You are on page 1of 19

TUGAS MODUL 2

KOMUNIKASI INTERPERSONAL

Penyusun :
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Nama
Yantia Hariesta Purnomo
Grandis Ratnaning Febriantika
Anggy Prayudha
Kemala U. P. Nasution
Agnes Robia Ambariani
Ainin Nafilatus Soumil Fitriyah
Muhammad Akbar D
Az Zahroh
Poppy Raissa Hudayanti
Putri Pramita Larasati
Nadia Kurnia Hapsari
Azimah Regita
Diamanta Anandamaya
Riefka Pitaloka Dyah Ahadri Noor Alluvianti
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

NIM
021411131100
021411131102
021411131103
021411131104
021411131105
021411131106
021411131107
021411131108
021411131109
021411131110
021411131111
021411133039
021411133040
021411133041

Komunikasi merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia.


Sebagai makhluk sosial komunikasi dibutuhkan untuk pengiriman dan
penerimaan pesan antara satu orang dengan orang lainnya, terutama
komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal menuntut satu orang
dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif agar pesan dapat
tersampaikan dan mendapatkan feedback dari penerima pesan. Pada umumnya
komunikasi dilakukan secara verbal atau lisan yang dapat dimengerti oleh
kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti
oleh keduanya, maka alternatif lain yang bisa dilakukan adalah dengan gerak
gerik badan. Secara teoritis kita mengenal berbagai macam tindakan
komunikasi berdasarkan konteks dimana komunikasi tersebut dilakukan yaitu
komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi individu, dan
komunikasi kelompok. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai komunikasi
interpersonal dalam kaitannya dengan hubungan antara dokter gigi dan pasien.
Sejalan dengan perkembangan teknologi saat ini, para dokter gigi
mengembangkan berbagai cara untuk mengadakan suatu komunikasi yang
efektif dengan pasien. Hal ini sangat berdampak pada hubungan antara dokter
gigi dan pasien dalam menentukan perawatan yang lebih lanjut serta dapat
menimbulkan efek trust bagi pasien terhadap dokter gigi yang akan
merawatnya. Kegiatan berupa komunikasi ini akan memberikan dampak dan
menentukan hasil akhir baik bagi dokter gigi maupun bagi pasien. Oleh karena
itu, komunikasi efektif dapat membantu berlangsungnya praktek penanganan
kesehatan gigi dan mulut yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Walaupun komunikasi telah dipelajari sejak lama namun topik ini menjadi
penting karena pertumbuhan teknologi komunikasi yang sangat pesat,
terutama dalam hal ini adalah komunikasi antara dokter gigi dan pasien.
Dokter akan dapat memahami dan berempati kepada pasien jika pasien
mampu mengkomunikasikan keluhannya secara efektif. Begitu pula pasien
juga akan mengerti tentang penjelasan baik buruk suatu tindakan dari seorang
dokter jika komunikasi dilakukan secara efektif. Sehingga pasien dengan
yakin memilih perawatan terbaik untuk dirinya sesuai anjuran dokter.

Jadi kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan


tindakan dokter gigi terhadap pasien, sehingga hal ini dapat dijadikan bahasan
yang penting baik bagi dokter gigi maupun bagi pasien.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Instruksional Umum
Tujuan instruksional umum dari pembuatan makalah ini adalah diharapkan
mahasiswa semester II Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga
mampu melakukan komunikasi interpersonal dan teknik dasar wawancara
1.2.2

serta mampu menciptakan hubungan interpersonal yang baik.


Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus dari pembuatan makalah ini adalah
diharapkan mahasiswa mampu:
1. Memahami konsep diri dan faktor yang berpengaruh dalam
membentuk konsep diri.
2. Memahami psikologi komunikasi dan cara mengatasi hambatan
komunikasi.
3. Melakukan komunikasi interpersonal dan teknik dasar wawancara dan
menciptakan hubungan interpersonal.

1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa dapat melakukan
komunikasi interpersonal dan dapat melakukan wawancara terhadap pasien
dengan memahami konsep diri dan psikologi komunikasi yang akan
bermanfaat untuk bekal masa klinik dan praktek dokter gigi di masa
mendatang.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Komunikasi Interpersonal
Dilihat dari jenis Interaksi dalam komunikasi, komunikasi dapat dibedakan
atas tiga kategori yaitu komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok kecil dan
komunikasi publik. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi

diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara
dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya (Muhammad, 2005,p.158159). Komunikasi interpersonal merupakan penyampaian pesan oleh satu orang
dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan
berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera
(Effendy,2005, p. 30). Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orangorang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi

orang

lain

secara

langsung,

baik

secara

verbal

atau

nonverbal. Komunikasiinterpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang,


seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya
(Mulyana,

2006,

p.

73).

Pada

hakekatnya

komunikasi

interpersonal

adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini


dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku
seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat
langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada
saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah
komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat
memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya
(Supratiknya, 2003, p. 13)

2.1.1 Klasifikasi Komunikasi Interpersonal


Klasifikasi komunikasi interpersonal dibagi
percakapan

sosial,

interogasi

atau

menjadi interaksi intim,

pemeriksaan

dan

wawancara.

a.

Interaksi intim termasuk komunikasi di antara teman baik, anggota famili,

b.

dan orang-orang yang sudah mempunyai ikatan emosional yang kuat.


Percakapan sosial adalah interaksi untuk menyenangkan seseorang secara
sederhana. Tipe komunikasi tatap muka penting bagi pengembangan

hubungan informal dalam organisasi. Misalnya dua orang atau lebih


bersama-sama dan berbicara tentang perhatian, minat di luar organisasi
c.

seperti isu politik, teknologi dan lain sebagainya.


Interogasi atau pemeriksaan adalah interaksi antara seseorang yang ada
dalam kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi dari yang
lain. Misalnya seorang karyawan dituduh mengambil barang-barang
organisasi maka atasannya akan menginterogasinya untuk mengetahui

d.

kebenarannya.
Wawancara adalah salah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana
dua orang terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab. Misalnya
atasan yang mewawancarai bawahannya untuk mencari informasi
mengenai suatu pekerjaannya Muhammad (2005, p. 159-160).

2.1.2 Tujuan Komunikasi Interpersonal


Komunikasi interpersonal mungkin mempunyai beberapa tujuan. Di sini
akan dipaparkan 6 tujuan, antara lain :
a.

Menemukan Diri Sendiri


Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan personal
atau pribadi. Bila kita terlibat dalam pertemuan interpersonal dengan orang
lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain.
Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk
berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita. Adalah
sangat menarik dan mengasyikkan bila berdiskusi mengenai perasaan,
pikiran, dan tingkah laku kita sendiri. Dengan membicarakan diri kita
dengan orang lain, kita memberikan sumber balikan yang luar biasa pada
perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita.

b.

Menemukan Dunia Luar


Hanya komunikasi interpersonal menjadikan kita dapat memahami lebih
banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita.
Banyak informasi yang kita ketahui datang dari komunikasi interpersonal,
meskipun banyak jumlah informasi yang datang kepada kita dari media

massa hal itu seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau didalami
melalui interaksi interpersonal.
c.

Membentuk Dan Menjaga Hubungan Yang Penuh Arti


Salah satu keinginan orang yang paling besar adalah membentuk dan
memelihara hubungan dengan orang lain. Banyak dari waktu kita
pergunakan dalam komunikasi interpersonal diabadikan untuk membentuk
dan menjaga hubungan sosial dengan orang lain.

d.

Berubah Sikap Dan Tingkah Laku


Banyak waktu kita pergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku
orang lain dengan pertemuan interpersonal. Kita boleh menginginkan
mereka memilih cara tertentu, misalnya mencoba diet yang baru, membeli
barang tertentu, melihat film, menulis membaca buku, memasuki bidang
tertentu dan percaya bahwa sesuatu itu benar atau salah. Kita banyak
menggunakan waktu waktu terlibat dalam posisi interpersonal.

e.

Untuk Bermain Dan Kesenangan


Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah
mencari kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai aktivitas kita pada
waktu akhir pecan, berdiskusi mengenai olahraga, menceritakan cerita dan
cerita lucu pada umumnya hal itu adalah merupakan pembicaraan yang
untuk menghabiskan waktu. Dengan melakukan komunikasi interpersonal
semacam itu dapat memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran
yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita.

f.

Untuk Membantu
Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakkan
komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional mereka untuk
mengarahkan kliennya. Kita semua juga berfungsi membantu orang lain
dalam interaksi interpersonal kita sehari-hari. Kita berkonsultasi dengan

seorang teman yang putus cinta, berkonsultasi dengan mahasiswa tentang


mata kuliah yang sebaiknya diambil dan lain sebagainya ( Muhammad,
2005, p. 165-168 ).
2.1.3 Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Efektivitas Komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum
yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap
mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan
(equality).
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus
dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya.memang ini mungkin
menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada
kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya
disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator
untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam,
tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang
menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita
ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk
daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan.
Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap
orang lain.
Aspek ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran (Oliver,
2006). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran
yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab
atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan
yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).
2. Empati (empathy)

Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang


sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain
itu, melalui kacamata orang lain itu. Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan
bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan
sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan
merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama.
Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang
lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa
mendatang.
Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non
verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan
memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan
gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi komtak mata, postur
tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian
yang sepantasnya (Soemirat,2005).
3. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat
sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan
adalah komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam
suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan
bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3)
provisional, bukan sangat yakin.

4. Sikap positif (positiveness)


Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal
dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif
mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu
pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi
interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka
sendiri.

Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat


penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan
daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak
bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang
mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis
daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam
segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih
efektif bila suasananya setara. Artinya,, harus ada pengakuan secara diam-diam
bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing
pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu
hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan
konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada
daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak
mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal
dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau
kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat
kepada orang lain.
2.2 Komunikasi Efektif dan Komunikasi Tidak Efektif
Komunikasi efektif adalah keadaan komunikasi dimana si pendengar dapat
mengintrepertasikan maksud pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan
si pengirim pesan. Sedangkan komunikasi tidak efektif berarti keadaan sebaliknya
dimana pendengar mengintrepertasikan secara berbeda pesan yang disampaikan
oleh pengirim pesan. Komunikasi menjadi tidak efektif dikarenakan kesalahan
umum pada pemberi pesan

seperti berbicara cepat, tidak memuat cukup

informasi, kemampuan bahasa yang kurang. Kesalahan umum juga dapat terjadi
pada penerima pesan seperti tidak perhatian, sudah merumuskan jawaban sebelum
pemberi pesan menyelesaikan pemberian pesan, atau bukan pendengar yang baik.
(Atoshoki, 2005)

Komunikasi efektif perlu usaha dari kedua belah pihak karena tidak
mudah, ketidakmudahan itu disebabkan komunikasi terjadi secara otomatis. Oleh
sebab itu, kedua belah pihak harus memberikan usaha agar komunikasi yang
terjadi efektif, dimana si pemberi pesan mengusahan apa maksud dari perkatannya
dan pendengar berusaha memahami pesan yang diterimanya (Chase,2013)
Dalam kedokteran gigi komunikasi harus efektif agar tidak menimbulkan
ambiguitas pada pasien saat menerima informasi mengenai kesehatan mereka.
Komunikasi ini dimaksudkan agar kedua belah pihak menghindari kerugian.
Selain itu, komunikasi efektif pada kedokteran gigi juga bertujuan dapat
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat.
Dokter gigi dapat menjalin komunikasi yang efektif dengan melakukan
beberapa hal yakni menjadi pendengar aktif serta mengerti perasaan pasien,
menanyakan dengan pertanyaan yang baik, tidak menyalahkan atau menghakimi
pasien, memberi informasi yang tepat dengan bahasa yang mudah, menyatakan
pasien tidak sendiri menghadapi masalah seperti ini, serta selalu berusaha menjaga
kepercayaan pasien. Sedangkan aplikasi komunikasi efektif dimulai dari sikap
prefesional dokter, membangun rasa nyaman, aman, dan percaya.
Komunikasi antara dokter gigi dengan pasien dapat dinilai melalui respon
yang diberikan oleh pasien, respon komunikasi yang efektif akan memberikan
hasil positif berupa adanya pengertian pasien atas pemahaman informasi dari
dokter, menimbulkan kesenangan pasien, dan dapat memengaruhi pasien agar
berubah sesuai saran dokter. Sedangkan respon negatif akan diberikan pada
komunikasi yang tidak efektif seperti tidak pahamnya pasien terhadap informasi
yang diberikan, tidak adanya perubahan sikap yang diberikan pasien terhadap
saran dokter.
2.3 Komponen Komunikasi
Menurut Kotler yang dikutip oleh Sendjaja dalam bukunya yang
berjudulPengantar Ilmu Komunikasi, menyebutkan bahwa komunikasi terdiri
dari beberapa komponen-komponen, yaitu :Pengirim (Sender), yaitu pihak
yang mengirim pesan.
1.

Pengirim (Sender), yaitu pihak yang mengirim pesan.

2.

Pesan (Message), merupakan gagasan atau ide yang disampaikan pengirim


kepada penerima untuk tujuan tertentu.

3.

Penerima (Receiver), yaitu pihak yang menerima pesan.

4.

Media (Media), yaitu sarana bagi komunikator untuk menyampaikan pesan


kepada sasaran yang dituju.

5.

Pengkodean (Encoding), yaitu proses untuk menjabarkan pesan ke dalam


simbol. Simbol dapat berupa kata lisan meupun tulisan, isyarat dan lainnya
ke dalam media.

6.

Penerjemah (Drcoding), yaitu proses yang dilakukan oleh penerima pesan


untuk menerjamahkan arti simbol yang dikirim sender.

7.

Tanggapan (Response), yaitu reaksi penerima setelah menerima pesan.

8.

Umpan balik (Feedback), yaitu bagian dari reaksi yang dikomunikasikan


kembali kepada pengirim pesan.

9.

Gangguan (Noises), yaitu gangguan yang tak terduga selama proses


komunikasi yang dapat mengakibatkan penerima pesan memperoleh pesan
yang berbeda dari yang dikirimkan.

2.3.1 Fungsi Komunikasi


Menurut Alo Liliweri, secara umum ada lima kategori fungsi utama
komunikasi, diantaranya :
a. Sumber atau pengirim menyebarluaskan informasi agar dapat diketahui
penerima (informasi / to inform). Fungsi utama dan pertama dari informasi
adalah menyampaikan pesan (informasi), atau menyebarluaskan informasi
kepada orang lain. Artinya diharapkan dari penyebarluasan informasi itu, para
penerima informasi akan mengetahui sesuatu yang ingin dia ketahui.
b. Sumber menyebarluaskan informasi dalam rangka mendidik penerima
(pendidikan / to educate). Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah
menyampaikan pesan (informasi), atau menyebarluaskan informasi yang
bersifat mendidik kepada orang lain. Artinya, dari penyebarluasan informasi
itu diharapkan para penerima informasi akan menambah pengetahuan tentang
sesuatu yang ingin dia ketahui.

c. Sumber memberikan instruksi agar dilaksanakan penerima (instruksi). Fungsi


instruksi adalah fungsi komunikasi untuk memberikan instruksi (mewajibkan
atau melarang) penerima melakukan sesuatu yang diperintahkan.
d. Sumber mempengaruhi komunikan dengan informasi yang persuasif untuk
mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima (persuasi / to influence).
Fungsi persuasi terkadang disebut fungsi memengaruhi. Fungsi persuasi adalah
fungsi komunikasi yang menyebarkan informasi yang dapat mempengaruhi
(mengubah) sikap penerima agar dia menentukan sikap dan perilaku yang
sesuai dengan kehendak pengirim.
e. Sumber

menyebarluaskan

informasi

untuk

menghibur

sekaligus

mempengaruhi penerima (menghibur / to entertain). Fungsi hiburan adalah


fungsi pengirim untuk mengirimkan pesanpesan yang mengandung hiburan
kepada penerima menikmati apa yang diinformasikan. (Liliweri, 2007 ; 18).
2.4 Hambatan Komunikasi

BAB 3
HASIL DISKUSI
3.1 Pendekatan Konsep Diri
Timbul GAP komunikasi antara dokter gigi dan pasien
Gap komunikasi disebabkan adanya hambatan dalam penyampaian pesan
antara komunikator dan komunikan. Komunikator dan komunikan pada kasus ini
adalah dokter gigi dan pasien. Beberapa hal yang menghambat komunikator
antara lain kurangnya pendekatan, kurang leading, dan kecerobohan dokter gigi

dalam perjanjian informed consent. Kurang pendekatan yang dimaksud adalah


kurangnya keahlian dokter dalam membuat pasien nyaman dan percaya terhadap
dirinya. Dengan adanya kepercayaan dan kenyamanan akan mengakibatkan
hubungan kedua belah pihak menjadi harmonis dan terpenuhi keinginan dari
masing-masing pihak. Kurangnya leading dan kontrol dari dokter gigi juga
menyebabkan tidak adanya hubungan yang didasari rasa kepercayaan. Leading
yang dimaksud adalah kemampuan dokter gigi dalam mengarahkan dan
mensugesti pasien pada rencana perawatan yang dirasa paling baik. Faktor
terakhir yang menghambat dokter gigi adalah adanya kecerobohan dalam
pembuatan inform consent. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya
pemahaman antara kedua belah pihak.
Selain itu, hal-hal yang menghambat komunikasi adalah kurangnya konsep
diri yang baik. Konsep diri yang kurang baik menyebabkan sifat-sifat yang juga
kurang baik antara lain keras kepala dan kurang sabar. Sang pasien tidak mau
mendengarkan penjelasan dan saran dokter. Seharusnya sang pasien mau
menerima saran dari yang lebih ahli. Kurangnya kesabaran menghasilkan
perawatan yang tidak maksimal sehingga pasien mengeluh karena kesalahannya
sendiri.

3.2

Faktor GAP Komunikasi

Faktor yang berperan dalam timbulnya GAP komunikasi


Gap jika diterjemahkan berarti celah atau perselisihan. Jadi, gap
komunikasi dapat diartikan sebagai celah komunikasi yang apabila dikaji lebih
jauh memiliki arti sebagai suatu proses komunikasi dimana pesan dari
komunikator tidak dapat tersampaikan dengan baik kepada komunikan. Faktor
utama yang berperan paling besar dalam timbulnya gap komunikasi tersebut
adalah adanya hambatan komunikasi dan kurangnya penekanan peran pada setiap
komponen komunikasi. Hambatan komunikasi dapat berupa adanya perbedaan

budaya, emosi, perbedaan persepsi dan komunikasi yang kurang efektif. Dengan
kata lain, hambatan komunikasi dapat berasal dari latar belakang yang berbeda
antara komunikator dengan komunikan. Terjadinya hambatan komunikasi juga
didukung oleh adanya implementasi konsep diri negatif yang dilakukan baik oleh
komunikator maupun komunikan.
Komponen komunikasi terdiri dari komunikator, komunikan, pesan,
feedback dan media. Pada scenario, menunjukkan bahwa dokter gigi dapat
berperan sebagai komunikator maupun sebagai komunikan begitu pula pada
pasien. Media yang digunakan adalah tatap muka langsung dan tidak langsung
serta ada pesan yang disampaikan dan terjadi feedback. Adapun pada skenario
memperlihatkan komunikator dan komunikan menjalankan perannya masingmasing, namun dalam pelaksanaanya kurang optimal.
Dokter gigi berperan sebagai komunikator terjadi pada saat menyampaikan
alternatif perawatan kepada pasien dan berperan sebagai komunikan pada saat
pasien meminta jenis perawatan berupa tumpatan pada gigi anterior dan pada saat
menerima keluhan melalui media tidak langsung (telepon) dari pasien. Dari sisi
dokter gigi sebagai komunikator, terjadinya gap komunikasi kemungkinan
dikarenakan dalam penyampaian informasi menggunakan bahasa yang kurang
dimengerti oleh pasien, tidak dapat mengarahkan pasien untuk mencapai persepsi
yang sama, kurangnya penekanan pada penjelasan hak autonomy pasien yang
mana apabila pasien telah memilih jenis perawatan maka dokter gigi tidak dapat
disalahkan atas keputusan pasien tersebut dengan asumsi perawatan telah
diberikan sesuai standar. Seharusnya, dokter gigi sebagai komunikator dapat
memberi penjelasan secara efektif sehingga pasien dapat mengerti dan tercapainya
persepsi yang sama. Selain itu, ada baiknya pemberlakuan inform consent secara
tertulis tidak hanya pada perawatan atau tindakan beresiko tetapi juga pada
tindakan dimana pasien memilih jenis perawatan yang tidak disarankan oleh
dokter gigi. Pada saat dokter gigi berperan sebagai komunikan, dokter gigi kurang
memberikan feedback dengan baik sehingga pasien merasa bahwa transaksi
terapeutik yang terjadi adalah sah dan benar dengan adanya jaminan keberhasilan,
walaupun keputusan yang diambil pasien kurang tepat. Hal ini menimbulkan
persepsi adanya kesalahan yang dilakukan oleh dokter gigi ketika hasil tindakan

tidak sesuai dengan harapan pasien sekalipun dokter telah melakukan tindakan
sesuai dengan standar.
Pasien berperan sebagai komunikan pada saat menerima saran perawatan
oleh dokter gigi, berperan sebagai komunikator pada saat memberikan keputusan
jenis perawatan kepada dokter gigi dan memberikan keluhan. Di sisi pasien
sebagai komunikan, terjadinya gap komunikasi kemungkinan dikarenakan pasien
kurang dapat menerima saran dari dokter gigi walaupun telah diberikan persepsi
mengenai perawatan yang sebaiknya dilakukan. Selain itu, ada kemungkinan
pasien memiliki persepsi dimana pasien ingin perawatan yang dapat memberikan
hasil yang diinginkan dalam waktu singkat. Hal ini mengarah kepada keputusan
pasien yang memilih jenis perawatan yang tidak disarankan oleh dokter gigi.
Seharusnya, pasien dari segi komunikan dapat terbuka atas saran yang diberikan
oleh dokter gigi selaku pekerja professional di bidangnya dan memandang saran
atas kondisinya dari berbagai perspektif untuk mencapai hasil terbaik. Dari sisi
pasien sebagai komunikator, pasien telah melaksanakan perannya dengan baik,
yaitu menyampaikan pesan atau keinginnannya kepada dokter gigi walaupun
sesungguhnya pesan yang disampaikan pasien berupa keputusan yang kurang
tepat.

3.3 Cara mengatasi GAP komunikasi


Untuk mengatasi adanya gap dalam komunikasi, diperlukan pembinaan
hubungan interpersonal yang baik antara komunikator dan komunikan. Cara
membina

hubungan

interpersonal

yang

baik

dapat

dilakukan

dengan

mengedepankan team work, menumbuhkan rasa empati pada lawan bicara, serta
senantiasa bersikap assertive. Dalam hal ini team work memiliki pengertian
menyatukan persepsi antara dokter gigi dan pasien agar memiliki tujuan yang
sama yaitu kesembuhan atau perawatan terbaik bagi pasien. Perawatan yang

dilakukan oleh dokter harus mendapat persetujuan dari pasien. Apabila pasien
tetap memaksakan diri untuk tidak mengikuti saran dokter, maka dokter harus
menghormati pilihan pasien namun tetap menegaskan resiko yang akan terjadi
dikemudian hari dari pilihan pasien tersebut.
Seorang dokter juga harus memiliki sikap assertive dalam berkomunikasi.
Sikap

assertive

memiliki

arti

menyampaikan

informasi

dengan

tetap

memperhatikan dan menghargai hal-hak dari komunikan. Ada kalanya dokter


akan mendapatkan pasien yang memiliki sikap kaku, untuk menghadapi orang
yang memiliki sikap ini diperlukan kesabaran sehingga dokter harus tetap
mengkomunikasikan apa yang sebaiknya dilakukan namun tidak memaksakannya
pada pasien. Dokter juga harus memerhatikan kemampuan pasien dalam
menerima informasi. Dalam berkomunikasi dokter harus memilih bahasa yang
tepat disertai penjelasan yang mudah dimengerti bagi pasien. Apabila diperlukan
dokter dapat menggunakan alat peraga, gesture, mimik wajah, dan intonasi yang
tepat. Untuk mengetahui pesan yang disampaikan telah diterima dengan benar
atau belum, maka dokter sebaiknya memberikan pertanyaan atau mengarahkan
pasien untuk memastikan pasien telah mengerti maksud dan tujuan dokter dan
memahami konsekuensi terhadap pilihan yang telah dipilih pasien.
Dalam komunikasi antara dokter dan pasien, dokter harus memiliki rasa
empati yaitu memahami apa yang diinginkan dan dirasakan oleh pasien. Dengan
cara ini, akan terbina rasa kepercayaan antara dokter dan pasien sehingga persepsi
dan tujuan kedua pihak menjadi sama dan hasil yang didapat merupakan hasil
kesepakatan yang dimengerti dan diterima kedua pihak. Sikap empati, assertive,
dan team work saling berhubungan sehingga apabila diterapkan menjadi satu
kesatuan, maka akan terbina hubungan interpersonal yang baik. Pada saat tertentu
diperlukan informasi secara tertulis seperti informed consent untuk menyamakan
persepsi dan tujuan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di masa yang akan
datang.

BAB 4
KESIMPULAN
Gap komunikasi yang terjadi pada dokter gigi dan pasien dalam studi
kasus ini karena adanya hambatan komunikasi dalam proses penyampaian pesan
dari keduanya. Hambatan komunikasi dapat dipengaruhi oleh latar belakang yang
berbeda dan implementasi konsep diri yang negatif, serta hubungan interpesonal
yang kurang baik. Hal ini tercermin dari kurangnya pendekatan, leading, team
work, sikap assertive, dan kecerobohan dokter gigi dalam perjanjian informed

consent, yang dapat dilihat dari kurang mampunya dokter gigi dalam
mengarahkan dan mensugesti pasien pada rencana perawatan yang paling baik,
penggunaan kalimat dalam penyampaian informasi yang kurang efektif, dan
kecerobohan dalam pembuatan informed consent, serta kurangnya penekanan
pada penjelasan hak autonomy pasien yang mana ketika pasien telah memilih jenis
perawatan maka dokter gigi tidak dapat disalahkan atas keputusan pasien tersebut
dengan asumsi perawatan telah diberikan sesuai standar. Selain itu konsep diri
yang kurang baik seperti sifat keras kepala, kurang sabar, tidak mau
mendengarkan saran dokter menyebabkan hasil perawatan yang kurang maksimal
sehingga menyebabkan munculnya keluhan.
Oleh karena itu, untuk mengatasi gap komunikasi diperlukan hubungan
interpesonal yang baik antara komunikan dan komunikator, dengan cara
mengedepankan team work, menumbuhkan rasa empati pada lawan bicara,
senantiasa bersikap assertive, dan konsep diri yang baik sehingga timbullah
kesaamaan persepsi dan tujuan dari keduanya yang akan menghasilkan perawatan
maksimal dan kepuasan dari pasien.

BAB 5
DAFTAR PUSTAKA
1. Atashoki, Antonius. 2005. Relasi dengan Sesama. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
2. Chase, Rendal. 2013. Elements of Effective Communication, 4th Edition.
USA: Plain and Precious Publishing
3. Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Remaja
Rosdakarya, 2005
4. Materi perkuliahan Wawancara Anamnesis (27 Maret 2015)

5. Muhammad, Armi, Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2005


6. Mulyana, Dedy, Metode penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2006.
7. Oliver, Sandra, Strategi Public Relations, Erlangga, Jakarta, 2006.
8. Soemirat, Soleh, Komunikasi Antar Pribadi, Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka, Jakarta, 2005.
9. Supratiknya, Dr, A, Komunikasi Antar Pribadi tinjauan Psikologis,
Penerbit Kanisius (anggota IKAPI), Yogyakarta, 2003.

You might also like