dengan laju yang direkomendasikan. Periksa setiap bagian yang
dilewati, jangan sampai ada yang bocor.
2. Setting suhu untuk kolom, injektor, dan detektor dengan nilai yang ditentukan
(direkomendasikan).
3. Nyalakan termostat dan lakukan pemanasan kolom, injector, dan detektor
4. Setting arus listrik (khusus untuk detektor jenis TCD) atau alirkan gas hidrogen dan udara
selanjutnya nyalakan detektor (khusus untuk detektor FID)
Catatan : Pastikan bahwa gas pembawa mengalir pada saat pemanasan instrumen dilakukan dan
selama analisa sampel maupun saat pendinginan. Jaga agar laju alir gas pembawa
konstan.
Setelah instrumen disiapkan dan diyakini sudah steady dengan memeriksa nilai base line (level).
Perlu dilakukan kalibrasi atau pembuatan standar yang menjadi acuan data analisis. Untuk membuat
data kalibrasi ini, perlu dilakukan
1. siapkan zat murni yang diperkirakan menjadi komponen /analit yang ada dalam sampel dan yang
akan dijadikan zat standar internal (n-propanol/isopropanol) untuk mengetahui waktu tinggal
/waktu retensi komponen-komponen/zat-zat tersebut di dalam kolom.
2. Injeksikan zat-zat murni untuk mengetahui waktu tinggal /waktu retensi masing-masing
komponen tersebut.
3. Buat 4 macam larutan standard dengan memvariasikan konsentrasi etanol (% berat atau %
volum). Dalam kasus ini buat larutan standar etanol 2%, 6%, 10% , dan 20% yang masingmasing ditambahkan n-propanol atau isopropanol sebagai zat standar internal (sehingga
kadarnya tertentu, misal 5 atau 10%) menggunakan labu takar 25ml.
2. injeksikan larutan-larutan standar tersebut, masing-masing duplo.
3. Tentukan nilai area kromatogram nya, serta
4. Tentukan nilai internal respon faktor (IRF) untuk masing-masing larutan standar tersebut
Catatan : Waktu tinggal dan IRF telah ditentukan dengan menggunakan tahapan di atas
Tahap selanjutnya adalah penentuan konsentrasi analit/komponen cuplikan yang akan dianalisis.
Tahap tersebut meliputi:
1. Ukur volum/berat sampel yang diberikan.
2. Masukkan ke dalam labu ukur 25 ml, tambahkan zat internal standar (n-propanol atau
isopropanol) dengan jumlah yang sama seperti yang ditambahkan dalam pembuatan larutanlarutan standar. Tambahkan air, sampai volum labu ukur.
3. injeksikan 0,1 1 l larutan hasil tahap no.2.
4. tentukan zat apa di dalam sampel berdasarkan kromatogram dengan membandingkan waktu
tinggal yang dihasilkan dengan waktu tinggal yang telah diperoleh dari zat murninya untuk setiap
puncak.

5. untuk menentukan konsentrasi kontaminan diperlukan data luas puncak-puncak kromatogram .


Luas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan untuk mencari luas segitiga.
a. ukur lebar dan tinggi dari setiap puncak
b. jumlahkan luas dari setiap puncak
Ada rekorder yang dapat langsung menghitung luas dan konsentrasi kontaminan sebagai
konsentrasi luas.
6. Hitung konsentrasi analit/komponen/ dalam sampel dengan menggunakan IRF dan kurva
kalibrasi.
7. Suntikan sekali lagi larutan (duplo/triplo).
8. Tentukan komponen dan konsentrasi/komposisi analit/komponen dalam larutan sampel.
Catatan :
1. Sampel diperkirakan etanol dalam pelarut air (larutan etanol)
2. Sebagai zat standar internal dipilih n-propanol atau isopropanol
3. Kolom yang dipilih : porapak Q
4. Suhu kolom, injektor dan detektor set ke nilai :
5. Laju alir gas pembawa : /menit

5. PENGOLAHAN DATA
Untuk mendapatkan kromatogram yang baik, yakinkan base line harus sudah lurus, horizontal.
Laju (speed) kertas pencatat rekaman (rekorder) rendah, sehingga kromatogram tidak terlalu
melebar. Bentuk kromatogram yang akan diperoleh seperti Gambar-2.

Gambar 2. Contoh kromatogram

Gambar 3. Prinsip perhitungan luas puncak-puncak


kromatogram

Pada percobaan kali ini, luas puncak-puncak telah dihitungkan oleh alat perekam dan pencatat data
(rekorder) atau komputer dengan prinsip perhitungan berdasarkan luas puncak seperti tersaji pada
Gambar 3.
Karena respon kinerja detektor berbeda untuk setiap komponen, maka perlu diberikan faktor
koreksi. Karena percobaan kali ini menggunakan metode standar internal banyak titik, maka harus
ditentukan terlebih dahulu nilai Internal respon faktor (IRF). Definisi IRF untuk satu larutan standar
adalah :

AIS = luas area internal standar


ASC = luas area analit
CIS = kons. Internal standar
CSC = kons. analit

Sedangkan nilai IRF untuk beberapa larutan standar ditentukan dengan menggunakan regresi linier
terhadap data aluran (AIS/ASC) Vs (CIS/CSC) berdasarkan persamaan garis linier :

IRFIS/SC = slope

Berikut contoh Tabel untuk pencatatan data


No

Nama , konsentrasi
analit

Analit (SC),
ml

Standar Internal
(IS), ml

1
2
3
4

Larutan standar 1
Larutan standar 2
Larutan standar 3
Larutan standar 4

V1
V2
V3
V4

VIS
VIS
VIS
VIS

S1

Larutan sampel

Vol sampel

VIS

*) dan **) dari kurva kalibrasi.

Luas peak kromatogram

AiS./ASC

CiS/CSC

AIS
A1
A2
A3
A4

ASC
L1
L2
L3
L4

A1/L1
A2/L 2
A3/L3
A4/L4

VIS/V1
VIS/V2
VIS/V3
VIS/V4

AS1
AS2

Ls1
LS2

As1/Ls1
As2/L s2

*)
**)

You might also like