You are on page 1of 31

Pendahuluan

Evaluasi komprehensif pada anak mencakup wawancara dengan orang


tua, anak, serta keluarga; mengumpulkan informasi mengenai fungsi
sekolah saat ini, dan sering, pengkajian standar mengenai tingkat
inteklektual serta pencapaian akademik anak. Pada sejumlah kasus,
ukuran tingkat perkembangan yang telah distandarisasi dan pengkajian
neuropsikologis sangat berguna. Evaluasi psikiatrik pada anak jarang
dimulai oleh anak sehingga klinisi harus mendapatkan informasi dari
keluarga dan sekolah agar mengerti alasan evaluasi. Pada sejumlah kasus,
pengadilan atau agen layanan perlindungan anak dapat memulai evaluasi
psikiatrik. Anak-anak sering memiliki kesulitan dengan kronologi gejala
dan kadang-kadang enggan melaporkan perilaku yang membuat mereka
terlibat di dalam masalah. Anak-anak yang sangat kecil sering tidak dapat
mengungkapkan pengalamannya secara verbal dan lebih baik saat
menunjukkan perasaan dan preokupasinya di dalam situasi permainan.
Anamnesa
Anamnesis yang komprehensif mencakup informasi mengenai fungsi
anak saat ini dan masa lalu, dari laporan anak dan juga didasarkan pada
wawancara klinis dan terstruktur dengan orang tua, bersama dengan
informasi dari guru serta klinisi yang sebelumnya pernah menterapinya.
Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang umumnya di dapat dari
anak dan orang tua. Riwayat perkembangan lebih akurat didapat dari
orang tua. Riwayat medis dan psikiatrik, temuan pemeriksaan fisik terkini,
dan riwayat imunisasi dapat ditambah dengan laporan dari psikiater dan
dokter anak yang pernah menangani anak di masa lalu. Laporan dari anak
penting untuk memahami situasi terkini mengenai hubungan dengan
teman sebayanya dan penyesuaian dengan sekolah. Remaja merupakan
pemberi informasi terbaik mengenai pengetahuan akan praktik seksual
yang aman, penggunaan obat

atau alkohol, dan gagasan bunuh diri.

Riwayat sosial dan psikiatrik keluarga serta fungsi keluarga paling baik
didapatkan dari orang tua.1
Untuk melangsungkan wawancara yang berguna dengan seorang
anak usia berapapun, klinisi harus akrab dengan perkembangan normal
1

untuk meletakkan respons anak di dalam prespektif yang sesuai. Tugas


pertama pewawancara adalah untuk melibatkan anak guna membangun
rapport sehingga anak tersebut merasa nyaman. Pewawancara harus
mencari tahu konsep anak mengenai tujuan wawancara tersebut dan
harus bertanya apakah orang tuanya telah memberi tahu anak tersebut.
Jika anak tampak bingung mengenai alasan wawancara, pewawancara
dapat memilih untuk merangkumkan kekhawatiran orang tua dengan cara
yang suportif dan sesuai pertumbuhan. Selama wawancara dengan anak,
klinisi mempelajari hubungan anak dengan anggota keluarga dan teman
sebaya, pencapaian akademik serta berhubungan dengan teman sebaya
di sekolah, dan aktivitas menyenangkan bagi anak.
Bayi dan Anak Kecil
Pengkajian pada bayi biasanya dimulai dengan kehadiran
orang tua, karena anak yang masih sangat kecil dapat takut oleh
situasi wawancara. Wawawncara dengan kehadiran orang tua
memberikan klinisi cara terbaik untuk mengkaji interaksi orang tua
bayi. Klinisi mengkaji area fungsi yang mencakup perkembangan
motorik, tingkat aktivitas, komunikasi verbal, kemampuan untuk
terlibat di dalam permainan, keterampilan menyelesaikan masalah,
adaptasi dengan rutinitas sehari-hari, hubungan dan respons sosial.
Tingkat

fungsi perkembangan seorang anak ditentukan

melalui kombinasi pengamatan yang dilakukan selama wawancara


dengan

alat

permainan

ukur

perkembangan

mengungkapkan

tingkat

standar.

Pengamatan

perkembangan

anak

pada
dan

mencerminkan keadaan emosional dan preokupasi seorang anak.


Anak Usia Sekolah
Beberapa anak usia sekolah bersikap santai bercakap-cakap
denga orang dewasa; anak lain dapat dihambat oleh rasa takut,
ansietas, keterampilan verbal yang buruk, atau perilaku melawan.
Anak usia sekolah biasanya dapat mentoleransi sesi selama 45
menit. Ruangan sebaiknya cukup lega agar anak dapat berkeliling
tetapi tidak cukup luas sehingga mengurangi kontak intim antara
pemeriksa dan anak. Bagian dari wawancara dapat disimpan untuk
2

permainan yang tidak terstruktur, dan berbagai mainan dapat


disediakan untuk menangkap minat anak dan untuk mencetuskan
tema perasaan. Anak-anak pada kelas awal dapat lebih tertarik
dengan permainan di dalam ruangan, sedangkan pada anak kelas
enam, anak dapat lebih nyaman dengan proses wawancara dan
lebih kecil kemungkinannya menunjukkan permainan spontan.1
Bagian awal wawancara menggali pemahaman anak akan
ulasan

pertemuan.

Teknik

yang

dapat

mempermudah

pengungkapan perasaan meliputi meminta anak untuk menggambar


teman sebaya, anggota keluarga, rumah, atau lainnya yang terlintas
di dalam pikirannya. Anak dapat ditanyakan mengenai gambar
tersebut.

Pada permainan seperti garis

berlekuk Winnicott,

pemeriksa menggambar suatu garis lengkung dan kemudian anak


serta pemeriksa bergantian melanjutkan gambar tersebut; permaian
ini dapat memfasilitasi percakapan.
Pertanyaan

yang

sebagian

berakhiran

terbuka

dengan

beberapa pilihan berganda dapat mencetuskan jawaban yang paling


lengkap pada anak usia sekolah, sedangkan pertanyaan sederhana
tertutup (ya/tidak) mungkin tidak menghasilkan informasi yang
cukup. Kadang-kadang pertanyaan yang benar-benar berkahiran
terbuka dapat membuat anak usia sekolah kewalahan karena tidak
dapat menyusun cerita yang kronologis. Penggunaan komentar tidak
langsung, seperti saya pernah kenal seorang anak kecil yang
sangat

sedih

ketika

ia

dijauhkan

dari

semua

temannya

membantu, meskipun klinisi harus hati-hati agar tidak menuntun


anak membenarkan apa yang anak tersebut pikir ingin didengar
oleh klinisi. Anak usia sekolah berespons dengan baik pada klinisi
yang membantu mereka membandingkan mood atau perasaan
dengan meminta mereka memberi angka mengenai perasaan
mereka dengan skala 1 sampai 10.
Remaja
Remaja biasanya memiliki gagasan yang jelas mengenai
mengapa dilakukan evaluasi. Remaja biasanya dapat memberikan
3

penilaian kronologis mengenai peristiwa terkini yang membuat


terjadinya wawancara tersebut, meskipun beberapa dari mereka
dapat tidak setuju dengan kebutuhan untuk evaluasi. Klinisi harus
dengan jelas membicarakan nilai, mendengarkan cerita dari sudut
pandang seorang remaja dan harus hati-hati menyimpan penilaian
dan tidak menyalahkan. Remaja dapat dikhawatirkan mengenai
kerahasiaan, dan klinisi dapat meyakinkan mereka bahwa izin akan
diminta pada mereka sebelum ada informasi spesifik yang dibagi
dengan orang tua, kecuali situasi yang melibatkan bahaya pada
remaja tersebut dan orang lai, pada keadaan ini kerahasiaan harus
dibuka. Klinisi dapat menggali apa yang diyakini remaja tersebut
sebagai hasil evaluasi nantinya (perubahan sekolah, perawatan di
rumah sakit, dijauhkan dari rumah, dihilangkan haknya).1
Klinisi

harus

waspada

dengan

respons

mereka

sendiri

terhadap perilaku remaja dan tetap fokus di dalam proses terapeutik


bahkan saat menghadapi penyimpangan, kemarahan, atau ramaja
yang sulit. Klini harus menyusun batasan yang sesuai dan harus
menunda atau menghentikan wawancara jika mereka merasa
terancam atau jika pasien menjadi merusak barang-barang atau
terlibat di dalam perilaku mencederai diri sendiri. Setiap wawancara
harus mencakup penggalian mengenai pikiran untuk bunuh diri,
perilaku yang menyerang, gejala psikotik, penggunaan zat, dan
pengetahuan akan praktik seksual yang aman bersama dengan
riwayat seksual. Setelah rapport terbina, banyak remaja menghargai
kesempatan untuk menceritakan cerita dari sisi mereka dan dapat
mengungkapkan hal-hal yang tidak akan mereka ungkapkan pada
orang lain.
Pemeriksaan Status Mental
Deskripsi rinci mengenai fungsi mental anak saati ini bisa di peroleh
melalui pengamatan dan pertanyaan spesifik
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksa harus memperhatikan dan mencatat ukuran anak,


kerapihan, keadaan gizi, memar, lingkar kepala, tanda fisik ansietas,
ekspresi wajah dan sikap.1
Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua
selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti
orang

tua

mendidik,

membimbing,

dan

mendisiplinkan

serta

melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan


norma-norma yang ada dalam masyarakat. Sebagai pengasuh dan
pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam
meletakan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya.
Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan
ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau
tidak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi
anak-anaknya.

Hal

demikian

disebabkan

karena

anak

mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan


identifikasi dengan orang lain. Dalam mengasuh anaknya orang tua
dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya.
Pola asuhan itu menurut Stewart dan Koch (1983) terdiri dari tiga
kecenderungan pola asuh orang tua yaitu: (1) pola asuh otoriter, (2)
pola asuh demokartis, dan (3) pola asuh permisif.2
1. Pola Asuh Otoriter
Menurut Stewart

dan

Koch

(1983),

orang

menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri

tua

yang

antara lain:

kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta


simpatik. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada
nilai-nilai mereka, serta mencoba membentuk lingkah laku
sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang
keinginan anak. Orang tua tidak mendorong serta memberi
kesempatan kepada anak untuk mandiri dan jarang memberi
pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab
seperti anak dewasa. Orang tua yang otoriter cenderung
memberi hukuman terutama hukuman fisik. Orang tua yang
5

otoriter

amat

berkuasa

terhadap

anak,

memegang

kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada


perintah-perintahnya. Dengan berbagai cara, segala tingkah
laku anak dikontrol dengan ketat.
2. Pola Asuh Demokratis
Baumrind & Black (dalam Hanna Wijaya, 1986) dari hasil
penelitiannya menemukan bahwa teknik-teknik asuhan orang
tua

demokratis

kepercayaan
mandiri

diri

membuat

yang

menumbuhkan

maupun

mendorong

keputusan

sendiri

keyakinan

dan

tindakan-tindakan
akan

berakibat

munculnya tingkah laku mandiri yang bertanggung jawab.


Stewart dan Koch (1983) menyatakan bahwa orang tua yang
demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara
orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan
tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu
yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka
selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan
menerima,

selalu

mendengarkan

keluhankeluhan

dan

pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu


memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling
membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat
dan penuh pengertian. Menurut Hurlock (1976) pola asuhan
demokratik ditandai dengan ciri-ciri bahwa anak-anak diberi
kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol
internalnya, anak diakui keberadaannya oleh orang tua, anak
dilibatkan

dalam

pengambilan

keputusan.2

Barnadib

(1986)

mengatakan

bahwa

Sutari

orang

tua

Imam
yang

demokratis selalu memperhatikan perkembangan anak, dan


tidak hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran
tetapi juga bersedia mendengarkan keluhankeluhan anak
berkaitan

dengan

persoalanpersoalannya.

Pola

asuhan

demokratik memungkinkan semua keputusan merupakan


keputusan anak dan orang tua.
3. Pola Asuh Permisif
6

Tipe

orang tua

yang mempunyai pola

asuh permisif

cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa


memberikan kontrol sama sekali. Anak sedikit sekali dituntut
untuk suatu tangung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama
seperti orang dewasa. Anak diberi kebebasan untuk mengatur
dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya.
Menurut Spock (1982) orang tua permisif memberikan kepada
anak untuk berbuat sekehendaknya dan lemah sekali dalam
melaksanakan

disiplin

pada

anak.

Hurlock

(1976)

mengatakan bahwa pola asuhan permisif bercirikan adanya


kontrol yang kurang, orang tua bersikap longgar atau bebas,
bimbingan terhadap anak kurang. Ciri pola asuh ini adalah
semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak daripada
orang tuanya.
Sutari Imam Banadib (1986) menyatakan bahwa orang tua
yang

permisif,

kurang

tegas

dalam

menerapkan

peraturanperaturan yang ada, dan anak diberikan kesempatan


sebebas-bebasnya

untuk

berbuat

keinginannya. Berkaitan dengan

dan

memenuhi

pola asuh permisif ini,

Barnadib (1986) menyatakan bahwa tindakan negatif ini


berupa anak tidak mengenal tata tertib, sulit dipimpin, tidak
taat

pada

peraturan,

dll.

Pola

asuh

permisif

dapat

menyebabkan perilaku agresif bagi anak asuhnya.2


Interaksi Orang Tua-Anak
Pemeriksa dapat mengamati interaksi antara orang tua dan anak di
tempat menunggu sebelum wawancara dan di dalam sesi keluarga.
Sikap orang tua dan anak bercakap-cakap serta nada emosi sesuai.
Perpisahan dan Pertemuan Kembali
Pemeriksa sebaiknya memperhatikan sikap anak dalam merespons
perpisahan dengan orang tua dalam rangka wawancara maupun
sikap mereka setelah pertemuan kembali. Baik kurangnya afek saat
perpisahan dan pertemuan kembali maupun distres yang berat saat
perpisahan dan pertemuan kembali dapat menandakan adanya
7

permasalahan dalam hubungan orang tua-anak atau gangguan


psikiatri lain.
Orientasi Terhadap Waktu, Tempat dan Orang
Hendaya

orientasi

dapat

mencerminkan

kerusakan

organik,

intelegensi yang rendah, atau gangguan pikir. Meskipun demikian,


usia anak harus diingat karena anak yang masih sangat kecil tidak
diharapkan untuk tahu tanggal, informasi kronologis lain atau nama
tempat wawancara.
Pembicaraan dan Bahasa
Pemeriksa harus memperhatikan adanya tingkat pembicaraan dan
perolehan bahasa yang sesuai untuk usia anak. Perbedaan yang
dapat diamati antara bahasa ekspresif yang digunakan dengan
bahasa reseptif harus dicatat. Pemeriksa juga harus mencatat
kecepatan

berbicara

anak,

irama,

latensi

untuk

menjawab,

spontanitas pembicaraan, intonasi, artikulasi kata-kata dan sajak.


Ekolalia, kalimat stereotipis yang berulang, serta kalimat yang tidak
biasa merupakan temuan psikiatrik yang penting. Anak yang tidak
menggunakan kata-kata saat usia 18 bulan atau yang tidak
menggunakan frase saat usia 2,5 tahun sampai 3 tahun, tetapi
memiliki riwayat berceloteh yang normal dan berespons dengan
tepat terhadap sinyal nonverbal mungkin berkembang dengan
normal. Pemeriksa harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa
hilangnya pendengaran berperan di dalam defisit pembicaraan dan
bahasa.
Mood
Ekspresi sedih anak, tidak adanya senyum yang sesuai, menangis
terus, ansietas, euforia, dan kemarahan merupakan indikator valid
untuk mood, demikian juga pengungkapan verbal perasaan. Tema
yang

menetap

di

dalam

permainan

dan

khayalan

juga

mencerminkan mood anak.


Afek
Pemeriksa

harus

mencatat

kisaran

ekpresivitas

emosi

anak,

kesesuaian afek dengan isi pikir, kemampuan untuk bergerak


8

dengan halu dari satu afek ke afek lain, dan pergeseran emosional
yang labil dan tiba-tiba.1
Proses dan Isi Pikir
Di dalam mengevaluasi gangguan pikir pada anak, klinisi harus
selalu mempertimbangkan apakah perkembangan yang diharapkan
menurut usia anak dan apakah yang menyimpang untuk setiap
kelompok umur. Evaluasi bentuk pikir termasuk asosiasi longgar,
pikiran magis yang berlebihan, preserverasi, ekolalia, kemampuan
anak untuk membedakan khayalan dengan kenyataan, kalimat
koheren, dan kemampuan untuk memberikan alasan dengan logis.
Evaluasi isi pikir mencakup waham, obsesi, tema, rasa takut,
keinginan, preokupasi, dan minat,
Gagasan bunuh diri selalu merupakan bagian dari pemeriksaan
status mental untuk anak yang cukup verbal untuk mengerti
pertanyaan serta cukup usia untuk mengetahui konsepnya. Anak
dengan intelegensi rata-rata lebih dari 4 tahun biasanya memiliki
pemahaman mengenai apakah yang nyata dan apakah yang purapura dan dapat dinyatakan mengenai gagasan bunuh diri, meskipun
konsep yang tegas mengenai keabadian kematian bisa tidak ada
sampai beberapa tahun kemudian.
Pikiran agresif dan gagasan membunuh dikaji juga disini. Gangguan
persepsi, seperti halusinasi, juga dikaji. Halusinasi visual dan
audiotorik sementara pada anak yang masih sangat kecil tidak
selalu menunjukkan penyakit psikotik berat, tetapi mereka pantas
mendapatkan penyelidikan lebih lanjut.
Keterkaitan Sosial
Pemeriksa mengkaji kesesuaian respons anak pada pewawancara,
tingkat umum keterampilan sosial, kontak mata, dan derajat
keakraban atau penarikan diri di dalam proses wawancara. Perilaku
yang terlalu ramah dan akrab dapat sama menyulitkannya dengan
respons penarikan diri dan segan yang ekstrem. Pemeriksa mengkaji
harga diri anak, area umum dan spesifik kepercayaan diri, serta
keberhasilan dengan keluarga dan hubungan dengan teman sebaya.
9

Perilaku Motorik
Bagian pemeriksaan status mental ini mencakup pengamatan
tingkat aktivitas anak, kemampuan untuk memberikan perhatian
dan

untuk

melaksanakan

tugas-tugas

yang

sesuai

dengan

perkembangan, koordinasi, geraka involunter, treumor, luapan


motorik, dan gerakan otot asimetrik fokal lainnya.1
Kognisi
Pemeriksa

mengkaji

fungsi

intelektual

anak,

kemampuan

menyelesaikan masalah dan daya ingat. Tingkat intelegensi dapat


diperkirakan

dengan

informasi

umum

anak,

kosa

kata,

dan

pemahaman. Untuk pengkajian spesifik mengenai kemampuan


kognitif anak, pemeriksa dapat mengguanakan uji yang telah
distandarisasi.
Memori
Anak usia sekolah harus dapat mengingat tiga objek setelah 5 menit
dan mengulangi 5 angka ke depan dan ke belakang. Ansietas dapat
mengganggu performa anak, tetapi hendaya yang nyata untuk
mengulangi

angka

atau

untuk

menambahkan

suatu

angka

sederhana dapat mencerminkan kerusakan otak, retardasi mental


atau hendaya belajar.
Daya Nilai dan Tilikan
Pandangan anak mengenai masalah, reaksi terhadapnya, dan
kemungkinan penyelesaian yang dikesankan oleh anak dapat
memberikan klinisi gagasan yang baik mengenai daya nilai dan
tilikan anak. Di samping itu, pengertian anak mengenai apa yang ia
dapat dilakukan secara realistis untuk membantu serta apa yang
dapat dilakukan klinisi menambahkan pengkajian mengenai daya
nilai anak.
Pengkajian Neuropsikiatrik
Pengkajian neuro psikiatrik sesuai anak yang dicurigai memiliki
gangguan neurologis, hendaya psikiatrik yang terdapat bersamaan
dengan tanda neurologis, atau gejala psikiatrik yang dapat disebabkan
10

oleh neuropatologi. Evaluasi neuropsikiatrik menggabungkan informasi


dari pemeriksaan neurologis, fisik dan pemeriksaan status mental.
Pemeriksaan neurologis dapat mengidentifikasi tanda abnormal simetris
yang

dapat

menunjukkan

lesi

di

otak.

Pemeriksaan

fisik

dapat

mengevaluasi adanya stigma fisik sindrom tertentu yang melibatkan


gejala neuropsikiatrik atau penyimpangan perkembangan contohnya
sindrom alkohol janin, sindrom Down.1
Bagian

pemeriksaan

neuropsikiatrik

adalah

pengkajian

tanda

neurologi halus dan anomali fisik ringan. Tanda halus terkait dengan
kisaran luas cacat perkembangan sering terjadi pada anak dengan
intelegensi rendah, hendaya belajar dan gangguan perilaku. Tanda halus
dapat mengacu pada gejala perilaku (yang kadang-kadang dikaitkan
dengan kerusakan otak, seperti impulsivitas dan hiperaktivitas berat),
temuan fisik (termasuk gerakan luapan kontralateral), dan berbagai tanda
nonfokal (seperti gerakan koreiform ringan, keseimbangan yang buruk,
inkoordinasi ringan, asimetri langkah, nistagmus, dan menetapnya refleks
infantil). Tanda halus neurologis perlu dicatat, tetapi tidak spesifik di
dalam menegakkan diagnosis psikiatri.
Anomali fisik ringan atau ciri dismordfik terjadi dengan frekuensi
yang lebih tinggi dari biasanya pada anak dengan cacat perkembangan,
hendaya belajar, gangguan bicara dan bahasa, serta hiperaktivitas.
Seperti pada tanda neurologis halus, pencatatan anomali fisik ringan
merupakan bagian pengkajian neuropsikiatrik, tetapi hal ini jarang
membantu proses diagnostik dan tidak berarti prognosis baik atau buruk. 3
Anomali fisik ringan termasuk palatum dengan lengkung tinggi, lipatan
epikantus,

hipertelorisme,

telinga

letak

rendah,

lipatan

palmar

transversal, ubun ubun rambut multiple, kepala besar, lidah beralur dan
sindaktil parsial beberapa jari kaki.
Jika gangguan kejang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding
atau dicurigai adanya abnormalitas struktur otak, elektroensefalogram
(EEG), computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging
(MRI).

11

Uji Perkembangan, Psikologis dan Pendidikan


Uji psikologis tidak selalu diperlukan untuk mengkaji gejala psikiatrik
tetapi bernilai di dalam menentukan tingkat perkembangan seorang anak,
fungsi intelektual dan kesulitan akademik. Suatu ukuran fungsi adaptif
(termasuk kompetensi anak di dalam berkomunikasi, keterampilan hidup
sehari-hari, sosialisasi dan ketermpilan motorik.
Uji Perkembangan untuk Bayi dan Anak Prasekolah
Gessel Infant Scale, Catell Infant Scale, Bayley Scales of Infant
Development, dan Denver Developmental Screening Test mencakup
pengkajian perkembangan bayi bahkan untuk usia 2 bulan. Jika digunakan
pada anak yang masih sangat kecil, uji ini berfokus pada sensorimotor dan
respons sosial terhadap berbagai objek dan interaksi. Jika alat ini
digunakan pada bayi yang lebih tua dan anak prasekolah, penekanan
ditempatkan pada perolehan bahasa.

Gessell Infant Scale mengukur

perkembangan pada 4 area: motorik, fungsi adaptif, bahasa dan sosial.


Nilai seorang bayi pada salah satu pengkajian perkembangan ini
bukanlah cara yang dapat dipercaya untuk meramalkan IQ di masa
mendatang sebagian besar kasus. Meskipun demikian, pengkajian pada
bayi cukup bernilai untuk mendeteksi penyimpangan perkembangan dan
retardai

mental

serta

di

dalam

kecurigaan

terhadap

gangguan

perkembangan.
Pengkajian

bayi

sangat

bertumpu

pada

fungsi

sensorimotor,

sedangkan uji intelegensi pada anak yang lebih tua dan remaja mencakup
fungsi perkembangan yang lebih lanjut, termasuk kemampuan verbal,
sosial dan kognitif abstrak.1
Uji Intelegensi untuk Anak Usia Sekolah dan Remaja
Uji intelegensi yang paling luas digunakan untuk anak usia sekolah
dan remaja adalah edisi ketiga Wechsler Intelligence Scale for Children
(WISC-III). Uji ini dapat diberikan pada anak dari usia 6 hingga 17 tahun,
menghasilkan IQ verbal, IQ kinerja dan gabungan IQ skala penuh. WISC-II

12

terdiri atas substes verbal dan kinerja, yang skornya tidak dimasukkan di
dalam perhitungan IQ.
Rerata skala penuh IQ adalah 100; 70 hingga 80 menunjukkan
fungsi intelektual ambang; 80 hingga 90 berada di kisaran rerata yang
rendah; 90 sampai 109 adalah rata-rata; 110 hingga 119 adalah rata-rata
tinggi; dan di atas 120 adalah kisaran superior atau sangat superior.
Stanford-Binet Intelligence Scale meliputi usia berkisar dari 2 hingga
24 tahun. Skala ini mengandalkan gambar, lukisan, dan objek untuk anak
dengan usia yang masih sangat muda dan kinerja verbal untuk anak yang
lebih tua dan remaja. Skala intelegensi ini adalah versi paling awal uji
intelegensi dari jenisnya dan menghasilkan skor usia mental serta IQ.
Meskipun intelegensi seorang anak relatif stabil selama bertahuntahun usia sekolah dan remaja, beberapa faktor dapat memengaruhi
intelegensi dan skor anak pada suatu uji intelegensi. Fungsi intelektual
anak dengan penyakit jiwa berat dan anak-anak dari tingkat sosioekonomi
rendah dapat berkurang seiring waktu, sedangkan IQ anak dengan
kualitas lingkungan yang baik dapat meningkat seiring waktu. Faktorfaktor yang memengaruhi keakuratan tes adalah motivasai, keadaan
emosional, ansieta dan lingkungan budaya.4
Alat Diagnostik
Dua jenis utama alat diagnostik yang digunakan oleh klinisi dan peneliti
adalah wawancara diagnostik dan kuesioner. Wawancara diagnostik
dilakukan pada anak atau orang tuanya dan sering dirancang untuk
memberikan cukup informasi mengenai berbagai aspek fungsi guna
menentukan apakah suatu kriteria terpenuhi dari revisi teks edisi keempat
the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR).
Beberapa diantaranya adalah:
Kiddie Schedule for Affective Disorders and Schizophernia for
School-Age Children (K-SADS)
K-SADS dapat digunakan untuk anak dari usia 6 hingga 18 tahun.
KSADS menampilkan beberapa pilihan/pertanyaan dengan ruang
untuk klarifikasi gejala. K-SADS memberikan informasi mengenai
13

diagnosis terkini dan diagnosis yang ada pada tahun lalu. Juga
terdapat versi yang dapat memastikan diagnosis seumur hidup.
Child and Adolescent Psychiatric Assesment (CAPA)
CAPA adalah wawancara yang berdasarkan pewawancara yang
dapat digunakan untuk anak dari usia 9 hingga 17 tahun. CAPA
berbentuk modul sehingga beberapa entitas diagnostik tertentu dapat
didapatkan tanpa harus memberikan keseluruhan wawancara. CAPA
meliputi gangguan perilaki mengganggu, gangguan mood, gangguan
ansietas, gangguan makan, gangguan tidur, gangguan eliminasi,
gangguan penggunaan zat, gangguan tic, skizofrenia, gangguan stres
pasca trauma, dan gejala somatisasi.
Diagnostic Interview for Children and Adolescents (DICA)
Versi terkini DICA dikembangkan pada tahun 1997 untuk mengkaji
informasi
maupun

yang

menghasilkan

DSM-III-R.

Meskipun

diagnosis
awalnya

baik

menurut

dirancang

DS-IV-TR

untuk

suatu

wawancara yang sangat terstruktur, DICA sekarang dapat digunakan


dengan format semi-terstruktur. DICA meliputi eksternalisasi gangguan
perilaku,

gangguan

ansietas,

gangguan

depresif,

gangguan

penyalahgunaan zat, di antara gangguan lainnya.1


Child Behavior Checklist (Daftar Titik Perilaku Anak)
Versi orang tua dan guru mengenai Daftar Titik Perilaku Anak
dikembangkan untuk meliputi kisaran luas gejala dan beberapa atribut
positif yang terkait dengan kompetensi akademik dan sosial. Daftar
tilik ini menampilkan poin-poin yang terkait dengan mood, toleransi
terhadap frustasi, hiperaktivitas, perilaku melawan, ansietas, dan
berbagai perilaku lain. Versi orang tua terdiri atas 118 poin dengan
skala 0 (tidak benar), 1 (kadang-kadang benar), dan 2 (sangat benar).
Versi guru serupa tetapi tanpa poin yang hanya berlaku di dalam
kehidupan rumah. Profil dikembangkan dan didasarkan pada anak

14

normal dengan tiga kelompok usia (4 hingga 5, 6hingga 11, dan 12


hingga 16)
Daftar tilik seperti ini mengidentifikasi area masalah spesifik yang
mungkin dapat terabaikan, dan dapat menunjukkan area perilaku anak
yang menyimpang, dibandingkan anak normal dengan kelompok usia
sama.

Daftar

tilik

ini

tidak

digunakan

secara

spesifik

untuk

menegakkan diagnosis.
Diagnosa
Tugas klinisi termasuk menegakkan semua diagnosa yang sesuai
menurut DSM-IV-TR. Beberapa situasi klinis tidak memenuhi DSM-IV-TR,
tetapi menimbulkan hendaya dan membutuhkan perhatian dan intervensi
psikiatri. Klinisi yang mengevaluasi anak sering berada di posisi yang
menentukan dampak perilaku anggota keluarga terhadap kesejahteraan
anak. Pada banyak kasus, tingkat hendaya seorang anak akan terkait
dengan faktor yang terbentang melebihi diagnosis psikiatri, seperti
penyesuaian anak terhadap kehidupan keluarganya, hubungan dengan
teman sebaya dan penempatan edukasional.
Sesuai dengan kasus yang ada maka di sini hanya ada diagnosis banding
dari masalah yang ada.

Differential Diagnosis
Retardasi Mental
Retardasi mental didefinisikan sebagai fungsi intelektual umum
yang sangat di bawah rata-rata sehingga menyebabkan atau disertai
gangguan

perilaku

adaptif

yang

bermanifestasi

selama

periode

perkembangan sebelum usia 18 tahun. Diagnosis ini ditegakkan tanpa


memandang apakah orang tersebut memiliki juga gangguan fisis atau
gangguan jiwa lainnya.1,3
Epidemiologi
Prevalensi retardasi mental pada satu waktu diperkirakan
sekitar 1 persen dari populasi. Insiden retardasi mental sulit dihitung
karena retardasi mental ringan kadang-kadang tak dikenali hingga
masa kanak-kanak pertengahan. Pada beberapa kasus, meskipun
15

fungsi intelektual terbatas, keterampilan adaptif yang baik tidak


terganggu sampai masa kanak-kanak akhir atau masa remaja awal,
dan diagnosis tidak ditegakkan sebelum masa tersebut. Insiden
tertinggi pada anak usia sekolah, dengan usia puncak 10 hingga 14
tahun. Retardasi mental kira-kira lebih sering pada laki-laki sekitar
1,5 kali dibandingkan perempuan. Pada lansia, prevalensinya lebih
rendah; orang dengan retardasi mental berat memiliki angka
mortalitas tinggi akibat komplikasi gangguan fisik yang terkait.4
Hingga dua pertiga anak dan orang dewasa dengan retardasi
mental memiliki gangguan mental komorbid; angka ini beberapa kali
lebih tinggi dibandingkan pada sampel komunitas yang tidak
mengalami retardasi mental. Studi terkini menemukan bahwa 40,7
persen anak berusia antara 4 hingga 18 tahun yang memiliki
disabilitas intelektual memenuhi kriteria sedikitnya satu gangguan
psikiatri.
Etiologi
Faktor etiologis retardasi mental terutama dapat berupa
genetik, perkembangan, didapat atau kombinasi berbagai faktor.
Penyebab genetik meliputi kondisi kromosomal dan diwariskan;
faktor perkembangan mencakup perubahan kromosom seperti
trisomi atau pajanan pranatal terhadap infeksi dan toksin; dan
sindrom

yang

didapat

mencakup

trauma

perinatal

seperti

prematuritas dan faktor sosiokultural. Di antara gangguan metabolik


dan kromosom, sindrom Down, fragile x syndrom, dan fenilketonuria
(PKU) adalah gangguan tersering yang biasanya menghasilkan
sedikitnya retardasi mental sedang. 5 Orang dengan retardasi mental
ringan kadang-kadang memiliki pola familial yang tampak pada
orang tua dan saudara kandungnya. Kurangnya gizi, pengasuhan,
dan stimulasi sosial turut berperan dalam perkembangan retardasi
mental. Pengetahuan terkini mengesankan bahwa faktor genetik,
lingkungan, biologis, dan psikososial turut bekerja di dalam retardasi
mental.

16

Orang dengan fragile X syndrom diketahui memiliki angka


gangguan

defisit

Tingginya

perilaku

perhatian/hiperaktivitas
interpersonal

dan

yang
fungsi

sangat
bahasa

tinggi.
yang

menyimpang sering memenuhi kriteria gangguan autistik dan


gangguan kepribadian menghindar. Sindrom Prader-Willi hampir
selalu disertai gangguan makan kompulsif, hiperfagia dan obestias.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang terdapat dalam frekuensi yang lebih
besar pada orang dengan retardasi mental dibandingkan populasi
umum. Gambaran ini yang dapat terjadi sendiri atau sebagai bagian
dari gangguan mental, termasuk hiperaktivitas, toleransi terhadap
frustasi, agresi, ketidakstabilan afektif, perilaku motorik stereotipik
berulang dan berbagai perilaku mencederai diri sendiri. Perilaku
mencederai diri sendiri tampak lebih sering dan lebih intens pada
retardasi mental yang semakin berat. Penentuan apakah gambaran
klinis merupakan gangguan mental komorbid atau gejala sisa
langsung keterbatasn perkembangan yang terkait dengan retardasi
mental sering sulit dilakukan.
Diagnosis retardasi mental ditegakkan setelah anamnesis, penilaian
intelektual standar dan pengukuran fungsi adaptif menunjukkan bahwa
perilaku anak saat ini secara signifikan berada di bawah tingkat yang
diharapkan. Diagnosis ini sendiri tidak merinci penyebab atau prognosis.
Uji laboratorium dapat digunakan untuk mengetahui penyebab serta
prognosis. Contoh uji laboratorium adalah:
a. Studi Kromosom :

pemeriksaan

adanya

kelainan

kromosom

pranatal dapat dilakukan dengan dua cara yaitu amniosentesis dan


Chronic villi samplin (CVS). Amniosentesis mendiagnosis kelainan
kromosom dengan mengambil sejumlah kecil cairan amnion dari
rongga amnion transabdominal pada kira-kira usia kehamilan 15
minggu.

17

b. Analisis Darah dan Urine

: Sindrom Lesch-Nyhan, galaktosemia,

PKU, sindrom Hurler, dan sinrom Hunter merupakan gangguang


yang mencakup retardasi mental dan dapat diidentifikasi melalui
analisis enzim yang sesuai atau asam amino maupun organik.
Kelainan enzim di gangguan kromosom, terutama sindrom Down
menjajikan untuk menjadi alat diagnostik yang berguna. Kelainan
pertumbuhan yang tidak dapat dijelaskan, gangguan kejang, tonus
otot yang buruk, ataksia, kelainan tulang atau kulit, dan kelainan
mata adalah beberapa indikasi untuk dilakukannya uji fungsi
metabolik.1
Penatalaksanaan
Terapi orang dengan retardasi mental didasari pada penilaian
akan kebutuhan sosial dan lingkungan serta perhatian terhadap
keadaan komorbidnya. Terapi optimal untuk keadaan yang dapat
menyebabkan

retardasi

mental

adalah

pencegahan

primer,

sekunder, tersier,
Pencegahan
Primer
Pencegahan primer meliputi tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi keadaan yang menimbulkan
terjadinya gangguan yang terkait dengan retardasi mental. Caranya
mencakup edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
umum dan kesadaran akan retardasi mental; upaya profesional
kesehatan yang berkelanjutan untuk meyakinkan dan memperbaiki
kebijakan

kesehatan;

perawatan

kesehatan

undang-undang
anak

dan

ibu

untuk

yang

menyediakan

optimal;

eradikasi

gangguan yang diketahui


Sekunder dan Tersier
Ketika suatu gangguan yang dikaitkan dengan retardasi
mental telah diidentifikasi, gangguan ini harus diterapi untuk
memperpendek perjalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan
untuk

meminimalkan

gejala

sisa

atau

hendaya

selanjutnya

(pencegahan tersier).
18

a. Edukasi untuk Anak


mengalami

retardai

komprehensif

yang

: tatanan edukasi untuk anak yang


mental

haru

memberikan

mencakup

pelatihan

program

keterampilan

adaptif, pelatihan keterampilan sosial dan pelatihan kejujuran.


Perhatian khusus harus difokuskan pada komunikasi dan
upaya untuk memperbaiki kualitas kehidupan.
b. Terapi Perilaku, Kognitif dan Psikodinamik :
terapi

perilaku

telah digunakan selama beberapa tahun untuk membentuk


dan meningkatkan perilaku sosial serta untuk mengendalikan
dan meminimalkan perilaku agresif dan destruktif orang
tersebut. Terapi kognitif, sepeti menghilangkan keyakinan
yang salah serta latihan relaksasi dengan instruksi sendiri,
telah direkomendasikan untuk pasien retardasi mental yang
dapat mengikuti perintah. Terapi psikodinamik digunakan
pada pasien dan keluarganya untuk mengurangi konflik
mengenai

pengharapan

yang

menimbulkan

ansietas,

kemarahan dan depresi yang menetap.1


c. Edukasi Keluarga : salah satu area yang paling penting yang
dapat dilakukan klinisi adalah memberikan edukasi kepada
keluarga pasien dengan retardasi mental mengenai cara
untuk

meningkatkan

kompetensi

dan

harga

diri

sambil

mempertahankan pengharapan yang realistik untuk pasien.


Psikiater harus siap untuk memberikan orang tua semua dasar
dan informasi medis terkini mengenai penyebab, terapi dan
area terkait lainnya.
d. Intervensi Sosial : olimpiade khusus internasional adalah
program olah raga rekreasional yang dibuat untuk populasi ini
untuk

meningkatkan

interaksi

diharapkan harga diri umum.


e. Farmakologi
: pendekatan

sosial,

persahabatan

farmakologis

untuk

dan
terapi

gangguan mental komorbid pada pasien dengan retardasi


mental sama untuk pasien tanpa retardasi mental. Semakin
banyak data yang menyokong penggunaan berbagai obat

19

psikotropik untuk pasien dengan gangguan jiwa dan juga


retardasi mental.1
Gangguan Defisit Atensi/Hiperaktivitas
Gangguan

defisit

atensi/hiperaktivitas

terdiri

dari

pola

tidak

menunjukkan atensi yang persisten dan/atau perilaku yang impulsif serta


hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada yang diharapkan pada anak
dengan usia dan tingkat perkembangan yang serupa. Untuk memenuhi
kriteria diagnosis ADHD, beberapa gejala harus sebelum usia 7 tahun,
meskipun banyak anak tidak terdiagnosis hingga usia mereka melebihi
dari 7 tahun, saat perilaku mereka menimbulkan masalah di sekolah dan
ditempat lain. Gangguan ini tidak boleh ada di dalam perjalanan
gangguan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, serta tidak
boleh disebabkan oleh gangguan jiwa lain.
Ciri ADHD yang lain adalah rentang atensi yang singkat serta mudah
teralih perhatiannya. Mereka bertindak dengan impulsif, menunjukkan
labilitas emosional dan eksplosif serta iritabel.6
Anak-anak yang mengalami hiperaktivitas sebagai ciri dominan
lebih cenderung dirujuk untuk terapi dibandingkan anak-anak dengan
gejala utama defisit-atensi. Gangguan-gangguan yang meliputi membaca,
aritmetik, bahasa dan koordinasi dapat terjadi bersamaan dengan ADHD.
Epidemiologi
Insiden ADHD di Amerika Serikat bervariasi dari 2 hingga 20
persen pada anak-anak sekolah dasar. Angka konservatif adalah
kira-kira

hingga

persen

pada

anak-anak

sekolah

dasar

prapubertas. Gejala ADHD sering muncul pada usia 3 tahun, tetapi


diagnosis umumnya tidak dibuat sehingga anak masuk ke dalam
lingkungan sekolah terstruktur, seperti prasekolah atau taman
kanak-kanak, ketika informasi guru tersedia yang membandingkan
perhatian dan impulsivitas anak yang dicurigai dengan teman
sebayanya.1
Etiologi
20

Faktor dugaan yang turut berperan untuk ADHD mencakup


pajanan toksik pranatal, prematuritas dan cedera mekanis pranatal
pada sistem saraf janin.
a. Faktor Genetik

: saudara kandung anak hiperaktif

juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki gangguan


dibandingkan populasi umum.
b. Kerusakan Otak :
diperkirakan

beberapa

anak

yang

menderita ADHD mengalami kerusakan ringan pada sistem


saraf pusat dan perkembangan otak selama periode janin dan
perinatal. Tanda-tanada neurologis nonfokal (halus) ditemukan
dengan angka yang lebih tinggi pada anak dengan ADHD
dibandingkan dengan populasi umum.
c. Faktor Neurokimia
:
terdapat

hipotesis

bahwa

neurotransmiter yang mencakup kemungkinan disfungi pada


kedua sistem adrenergik dan dopaminergik. Tetapi tidak ada
bukti jelas yang mengaitkan satu neurotransmiter di dalam
timbulnya ADHD, tetapi banyak neurotransmiter dapat terlibat
di dalam prosesnya.
d. Faktor Neurofisiologis

: sejumlah studi yang menggunakan

PET menemukan berkurangnya aliran darah otak serta laju


metabolik di area lobus frontalis anak-anak dengan ADHD
dibandingkan dengan kontrol. Teori ini menjelaskan dengan
menganggap bahwa lobus frontalis anak-anak dengan ADHD
melakukan inhibisinya dengan tidak adekuat pada struktur
yang lebih rendah, suatu efek yang menghasilkan disinhibisi.
e. Faktor Psikososial : peristiwa psikis yang memberikan stres,
gangguan pada keseimbangan keluarga, serta faktor pencetus
ansietas

lain

turut

berperan

di

dalam

mulainya

atau

berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi dapat mencakkup


tempramen

anak,

faktor

familial-genetik,

masyarakat

untuk

patuh

dengan

cara

dan

tuntutan

berprilaku

atau

berpenampilan dengan cara yang rutin.1,6


Gambaran Klinis

21

Ciri khas anak dengan gangguan ini yang paling sering


disebutkan, dalam urutan frekuensi, hiperaktivitas, hendaya motorik
perseptual, labilitas emosi, defisit koordinasi umum, defisit atensi,
impulsivitas, defisit daya ingat dan berpikir, ketidakmampuan
belajar spesifik, defisit pendengaran dan bicara, serta tanda
neurologis ekuivokal dan ketidakteraturan EEG.
Kesulitan di sekolah, baik dalam belajar atau perilaku, adalah
masalah lazim yang sering timbul bersama dengan ADHD; kesulitan
ini

kadang-kadang

datang

akibat

gangguan

komunikasi

atau

gangguan belajar yang ada atau akibat mudah teralih perhatian


atau atensi yang berfluktuasi, yang menghambat perolehan, retensi
dan penunjukkan pengetahuan.1
Terapi
Farmakoterapi. Agen farmakologi yang terlihat memiliki efektivitas
yang signifikan serta catatan keamanan yang sangat baik di dalam
terapi ADHD adalah stimulan SSP, termasuk sediaan metilfenidat
lepas-segera

dan

lepas-lama

(Rithalin,

Rithalin

SR,

Concerta,

Metadate CD, Metadate ER), dekstroamfetamin dan kombinasi


dekstoamfetamin dengan garam amfetamin. Satu bentuk tambahan
metilfenidat

yang

hanya

mengandung

D-enantiomer,

deksmetilfenidat, baru-baru ini ditempatkan dipasaran, ditujukan


untuk memaksimalkan efek target dan meminimalkan efek samping
pada individu dengan ADHD yang mendapatkan respons parsial dari
metilfenidat. Agen lini kedua dengan bukti efektivitas untuk
beberapa anak dan remaja dengan ADHD mencakup antidepresan
seperti bupropion, venlafaksin, dan agonis reseptor -adrenergik
klonidin dan guanfasin.
Agen yang baru, atomoksetin, disetujui pada tahun 2003
sebagai obat nonstimulan untuk terapi ADHD. Atomoksetin adalah
inhibitor ambilan kembali norepinefrin dan tidak memengaruhi
dopamin. Obat ini menghambat enzim 2D6 dan dapat menurunkan
metabolisme selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) sebagai
akibatnya. Dosis umum untuk atomoksapin adalah 40 hingga 100
mg per hari diberikan dalam dosis tunggal tidak terbagi.
22

Sebelum memulai pengobatan stimulan, dianjurkan untuk


pemeriksaan fisik diulang setiap satu tahun, tekanan darah, denyut
nadi, berat badan dan tinggi badan diulang setiap tiga bulan.4
Gangguan Perilaku Menantang
Pada gangguan perilaku menantang, ledakan kemarahan seorang
anak, penolakan aktif untuk menurut pada peraturan dan perilaku yang
mengganggu melampui perkiraan untuk perilaku ini dibandingkan dengan
anak lain pada usia yang sama. Gangguan ini merupakan suatu pola
negativistik, permusuhan dan perilaku menantang menetap tanpa adanya
pelanggaran serius terhadap norma sosial atau hak orang lain.
Epidemiologi
Perilaku negativistik, berlawanan, dengan tingkat sedang,
bersifat normal pada masa perkembangan kanak awal. Studi
epidemiologi

tentang

ciri

negtivistik

pada

populasi

nonklinis

menemukan perilaku seperti ini pada antara 16 hingga 22 persen


anak usia sekolah. Meskipun gangguan ini dimulai sejak 3 tahun,
tetapi akan terlihat secara khas pada usia 8 tahun dan biasanya
sebelum remaja. Sebelum pubertas lebih sering pada laki-laki
dibandingkan perempuan, dan rasio kedua jenis kelamin tampak
setara setelah pubertas. Tidak ada pola keluarga yang khas, tetapi
hampir semua orang tua dari anak dengan perilaku ini dengan
sendirinya khawatir dengan masalah kekuatan, pengendalian dan
otonomi.
Etiologi
Kemampuan anak untuk mengungkapkan kemampuannya
sendiri

dan

menentang

keinginan

orang

lain

sangat

dalam

perkembangan normal sebagai jalan menuju penegakkan otonomi,


pembentukan identitas dan mengatur standar serta pengendalian
internal.
Teori

psikoanalitik

klasik

mengaitkan

konflik

tidak

terselesaikan yang diekspresikan dengan semua figur otoritas. Ahli


23

perilaku menyatakan bahwa penentangan merupakan perilaku


dipelajari

yang

diperkuat,

yang

melalui

perilaku

ini,

anak

memberikan kendali terhadap figur otoritas.1


Gambaran Klinis
Anak-anak dengan perilaku ini sering bertentangan dengan
orang dewasa, tidak dapat menahan amarah, benci, marah dan
mudah terusik orang lain. Mereka secara aktif sering menolak
permintaan atau peraturan orang dewasa dan dengan sengaja
mengganggu orang lain. Mereka cenderung menyalahkan orang lain
untuk kesalahan perilaku mereka sendiri.
Terapi
Terapi utama adalah intervensi keluarga yang menggunakan
pelatihan orang tua dalam keterampilan mengenai anak, serta
pengkajian interaksi keluarga dengan cermat. Ahli terapi perilaku
menekankan untuk mengajari orang tua cara mengubah perilakunya
untuk menekan perilaku oposisional anak dan untuk mendorong
perilaku

yang

sesuai.

Terapi

perilaku

memfokuskan

untuk

mendorong dan memuji perilaku yang sesuai secara selektif serta


mengabaikan atau tidak mendorong perilaku yang tidak diinginkan.
Di dalam keamanan hubungan yang lebih netral seorang anak
bisa merasakan kalau ia mampu berperilaku dengan kurang
provokatif.
Depresi Pada Anak/Gangguan Mood
Gangguan mood terdapat pada anak di semua usia, terdiri atas pola
gangguan mood yang menetap; berkurangnya antusiasme di dalam
aktivitas permainan, olah raga, pertemanan atau sekolah; dan perasaan
tidak berharga menyeluruh. Ciri inti depresi berat serupa pada anak,
remaja dan orang dewasa, dengan ekspresi ciri ini yang dimodifikasi untuk
menyesuaikan dengan usia dan kematangan individu. Dua kriteria
gangguan mood pada masa kanak dan remaja adalah gangguan pada
mood, seperti depresi atau elasi dan iritabilitas.1
24

Epidemiologi
Gangguan mood meningkat seiring dengan meningkatnya
usia, dan prevalensi pada kelompok usia berapapun secara drastis
lebih tinggi di dalam kelompok rujukan psikiatrik dibandingkan
populasi umum. Gangguan mood pada anak prasekolah sangat
jarang.5

Depresi

lebih

lazim

ditemukan

pada

anak

laki-laki

dibandingkan dengan anak perempuan di usia sekolah. Angka


gangguan depresif berat jauh lebih tinggi dibandingkan komunitas
umum. Gangguan distimik diperkirakan lebih lazim dibandingkan
dengan gangguan depresif berat pada anak usia sekolah, untuk
anak usia sekolah dengan gangguan distimik, terdapat kemungkinan
besar bahwa gangguan depresif berat akan timbul pada suatu waktu
setelah masa 1 tahun mengalami distimik. Pada remaja, seperti juga
pada orang dewasa, gangguan distimik lebih jarang dibandingkan
dengan gangguan depresif berat.
Etiologi
Banyak menunjukkan bahwa gangguan mood pada masa
kanak merupakan penyakit mendasar yang sama seperti yang
dialami oleh orang dewasa.
a. Faktor genetik

: gangguan mood pada anak-anak,

remaja dan pasien dewasa cenderung berkumpul di dalam


keluarga yang sama. Meningkatnya insiden gangguan mood
umumnya ditemukan pada anak-anak dari orang tuan dengan
gangguan mood dan kerabat dari anak dengan gangguan
mood.
b. Faktor sosial

: defisit psikososial pada anak dengan

depresi membaik setelah pemulihan yang lama dari depresi.


Defisit ini tampak disebabkan oleh depresi itu sendiri. Di
antara
depresif,

anak-anak
peran

prasekolah
pengaruh

dengan

lingkungan

gambaran

klinis

mungkin

akan

mendapatkan dukungan eksperimental di masa mendatang.7


c. Faktor biologis
: hipersekresi kortisol sebagaimana
juga nonsupresi deksametason telah dilaporkan pada anak25

anak prapubertas dan remaja. Weller dan Weller telah


melaporkan penggunaan tes supresi deksametason pada anak
dan remaja. Secara keseluruhan, 54 persen dari anak dan
remaja yang terdepresi memiliki tes supresi deksametason
yang abnormal. Abnormalitas ini semakin jelas pada anak
prapubertal
Penjelasan

(70

persen)

tentang

hal

daripada
ini

remaja

kemungkinan

(43

persen).

depresi

pada

prapubertas lebih berat daripada depresi pada remaja, selain


itu juga sistem neuroendokrin pada anak prapubertas lebih
intak oleh karena belum banyak dipengaruhi oleh pemakaian
obat dan hormon-hormon seks. Weller dan kawan-kawan juga
menemukan

bahwa

hasil

klinis

pada

beberapa

anak

prapubertas yang mengalami depresi berhubungan dengan


hasil tes supresi deksametason. Penanda biologis lainnya
adalah hormon pertumbuhan, dimana dijumpai hiposekresi
pada

anak

yang

terdepresi

sebagai

respons

terhadap

perubahan insulin. McKnew dan Cytrin melaporkan penurunan


3-methoxy-4-hydroxyphenylethyl glycol (MHPG) pada urin
anak yang terdepresi.
d. Faktor tidur
: pada

dewasa

yang

terdepresi

telah

dilaporkan pemendekan latensi rapid eye movement (REM),


peningkatan densitas REM, gelombang lambat abnormal, dan
penurunan dalam efisiensi tidur. Pada anak telah dilaporkan
hasil yang sebaliknya. Dibutuhkan penelitian lanjutan untuk
memperjelas hal ini.1
Gambaran Klinis
Depresi mayor pada anak dan remaja ditentukan dengan
menggunakan kriteria DSM-IV-TR sekurangnya ada gejala depresi
atau mood iritabel selama 2 minggu dan kurangnya ketertarikan,
diikuti dengan sekurangnya empat gejala : perubahan berat badan,
gangguan tidur, retardasi atau agitasi psikomotor, kelelahan atau
berkurangnya energi, perasaan bersalah, penurunan konsentrasi,
dan ide atau rencana bunuh diri. Gejala harus menyebabkan
26

gangguan dalam fungsi anak, sebagai contoh, penampilan dalam


lingkungan sekolah atau hubungan dengan teman sebaya, hal ini
penting untuk mendiagnosis pada anak remaja. Gangguan tersebut
membantu untuk membedakan simtom ini dari fase anak atau
remaja.
Anak

remaja

dengan

gangguan

depresi

mayor

sering

menampilkan mood iritabel daripada disforia. Biasanya mereka tidak


perduli terhadap semakin besarnya iritabilitas mereka atau efeknya
terhadap interaksi dengan orang lain. Remaja yang mempunyai
beberapa tilikan terhadap iritabilitas mereka mungkin mengatakan
bahwa segalanya membuat mereka marah baik itu penting atau
tidak. Kehilangan kegembiraan atau perhatian dapat membuat anak
remaja menarik diri dari sekolah atau aktivitas dan pertemanan
mereka. Gangguan tidur biasa terdapat pada anak remaja yang
terdepresi, sebagian mengalami sulit tidur. Berkurangnya berat
badan atau susahnya naik berat badan lebih sering daripada
kenaikan berat badan. Anak remaja yang terdepresi sering merasa
lelah dan beristirahat sepulang sekolah. Kurangnya konsentrasi
dapat bermanifestasi terhadap prestasi sekolah. Seorang anak
sering menggambarkan perasaan bersalah seolah-olah tak ada yang
menyukainya. Usaha bunuh diri dan ciri psikotik lebih umum
djiumpai pada remaja yang terdepresi daripada anak.
Anak remaja yang terdepresi seringkali tidak menganggap
mereka sedang depresi oleh karena mood mereka lebih sering
iritabel daripada terdepresi. Orangtua seringkali tidak mengenali
gejala-gejala dari anak remaja mereka yang terdepresi. Anak dan
remaja yang terdepresi lebih sering dibawa untuk evaluasi oleh
karena adanya penurunan prestasi di sekolah, penyalahgunaan zat,
usaha bunuh diri, atau suatu perubahan perilaku.1
Terapi
Perawatan di Rumah sakit : pertimbangan segera yang penting
sering berupa apakah perawatan di rumah sakit diindikasikan untuk
menjaga anak atau remaja tetap aman atau apakah rumah sakit

27

merupakan satu-satunya lingkungan yang memungkinkan memulai


terapi.5,7
Psikoterapi

: terapi kognitif-perilaku saat ini secara luas

dikenali sebagai intervensi yang efektif untuk terapi depresi pada


anak

dan

bertujuan

remaja

yang

untuk

menantang

meningkatkan
kompetensi

cukup

kemampuan

sosial.

Edukasi

berat.

Terapi

keyakinan

menyelesaikan
dan

partisipasi

kognitif-perilaku
maladaptif

dan

masalah

serta

keluarga

adalah

komponen terapi yang diperlukan untuk anak dengan depresi,


terutama untuk meningkatkan penyelesaian konflik yang efektif.
Karena fungsi psikososial anak dengan depresi bisa tetap terganggu
untuk periode yang lama, bahkan setelah episode depresif pulih,
dukungan sosial jangka panjang dari keluarga dan beberapa kasus,
intervensi keterampilan sosial sangat membantu.
Farmakoterapi : Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
secara luas diterima sebagai intervensi farmakologis lini pertama
untuk gangguan depresif sedang hingga berat pada anak-anak dan
remaja. Obat SSRI yang tersedia termasuk fluoxetine, sertraline,
fluvoxamine dan citalopram adalah pilihan yang baik untuk terapi
depresi anak dan remaja. Dosis awal untuk anak prapubertas lebih
rendah daripada dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa dan
remaja umumnya diterapi dengan dosis yang sama seperti yang
dianjurkan untuk dewasa.
Antidepresan lain, seperti bupropion suatu agonis dopamin, memiliki
sifat stimulan serta efektivitas antidepresan dan telah digunakan
untuk

remaja

dengan

ADHD

dan

depresi.

Venlafaxine

yang

mencegah ambilan serotonin dan norepinefrin juga digunakan


secara klinis di dalam terapi depresi pada remaja. Mirtazapine juga
merupakan inhibitor ambilan serotonin dan norepinefrin dengan
profil efek samping yang relatif aman, tetapi belum digunakan
sesering venlafaxine karena efek samping sedasinya.
Terapi Kejang Listrik (ECT) :
terapi
kejang
listrik

(electro

convulsive therapy-ECT) telah digunakan untuk berbagai penyakit


psikiatrik pada orang dewasa, terutama gangguan depresif berat
28

dan gangguan mood manik serta katatonia. ECT jarang digunakan


untuk remaja, meskipun telah dilaporkan laporan kasus mengenai
efektivitasnya pada remaja dengan depresi dan mania. Baru-baru
ini, sejumlah laporan kasus mengesankan bahwa ECT dapat
merupakan terapi yang relatif aman dengan gangguan afektif berat
yang

resisten-terapi

dengan

psikosis,

gejala

katatonik

dan

kecendrungan bunuh diri yang persisten.


Prognosis
Perjalanana gangguan dan prognosis gangguan mood pada
anak dan remaja bergantung pada onset usia, keparahan episode
dan adanya gangguan yang terdapat bersamaan; onset usia yang
masih muda serta berbagai gangguan meramalkan prognosis yang
lebih buruk. Telah dilaporkan bahwa anak-anak dengan depresi yang
tinggal di dalam keluarga dengan tingkati konflik kronis yang tinggi
lebih besar kemungkinannya untuk mengalami kekambuhan. Risiko
bunuh diri, yang mewakili 12 persen kematian pada kisaran usia
remaja, signifikan di antara remaja dengan gangguan depresif. 1
Kesimpulan
Perbuatan anak laki-laki berusia 9 tahun yang selalu membuat onar
dan tidak bisa diam bisa disebabkan oleh faktor dari dalam diri atau dari
luar.

Daftar Pustaka
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock buku ajar psikiatri. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC; 2010.h.555-633.
2. St. Aisyah. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap tingkat agresivitas
anak. Makassar: Universitas Negeri Makassar. c2010 - [cited 2012 Dec
28]. Available from: http://www.ft-unm.net

29

3. Hibbert A, Godwin A, Dear F. Rujukan cepat psikiatri. Jakarta: EGC;


2009.h.7-10, 63-5, 158-67.
4. Tomb DA. Buku saku psikiatri. Jakarta: EGC; 2004.h.244-73.
5. Semiun Y. Kesehatan mental 2. Jakarta: Kanisius; 2006.h.264-74
6. Wender PH. ADHD: attention-deficit hyperactivity disorder in children,
adolescents and adults. New York: Oxford Univerisy; 2000.h.56-65.
7. Sunaryo. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC; 2004.h.212-21.

Hiperaktif Pada Anak Usia Sekolah

30

Asri Habsari
10.2010.273
D1
03 Januari 2013

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta


Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
asrihabsari@yahoo.com

31

You might also like